Pengaturan dan Bentuk-bentuk Obat yang Mengandung Cacat

tersembunyi adalah cacat yang mengakibatkan kegunaan barang tidak sesuai dengan tujuan pemakaian dari yang semestinya 69 Pasal 1506 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa pelaku usaha harus menjamin barang terhadap cacat yang tersembunyi, meskipun ia sendiri tidak mengetahui adanya cacat itu . Dalam Pasal 1505 KUH Perdata dinyatakan bahwa pelaku usaha tidak wajib menjamin barang terhadap cacat yang kelihatan dan dapat diketahui sendiri oleh pembeli. 70 a. Kalau cacat tersebut dari semula diketahui oleh pihak pelaku usaha, maka pelaku usaha wajib mengembalikan harga penjualan kepada konsumen dan ditambah dengan pembayaran ganti rugi yang terdiri dari ongkos, kerugian dan bunga; . Selanjutnya, dalam Pasal 1507 KUH Perdata, pembeli dapat memilih akan mengembalikan barangnya sambil menuntut kembali uang harga pembelian atau akan tetap memiliki barang itu sambil menuntut kembali sebagian dari uang harga pembelian. Kemudian dalam Pasal 1508 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan bahwa: b. Kalau cacat ini benar-benar memang tidak diketahui oleh pelaku usaha, maka pelaku usaha hanya berkewajiban mengembalikan harga penjualan serta biaya-biaya ongkos yang dikeluarkan pembeli waktu pembelian dan penyerahan barang; c. Kalau barang yang dibeli musnah sebagai akibat yang ditimbulkan oleh cacat yang tersembunyi, maka pelaku usaha tetap wajib mengembalikan harga penjualan kepada konsumen. 69 Adrian Sutedi., loc.cit. 70 Subekti., loc.cit. Dalam Pasal 1509 KUH Perdata dijelaskan bahwa jika pelaku usaha tidak mengetahui adanya cacat-cacat barang, maka ia hanya wajib mengembalikan uang harga barang pembelian dan mengganti biaya untuk menyelenggarakan pembelian dan penyerahan, sekedar itu dibayar oleh pembeli. Apabila barang yang mengandung cacat-cacat tersembunyi itu musnah karena cacat- cacat itu, maka kerugian dipikul oleh penjual yang terhadap pembeli wajib mengembalikan uang harga pembelian dan mengganti segala kerugian lain yang disebut dalam Pasal 1508 dan Pasal 1509 KUH Perdata, tetapi kerugian yang disebabkan kejadian yang tak disengaja, harus dipikul oleh pembeli. Pernyatan ini sesuai dengan Pasal 1510 KUH Perdata 71 Selanjutnya dalam Pasal 8 ayat 3 Undang-Undang Perlindungan Konsumen diatur bahwa pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar. . Sesuai dengan Pasal 1511 dan Pasal 1512 KUH Perdata, tuntutan yang didasarkan atas cacat yang dapat menyebabkan pembatalan pembelian, harus diajukan oleh pembeli dalam waktu yang pendek, menurut sifat cacat itu dan dengan mengindahkan kebiasaan-kebiasaan di tempat persetujuan pembelian dibuat. Tuntutan itu tidak dapat diajukan dalam hal penjualan-penjualan yang dilakukan atas kuasa Hakim. 71 Subekti., loc.cit. Kemudian pengaturan yang terkait dengan obat yang mengandung cacat tersembunyi dapat ditinjau dari Pasal 19 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen bahwa “tanggung jawab pelaku usaha meliputi tanggung jawab ganti kerugian atas kerusakan, tanggung jawab ganti kerugian atas pencemaran, dan tanggung jawab ganti kerugian atas kerugian konsumen”. Berdasarkan hal ini, dengan adanya produk barang danatau jasa yang cacat bukan merupakan satu-satunya dasar pertanggungjawaban pelaku usaha. Hal ini berarti tanggung jawab pelaku usaha meliputi segala kerugian yang dialami konsumen. Lebih lanjut dalam Pasal 19 ayat 2 Undang-Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa “ganti rugi yang diberikan dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang danatau jasa yang sejenisnya atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan danatau pemberian santunan tertentu”. Waktu pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 tujuh hari setelah tanggal transaksi sesuai Pasal 19 ayat 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 72 Hal tersebut di atas senada dengan keterangan yang diberikan oleh Ramses, Kepala Seksi Penyidik BPOM Medan yang memaparkan bahwa istilah ataupun pengaturan tertentu atas obat yang mengandung cacat tersembunyi itu belum ada, yang ada adalah istilah ataupun pengaturan atas obat yang sifatnya sub-standar. Beliau melanjutkan bahwa istilah obat . 72 Ahmadi Miru dan S.Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004, hal. 125-126. yang sifatnya sub-standar mungkin dapat dikategorikan sebagai obat yang mengandung cacat tersembunyi. Obat yang sifatnya sub-standar ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan 73 Ramses menambahkan bahwa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dalam kaitannya dengan pengawasan obat dan makanan digunakan sebagai pelengkap dengan acuan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan sebagai dasar utama. Hal ini dikarenakan Undang-Undang Perlindungan Konsumen bersifat delik aduan, dimana harus ada pengaduan terlebih dahulu dari korban agar masalahnya dapat diproses secara hukum, sedangkan Badan Pengawas Obat dan Makanan BPOM bekerja sesuai salah satu budaya organisasi BPOM, yaitu cepat tanggap antisipatif dan responsif dalam mengatasi masalah, dimana artinya BPOM tetap bekerja meskipun tidak ada aduan apapun dari konsumen, sehingga acuan dasar . Menurut Ramses yang menggunakan istilah obat yang sifatnya sub-standar atas obat yang mengandung cacat tersembunyi, definisi obat yang sifatnya sub-standar adalah kondisi obat yang kenyataannya tidak sesuai yang dijanjikan, baik secara mutu, komposisi, maupun keamanan obat tersebut, ataupun kondisi obat yang pada saat peredarannya di masyarakat tidak sesuai dengan kondisi obat pada saat pendaftaran untuk izin edarnya. 73 Wawancara dengan Ramses, Kepala Seksi Penyidikan BPOM Medan, tanggal 30 Maret 2015 atas obat yang sifatnya sub-standar lebih didasarkan dahulu pada Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan 74 . Dalam memaparkan penjelasan mengenai bentuk-bentuk obat yang mengandung cacat tersembunyi, Ramses memberikan contoh obat yang sifatnya sub-standar obat yang mengandung cacat tersembunyi, yaitu obat tradisional Jamu Jawa Dwipa Cap “Tawan Klanceng” Pegal Linu Husada. Gambar 1. Obat Tradisional yang Mengandung Cacat Tersembunyi Obat tradisional tersebut dikatakan bersifat sub-standar mengandung cacat tersembunyi karena pada saat pendaftaran obat tersebut didaftarkan tidak mengandung Bahan Kimia Obat BKO, namun pada kenyataannya obat tradisional tersebut diedarkan dengan mengandung Bahan Kimia 74 Wawancara dengan Ramses, Kepala Seksi Penyidikan BPOM Medan, tanggal 30 Maret 2015 Obat BKO, yaitu Piroxicam dan Phenilbutazol. Hal ini tentunya merupakan penyimpangan yang sifatnya tersembunyi tidak dapat diketahui hanya dengan kasat mata belaka. Pada dasarnya obat tradisional bersifat terapi, bukan mengobati, namun agar obat tradisional cepat laku di pasaran dan diminati, maka ditambah Bahan Kimia Obat BKO tertentu supaya khasiatnya dapat dirasakan dengan cepat. Hal ini merupakan contoh obat yang bersifat sub-standar mengandung cacat tersembunyi 75 Komposisi obat di dalam obat tersebut seharusnya mengandung 500mg amoxicillin, namun jika pada kenyataannya hanya 400mg, maka dapat dikategorikan sebagai obat yang bersifat sub-standar mengandung cacat tersembunyi. . Ditambah lagi contoh obat yang dimana komposisi seharusnya tidak sama dengan semestinya. Gambar 2. Obat Kandungan 500mg yang Dapat Mengandung Cacat Tersembunyi 75 Wawancara dengan Mimi Huang, Pengelola Apotek Yakin Sehat Medan, tanggal 30 Maret 2015 Adapun pengertian obat yang mengandung cacat tersembunyi menurut pengelola Apotek adalah kondisi dimana obat yang dibeli pembeli itu tidak sesuai semestinya dan pembeli tidak dapat mengetahuinya langsung saat pembelian, kecuali benar-benar dilihat dengan seksama atau dicoba langsung 76 . Contoh obat yang mengandung cacat tersembunyi juga diberikan oleh pengelola Apotek untuk memaparkan bentuk-bentuk obat yang mengandung cacat tersembunyi adalah obat inhaler obat hirup, yang biasanya termasuk golongan obat keras. Gambar 3. Obat Hisap yang Dapat Mengandung Cacat Tersembunyi Obat inhaler merupakan obat hirup yang biasanya digunakan oleh penderita asma. Pernah obat inhaler ini ditemukan tidak memiliki isi di dalamnya yang ditandai dengan tidak adanya cairan-gas yang terhirup saat digunakan oleh pengguna, sehingga atas dasar inilah pengguna datang kembali ke Apotek untuk menukarnya. Inilah yang menjadi bentuk obat yang mengandung cacat tersembunyi menurut pengelola Apotek, yaitu 76 Wawancara dengan Mimi Huang, Pengelola Apotek Yakin Sehat Medan, tanggal 30 Maret 2015 cacat dari obat tersebut sifatnya tidak mudah diketahui sampai benar-benar digunakan oleh pengguna, cacat tersebut sangat tidak mudah dilihat dengan kasat mata. Pernyataan ini senada dengan bunyi Pasal 1512 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu jika cacat tersebut dapat dengan mudah dilihat atau diidentifikasi oleh konsumen, maka cacat tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai cacat tersembunyi.

D. Bentuk Kerugian Konsumen Terkait Obat yang Mengandung Cacat

Tersembunyi Adapun pengertian menurut Nieuwenhuis adalah berkurangnya harta kekayaan pihak yang satu, yang disebabkan oleh perbuatan melakukan atau membiarkan yang melanggar norma oleh pihak lain 77 Kerugian yang diderita seseorang secara garis besar dapat dibagi atas dua bagian, yaitu kerugian yang menimpa diri dan kerugian yang menimpa harta benda seseorang, sedangkan kerugian harta benda sendiri dapat berupa kerugian nyata yang dialami serta kehilangan keuntungan yang diharapkan . 78 Walaupun kerugian dapat berupa kerugian atas diri fisik seseorang atau kerugian yang menimpa harta benda, namun jika dikaitkan dengan ganti kerugian, maka keduanya dapat dinilai dengan uang harta kekayaan. Demikian pula karena kerugian harta benda dapat pula berupa kehilangan keuntungan yang diharapkan, maka pengertian kerugian seharusnya adalah berkurangnya tidak diperolehnya harta kekayaan pihak . 77 Djasadin Saragih, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Surabaya: Universitas Airlangga, 1985, hal. 57. 78 Ahmadi Miru dan S. Yodo, op.cit., hal. 133 yang satu, yang disebabkan oleh perbuatan melakukan atau membiarkan yang melanggar norma oleh pihak lain 79 Dalam menentukan besarnya ganti kerugian yang harus dibayar, pada dasarnya harus berpegang pada asas bahwa ganti kerugian yang harus dibayar sedapat mungkin membuat pihak yang rugi dikembalikan pada kedudukan semula seandainya tidak terjadi kerugian atau dengan kata lain ganti krugian menempatkan sejauh mungkin orang yang dirugikan dalam kedudukan seharusnya jika perjanjian dilaksanakan secara baik atau tidak terjadi perbuatan melanggar hukum. Dengan demikian ganti kerugian harus diberikan sesuai dengan kerugian yang sesungguhnya tanpa memperhatikan unsur-unsur yang tidak terkait langsung dengan kerugian itu, seperti kemampuankekayaan pihak yang bersangkutan . 80 Ganti kerugian dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen hanya meliputi pengembalian uang atau penggantian barang danatau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan danatau pemberian santunan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ini berarti bahwa kerugian yang dianut dalam UUPK adalah ganti kerugian subjektif . 81 Gati rugi atas kerugian yang diderita konsumen pada hakikatnya berfungsi sebagai . 82 a. pemulihan hak-haknya yang telah dilanggar; : 79 Ibid., hal. 134 80 Ibid., hal. 134. 81 Ibid., hal. 136. 82 Adrian Sutedi, op.cit., hal. 58

Dokumen yang terkait

Tanggung Jawab Apoteker Terhadap Konsumen Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

1 86 105

TANGGUNG JAWAB PERBUATAN MELAWAN HUKUM PELAKU USAHA PENJUAL SMARTPHONE TERHADAP KONSUMEN BERDASARKAN UNDANG–UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

0 7 27

TANGGUNG JAWAB APOTEKER PENGELOLA APOTEK DALAM PELAYANAN RESEP DAN PERACIKAN OBAT DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN.

0 0 6

PENGAMBILALIHAN OBJEK LEASING OLEH PIHAK LESSOR SECARA PAKSA DITINJAU DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN.

0 0 2

PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS TIDAK BERFUNGSINYA AIRBAG PADA KENDARAAN RODA EMPAT DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA.

0 0 2

TINJAUAN HUKUM MENGENAI TRANSAKSI JUAL - BELI MELALUI SITUS BELANJA ONLINE ( ONLINE SHOP ) MENURUT KITAB UNDANG - UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG - UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN.

0 1 10

BAB II PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENGAWASAN PENJUALAN OBAT - Tanggung Jawab Hukum Pelaku Usaha Apotek Terhadap Obat Yang Mengandung Cacat Tersembunyi Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsu

0 0 29

1 BAB I PENDAHULUAN - Tanggung Jawab Hukum Pelaku Usaha Apotek Terhadap Obat Yang Mengandung Cacat Tersembunyi Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Studi Pada Apotek Yakin Sehat)

0 0 17

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA DALAM PENJUALAN OBAT GENERIK YANG KADALUARSA DAN GANTIRUGI KEPADA KONSUMEN MENURUT UNDANG-UNDANG N0.8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

0 0 61

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA DALAM PERJANJIAN JUAL BELI PRODUK YANG MERUGIKAN KONSUMEN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

0 0 70