3 METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan di kawasan hutan mangrove Pulau Panjang, Kecamatan Bojonegara, Kabupaten Serang, Propinsi Banten. Pulau Panjang
secara geografis berada pada koordinat 6
’
Waktu penelitian ini dilaksanakan pada Bulan April - Juni 2010, dilakukan dalam dua bagian, yaitu pengambilan sampel serasah mangrove, air dan pengujian
laju dekomposisi di kawasan hutan mangrove Pulau Panjang, Banten. Analisa sampel C, N dan P yang dilakukan di Laboratorium Produktifitas dan
Lingkungan Proling Fakultas Perikanan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. 25’18’’ – 6’28’12’’ lintang selatan dan
106’22’9’’ – 106’25’36’’ bujur timur Gambar 2.
3.2. Materi Penelitian
Materi penelitian yang digunakan adalah serasah mangrove yang gugur di lokasi penelitian. Peralatan yang digunakan disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Peralatan yang digunakan dalam penelitian
Alat Kegunaan
Satuan
JaringLitter-trap Menangkap serasah
1 x 1 m
2
Kantong serasahLitter-bag Wadah dekomposisi serasah
30 x 30 cm Hand Refraktometer
2
Mengukur salinitas o
Termometer Mengukur Suhu
°C pH meter
Mengukur pH -
DO meter Mengukur DO
mg1 Meteran dan jangka sorong
Mengukur diameter mangrove cm
Botol gelap Tempat sampel air
- Cool box
Pendingin sampel -
TimbanganNeraca analitik Menimbang sampel
g Kantong plastic
Tempat sampel serasah -
Kertas label Menandai sampel
- Tali
Menandai jarak m
Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian kawasan Mangrove Pulau Panjang, Banten.
3.3. Prosedur Penelitian 3.3.1. Penentuan Stasiun Penelitian
Lokasi penelitian dibagi atas tiga stasiun pengamatan yang dibedakan karakteristiknya berdasarkan interaksinya. Daerah hutan mangrove Pulau Panjang
berinteraksi dengan Perairan Laut Jawa. Tiap-tiap stasiun terdiri atas 3 sub stasiun pengamatan.
Stasiun 1 berada di sisi barat pulau gosong merupakan pelabuhan alternative kampung Peres dan berbatasan dengan Teluk Banten. Stasiun 2 terletak
di bagian timur pulau yang merupakan daerah yang berkarang. Stasiun 3 terletak di pantai bagian utara pulau berbatasan dengan Laut Jawa.
P.Pamuyan Bsr P.Pamuyan Kcl
P. Tarahan
P.Kubur P. Limajambu
P.P. Lima
PETA LOKASI PENELITIAN PULAU PANJANG
KAB. SERANG
N
0.8 0 0.81.6 Kilometers
LEGENDA :
Pulau Stasiun
Kali
Skala : 1 : 85.031
Nama : Putri Mudhlila Lestarina NRP : C551080181
Mayor : Ilmu Kelautan IKL
Sumber Peta : Dishidros TNI-AL Jakarta
Teluk Banten
6 °0
3 3
6 °0
3 3
5 °5
8 3
5 °5
8 3
5 °5
6 2
7 5
°5 6
2 7
5 °5
4 2
4 5
°5 4
2 4
106°609 106°609
106°812 106°812
106°1015 106°1015
106°1218 106°1218
106°1421 106°1421
I n s e r t :
Kep.Seribu
St 1 St 2
St 3
a
3.3.2. Pengambilan Sampel dan Data A. Pengambilan Sampel untuk Analisis Vegetasi Mangrove
Sampel vegetasi mangrove dibagi atas tiga kategori, yakni Semai seedling, Anakan sapling dan Pohon tree Gambar 3, dengan kriteria
sebagai berikut Gambar 3.
Gambar 3. Pengukuran sampel vegetasi mangrove a. semai, b. anakan, c. pohon
Pengambilan sampel untuk analisis vegetasi mangrove dilakukan dengan menggunakan metoda plot transek garis dari arah perairan ke arah darat di daerah
intertidal Bengen, 2004. Jarak antar transek garis sekitar 100 meter, sedangkan panjang transek dari pinggir perairan ke arah darat bergantung kepada ketebalan
mangrove pada tiap-tiap stasiun pengamatan. Transek garis berada pada posisi dari arah perairan ke arah darat dan
terdiri atas petak-petak contoh plot berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 10 x 10 m
2
untuk pohon; 5 x 5 m
2
untuk anakan; dan 1x1 m
2
Rancangan plot transek garis untuk pengamatan vegetasi mangrove disajikan pada Gambar 4.
untuk semai. a
b c
Gambar 4. Transek garis dengan plot dari pinggir perairan kearah darat untuk pengamatan vegetasi mangrove.
Untuk setiap transek garis ditentukan tiga petak contoh, di mana pada setiap petak contoh dilakukan penghitungan jumlah individu setiap jenis dan
pengukuran diameter batang pohon. Pengukuran diameter batang dilakukan setinggi dada DBH = Diameter Breast High atau sekitar 1,3 m dari permukaan
tanah English et al, 1994. Untuk semai, pengukuran diameter dilakukan di bawah bagian mulai ditemukannya bakal cabang.
B. Pengambilan Sampel Guguran Serasah Litter-fall
Metode umum yang digunakan untuk menangkap guguran serasah di hutan mangrove dalam waktu tertentu liner-fall adalah dengan litter-trap jaring
penangkap serasah Brown, 1984. Litter-trap berupa jaring penampung berukuran 1 x 1 meter persegi, yang terbuat dari nylon dengan ukuran mata jaring
mesh size sekitar 1 mm dan bagian bawahnya diberi pemberat Gambar 5.
100 m
100 m
Plot 1 Plot 2
Plot 3 Transek 1
Transek 2 Transek 3
Plot 1 Plot 2
Plot 3 Plot 1
Plot 2 Plot 3
P ul
au P
an jan
g
P erai
ran
Gambar 5. Jaring serasah Litter-trap untuk menangkap serasah mangrove Litter-trap
diletakkan diantara vegetasi mangrove terdekat dengan ketinggian di atas garis pasang tertinggi. Litter-trap dipasang pada setiap plot
pengamatan di masing-masing stasiun pengamatan. Serasah pertama yang diperoleh pada penempatan Litter-trap sekitar 3
hari setelah dipasang khususnya organ daun disimpan untuk selanjutnya digunakan sebagai bahan penelitian laju dekomposisi serasah.
Pengukuran produktifltas serasah dilaksanakan berbarengan dengan mulai dilakukannya penelitian laju dekomposisi selama 2 bulan dengan selang waktu
pengambilan selama 14 hari. Serasah yang sudah dikumpulkan dipisahkan berdasarkan setiap bagiannya
antara daun, ranting, dan bungabuah. Serasah tersebut ditimbang beratnya lalu dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diberi label, untuk selanjutnya dibawa
ke laboratorium. Di laboratorium dilakukan pengukuran berat kering serasah dengan mengeringkan sampel ke dalam oven pada suhu 105°C hingga beratnya
konstan Ashton et al, 1999. Serasah yang sudah dikeringkan ini selanjutnya akan dilakukan
pengukuran bendungan unsur haranya Total C, N dan P.
C. Pengukuran Laju Dekomposisi Serasah Daun
Pengukuran laju dekomposisi serasah dilakukan secara eksperimental di lapangan, yakni dengan meletakkan serasah daun yang telah dikeringkan
sebanyak 10 g ke dalam kantong serasah liner-bag berukuran 30 x 30 cm
2
Litter-bag diikatkan pada akar atau batang mangrove agar tidak terbawa
air pasang. Litter-bag diambil dari masing-masing lokasi pengamatan setelah 14, 28, 42 dan 56 hari Ashton et al, 1 999 Gambar 6.
yang terbuat dari nilon dengan mesh size 1 mm Pribadi, 1998; Ashton et al, 1999.
Gambar 6. Litter-bag yang diikatkan pada akar daun mangrove kantong serasah yang digunakan untuk pengamatan laju dekomposisi serasah daun
mangrove, pengambilan foto dilakukan pada saat surut.
Setiap selesai waktu pengambilan, serasah dari litter-bag dikeluarkan dan ditiriskan, untuk selanjutnya diukur beratnya. Di laboratorium, serasah tersebut
selanjutnya dikeringkan pada suhu 105°C hingga beratnya konstan Ashton et al, 1999, lalu diukur berat keringnya. Laju dekomposisi serasah dihitung dari
penyusutan bobot serasah yang didekomposisikan dalam satu satuan waktu.
D. Pengambilan Sampel Air
Sampel air diambil dengan menggunakan water sampler lalu dimasukkan kedalam botol warna gelap sebelumnya telah dicuci dengan larutan asam lemah.
Sampel selanjutnya dimasukkan dalam cool box untuk mengurangi aktivitas mikroorganisme dalam sampel Hutagalung dan Setiapermana, 1991.
Sampel air selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk dianalisa Total padatan tersuspensi TSS dan bahan organik total TOM. Pengukuran parameter
lingkungan lainnya seperti suhu, salinitas, pH, dan DO dilakukan langsung di lapangan. Data harian pasang surut, curah hujan, kelembaban nisbi dan kecepatan
angin menggunakan data sekunder.
3.4. Analisis Data 3.4.1. Analisis Vegetasi Mangrove
Analisis data vegetasi mangrove meliputi Bengen, 2004: Kerapatan Jenis K, Kerapatan Relatif KR, Frekuensi Jenis F, Frekuensi Relatif FR, Basal
Area BA, Penutupan Jenis atau Dominasi Di, Dominasi Relatif DR dan Nilai Penting NP:
1. Kerapatan Jenis K adalah jumlah individu jenis i dalam suatu unit area
K = n
i
di mana K adalah kerapatan jenis i, n, adalah jumlah total individu dari jenis i dan A adalah luas total area pengambilan contoh luas total petak contohplot.
A
2. Kerapatan Relatif KR adalah perbandingan antara jumlah individu jenis i n
i
KR : = n
dan jumlah total tegakan seluruh jenis
Σ
n
i
3. Frekuensi Jenis F adalah peluang ditemukannya jenis I dalam petak contohplot yang diamati:
Σnx100
F = p
i
di mana F adalah frekuensi jenis i, p
Σp
i
4. Frekuensi Relatif FR adalah perbandingan antara frekuensi jenis I F dan jumlah frekuensi untuk seluruh jenis SF ;
adalah jumlah petak contohplot di mana ditemukan jenis i, dan p adalah jumlah total petak contohplot yang diamati.
5. Basal Area BA
BA = πDBH
2
di mana BA adalah basal area, π 3,1416 adalah suatu konstanta dan DBH
adalah diameter batang pohon dari jenis i.
4
6. Penutupan Jenis atau Dominasi Jenis D adalah luas penutupan jenis i dalam suatu unit area:
Di = Σ BAA
di mana BA adalah Basal Area dan A adalah luas total area pengambilan contoh luas total petak ontohplot
7. Penutupan Relatif Jenis atau Dominasi Relatif DR adalah perbandingan antara luas area penutupan jenis i dan luas total area penutupan untuk seluruh
jenis, atau perbandingan antara dominasi individu jenis I Di dan jumlah total dominasi seluruh individu
ΣD.
DR = Di ΣDix100
8. Nilai Penting NP adalah jumlah nilai Kerapatan Relatif KR, Frekuensi Relatif FR dan Dominasi Relatif DR :
NP = KR + FR + DR 3.4.2. Analisis laju dekomposisi serasah
Laju dekomposisi serasah dihitung dengan menggunakan persamaan : � =
�
�
− �
�
� Dimana:
R = Laju dekomposisi ghari
T = Waktu pengamatan hari
Wo = Berat kering sampel serasah awal g
Wt = Berat kering sampel serasah setelah waktu pengamatan ke-t g
Persentase penguraian serasah diperoleh dengan menggunakan rumus Boonruang, 1984 :
� = �
�
− �
�
�
�
�100 Dimana :
Y = Persentase serasah daun yang mengalami dekomposisi
Wo = Berat kering serasah awal g
Wt = Berat kering serasah setelah waktu pengamatan ke-t g
Pendugaan nilai konstanta laju dekomposisi serasah diperoleh dengan menggunakaii rumus Ashton, 1999:
X
t
= X
o
.e
-kt
lnX
t
X
o
Dimana : = -kt
X
t
X = berat kering serasah setelah waktu pengamatan ke -t g
o
e = bilangan logaritma natural 2,72
= berat kering serasah awal g
k = konstanta laju dekomposisi serasah
t = waktu pengamatan hari
3.4.3. Produksi potensial unsur hara serasah
Perhitungan besarnya produksi potensial unsur hara serasah atau potensi unsur hara yang dapat dimanfaatkan litterall nutrient accession dilakukan
dengan menggunakan persamaan sebagai berikut Djamaludin, 1995:
NA= N x T
Dimana: NA
= Nutrient accession I Unsur Hara yang dihasilkan gm
2
N = Kandungan Unsur Hara
hari
T = Produktifitas serasah gm
2
3.4.4. Analisis Karakteristik Habitat Mangrove Bcrdasarkan Variabel Fisika Kimia Perairan
hari
Analisis karaktersitik variasi variabel fisika kimia perairan antar stasiun pengamatan dengan menggunakan Analisis Komponen Utama Principal
Component Analysis atau PCA Bengen, 2000. Analisis Komponen Utama merupakan metoda statistik deskriptif yang dapat digunakan untuk menampilkan
data dalam bentuk grafik dan informasi maksimum yang terdapat dalam suatu matriks data. Matriks data yang dimaksud terdiri dari stasiun penelitian sebagai
individu statistik baris dan variabel lingkungan fisik-kimia perairan yang berbentuk kuantitatif kolom.
Bengen 2000 lebih lanjut menyatakan bahwa analisis ini memungkinkan adanya suatu reduksi terhadap dimensi dari ruang-ruang agar dapat lebih mudah
tea dengan kehilangan informasi sesedikit mungkin. Metode ini bertujuan mendeterminasi sumbu-sumbu optimum tempat diproyeksikannya individu-
individu dan atau variabel-variabel.
Data variabel fisika-kimia perairan yang diperoleh tidak memiliki pengukuran yang sama, maka sebelum dilakukan Analisis Komponen Utama, data
tersebut perlu dinormalisasikan terlebih dahulu melalui pemusatan dan pereduksian
Nilai sesudah pemusatan diperoleh dari selisih antara nilai variabel dengan nilai rata-rata,yakni:
C = N
i
Dimana:
– x
C = Nilai pemusatan
N
i
x = Nilai rata-rata variabel
= Nilai asli variabel
Sementara pereduksian merupakan hasil bagi antara variabel yang telah dipusatkan dengan nilai simpangan baku variabel, yang dirumuskan sebagai
berikut: � =
� �
Dimana: R
= Nilai pereduksian C
= Nilai pemusatan S
= Nilai simpangan baku variabel Untuk menentukan hubungan antara dua variabel digunakan pendekatan
matriks korelasi yang dihitung dari indeks sintetik Ludwig dan Reynolds, 1988, yaitu:
R
s x s
= A
s x n
A
t
Dimana:
nxs
R
s x s
A = Matriks korelasi ry
sxn
A = Matriks indeks sintetis ry
t nxs
Korelasi linear antara dua variabel yang dihitung dari indeks sintetiknya merupakan peragam dari dua variabel yang telah dinormalkan. Tahapan ini
sebenarnya merupakan suatu usaha untuk mentransformasikan p variabel kuantitatif awal inisial, yang kurang lebih saling berkorelasi, ke dalam p variabel
kuantitatif baru yang disebut komponen utama. Dengan demikian hasil dari = Matriks transpose pertukaran baris dan kolom dari matriks A
analisis ini tidak berasal dari variable- variabel awal inisial tetapi dari indeks sintetik yang diperoleh dari kombinasi linier variabel- variabel asal.
Di antara semua indeks sintetik yang mungkin, analisis ini mencari terlebih dahulu indeks yang menunjukkan ragam individu yang maksimum.
Indeks ini disebut komponen utama pertama atau sumbu ke-1 Fl, yaitu suatu proporsi tertentu dari ragam total stasiun yang dijelaskan oleh komponen utama
ini. Selanjutnya dicari komponen utama kedua F2 yang memiliki korelasi nihil dengan Fl dan memiliki ragam individu terbesar. Komponen utama kedua
memberikan informasi terbesar sebagai pelengkap komponen utama pertama. Proses ini berlanjut terus sehingga diperoleh komponen utama ke-p, di mana
bagian informasi yang dapat dijelaskan semakin kecil. Prinsip Analisis Komponen Utama menggunakan pengukuran jarak
Euclidean jumlah kuadrat perbedaan antara individu untuk variabel yang berkoresponden pada data. Jarak Euclidean dirumuskan sebagai berikut:
�
2
�, �
2
= ���
��
− �
�
′
�
�
2 �
� =1
Dimana: i,i
= dua baris j
= indeks kolom bervariasi dari 1 hingga p Semakin kecil jarak Euclidean antara dua stasiun, maka semakin mirip
karakteristik fisika kimia air dan substrat antar kedua stasiun teresebut dan sebaliknya semakin besar jarak Eclidean antara dua stasiun, maka semakin
berbeda karakteristik karaktersitik fisika kimia air dan substrat kedua stasiun tersebut.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian