sekitar 313 m
3
ha. Rendahnya potensi di Desa Tonjongsari tersebut karena saat dilakukan pengukuran, tegakan belum mencapai akhir daur.
5.2. Karakteristik Tegakan Hutan Rakyat di Desa Tonjongsari
5.2.1. Karakteristik Tegakan Sengon Melalui Pendekatan Kurva Poisson
Rata-rata jumlah pohon pada kelas diameter I, II, III, IV, V, VI, dan kelas diameter VII setiap hektar disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9 Rata-rata jumlah pohon pada setiap kelas diameter
Kelas diameter Diameter
Jumlah pohon
I 0-5
196 II
5-10 323
III 10-15
190 IV
15-20 103
V 20-25
43 VI
25-30 25
VII 35
15
Jumlah 895
Dari tabel 9, terlihat bahwa terjadi penurunan jumlah pohon pada setiap kenaikan kelas diameter. Penurunan ini disebabkan oleh kebiasaan masyarakat
untuk menebang pohon sesuai kebutuhannya, yaitu antara umur 3-6 tahun, sehingga pohon-pohon dengan diameter besar jumlahnya akan berkurang sesuai
peningkatan kelas diameter. Pada kelas diameter II jumlah pohon yang dihasilkan lebih tinggi dari kelas diameter I, hal ini dikarenakan masyarakat selalu
melakukan penanaman dalam kurun waktu 2-3 tahun terakhir sehingga pohon yang berdiameter kurang dari 5 cm lebih sedikit ditemui saat dilakukan
pengukuran. Penyebaran jumlah pohon per kelas diameter yang telah didapatkan di Desa
Tonjongsari digunakan untuk menyusun model alometrik jumlah pohon melalui analisis regresi. Dari hasil perhitungan didapat nilai k sebesar 475,4 dan nilai a
sebesar -0,10. Nilai konstanta k menggambarkan bahwa tegakan sengon di Desa Tonjongsari lebih didominasi oleh pohon berdiameter kecil. Nilai minus - pada
nilai a merupakan slope negatif yang menandakan bahwa jumlah pohon berbanding terbalik dengan kenaikan kelas diameter. Setelah nilai k dan a
didapatkan, maka model alometrik dapat dibentuk, yaitu N = 475,4e
-0,10d
. Hasil
penelitian lain menyebutkan bahwa bentuk persamaan yang diperoleh untuk Desa
Tonjongsari yaitu N = 239,1e
-0,15d
Karminarsih 2012. Perbedaan pada nilai k kemungkinan karena masyarakat melakukan banyak penanaman pada pertengahan
tahun 2012 sehingga model persamaan yang dihasilkan oleh penelitian terdahulu mempunyai nilai k lebih kecil. Adanya penanaman tersebut dapat dibuktikan dari
jumlah pohon sengon berdiameter kurang dari 5 cm. Selanjutnya diperlukan rasio jumlah pohon untuk mengetahui besar
pengurangannya pada setiap kelas diameter. Berdasarkan jumlah pohon per hektar secara berurutan dari kelas diameter I sampai kelas diameter VII, yaitu sebesar
196 batang, 323 batang, 190 batang, 103 batang, 43 batang, 25 batang, dan 15 batang, maka diperoleh nilai q
i
secara berturut-turut 0,61; 1,70; 1,84; 2,40; 1,72; dan 1,67. Menurut Meyer 1952 dalam Davis et al. 1987, nilai q yang
didapatkan secara matematis merupakan nilai rasio normal untuk tegakan hutan tidak seumur yang tidak terganggu. Dari hasil perhitungan secara matematis
dalam penelitian ini diperoleh nilai q rata-rata sebesar 1,1. Oleh karena itu, adanya variasi nilai q pada tegakan hutan rakyat sengon di Desa Tonjongsari merupakan
suatu kewajaran, karena tegakan tersebut tidak dapat terlepas dari campur tangan manusia dalam pengelolaannya sebagai hutan tanaman tidak seumur. Adapun
bentuk penurunan jumlah pohon setiap kenaikan kelas diameternya ditunjukkan pada Gambar 2 di bawah ini :
Gambar 2 Kurva hubungan antara jumlah pohon per hektar dengan kelas diameter.
I II
III IV
V VI
VII y = 475,4e
-0,10x
R² = 0,903
50 100
150 200
250 300
350 400
5 10
15 20
25 30
35
Ju m
lah P
o h
o n
p e
r H
e k
tar
Kelas Diameter cm
Gambar 2 menunjukkan bahwa struktur tegakan di hutan rakyat Desa Tonjongsari secara umum menggambarkan sebaran normal tegakan hutan tidak
seumur uneven-aged forest yang berbentuk kurva huruf “J” terbalik.
Karakteristik tersebut menyerupai karakteristik tegakan di hutan alam. Model
alometrik tersebut memiliki koefisien determinasi sebesar 90,3 yang berarti
bahwa sebesar 90,3 dari keragaman jumlah pohon dapat dijelaskan oleh kelas diameter dengan baik. Sebagaimana hasil penelitian Suhendang 1995 dalam
Labetubun 2004 di propinsi Riau mendapatkan fakta bahwa model struktur tegakan N = k e
–ad
dapat diterima oleh semua petak percobaan, dicirikan oleh besarnya koefisien determinasi yang diperoleh R
2
berkisar 73 sampai 89 . Tingginya koefisien determinasi yang diperoleh di Desa Tonjongsari disebabkan
oleh jenis yang lebih homogen.
5.2.2. Karakteristik Tegakan Sengon Berdasarkan Faktor Ketinggian