Bentuk Kerugian Konsumen Terkait Obat yang Mengandung Cacat
yang satu, yang disebabkan oleh perbuatan melakukan atau membiarkan yang melanggar norma oleh pihak lain
79
Dalam menentukan besarnya ganti kerugian yang harus dibayar, pada dasarnya harus berpegang pada asas bahwa ganti kerugian yang harus
dibayar sedapat mungkin membuat pihak yang rugi dikembalikan pada kedudukan semula seandainya tidak terjadi kerugian atau dengan kata lain
ganti krugian menempatkan sejauh mungkin orang yang dirugikan dalam kedudukan seharusnya jika perjanjian dilaksanakan secara baik atau tidak
terjadi perbuatan melanggar hukum. Dengan demikian ganti kerugian harus diberikan sesuai dengan kerugian yang sesungguhnya tanpa
memperhatikan unsur-unsur yang tidak terkait langsung dengan kerugian itu, seperti kemampuankekayaan pihak yang bersangkutan
.
80
Ganti kerugian dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen hanya meliputi pengembalian uang atau penggantian barang danatau jasa
yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan danatau pemberian santunan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Ini berarti bahwa kerugian yang dianut dalam UUPK adalah ganti kerugian subjektif
.
81
Gati rugi atas kerugian yang diderita konsumen pada hakikatnya berfungsi sebagai
.
82
a. pemulihan hak-haknya yang telah dilanggar;
:
79
Ibid., hal. 134
80
Ibid., hal. 134.
81
Ibid., hal. 136.
82
Adrian Sutedi, op.cit., hal. 58
b. pemulihan atas kerugian materiil maupun kerugian immateriil
yang telah dideritanya; c.
pemulihan pada keadaan semula. Kerugian yang dapat diderita konsumen sebagai akibat dari
pemakaian barang-barang konsumsi itu dapat diklasifikasikan ke dalam: a.
Kerugian materiil, yaitu berupa kerugian pada barang-barang yang dibeli;
b. Kerugian immateriil, yaitu kerugian yang membahayakan
kseshatan danatau jiwa konsumen. Berdasarkan Pasal 60 ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen dinyatakan bahwa: “sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak adalah
sebanyak Rp 200.000.000,00 dua ratus juta rupiah, dimana hal ini menunjukkan bentuk pertanggungjawaban terbatas, sehingga secara
keseluruhan dapat dikatakan bahwa ganti kerugian yang dianut Undang- Undang Perlindungan Konsumen menganut prinsip ganti kerugian
subjektif”
83
Adanya pembatasan ganti kerugian atau yang disebut ganti kerugian subjektif terbatas itu untuk kondisi Indonesia sebagai negara
yang industrinya masih dalam perkembangan dinilai tepat karena selain memberikan perlindungan kepada konsumen, perlindungan juga diberikan
kepada pelaku usaha agar dapat terhindar dari kerugian yang mengakibatkan kebangkrutan akibat pembayaran ganti kerugian yang
tanpa batas .
84
83
Ahmadi Miru dan S. Yodo, op.cit., hal. 275
84
Ibid., hal. 275
.
Menurut Ramses, bentuk kerugian terkait obat yang sub-standar mengandung cacat tersembunyi adalah pengkonsumsian atas obat
tersebut bisa menyebabkan pemunculan penyakit baru yang sebelumnya tidak ada, karena obat yang mengandung cacat tersembunyi pada dasarnya
tidak sesuai dengan mutu, komposisi dan mutu sebagaimana semestinya
85
Melengkapi pernyataan Ramses, pengelola Apotek mengatakan bentuk kerugian konsumen atas obat yang mengandung cacat
tersembunyi adalah .
86
1. Bagi pasien yang memerlukan pengobatan jangka panjang,
obat yang mengandung cacat tersembunyi itu bisa mengakibatkan sasaran pengobatan tidak tercapai. Misalnya
saja, suatu obat dalam data statistik disebutkan bisa mengurangi serangan asma sampai 25 dua puluh lima
persen atau mengurangi kemungkinan asma hingga 30 tiga puluh persen. Namun, karena adanya penggunaan obat yang
mengandung cacat tersembunyi itu, persentase tersebut tidak tercapai.
:
2. Dalam hal antibiotik yang mengandung cacat tersembunyi,
bisa mengakibatkan resistensi. 3.
Obat yang mengandung cacat tersembunyi tersebut dapat pula menimbulkan penyakit lain pada pengguna, misalnya
alergi. 4.
Kerugian yang paling fatal dari obat yang mengandung cacat tersembunyi adalah dapat merenggut nyawa pengguna.
5. Dapat pula menyebabkan kerugian materi pada konsumen.