Pengkajian Stok Ikan Kurisi

4.3 Pengkajian Stok Ikan Kurisi

Berikut Tabel 5 disajikan perbandingan informasi hasil olahan hubungan panjang dan berat ikan kurisi Nemipterus japonicus oleh Rahayu 2012 menggunakan Ms. Excel dengan CIAFISH. Tabel 5. Perbandingan Informasi Hasil Olahan Hubungan Panjang dan Berat Rahayu 2012 menggunakan Ms. Excel dan FiSAT dengan CIAFISH Rahayu 2012 CIAFISH Hubungan Panjang Berat Total b 1,827 1,827 Uji t Tolak H0 Tolak H0 R2 56,80 56,89 Grafik Sumber : Rahayu 2012 W = 0,005L 1,827 R² = 0,568 r = 0,75 n = 514 50 100 150 200 250 100 200 300 400 B o bo t g ra m Panjang mm Tabel 5. Perbandingan Informasi Hasil Olahan Hubungan Panjang dan Berat Rahayu 2012 menggunakan Ms. Excel dan FiSAT dengan CIAFISH Lanjutan Rahayu 2012 CIAFISH Hubungan Panjang Berat Jantan b 1,806 1,806 Uji t Tolak H0 Tolak H0 R2 52,90 52,93 Grafik Sumber : Rahayu 2012 Betina b 1,834 1,840 Uji t Tolak H0 Tolak H0 R2 64,30 64,56 Grafik Sumber : Rahayu 2012 100 200 300 20 40 B o bo t Panjang cm W = 0,341L 1,834 R² = 0,643 r= 0,801 n= 182 50 100 150 200 250 10 20 30 40 B o bo t Panjang cm Dari Tabel 5 dapat terlihat hasil dari kedua olahan sistem yang menunjukkan nilai yang tidak begitu berbeda. Analisis hubungan panjang dan berat ikan kurisi yang dilakukan oleh Rahayu 2012 dan CIAFISH didapat nilai konstanta b yang menggambarkan pola pertumbuhan panjang ikan yaitu allometrik negatif pertumbuhan panjang ikan lebih cepat dari pada pertambahan bobotnya Effendie 2005 dengan nilai b 3 yaitu 1,827 dan 1,827 untuk panjang bobot total;1,834 dan 1,840 untuk panjang bobot ikan kurisi betina; dan 1,806 dan 1,806 untuk panjang bobot ikan kurisi jantan. Pola pertumbuhan alometrik negatif pada ikan kurisi dapat terlihat dari bentuk tubuh ikan kurisi yang pipih. Hal ini sesuai dengan pernyataan H. Raeisi et al. 2012 bahwa nilai b dapat menggambarkan bentuk tubuh. Nilai R 2 menjelasakan seberapa besar suatu perhitungan dapat menjelaskan keadaan sebenarnya di alam. Untuk ikan betina dan jantan diperoleh nilai koefisien determinasi R 2 sebesar 56,89. Berikut disajikan perbandingan nilai b di lokasi yang berbeda Tabel 6. Tabel 6 . Perbandingan nilai b ikan kurisi di berbagai lokasi Sumber Lokasi Tahun Pengambilan Data Nilai b Pola Pertumbuhan Kizhakudan et al. 2008 Gujarat 1998-2002 b = 2.777 Jantan b = 2.626 Betina Alometrik negatif B Pawar 2011 Mubai, India Januari 2005- Mei 2006 b =3.0189 Alometrik positif Raesi et al. 2012 Persian Gulf, Iran April 2008- December 2010 b = 2.664 Alometrik negatif Rahayu 2012 Labuan, Banten Maret - Oktober 2011 b = 1,827 Alometrik negatif Dari ketiga lokasi, lokasi Mubai, India memiliki nilai b yang berbeda yaitu b3 alometrik positif. Nilai b ini dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti suhu, pasokan makanan, kondisi pemijahan dan faktor lainnya, seperti jenis kelamin, usia, waktu dan daerah penangkapan Ricker 1973 in Raesi et al.2012. Berikut Tabel 7 disajikan perbandingan informasi hasil olahan sebaran frekuensi panjang ikan kurisi Nemipterus japonicus oleh Rahayu 2012 menggunakan Ms. Excel dengan CIAFISH. Tabel 7. Perbandingan Informasi Hasil Olahan Sebaran Frekuensi Panjang Ikan Kurisi Nemipterus japonicus oleh Rahayu 2012 Menggunakan Ms. Excel dengan CIAFISH Rahayu 2012 CIAFISH Sebaran Frekuensi Panjang Sumber : Rahayu 2012 Dari hasil olahan data Sebaran frekuensi panjang dapat terlihat ukuran panjang ikan sebesar 98-317 mm. Nilai panjang maksimum dari penelitian Kizhakudan et al. 2008 di Gujarat, India didapat nilai maksimum ikan kurisi sebesar 390 mm. Perbedaan ukuran panjang total ini dapat disebabkan oleh beberapa kemungkinan seperti perbedaan lokasi pengambilan ikan contoh, keterwakilan ikan contoh yang diambil dan kemungkinan tekanan penangkapan yang tinggi terhadap ikan Syakila 2009. Penggunaan histogram frekuensi panjang sering dianggap teknik yang paling sederhana diterapkan untuk mengetahui tingkatan stok ikan, tetapi yang perlu dicatat bahwa struktur data panjang sangat bervariasi tergantung letaknya baik secara geografis, habitat, maupun tingkah laku Boer 1996. Berikut Tabel 8 disajikan perbandingan 10 20 30 40 50 98 -107 118 -127 138 -147 158 -167 178 -187 198 -207 218 -227 238 -247 258 -267 278 -287 298 -307 318 -327 informasi hasil olahan nilai K, L ∞ , t0 ikan kurisi Nemipterus japonicus oleh Rahayu 2012 menggunakan FiSAT dan Ms. Excel dengan CIAFISH. Tabel 8. Perbandingan Informasi Hasil Olahan Nilai K, L ∞ , t0 Ikan Kurisi Nemipterus japonicus oleh Rahayu 2012 Menggunakan FiSAT dan Ms. Excel dengan CIAFISH Rahayu 2012 CIAFISH Nilai K, L ∞ , t0 Betina K 0,07 0,07 Linf 926,59 926,59 t0 -6,11 -6,02 Jantan K 0,15 0,15 Linf 493,36 493,36 t0 -3,33 -3,28 Dari Tabel 8 dapat terlihat perbedaan hasil olahan Parameter pertumbuhan K, L ∞, t0 oleh Rahayu 2012 Menggunakan FiSAT dan Ms. Excel dengan CIAFISH. Dari perbandingan tersebut didapat nilai yang tidak begitu berbeda. Dari olahan nilai K, L ∞ , t0 dengan mengunakan CIAFISH yang didapat dari perhitungan dengan mengunakan metode Ford Walford dapat terlihat pada Tabel 8. Persamaan pertumbuhan von Bartalanffy yang terbentuk untuk ikan kurisi betina yaitu Lt = 926,59 1-e [-0,07t+6,02] dan untuk kurisi jantan Lt = 493,36 1-e [- 0,15 t+3,28] . Koefisien pertumbuhan K didefinisikan sebagai parameter yang menyatakan kecepatan kurva pertumbuhan dalam mencapai panjang asimtotiknya L∞ dari pola pertumbuhan ikan. Jadi semakin tinggi nilai koefisien pertumbuhan, maka ikan semakin cepat mencapai panjang asimtotik dan beberapa spesies kebanyakan diantaranya berumur pendek. Sebaliknya ikan yang memiliki nilai koefisien pertumbuhan rendah maka umurnya semakin tinggi karena lama untuk mencapai nilai asimtotiknya Spare Venema 1999. Penentuan laju mortalitas total Z pada program CIAFISH menggunakan estimasi nilai Z Beverton Holt. Untuk pendugaan laju mortalitas alami menggunakan rumus empiris Pauly Sparre Venema 1999. Berikut Tabel 9 disajikan perbandingan informasi hasil olahan nilai mortalitas ikan kurisi Nemipterus japonicus oleh Rahayu 2012 menggunakan Ms. Excel dengan CIAFISH. Tabel 9. Perbandingan Informasi Hasil Olahan Nilai Mortalitas dan Laju Eksploitasi Ikan Kurisi Nemipterus japonicus oleh Rahayu 2012 menggunakan Ms. Excel dengan CIAFISH. Rahayu 2012 CIAFISH Nilai Mortalitas Betina Mortalitas Total Z 1,1629 0,5811 Mortalitas Alami M 0,1077 0,1077 Mortalitas Penangkapan F 1,0552 0,4734 Nilai Mortalitas Jantan Mortalitas Total Z 1,3128 0,5345 Mortalitas Alami M 0, 2102 0,2102 Mortalitas Penangkapan F 1,1026 0,3243 Laju Eksploitasi Betina 0,9074 0,8147 Jantan 0,8399 0,6068 Dari Tabel 9 terlihat perbedaan hasil olahan Rahayu 2012 dengan CIAFISH. Hal tersebut dikarenakan penggunaan model yang berbeda dalam proses pendugaan mortalitas total program CIAFISH yang menggunakan estimasi nilai Z Beverton Holt dan Rahayu 2012 menggunakan kurva tangkapan yang dilinierkan berdasarkan data komposisi panjang yang akan mempengaruhi nilai mortalitas penangkapan dan laju eksploitasi. Namun informasi tersebut memberikan kesimpulan yang sama bahwa kematian ikan kurisi lebih disebabkan oleh aktivitas penangkapan. Dari hasil olahan didapat nilai dugaan mortalitas penangkapan yang lebih besar yaitu 1,0552 untuk betina; 1,1026 untuk jantan Rahayu 2012 dan 0,4734 untuk betina; 0,3243 untuk jantan menggunakan CIAFISH dibandingkan nilai dugaan mortalitas alami yaitu 0,1077 betina dan 0,2102 jantan. Faktor yang mempengaruhi laju mortalitas penangkapan yaitu jumlah alat tangkap dan intensitas penangkapan Sinaga 2010 sedangkan kematian alami diantaranya pemangsaan, penyakit, stres pemijahan, kelaparan dan usia tua Sparre Venema 1999. Tingginya laju mortalitas penangkapan dan menurunnya laju mortalitas alami juga dapat menunjukkan dugaan terjadi growth overfishing yaitu sedikitnya jumlah ikan tua di alam Sparre dan Venema 1999 karena ikan muda tidak diberikan kesempatan untuk tumbuh. Nilai laju eksploitasi ikan kurisi yang didaratkan di PPP Labuan Banten sebesar 0,8147 betina dan 0,6068 jantan. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pemanfaatan ikan kurisi yang didaratkan di PPP Labuan telah melewati tingkat pemanfaatan optimumnya. Hal ini didasari pada pernyataan Pauly 1984 in Sinaga 2010 bahwa laju eksploitasi optimum adalah sebesar 0,5. Semakin tinggi tingkat eksploitasi di suatu daerah maka mortalitas penangkapannya semakin besar Lelono 2007 in Syakila 2009. Selain itu, hal ini juga menjelaskan hasil analisis parameter pertumbuhan yang telah dibahas sebelumnya bahwa tingginya tekanan penangkapan mengakibatkan ukuran panjang maksimum ikan tertangkap saat ini menjadi lebih kecil serta meningkatnya koefisien pertumbuhan yang berarti umur ikan untuk mencapai panjang infinitif menjadi lebih pendek. Berikut Tabel 10 disajikan perbandingan informasi hasil olahan model surplus produksi ikan kurisi Nemipterus japonicus oleh Rahayu 2012 menggunakan Ms. Excel dengan CIAFISH. Tabel 10. Perbandingan Informasi Hasil Olahan Model Surplus Produksi Ikan Kurisi Nemipterus japonicus oleh Rahayu 2012 menggunakan Ms. Excel dengan CIAFISH. Rahayu 2012 CIAFISH Model Surplus Produksi Schaefer Fmsy 137 137 MSY 1.632,3 1.632,3 TAC 1.305,84 1.305,84 R2 74,88 74,88 Grafik - Tabel 10. Perbandingan Informasi Hasil Olahan Model Surplus Produksi Ikan Kurisi Nemipterus japonicus oleh Rahayu 2012 menggunakan Ms. Excel dengan CIAFISH Lanjutan Rahayu 2012 CIAFISH Model Surplus Produksi Fox Fmsy 127 127 MSY 1.383,79 1.383,79 TAC 1.107,03 1.107,03 R2 91,4 91,4 Grafik Sumber : Rahayu 2012 Ln CPUE = -0,0070f + 3,3850 R² = 0,9140 1 2 3 4 - 100 200 300 L n CP UE T o nUn it Upaya unit 500 1000 1500 2000 116 232 348 464 580 696 812 928 1044 1160 1276 1392 P ro du k si T o n Upaya Unit Dari Tabel 10 dapat terlihat hasil dari kedua olahan sistem yang menunjukkan nilai yang tidak begitu berbeda. Dari hasil analisis model stok ikan kurisi diketahui nilai koefisien determinasi r 2 hasil regresi antara upaya dengan hasil tangkapan per upaya CPUE yaitu 91,4 model Fox lebih besar dari 74,9 model Schaefer. Model fox mempunyai nilai koefisien determinasi r 2 lebih besar menunjukkan model tersebut mempunyai hubungan yang lebih dekat dengan model yang sebenarnya Walpole 1992 sehingga pengelolaan sumberdaya ikan kurisi mengacu pada model fox. Koefisien nilai hasil tangkap per satuan upaya CPUE dengan upaya tangkap berkorelasi negatif, yakni semakin tinggi jumlah upaya alat tangkap maka nilai CPUE semakin rendah. Model sumberdaya ikan kurisi mengikuti persamaan Ln CPUE= -0,0078x + 3,385. Nilai upaya penangkapan optimum f msy sebesar 128 unit penangkapan per tahun dengan jumlah tangkapan maksimum lestari MSY sebesar 1383,79 ton ikantahun dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan TAC sebesar 1107,03 ton ikan tahun. Dari perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa penangkapan ikan kurisi mengalamai upaya penangkapan yang melebihi upaya optimum tahun 2000, 2001, 2002 dan 2009 serta tangkap lebih pada tahun 2005 yang diikuti penurunan hasil tangkapan di tahun berikutnya yang merupakan salah satu tanda bahwa sumberdaya ikan kurisi mengalami over fishing. Hal ini sesuai dengan pernyataan Widodo Suadi 2006 bahwa terdapat beberapa ciri yang dapat menjadi patokan suatu perikanan sedang menuju kondisi upaya tangkap lebih yaitu waktu melaut menjadi lebih panjang dari biasanya, lokasi penangkapan menjadi lebih jauh dari biasanya, ukuran mata jaring menjadi lebih kecil dari biasanya, yang kemudian diikuti produktivitas hasil tangkapan per satuan upaya, CPUE yang menurun, ukuran ikan yang semakin kecil, dan biaya penangkapan yang semakin meningkat. Upaya tangkap lebih overfishing diartikan sebagai penerapan sejumlah upaya penangkapan yang berlebihan terhadap suatu stok ikan. Upaya tangkap lebih overfishing terbagi ke dalam dua pengertian yaitu growth overfishing dan recruitment overfishing. Growth overfishing terjadi jika ikan ditangkap sebelum mereka sempat tumbuh mencapai ukuran dimana peningkatan lebih lanjut dari pertumbuhan akan mampu membuat seimbang dengan penyusutan stok yang diakibatkan oleh mortalitas alami. Recruitment overfishing adalah pengurangan melalui penangkapan terhadap suatu stok sedemikian rupa sehingga jumlah stok induk tidak cukup banyak untuk memproduksi telur yang kemudian menghasilkan rekrut terhadap stok yang sama Widodo Suadi 2006. Pada saat hasil tangkapan menurun kemungkinan terjadi salah satu dari kondisi tersebut atau terjadi keduanya secara bersamaan Sparre Venema 1999.

4.4 Rencana Pengelolaan Perikanan Stok Ikan Kurisi