hak inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat DPR yang notabene hak itu tidak pernah digunakan sejak Orde Baru berkuasa pada 1966
36
2. Pengertian Konsumen dan Pelaku Usaha
.
Pengertian konsumen dalam Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah “setiap
orang pemakai barang danjasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain
dan tidak untuk diperdagangkan’’. Di Belanda, oleh Hondius disimpulkan bahwa arti konsumen adalah pemakai produksi terakhir dari benda dan
jasa
37
, sedangkan di Spanyol, pengertian konsumen didefinisikan secara lebih luas, yaitu konsumen bukan hanya individu orang, tetapi juga suatu
perusahaan yang menjadi pembeli atau pemakai terakhir
38
Pengertian Pelaku Usaha dalam Pasal 1 Angka 3 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah “setiap
orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau
melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan
kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi’’. Ruang lingkup yang .
36
Shidarta, op.cit., hal. 52
37
Ibid., hal. 3
38
Ibid., hal. 4
diberikan sarjana ekonomi yang tergabung dalam Ikatan Sarjana Ekonomi Indonsia ISEI mengenai pelaku usaha adalah sebagai berikut :
39
3. Hak dan Kewajiban Konsumen dan Pelaku Usaha
a. Investor, yaitu pelaku usaha penyedia dana untuk membiayai berbagai kepentingan seperti perbankan, usaha leasing,
“tengkulak”, penyedia dana, dan sebagainya; b. Produsen, yaitu pelaku usaha yang membuat, memproduksi barang
danatau jasa dari barang-barang dan atau jasa-jasa yang lain bahan baku, bahan tambahanpenolong dan bahan-bahan lainnya.
Pelaku usaha dalam kategori ini dapat terdiri dari orang dan badan yang memproduksi sandang, orang danbadan usaha yang berkaitan
dengan pembuatan perumahan, orangbadan yang berkaitan dengan jasa angkutan, perasuransian, perbankan, orangbadan yang
berkaitan dengan obat-obatan, kesehatan, dan sebagainya;
c. Distributor, yaitu pelaku usaha yang mendistribusikan atau memperdagangkan barang danatau jasa tersebut kepada
masyarakat. Pelaku usaha pada kategori ini misalnya pedagang retail, pedagang kaki lima, warung, toko, supermarket, rumah
sakit, klinik, usaha angkutan darat, laut dan udara, kantor pengacara, dan sebagainya.
Pada dasarnya jika berbicara soal hak dan kewajiban, maka harus berfokus kembali kepada undang-undang. Undang-undang ini, dalam
hukum perdata, selain dibentuk oleh pembuat undang-undang lembaga legislatif, juga dapat dilahirkan dari perjanjian antara pihak-pihak yang
berhubungan hukum satu dan yang lainnya. Perikatan tersebutlah yang menentukan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan
atau yang tidak bolek dilaksanakan oleh salah satu pihak dalam perikatan
40
Secara umum dikenal ada empat hak dasar konsumen yang diakui secara internasional, yaitu:
.
39
Az. Nasution, op.cit., hal. 23
40
Gunawan Widjaja dan A.Yani, op.cit., hal. 25
a. Hak untuk mendapatkan keamanan the right to safety;
b. Hak untuk mendapatkan informasi the right to be informed;
c. Hak untuk memilih the right to choose;
d. Hak untuk didengar the right to be heard
41
Di dalam Undang-Undang Perlindungan Kosumen Bab III Pasal 4, hak konsumen adalah:
a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang danatau jasa; b.
Hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan
kondisi serta jaminan yang dijanjikan; c.
Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang danatau jasa;
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang danatau
jasa yang digunakan; e.
Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
f. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif; h.
Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi danatau penggantian, apabila barang danatau jasa yang diterima tidak
sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; i.
Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang- undangan lainnya.
Selain memperoleh hak, konsumen juga memiliki kewajiban, seperti tercantum dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen, yaitu: a.
Membaca dan mengikuti informasi dan prosedur pemakaian atau pemeliharaan barang danatau jasa, demi keamanan dan
keselamatan; b.
Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang danatau jasa;
c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan
konsumen secara patut.
41
Shidarta, op.cit., hal.19.
Untuk menciptakan kenyamanan berusaha bagi para pelaku usaha dan sebagai penyeimbang atas hak-hak yang diberikan kepada konsumen
dan kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan konsumen, maka kepada pelaku usaha diberikan juga hak dan kewajiban yang tercantum dalam
Pasal 6 dan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
42
a. Menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai
kondisi dan nilai tukar barang danatau jasa yang diperdagangkan; Hak pelaku usaha dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen, meliputi:
b. Mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang
beritikad tidak baik; c.
Melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
d. Rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa
kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang danatau jasa yang diperdagangkan;
e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan lainnya. Selanjutnya kepada pelaku usaha dibebankan pula kewajiban
seperti yang tertera pada Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu:
a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang danatau jasa serta memberi penjelasan penggunanaan, perbaikan dan pemeliharaan;
c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan
jujur serta tidak diskriminatif;
42
Gunawan Widjaja dan A.Yani, op.cit., hal. 33.
d. Menjamin mutu barang danatau jasa yang diproduksi danatau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang danatau jasa yang berlaku;
e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji,
danatau mencoba barang danatau jasa tertentu serta memberi jaminan danatau garansi atas barang yang dibuat danatau yang
diperdagangkan;
f. Memberi kompensasi, ganti rugi danatau penggantian atas
kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang danatau jasa yang diperdagangkan;
g. Memberi kompensasi, ganti rugi danatau penggantian apabila
barang danatau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak seseuai dengan perjanjian.
Selain adanya kewajiban, pelaku usaha juga dilarang melakukan hal-hal seperti yang tertera di dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu: Ayat 1:
Pelaku usaha dilarang memproduksi danatau memperdagangkan barang danatau jasa yang:
a. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang
dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan; b.
Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam
label atau etiket barang tersebut; c.
Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;
d. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistiewaan atau
kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang danatau jasa tersebut;
e. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses
pengolahan, gaya mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang danatau jasa
tersebut;
f. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket,
keterangan, iklan atau promosi penjualan barang danatau jasa tersebut;
g. Tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa atau jangka waktu
penggunaanpemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu; h.
Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam
label;
i. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang
memuat nama barang, ukuran, beratisi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan,
nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang dibuat;
j. Tidak mencantumkan informasi danatau petunjuk penggunaan
barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat 2: Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat
atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.
Ayat 3: Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan
pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi lengkap dan benar.
Ayat 4: Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat 1 dan ayat
2 dilarang memperdagangkan barang danatau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.
Selanjutnya dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah sebagai berikut:
Ayat 1: Pelaku usaha dilarang menawarkan, memproduksikan,
mengiklankan suatu barang danatau jasa secara tidak benar, danatau seolah-olah:
a. barang tersebut telah memenuhi danatau memiliki potonga harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode
tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu; b. barang tersebut dalam keadaan baik danatau baru;
c. barang danatau jasa tersebut telah mendapatkan danatau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu,
keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesori tertentu; d. barang danatau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang
mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi; e. barang danatau jasa tersebut tersedia;
f. barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi; g. barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu;
h. barang tersebut berasal dari daerah tertentu; i. secara langsung atau tidak langsung merencahkan barang
danatau jasa lain;
j. menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek sampingan
tampak keterangan yang lengkap; k. menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
Ayat 2: Barang danatau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilarang
untuk diperdagangkan. Ayat 3:
Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap ayat 1 dilarang melanjutkan penawaran, promosi, dan pengiklanan barang
danatau jasa tersebut. Dalam hal ini, konsumen dapat dipersamakan dengan para pembeli
obat-obatan dan pelaku usaha Apotek dapat dipersamakan dengan penjual, sehingga hak dan kewajiban konsumen, serta hak dan kewajiban pelaku
usaha dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen merupakan dasar hak dan kewajiban pembeli obat-obatan, serta dasar hak dan kewajiban
pelaku usaha Apotek. Apotek adalah suatu tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian,
penyaluran sediaan farmasi, dan perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat
43
43
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332MenkesSKX2002 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922MenkesPerX1993 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.
. Pekerjaan kefarmasian menurut UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 yaitu “meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu
sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter,pelayanan informasi obat serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan”
.
Selanjutnya, pekerjaan
kefarmasian tersebut dilakukan oleh seorang Apoteker, yaitu seorang sarjana farmasi yang telah lulus pendidikan profesi dan telah mengucapkan sumpah
berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai Apoteker
44
. Apoteker atau
Apoteker yang bekerjasama dengan pemilik sarana Apotek dapat melakukan kegiatan usaha di luar sediaan farmasi, sehingga kegiatan usaha Apotek tidak
berbeda dengan badan usaha lainnya, yaitu menjual komoditinya untuk mendapatkan profit
45
a. Pelaku usaha Apotek berhak menerima pembayaran atas barang
yang dibeli di Apotek sesuai kesepakatan dengan pembeli; .
Secara lebih khusus, hak dan kewajiban pelaku usaha Apotek menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
adalah:
b. Pelaku usaha Apotek berhak mendapat perlindungan hukum atas
tindakan pembeli yang beritikad tidak baik; c.
Pelaku usaha Apotek berhak melakukan pembelaan diri di dalam penyelesaian sengketa konsumen bilamana terjadi sengketa antara
pelaku usaha Apotek dengan pembeli; d.
Pelaku usaha Apotek berhak menerima rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian pembeli tidak
diakibatkan oleh barang yang diperdagangkan di Apotek; e.
Pelaku usaha Apotek wajib beritikad baik dalam melakukan usahanya;
f. Pelaku usaha Apotek wajib memberikan informasi yang akurat
mengenai barang yang diperjualbelikan di Apotek secara terperinci;
g. Pelaku usaha Apotek wajib melayani pembeli tanpa diskriminasi;
h. Pelaku usaha Apotek wajib menjamin mutu barang yang
diperdagangkan;
44
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1027MenkesSKIX2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
45
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332MenkesSKX2002 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 992MenkesPerX1993, tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek Menteri Kesehatan, pasal 6
i. Pelaku usaha Apotek wajib memberikan ganti rugi penggantian
atas barang yang dibeli apabila barang tersebut pemanfaatannya tidak sesuai dengan perjanjian.
Selanjutnya, hak dan kewajiban pembeli di Apotek menurut Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah:
a. Pembeli berhak mendapatkan kenyaman dan keselamatan dalam
menggunakan atau mengkonsumsi barang yang dibeli di Apotek; b.
Pembeli berhak mendapatkan informasi yang lengkap atas barang yang dibelinya di Apotek;
c. Pembeli berhak mendapatkan perlindungan hukum dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen apabila terjadi sengketa antara pelaku usaha Apotek dengan pembeli;
d. Pembeli berhak dilayani tanpa diskriminasi oleh pelaku usaha
Apotek; e.
Pembeli berhak mendapatkan ganti rugi penggantian atas barang yang penggunaanya tidak sesuai yang diperjanjikan;
f. Pembeli wajib membaca dan mengikuti informasi prosedur
pemakaian yang ada; g.
Pembeli wajib beritikad baik dalam membeli barang di Apotek h.
Pembeli wajib membayar sesuai harga yang disepakati di Apotek; i.
Pembeli wajib mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Hak dan kewajiban pelaku usaha Apotek sebagai penjual ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah:
a. Pelaku usaha Apotek berhak menerima pembayaran atas barang
yang dijualnya kepada pembeli Pasal 1457 KUHPerdata; b.
Pelaku usaha Apotek sebagai penjual wajib menyerahkan barang yang dijualnya kepada pembeli Pasal 1474 KUHPerdata;
c. Pelaku usaha Apotek sebagai penjual berhak tidak menyerahkan
barang yang bersangkutan, jika pembeli belum membayar harganya Pasal 1478 KUHPerdata;
d. Pelaku usaha Apotek sebagai penjual wajib menjamin bahwa
barang yang dijual baik kondisi maupun jenis dan jumlahnya sesuai dengan yang disepakati dalam perjanjian jual-beli Pasal
1483 KUHPerdata
e. Pelaku usaha Apotek sebagai penjual wajib menjamin pembeli
untuk dapat memiliki barang itu dengan aman dan tentram, serta bertanggung jawab terhadap cacat-cacat yang tersembunyi
yang dapat dijadikan alasan untuk pembatalan pembelian Pasal 1491, 1504, 1506, 1508, 1509 dan 1510 KUHPerdata, akan
tetapi pelaku usaha Apotek sebagai penjual tidak diwajibkan menanggung cacat yang kelihatan oleh pembeli Pasal 1505
KUHPerdata.
Hak dan kewajiban konsumen sebagai pembeli ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah:
a. Pembeli berkewajiban untuk membayar harga barang yang
telah disepakati Pasal 1513 KUHPerdata; b.
Pembeli berhak mendapatkan jaminan untuk dapat memiliki barang itu dengan aman dan tentram. Serta jaminan terhadap
cacat yang tersembunyi dan sebagainya, yang dapat dijadikan alasan untuk pembatalan pembelian Pasal 1491, 1504, 1506,
1508, 1509 dan 1510 KUHPerdata.
4. Bentuk-Bentuk Perlindungan Konsumen