22 polisakarida menjadi gula kemudian oksidasi gula menjadi menjadi asam piruvat dan setelah itu
transformasi asam piruvat dan asam-asam organik lainnya secara aerobik menjadi CO
2
, air, dan energi. Asam sitrat dapat dibentuk dari asam piruvat karena asam sitrat merupakan salah satu asam
organik yang dibentuk pada siklus krebs Phan et al., 1986.
Keterangan : B1 = polipropilen vakum B2 = polipropilen normal B3 = polipropilen lubang
B4 = polietilen vakum B5 = polietilen normal
B6 = polietilen lubang Gambar 10. Histogram laju perubahan total asam terhadap jenis dan kondisi kemasan
Gambar 10. menunjukkan bahwa perubahan total asam tidak dipengaruhi oleh jenis kemasan, namun perubahannya lebih cenderung dipengaruhi oleh kondisi kemasan. Kondisi kemasan berlubang
baik pada jenis kemasan polipropilen maupun polietilen menunjukkan penurunan total asam tertinggi. Berdasarkan uji lanjut dengan metode Duncan Lampiran 5, perlakuan jenis dan kondisi kemasan
menunjukkan bahwa penurunan kandungan asam terendah adalah perlakuan penyimpanan buah salak pondoh dalam kemasan polipropilen vakum dengan laju perubahan sebesar -0.0102 mg100 g bahan
per hari dan jenis kemasan ini tidak berbeda dengan perlakuan penyimpanan buah salak pondoh dalam kemasan polipropilen normal, polietilen normal, dan polietilen vakum. Namun beberapa jenis dan
kondisi perlakuan penyimpanan menggunakan tipe kemasan tersebut semuanya berbeda signifikan dengan perlakuan penyimpanan buah salak pondoh dalam kemasan polipropilen dan polietilen lubang.
Hal ini dapat terjadi diduga karena adanya perubahan yang dipengaruhi oleh proses respirasi dan besarnya laju kerusakan yang terjadi selama penyimpanan. Pada kondisi normal buah salak
mengandung asam, namun dalam jumlah yang sedikit. Selama penyimpanan buah akan mengalami kegiatan alami yakni metabolisme, termasuk di dalamnya adalah proses respirasi. Selama proses
respirasi berlangsung asam yang terkandung dalam buah akan dipecah menjadi rantai pendek yang bersifat volatil sehingga secara tidak langsung kandungan asam akan menurun. Dalam kemasan
berlubang kegiatan respirasi lebih besar terjadi dibandingkan pada kemasan vakum dan kemasan normal, hal ini dapat diketahui dari besarnya tingkat kerusakan yang terjadi pada kemasan berlubang
baik polipropilen maupun polietilen. Semakin cepat kegiatan respirasi berlangsung, maka semakin banyak jumlah kandungan asam yang akan dirombak untuk menghasilkan energi yang digunakan
buah-buahan mempertahankan hidup hingga buah mengalami kebusukan.
2. Vitamin C
Nilai Vitamin C menunjukkan banyaknya mg asam askorbat dalam 100 g bahan berupa salak pondoh. Kandungan Vitamin C salak pondoh diawal penyimpanan sebesar 2.20 mg 100 gram buah
-0,03 -0,025
-0,02 -0,015
-0,01 -0,005
B1 B2
B3 B4
B5 B6
Laju p
e r
u b
ah an
to tal
as am
m g
100 g
b ah
an h
ar i
23 untuk buah salak kematangan 80, 2.240 mg100 gram buah untuk buah salak kematangan 90, dan
2.60 mg100 gram buah untuk buah salak kematangan campuran. Pada umumnya akan terjadi penurunan kadar Vitamin C dalam penyimpanan buah-buahan. Dalam penyimpanan salak pondoh ini
selama penyimpanan juga terjadi penurunan kadar Vitamin C baik pada buah salak pondoh tingkat kematangan 80, 90 maupun campuran.
Buah salak pondoh kematangan 80, penurunan kadar vitamin C paling tinggi adalah penyimpanan dalam kemasan polietilen lubang dosis zeolit 5 dengan nilai laju penurunan sebesar
0.062 mg100 g bahan per hari. Dan nilai penurunan kadar Vitamin C terendah adalah penyimpanan buah salak dalam kemasan polietilen vakum dosis zeolit 10 dengan nilai laju penurunan sebesar
0.005 mg100 g bahan per hari. Buah salak pondoh kematangan 90, penurunan kadar Vitamin C tertinggi adalah penyimpanan dalam kemasan polipropilen vakum tanpa menggunakan bahan
penyerap kontrol dengan nilai laju penurunan sebesar 0.119 mg100 g bahan per hari. Sedangkan nilai penurunan kadar Vitamin C terendahnya adalah buah salak pondoh yang dikemas dalam
kemasan polietilen vakum dosis zeolit 10 dengan nilai laju penurunan sebesar 0.001 mg100 g bahan per hari. Buah salak pondoh kematangan campuran menunjukkan bahwa penurunan kadar
Vitamin C tertinggi dengan nilai laju penurunan sebesar 0.123 mg100 g bahan per hari adalah buah salak yang disimpan dalam kemasan polietilen lubang dosis zeolit 5. Sedangkan laju penurunan
terendahnya dengan nilai laju penurunan sebesar 0.042 mg100 g bahan per hari adalah buah salak yang dikemas dalam kemasan polipropilen normal dosis zeolit 5.
Berdasarkan hasil uji statistik pada tingkat kepercayaan 95 α=0.05 menunjukkan bahwa seluruh perlakuan yang diberikan baik dosis bahan penyerap, jenis dan kondisi kemasan, maupun
interaksi antara keduanya semua berpengaruh nyata terhadap perubahan kadar Vitamin C selama penyimpanan Lampiran 6.
Keterangan : A1 = zeolit 0 kontrol A2= zeolit 5
A3= zeolit 10 Gambar 11. Histogram laju perubahan Vitamin C terhadap dosis bahan penyerap
Dari Gambar 11. dapat diketahui penurunan kadar Vitamin C tertinggi terdapat pada perlakuan A1 yaitu penyimpanan buah salak pondoh tanpa menggunakan bahan penyerap kontrol yaitu sebesar
-0.0743 mg100g bahan per hari. Selanjutnya disusul oleh perlakuan A2 dan A1 yaitu perlakuan penyimpanan buah salak pondoh dengan dosis zeolit 10 dan 5, dengan nilai laju penurunan
masing-masing perlakuan adalah -0.01170 dan -0.1620 mg100 g bahan per hari. Hasil uji lanjut dengan metode Duncan, menunjukkan bahwa perlakuan jumlah dosis yang diberikan, berbeda
siginifikan antara satu perlakuan dengan perlakuan lainnya. Baik perlakuan dosis zeolit 0 kontrol, -0,18
-0,16 -0,14
-0,12 -0,1
-0,08 -0,06
-0,04 -0,02
A3 A2
A1
Laju p
e r
u b
ah an
V itam
in C
m g
100 g
b ah
an p
e r
h ar
i
24 dosis zeolit 5, maupun dosis zeolit 10 Lampiran 6. Perlakuan buah salak pondoh yang disimpan
tanpa menggunakan bahan penyerap dosis 0, memiliki penurunan kandar Vitamin C paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan penyimpanan dengan menggunakan bahan penyerap. Hal ini dapat
terjadi diduga karena ada kaitannya dengan besarnya laju kerusakan yang terjadi selama penyimpanan. Selama penyimpanan, buah salak pondoh yang disimpan cenderung mengalami
penurunan kadar Vitamin C yang bisa diakibatkan karena adanya proses oksidasi pada saat buah mengalami kerusakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Smith 1963, dimana saat penyimpanan
berlangsung kerusakan yang terjadi dapat mengakibatkan terjadinya proses oksidasi. Proses oksidasi selanjutnya akan mendegradasi asam askorbat yang terkandung dalam buah menjadi asam dehidro-
askorbat, sehingga menyebabkan kandungan Vitamin C dalam buah berkurang.
Keterangan : B1 = polipropilen vakum B2 = polipropilen normal B3 = polipropilen lubang
B4 = polietilen vakum B5 = polietilen normal
B6 = polietilen lubang Gambar 12. Histogram laju perubahan Vitamin C terhadap jenis dan kondisi kemasan
Dari gambar 12. dapat diketahui bahwa perubahan kadar Vitamin C selama penyimpanan tidak disebabkan karena jenis kemasan, tetapi disebabkan karena kondisi kemasan. Berdasarkan hasil uji
lanjut perlakuan jenis dan kondisi kemasan dengan metode Duncan, menunjukkan bahwa perlakuan pengemasan buah salak pondoh dalam kemasan polipropilen dan polietilen tidak berbeda signfikan,
namun keduanya berbeda signifikan dengan beberapa perlakuan lainnya Lampiran 6. Kemasan polietilen dan polipropilen lubang memiliki penurunan kandungan Vitamin C tertinggi dibandingkan
dengan beberapa perlakuan lainnya pada jenis kemasan yang sama dengan kondisi pengemasan secara vakum dan normal, hal ini dapat terjadi dimungkinkan karena dipengaruhi oleh besarnya tingkat
kerusakan dan susut bobot yang terjadi pada tipe pengemasan tersebut. Kondisi pengemasan dengan lubang memiliki tingkat kerusakan dan susut bobot paling tinggi dibandingkan dengan kondisi
pengemasan lainnya seperti vakum dan normal tanpa lubang. Semakin tinggi kerusakan yang terjadi, maka oksidasi Vitamin C akan berlangsung cepat sehingga menyebabkan penurunan kadar Vitamin C
yang tajam. Menurut pendapat Niam RK 2009, Vitamin C mudah teroksidasi dan dipercepat oleh panas, alkali, enzim, oksidator, serta katalis tembaga dan besi. Enzim oksidatif akan aktif jika terjadi
perubahan sel akibat adanya kerusakan mekanis dan pembusukan ataupun pelayuan. Jika tidak ada enzim, oksidasi Vitamin C masih akan berlangsung namun dalam kecepetan yang lebih lambat.
-0,09 -0,08
-0,07 -0,06
-0,05 -0,04
-0,03 -0,02
-0,01 B1
B2 B5
B4 B3
B6
Laju p
e r
u b
ah an
V itam
in
C m
g 100
g b
ah an
h ar
i
25 Keterangan : A1 = 0 zeolit kontrol B1 = Polipropilen vakum
B4 = Polietilen vakum A2 = 5 zeolit
B2 = Polipropilen normal B5 =Polietilen normal
A3 = 10 zeolit B3 = Polipropilen lubang
B6 = Polietilen lubang Gambar 13. Histogram perubahan Vitamin C terhadap dosis dan jenis serta kondisi kemasan
Dari gambar 13. dapat diketahui bahwa penurunan kadar Vitamin C tertinggi dihasilkan oleh seluruh perlakuan pengemasan tanpa menggunakan bahan penyerap kontrol. Selain itu penurunan
kadar Vitamin C tertinggi juga dihasilkan pada penyimpanan buah salak pondoh dalam kondisi kemasan berlubang baik polipropilen mapun polietilen dengan dosis zeolit 5 dan 10. Penurunan
kandungan Vitamin C terendah adalah perlakuan penyimpanan buah salak pondoh dalam kemasan polipropilen vakum dengan dosis zeolit 5. Berdasarkan hasil uji lanjut interaksi jumlah dosis bahan
penyerap dengan jenis dan kondisi kemasan dengan metode Duncan, seluruh perlakuan penyimpanan tanpa menggunakan bahan penyerap tidak berbeda secara signifikan antara satu dengan yang lainnya
dan seluruhnya berbeda signifikan dengan perlakuan lain yang menggunakan bahan penyerap. Berdasarkan Gambar 13. Interaksi antara jumlah dosis bahan penyerap dengan jenis dan
kondisi kemasan ada beberapa perlakuan yang mengalami kenaikan kadar Vitamin C pada akhir penyimpanan. Pristiwa ini dapat terjadi karena dalam beberapa kondisi, asam askorbat dapat terbentuk
dari substrat hasil proses respirasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Phan et al., 1986 dimana banyak senyawa-senyawa penting disintesis dari hasil-hasil daur glikolitik dan daur krebs pada proses
respirasi. Glukosa-6-PO4 yang dihasilkan dari pemecahan polisakarida dapat berperan sebagai substrat dalam pembentukan asam askorbat.
3. Total Padatan Terlarut