Mekanisme Perdagangan Obat oleh Apotek

Adapun berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1980 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1965 tentang Apotek, tugas dan fungsi Apotek meliputi: a. Sebagai tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan; b. Sebagai sarana farmasi tempat dilakukannya kegiatan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran dan penyerahan obat atau bahan obat; c. Sebagai sarana penyaluran perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara luas dan merata; d. Sebagai sarana pelayanan informasi obat dan perbekalan farmasi lainnya kepada tenaga kesehatan lain dan masyarakat, termasuk pengamatan dan pelaporan mengenai khasiat, keamanan, bahaya dan mutu obat. Apotek sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat diatur dalam: a. Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan; b. Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika; c. Undang-Undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika; d. Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1980 tentang Perubahan atas PP No. 26 tahun 1965 mengenai Apotek; e. Peraturan Pemerintah No 41 tahun 1990 tentang Masa Bakti dan Izin kerja Apoteker, yang disempurnakan dengan Peraturan Menteri kesehatan No. 184MENKESPERII1995. f. Peraturan Menteri Kesehatan No. 695MENKESPERVI2007 tentang perubahan kedua atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 184 tahun 1995 tentang Penyempurnaan Pelaksanaan Masa Bakti dan Izin Kerja Apoteker; g. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332MENKESSKX2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922MENKESPERX1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek; h. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1027MENKESSKIX2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.

b. Mekanisme Pembelian Obat oleh Apotek

Apotek sebagai tempat penyedia obat-obatan untuk akan melakukan pembelian obat-obatan terlebih dahulu sebelum akhirnya didistribusikan kepada pembeli. Adapun mekanisme pembelian obat oleh Apotek adalah 64 a. Apotek membeli obat dari distributor : Apotek akan mengadakanmembeli obat-obatan dari distributor obat atau pedagang besar farmasi PBF. Para distributor ini memiliki salesmanmarketing obat yang datang ke Apotek secara rutin dan memberikan informasi mengenai obat baru, obat yang sedang beredar, dan diskon atas obat yang akan dibeli. Para distributor mempunyai daftar harga dan bersaing mendapatkan Apotek untuk menjual obat-obat yang mereka pasarkan. Biasanya salesmanmarketing obat memberikan fasilitas ekstra, seperti diskon, entertainment, dan sebagainya. b. Proses mendapatkan diskon dari distributor Pihak distributor obat cenderung akan memberikan diskon tertentu kepada Apotek dilandasi dengan alasan mengejar target penjualan. Penutupan target penjualan ini biasanya ada di akhir bulan, maka Apotek biasanya akan memesan lebih banyak obat- obatan tersebut di akhir bulan. Semakin banyak kuantitas obat yang dibeli Apotek, tentunya semakin besar pula diskon yang akan diberikan oleh distributor, tetapi Apotek harus mempertimbangkan bagaimana posisi keuangannya pada akhir bulan tersebut apakah mampu membeli dengan jumlah seperti itu atau tidak. c. Pemberian Pajak Pertambahan Nilai PPN 10 oleh distributor Setiap obat yang dibeli oleh Apotek cenderung dikenakan PPN senilai 10 oleh distributor obat. Apotek nantinya juga akan membebankan 10 tersebut kepada pembeli ditambah profit tertentu yang dikehendaki pihak Apotek. Nilai PPN ini biasanya tetap dan standar terjadi di setiap Apotek, namun demikian dapat juga ditemukan Apotek mencantumkan harga jual Apotek sebelum PPN. 64 Apoteker Blog, “Inilah Cara Menentukan Harga Obat di Apotek”, diakses dari https:bernadimalik.wordpress.com20101001inilah-cara-menentukan-harga-obat-di-apotek , pada tanggal 28 Februari 2015 pukul 21.23

c. Pembatasan-Pembatasan Perdagangan Obat oleh Apotek kepada

Konsumen Pembatasan perdagangan obat oleh Apotek kepada konsumen salah satunya dapat ditinjau dari segi pengelolaan obat tersebut. Untuk mempermudah pengelolaan obat, pemerintah menetapkan peraturan mengenai penggolongan “Tanda” untuk membedakan jenis-jenis obat yang beredar di wilayah Republik Indonesia. Penggolongan obat tersebut dimaksudkan untuk peningkatan keamanan dan ketepatan penggunaan serta pengamanan distribusi obat 65 a. Obat Bebas . Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 917MenkesPerX1993 tentang Wajib Daftar Obat Jadi yang kini telah diperbaiki dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 949MenkesPerVI2000 tentang Registrasi Obat Jadi, penggolongan obat terdiri dari: Pengertian obat bebas adalah obat yang dapat dijual bebas kepada umum tanpa resep dokter, tidak termasuk dalam daftar narkotika, psikotropika, obat keras, obat bebas terbatas dan sudah terdaftar di Depkes RI. Contohnya, panadol. Tanda khusus untuk obat bebas yaitu bulatan berwarna hijau dengan garis tepi warna hitam, seperti terlihat pada gambar berikut : 65 Apotek Online, “Penggolongan Obat Menurut Permenkes No.917 Tahun 1993”, diakses dari http:apotekonlines.blogspot.com201212penggolongan-obat-menurut- permenkes.html , pada tanggal 28 Februari 2015 pukul 21.51 Penandaan Obat Bebas b. Obat Bebas Terbatas Pengertian obat bebas terbatas adalah obat keras yang dapat diserahkan kepada pemakainya tanpa resep dokter, bila penyerahannya memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1 Obat tersebut hanya boleh dijual dalam bungkusan asli dari pabriknya atau pembuatnya; 2 Pada penyerahannya oleh pembuat atau penjual harus mencantumkan tanda peringatan. Tanda peringatan tersebut berwarna hitam,berukuran panjang 5 cm,lebar 2 cm dan memuat pemberitahuan berwarna putih sebagai berikut: Peringatan Obat Bebas Terbatas Penandaan obat bebas terbatas berupa lingkaran berwarna biru dengan garis tepi berwarna hitam, seperti terlihat pada gambar berikut: Penandaan Obat Bebas Terbatas c. Obat Keras Pengertian obat keras adalah obat-obat yang ditetapkan sebagai berikut: 1 Semua obat yang pada bungkus luarnya oleh si pembuat disebutkan bahwa obat itu hanya boleh diserahkan dengan resep dokter; 2 Semua obat yang dibungkus sedemikian rupa yang nyata- nyata untuk dipergunakan secara parenteral; 3 Semua obat baru, terkecuali apabila oleh Departemen Kesehatan telah dinyatakan secara tertulis bahwa obat baru itu tidak membahayakan kesehatan manusia. Contohnya, antibiotika. Penandaan obat keras adalah “Lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi berwarna hitam dengan hurup K yang menyentuh garis tepi”, seperti yang terlihat pada gambar berikut: Penandaan Obat Keras d. Obat Wajib Apotek Obat wajib apotek adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker di apotek tanpa resep dokter. Contohnya, obat saluran cerna. e. Obat Golongan Narkotika Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan yang dibedakan kedalam golongan I, II dan III. 1 Golongan I: Narkotika ini hanya dapat digunakan untuk ilmu pengetahuan dan tidak ditujukan untuk terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi yang menimbulkan ketergantungan. Contohnya, heroin. 2 Golongan II: Narkotika ini digunakan untuk pengobatan, terapi, dan pengembangan ilmu pengetahuan, serta mempunyai potensi tinggi yang dapat mengakibatkan ketergantungan. Contohnya, morfin. 3 Golongan III: Narkotika jenis ini berkhasiat untuk pengobatan, terapi, dan pengembangan ilmu pengetahuan, serta berpotensi kecil mengakibatkan ketergantungan. Contohnya, codein. f. Obat Psikotropika Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku. Contohnya, diazepam. Obat Psikotropika dapat digolongan sebagai berikut: 1 Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi danatau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. 2 Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat pengobat-an dan sangat luas digunakan dalam terapi danatau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Selain menetapkan “tanda” tertentu pada obat untuk mempermudah pengelolaan obat, pembatasan perdagangan obat oleh Apotek kepada konsumen dapat ditinjau dari segi izin edar obat tersebut. Obat yang diedarkan oleh Apotek harus memiliki izin edar. Adapun kriteria obat yang dapat memiliki izin edar menurut Pasal 3 Peraturan MENKES RI. No.949MENKESPERVI2000 tentang Registrasi Obat Jadi adalah sebagai berikut: a. Khasiat yang meyakinkan dan keamanan yang memadai dibuktikan melalui percobaan hewan dan uji klinis atau bukti- bukti lain sesuai dengan status perkembangan ilmu pengetahuan yang bersangkutan; b. Mutu yang memenuhi syarat yang dinilai dari proses produksi sesuai Cara Pembuatan Obat yang Baik CPOB, spesifikasi dan metoda pengujian terhadap semua bahan yang digunakan serta produk jadi dengan bukti yang sah; c. Penandaan berisi informasi yang lengkap dan obyektif yang dapat menjamin penggunaan obat secara tepat, rasional dan aman; d. Sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat; e. Khusus untuk psikotropika harus memiliki keunggulan kemanfaatan dan keamanan dibandingkan dengan obat standar dan obat yang telah disetujui beredar di Indonesia untuk indikasi yang diklaim, khusus kontrasepsi untuk Program Nasional dan obat program lainnya yang akan ditentukan kemudian, harus dilakukan uji klinik di Indonesia. Dalam penggunaannya, obat mempunyai berbagai macam bentuk. Semua bentuk obat mempunyai karakteristik dan tujuan tersendiri. Ada zat yang tidak stabil jika berada dalam sediaan tablet sehingga harus dalam bentuk kapsul atau ada pula obat yang dimaksudkan larut dalam usus bukan dalam lambung. Semua diformulasikan khusus demi tercapainya efek terapi yang diinginkan. Bentuk-bentuk obat tersebut adalah 66 66 DechaCare Situs Pelayanan Ksehatan, “Macam-Macam Obat dan Tujuan Penggunaannya”, diakses dari http:www.dechacare.comMacam-Macam-Obat-dan-Tujuan- Penggunaannya-I461-1.html, pada tanggal 28 Februari 2015 pukul 22.19 : a. Pulvis Serbuk Merupakan campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan, ditujukan untuk pemakaian oral atau untuk pemakaian luar. b. Pulveres Merupakan serbuk yang dibagi dalam bobot yang lebih kurang sama, dibungkus menggunakan bahan pengemas yang cocok untuk sekali minum. c. Tablet Compressi Merupakan sediaan padat kompak dibuat secara kempa cetak dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler kedua permukaan rata atau cembung mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa bahan tambahan. a Tablet Kempa : paling banyak digunakan, ukuran dapat bervariasi, bentuk serta penandaannya tergantung design cetakan. b Tablet Cetak : dibuat dengan memberikan tekanan rendah pada massa lembab dalam lubang cetakan. c Tablet Trikurat : tablet kempa atau cetak bentuk kecil umumnya silindris. Sudah jarang ditemukan d Tablet Hipodermik : dibuat dari bahan yang mudah larut atau melarut sempurna dalam air. Dulu untuk membuat sediaan injeksi hipodermik, sekarang diberikan secara oral. e Tablet Sublingual : dikehendaki efek cepat tidak lewat hati. Digunakan dengan meletakkan tablet di bawah lidah. f Tablet Bukal : digunakan dengan meletakkan di antara pipi dan gusi. g Tablet Efervescen : tablet larut dalam air. Harus dikemas dalam wadah tertutup rapat atau kemasan tahan lembab. Pada etiket tertulis “tidak untuk langsung ditelan”. h Tablet Kunyah : cara penggunaannya dikunyah. Meninggalkan sisa rasa enak di rongga mulut, mudah ditelan, tidak meninggalkan rasa pahit, atau tidak enak. d. Pilulae Pil Merupakan bentuk sediaan padat bundar dan kecil mengandung bahan obat dan dimaksudkan untuk pemakaian oral. Saat ini sudah jarang ditemukan karena tergusur tablet dan kapsul. Masih banyak ditemukan pada seduhan jamu. e. Kapsulae Kapsul Merupakan sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Keuntungantujuan sediaan kapsul yaitu: a Menutupi bau dan rasa yang tidak enak b Menghindari kontak langsung dengan udara dan sinar matahari c Lebih enak dipandang d Dapat untuk 2 sediaan yang tidak tercampur secara fisis income fisis, dengan pemisahan antara lain menggunakan kapsul lain yang lebih kecil kemudian dimasukkan bersama serbuk lain ke dalam kapsul yang lebih besar. e Mudah ditelan. f. Solutiones Larutan Merupakan sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang dapat larut, biasanya dilarutkan dalam air, yang karena bahan-bahannya, cara peracikan atau penggunaannya, tidak dimasukkan dalam golongan produk lainnya Ansel. Dapat juga dikatakan sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang larut, misalnya terdispersi secara molekuler dalam pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang saling bercampur. Cara penggunaannya yaitu larutan oral diminum dan larutan topikal kulit. g. Merupakan sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut terdispersi dalam fase cair. Macam suspensi antara lain: suspensi oral juga termasuk susumagma, suspensi topikal penggunaan pada kulit, suspensi tetes telinga telinga bagian luar, suspensi optalmik, suspensi sirup kering. h. Emulsi Merupakan sediaan berupa campuran dari dua fase cairan dalam sistem dispersi, fase cairan yang satu terdispersi sangat halus dan merata dalam fase cairan lainnya, umumnya distabilkan oleh zat pengemulsi. i. Galenik Merupakan sediaan yang dibuat dari bahan baku yang berasal dari hewan atau tumbuhan yang disari. j. Extractum Merupakan sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang ditetapkan. k. Infusa Merupakan sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu 900 C selama 15 menit. l. Immunosera Imunoserum Merupakan sediaan yang mengandung Imunoglobin khas yang diperoleh dari serum hewan dengan pemurnian. Berkhasiat menetralkan toksin kuman bisa ular dan mengikat kumanvirusantigen. m. Unguenta Salep Merupakan sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput lendir. Dapat juga dikatakan sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar. Bahan obat harus larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok. n. Suppositoria Merupakan sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan melalui rektal, vagina atau uretra, umumnya meleleh, melunak atau melarut pada suhu tubuh. Tujuan pengobatan yaitu: a Penggunaan lokal : memudahkan defekasi serta mengobati gatal, iritasi, dan inflamasi karena hemoroid. b Penggunaan sistemik : aminofilin dan teofilin untuk asma, chlorprozamin untuk anti muntah, chloral hydrat untuk sedatif dan hipnotif, aspirin untuk analgenik antipiretik. o. Guttae Merupakan sediaan cairan berupa larutan, emulsi, atau suspensi, dimaksudkan untuk obat dalam atau obat luar, digunakan dengan cara meneteskan menggunakan penetes yang menghasilkan tetesan setara dengan tetesan yang dihasilkan penetes beku yang disebutkan Farmacope Indonesia. Sediaan obat tetes dapat berupa antara lain: Guttae obat dalam, Guttae Oris tets mulut, Guttae Auriculares tetes telinga, Guttae Nasales tetes hidung, Guttae Ophtalmicae tetes mata. p. Injectiones Merupakan sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. Tujuannya yaitu kerja obat cepat serta dapat diberikan pada pasien yang tidak dapat menerima pengobatan melalui mulut. Adapun pembatasan perdagangan obat oleh Apotek kepada konsumen lainnya adalah berkaitan dengan larangan terhadap Apotek. Berdasarkan berat ringannya pelanggaran, maka pelanggaran di Apotek dapat dikategorikan dalam dua macam. Kegiatan yang termasuk pelanggaran berat di Apotek meliputi 67 Setiap pelanggaran apotek terhadap ketentuan yang berlaku dapat dikenakan sanksi, baik sanksi administratif maupun sanksi pidana. Sanksi administratif yang diberikan menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI : a. Melakukan kegiatan tanpa ada apoteker atau tenaga teknis farmasi; b. Terlibat dalam penyaluran atau penyimpanan obat palsu atau gelap; c. Pindah alamat apotek tanpa izin; d. Menjual narkotika tanpa resep dokter; e. Kerjasama dengan PBF dalam menyalurkan obat kepada pihak yang tidak berhak dalam jumlah besar; f. Tidak menunjuk apoteker pendamping atau apoteker pengganti pada waktu apoteker pengelola apotek APA keluar daerah. Kegiatan yang termasuk pelanggaran ringan di Apotek meliputi: a. Tidak menunjuk apoteker pendamping pada waktu apoteker pengelola apotek APA tidak bisa hadir pada jam buka apotek apotek yang buka 24 jam; b. Mengubah denah apotek tanpa izin; c. Menjual obat keras kepada yang tidak berhak; d. Melayani resep yang tidak jelas dokternya; e. Menyimpan obat rusak, tidak mepunyai penandaan atau belum dimusnahkan; f. Obat dalam kartu stok tidak sesuai dengan jumlah yang ada; g. Salinan resep yang tidak ditandatangani oleh apoteker; h. Melayani salinan resep narkotika dari apotek lain; i. Lemari narkotika tidak memenuhi syarat; j. Resep narkotika tidak dipisahkan; k. Buku narkotika tidak diisi atau tidak dapat dilihat atau diperiksa; l. Tidak mempunyai atau mengisi kartu stok hingga tidak dapat diketahui dengan jelas asal usul obat tersebut. 67 Ilmu Farmasi, “Jenis Pelanggaran Apotek dan Sanksinya”, diakses dari http:ilmu- kefarmasian.blogspot.com201403jenis-pelanggaran-apotek-dan-sanksinya.html , pada tanggal 28 Februari 2015 pukul 22.17 No. 1332MENKESSKX2002 dan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.922MENKESPERX1993 adalah: a. Peringatan secara tertulis kepada apoteker pengelola apotek APA secara tiga kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing dua bulan. b. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya enam bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan izin apotek. Keputusan pencabutan surat izin apotek SIA disampaikan langsung oleh Kepala Dinas Kesehatan KabupatenKota dengan tembusan kepada Menteri Kesehatan dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat. Pembekuan izin Apotek tersebut dapat dicairkan kembali apabila Apotek tersebut dapat membuktikan bahwa seluruh persyaratan yang ditentukan dalam keputusan Menteri Kesehatan RI dan Permenkes tersebut telah dipenuhi. Adapun sanksi pidana dapat berupa denda dan hukuman penjara apabila terdapat pelanggaran terhadap: a. Undang-Undang Obat Keras St.1937 No.541. Dalam Pasal 12 Undang-Undang Obat Keras dinyatakan bahwa sanksi pidana bagi pedagang kecil maupun pedagang besar yang dengan sembarangan memperdagangkan obat keras akan dikenai hukuman penjara setinggi-tingginya 6 bulan atau denda uang setinggi-tingginya 5.000 gulden 1 gulden ± 3.6 US, 1 US ± Rp 13,000.00 68 68 Detik Forum,” Indonesia Berhutang 6 Juta Gulden”, diakses dari . b. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Adapun dalam Pasal 196 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan terdapat sanski pidana bagi orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi danatau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar danatau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu, yaitu pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.0000.0000,00 satu milyar rupiah. http:forum.detik.comindonesia-berutang-6-juta-gulden-t228206p3.html , pada tanggal 17 Februari pukul 15.04. c. Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Dalam Pasal 113 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dipaparkan bahwa setiap orang yang memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 lima tahun dan paling lama 15 lima belas tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 satu miliar rupiah dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 sepuluh miliar rupiah. Selanjutnya dalam Pasal 118 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 dijelaskan bahwa setiap orang yang memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 empat tahun dan paling lama 12 dua belas tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 delapan ratus juta rupiah dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 delapan miliar rupiah. Dalam Pasal 123 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 dijelaskan pula bahwa setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan III, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tiga tahun dan paling lama 10 sepuluh tahun dan pidana denda paling sedikit Rp600.000.000,00 enam ratus juta rupiah dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 lima miliar rupiah. d. Undang-Undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika. Dalam Pasal 160 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dipaparkan bahwa setiap orang yang memproduksi atau mengedarkan psikotropika yang berupa obat yang tidak terdaftar pada departemen yang bertanggung jawab di bidang kesehatan dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 lima belas tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 dua ratus juta rupiah. BAB IV TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA APOTEK TERHADAP OBAT YANG MENGANDUNG CACAT TERSEMBUNYI MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NO 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

C. Pengaturan dan Bentuk-bentuk Obat yang Mengandung Cacat

Tersembunyi Hingga saat ini belum ada pengaturan spesifik yang mengatur mengenai obat yang mengandung cacat tersembunyi, sehingga pengaturan atas obat yang mengandung cacat tersembunyi ini ditinjau secara umum dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen, seperti dalam Pasal Pasal 1504 sampai Pasal 1512 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUH Perdata. Pasal 1504 KUH Perdata menentukan bahwa pelaku usahapenjual diharuskan untuk bertanggung jawab atas adanya cacat tersembunyi. Mengenai masalah apakah pelaku usaha mengetahui atau tidak akan adanya cacat tersebut tidak menjadi persoalan. Baik dia mengetahui atau tidak, penjualatau pelaku usaha harus menjamin atas segala cacat yang tersembunyi pada barang yang dijualnya. Yang dimaksud dengan cacat tersembunyi adalah cacat yang mengakibatkan kegunaan barang tidak sesuai dengan tujuan pemakaian dari yang semestinya 69 Pasal 1506 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa pelaku usaha harus menjamin barang terhadap cacat yang tersembunyi, meskipun ia sendiri tidak mengetahui adanya cacat itu . Dalam Pasal 1505 KUH Perdata dinyatakan bahwa pelaku usaha tidak wajib menjamin barang terhadap cacat yang kelihatan dan dapat diketahui sendiri oleh pembeli. 70 a. Kalau cacat tersebut dari semula diketahui oleh pihak pelaku usaha, maka pelaku usaha wajib mengembalikan harga penjualan kepada konsumen dan ditambah dengan pembayaran ganti rugi yang terdiri dari ongkos, kerugian dan bunga; . Selanjutnya, dalam Pasal 1507 KUH Perdata, pembeli dapat memilih akan mengembalikan barangnya sambil menuntut kembali uang harga pembelian atau akan tetap memiliki barang itu sambil menuntut kembali sebagian dari uang harga pembelian. Kemudian dalam Pasal 1508 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan bahwa: b. Kalau cacat ini benar-benar memang tidak diketahui oleh pelaku usaha, maka pelaku usaha hanya berkewajiban mengembalikan harga penjualan serta biaya-biaya ongkos yang dikeluarkan pembeli waktu pembelian dan penyerahan barang; c. Kalau barang yang dibeli musnah sebagai akibat yang ditimbulkan oleh cacat yang tersembunyi, maka pelaku usaha tetap wajib mengembalikan harga penjualan kepada konsumen. 69 Adrian Sutedi., loc.cit. 70 Subekti., loc.cit.

Dokumen yang terkait

Tanggung Jawab Apoteker Terhadap Konsumen Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

1 86 105

TANGGUNG JAWAB PERBUATAN MELAWAN HUKUM PELAKU USAHA PENJUAL SMARTPHONE TERHADAP KONSUMEN BERDASARKAN UNDANG–UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

0 7 27

TANGGUNG JAWAB APOTEKER PENGELOLA APOTEK DALAM PELAYANAN RESEP DAN PERACIKAN OBAT DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN.

0 0 6

PENGAMBILALIHAN OBJEK LEASING OLEH PIHAK LESSOR SECARA PAKSA DITINJAU DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN.

0 0 2

PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS TIDAK BERFUNGSINYA AIRBAG PADA KENDARAAN RODA EMPAT DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA.

0 0 2

TINJAUAN HUKUM MENGENAI TRANSAKSI JUAL - BELI MELALUI SITUS BELANJA ONLINE ( ONLINE SHOP ) MENURUT KITAB UNDANG - UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG - UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN.

0 1 10

BAB II PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENGAWASAN PENJUALAN OBAT - Tanggung Jawab Hukum Pelaku Usaha Apotek Terhadap Obat Yang Mengandung Cacat Tersembunyi Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsu

0 0 29

1 BAB I PENDAHULUAN - Tanggung Jawab Hukum Pelaku Usaha Apotek Terhadap Obat Yang Mengandung Cacat Tersembunyi Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Studi Pada Apotek Yakin Sehat)

0 0 17

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA DALAM PENJUALAN OBAT GENERIK YANG KADALUARSA DAN GANTIRUGI KEPADA KONSUMEN MENURUT UNDANG-UNDANG N0.8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

0 0 61

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA DALAM PERJANJIAN JUAL BELI PRODUK YANG MERUGIKAN KONSUMEN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

0 0 70