IV. METODE PENELITIAN 4.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini merupakan studi kasus di Lembaga Pertanian Sehat yang terletak di Jl. Rancamaya No 22 Harjasari, Bogor Selatan. Pemilihan lokasi
dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa Lembaga Pertanian Sehat merupakan salah satu lembaga yang mandiri dan profesional dalam bidang
penelitian, pemberdayaan dan usaha pertanian sehat yang memberikan manfaat secara ekonomi dan sosial bagi petani dan masyarakat umum. Pengumpulan data
dilaksanakan bulan Maret hingga Juli 2009.
4.2. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer, berupa informasi tentang Lembaga Pertanian Sehat yang
diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuisioner kepada pihak Lembaga Pertanian Sehat maupun hasil pengamatan langsung di lapangan,
sedangkan data sekunder dikumpulkan dari literatur-literatur yang relevan seperti buku, majalah “Padi”, internet, Badan Pusat Statistika, Bank Pengetahuan Padi
Indonesia, perpustakaan IPB dan instansi lainnya yang dapat membantu untuk ketersediaan data.
4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui wawancara dengan pihak Lembaga Pertanian Sehat yang mengetahui
permasalahan kegiatan
Supply Chain
Management secara
langsung. Penggumpulan data tersebut untuk mengetahui kegiatan Supply Chain
Management, faktor-faktor yang berperan dalam kegiatan Supply Chain Management.
Pengisian kuisioner dilakukan oleh tiga orang terpilih yang mengetahui permasalahan yang berhubungan dengan kegiatan Supply Chain Management
Beras SAE di Lembaga Pertanian Sehat. Ketiga koresponden sengaja dipilih dikarenakan job description mereka yang berkaitan langsung dengan kegiatan
50 Supply Chain Management, mereka adalah manager program, manager probis
produksi dan bisnis dan manager adminkeu administrasi dan keuangan. Pengolahan data dilakukan dengan metode PHA dan berdasarkan kerangka
kerja PHA, maka penelitian ini diawali dengan pengumpulan data dan informasi dari pihak Lembaga Pertanian Sehat untuk membuat struktur hierarki. Struktur
hierarki yang telah disusun kemudian menjadi dasar dalam pembuatan kuesioner bagi responden. Kuesioner diberikan untuk mengetahui pembobotan setiap
elemen pada seluruh tingkat struktur hierarki. Sebuah hierarki yang telah disusun dengan elemen-elemennya menjadi tidak akan berarti apabila tanpa nilai atau
bobot yang menyertainya. Dalam penggunaan metode PHA ini sangat mengutamakan kualitas dari
responden dan bukan kuantitas responden. Data yang diperoleh melalui kuesioner kemudian diolah dengan menggunak
an program komputer “Expert Choice 2000”, hasil pengolahan data ini diperlukan untuk menganalisis faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap kegiatan Supply Chain Management sesuai dengan tujuan kegiatan Supply Chain Management yang tepat dan disajikan dalam bentuk
uraian, gambar, dan tabel. Kerangka kerja PHA terdiri dari delapan langkah utama Saaty, 1993
yang dapat diuraikan sebagai berikut: 1.
Mendefinisikan persoalan dan mencirikan pemecahan persoalan yang diinginkan. Hal yang perlu diperhatikan dalam langkah ini adalah
penguasaan masalah secara mendalam, karena yang menjadi perhatian adalah pemilihan tujuan, kriteria dan elemen-elemen yang menyusun
struktur hierarki.
Tidak terdapat
prosedur yang
pasti untuk
mengidentifikasi komponen-komponen sistem, seperti tujuan, kriteria, dan aktifitas-aktifitas yang akan dilibatkan dalam suatu sistem hierarki.
Komponen-komponen sistem
dapat diidentifikasi
berdasarkan kemampuan pada analisa untuk menemukan unsur-unsur yang dapat
dilibatkan dalam suatu sistem. 2.
Membuat struktur hierarki dari sudut pandang manajemen secara menyeluruh. Struktur hierarki ini memiliki bentuk yang saling berkaitan,
tersusun dari sasaran utama, sub-sub tujuan, faktor-faktor pendorong yang
51 mempengaruhi sub-sub sistem tujuan tersebut, pelaku-pelaku yang
memberi dorongan, tujuan-tujuan pelaku dan akhirnya ke alternatif strategi, pilihan atau skenario. Penyusunan hierarki ini berdasarkan jenis
keputusan yang akan diambil. Pada tingkat puncak hierarki hanya terdiri dari satu elemen yang disebut dengan fokus yaitu sasaran keseluruhan
yang bersifat luas. Tingkat dibawahnya dapat terdiri dari beberapa elemen yang dibagi dalam kelompok homogen, agar dapat dibandingkan dengan
elemen-elemen yang berada pada tingkat sebelumnya. Abstraksi dari sebuah struktur hierarki dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Model Struktur Hierarki Proses Hierarki Analitik
Sumber: Saaty, 1993 3.
Menyusun matriks banding berpasangan. Dimulai dari puncak hierarki yang merupakan dasar untuk melakukan perbandingan berpasangan antar
elemen yang terkait yang ada dibawahnya. Perbandingan berpasangan pertama dilakukan pada elemen tingkat kedua terhadap fokus yang ada di
puncak hierarki. Menurut perjanjian, suatu elemen yang berada di sebelah …
… …
… G
F
1
F
2
F
3
Fn
A
1
A
2
A3 An
O
1
O
2
O
3
On
S
1
S
2
S
3
Sn Tingkat 1: Fokus
Tingkat 2: Faktor
Tingkat 3: Pelaku
Tingkat 4: Tujuan
Tingkat 5: Skenario
52 kiri diperiksa perihal dominasi atas yang ada di sebelah kiri suatu elemen
di puncak matriks. 4.
Mengumpulkan semua pertimbangan yang diperlukan dari hasil perbandingan berpasangan antar elemen pada langkah 3. Setelah matriks
perbandingan berpasangan antar elemen dibuat, dilakukan perbandingan berpasangan antar setiap elemen pada kolom ke-i, dengan perbandingan
berpasangan antar setiap elemen pada baris ke-j. Perbandingan berpasanhan antar elemen tersebut dilakukan dengan pertanyaan:
“Seberapa kuat elemen baris ke-j didominasi atau dipengaruhi, dipenuhi, diuntungkan oleh fokus di puncak hierarki, dibandingkan dengan kolom
ke- i”. Apabila elemen-elemen yang diperbandingkan merupakan suatu
peluang atau waktu, maka pertanyaannya adalah: “Seberapa lebih mungkin suatu elemen baris ke-j dibandingkan dengan elemen kolom ke-i
sehubungan den gan elemen di puncak hierarki”. Untuk mengisi matriks
banding berpasangan, digunakan skala banding yang tertera pada Tabel 8. Angka-angka yang tertera menggambarkan relatif pentingnya suatu
elemen dibandingkan dengan elemen lainnya sehubungan dengan sifat atau kriteria tertentu. Pengisian matriks hanya diperlukan untuk diatas
baris diagonal dari kiri ke kanan bawah. 5.
Memasukan nilai-nilai kebaikannya beserta bilangan 1 sepanjang diagonal utama. Angka 1
– 9 digunakan bila Fi lebih mendominasi atau mempengaruhi sifat fokus puncak hierarki X dibandingkan dengan Fj,
sedangkan bila Fi kurang mendominasi atau kurang mempengaruhi sifat X dibandingkan Fj maka digunakan angka kebalikannya. Matriks dibawah
garis diagonal utama diisi dengan nilai-nilai kebalikannya.
53 Sumber: Saaty, hal: 85
Tabel 3 . Nilai Skala Banding Berpasangan
Intensitas Pentingnya
Definisi Penjelasan
1 Kedua elemen sama pentingnya
Dua elemen menyumbang sama besar pada sifat itu
3 Elemen yang satu edikit lebih
penting dari pada yang lainnya Pengalaman dan pertimbangan
sedikit menyokong suatu elemen atas elemen lainnya
5 Elemen
yang satu
sangat penting
dari pada
elemen lainnya
Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat menyokong satu
elemen atas elemen lainnya 7
Satu elemen jelas lebih penting dari pada elemen lainnya
Satu elemen
dengan kuat
disokong dan dominannya telah terlihat dalam praktek
9 Satu
elemen mutlak
lebih penting
daripada elemen
lainnya Bukti yang menyokong elemen
yang satu atas yang lainnya memiliki tingkat penegasan yang
tertinggal yang
mungkin menguatkan
2, 4, 6, 8 Nilai-nilai
diantara dua
pertimbangan yang berdekatan Kompromi diperlukan diantara
dua pertimbangan Kebalikan
Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j memiliki nilai kebalikannya bila dibandingkan
dengan i.
6. Melaksanakan langkah 3, 4 dan 5 untuk semua tingkatan dan gugusan
dalam hierarki tersebut. Pembandingan dilanjutkan untuk semua elemen pada semua tingkat keputusan yang terdapat pada hierarki, berkenaan
dengan kriteria elemen di atas. Matriks pembandingan dengan metode PHA dibedakan menjadi: 1 Matriks Pendapat Individu MPI dan 2
Matriks Pendapat Gabungan MPG. Matriks Pendapat Individu adalah matriks hasil perbandingan yang dilakukan individu. MPI memiliki
elemen yang disimbolkan dengan aij yaitu elemen matriks pada baris ke-i dan kolom ke-j. Matriks Pendapat Individu dapat dilihat pada Gambar 5.
54 X
A
1
A
2
A
3
… A
n
A
1
A
11
A
12
A
13
… A
1n
A
2
A
21
A
22
A
23
… A
2n
A
3
A
31
A
32
A
33
… A
3n
… …
… …
… …
A
n
A
n1
A
n2
A
n3
… A
nn
Gambar 5. Matriks Pendapat Individu
Sumber: Saaty, 1993, hal: 84 Matriks pendapat gabungan adalah susunan matriks baru yang elemen
gij berasal dari rata-rata geometrik pendapat-pendapat individu yang rasio inkosistensinya lebih kecil atau sama dengan 10 persen dan setiap elemen pada
baris dan kolom yang sama dari MPI yang satu dengan MPI yang lain tidak terjadi konflik. Matriks pendapat gabungan dapat dilihat pada Gambar 6.
Persyaratan MPG yang bebas konflik adalah: a
Pendapat masing-masing individu pada baris dan kolom yang sama memiliki selisih kurang dari empat satuan antara lain pendapat
individu yang tertinggi dengan nilai yang rendah. b
Tidak terdapat angka kebalikan pada baris dan kolom yang sama. X
G
1
G
2
G
3
… G
n
G
1
G
11
G
12
G
13
… G
1n
G
2
G
21
G
22
G
23
… G
2n
G
3
G
31
G
32
G
33
… G
3n
… …
… …
… …
G
n
G
n1
G
n2
G
n3
… G
nn
Gambar 6. Matriks Pendapat Gabungan
Sumber: Saaty, 1993, hal: 84 7.
Mensintetis prioritas untuk melakukan pembobotan vektor-vektor prioritas. Menggunakan komposisi secara hierarki untuk membobotkan
vektor-vektor prioritas
itu dengan
bobot kriteria-kriteria
dan
55 menjumlahkan semua nilai prioritas terbobot yang bersangkutan dengan
nilai prioritas dari tingkat bawah berikutnya dan seterusnya. Pengolahan MPI terdiri dari dua tahap, yaitu 1 Pengolahan
horisontal dan 2 pengolahan vertikal. Kedua jenis pengolahan tersebut dapat dilakukan untuk MPI dan MPG diolah secara horisontal, dimana MPI
dan MPG harus memenuhi persyaratan rasio inkonsistensi. a
Pengolahan horisontal, terdiri dari tiga bagian yaitu penentuan vektor prioritas vektor eigen, uji konsistensi dan versi MPI dan
MPG yang memiliki rasio inkonsistensi tinggi. Tahapan perhitungan yang dilakukan pada pengolahan horisontal ini adalah:
Perkalian baris Z dengan rumus: i,j = 1, 2, 3, …, n
Perhitungan vektor prioritas VP atau Eigen Vektor dengan rumus: VP = VPi, untuk i = 1, 2, 3, …,n
Perhitungan nilai Eigen Maks Maks λ, dengan rumus:
VA = aij x VP dengan VA = VAi
dengan VB = VBi
dengan i = 1, 2, 3, …,n Perhitungan Indeks Inkonsistensi CI dengan rumus:
Perhitungan Rasio Inkonsistensi CR dengan rumus:
n n
k
aij Zi
1
n i
n n
k
aij Zi
VPi
1 1
VP VA
VA
n k
i
VBi n
maks 1
1
n n
maks CI
RI CI
CR
56 RI = Indeks Acak Random Index yang dikeluarkan oleh Oak Ridge
Laboratory dari matriks berorde 1 sampai dengan 15 yang menggunakan sampel berukuran 100.
Nilai Rasio Inkonsistensi CR yang lebih kecil atau sama dengan 0.1 merupakan nilai yang mempunya tingkat konsistensi yang baik dan dapat
dipertanggungjawabkan. Hal ini dikarenakan CR merupakan tolak ukur bagi konsistensi atau tidaknya suatu perbandingan berpasangan dalam suatu
matriks pendapat Saaty, 1993.
Tabel 4. Nilai Indeks Acak RI Matriks Berorde 2 sampai 8
Orde Indeks Acak RI
2 0.00
3 0.58
4 0.90
5 1.12
6 1.24
7 1.32
8 1.41
Sumber: Saaty, 1993 b
Pengolahan vertikal, yaitu menyusun prioritas pengaruh setiap elemen pada tingkat hierarki keputusan tertentu terhadap sasaran
utama atau fokus. Apabila CVij didefinisikan sebagai nilai prioritas pengaruh elemen ke-j pada tingkat ke-i terhadap sasaran
utama, maka: dengan i, j, t = 1,
2, 3, …, n Dimana: Chij t;i-1 = nilai prioritas elemen ke-i terhadap elemen ke-t pada
tingkat di atasnya i-1, yang diperoleh dari hasil pengolahan horisontal. VWt i-1 = nilai prioritas pengaruh elemen ke-t pada tingkat ke i-t terhadap
sasaran utama, yang diperoleh dari hasil pengolahan horisontal. P = Jumlah tingkat hierarki
r = Jumlah elemen yang ada pada tingkat ke-i s = Jumlah elemen yang ada pada tingkat ke i-t
8. Mengevaluasi inkonsistensi untuk seluruh hierarki. Pada pengisian
judgment pada tahap MPB Matriks Pembanding Berpasangan terdapat kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam membandingkan elemen
1
1 ;
i VWt
x i
t CHij
CVij
57 satu dengan elemen lain, sehingga diperlukan suatu uji inkonsistensi
dibawah 10 persen. Langkah ini dilakukan dengan mengkalikan setiap indeks konsistensi dengan prioritas-prioritas kriteria yang bersangkutan
dan menjumlahkan hasil kalinya. Hasil ini dikali dengan pernyataan sejenis yang menggunakan indeks konsistensi acak, yang sesuai dengan
dimensi masing-masing matriks. Untuk memperoleh hasil yang baik, rasio inkonsistensi hierarki harus bernilai kurang dari satu atau sama dengan 10
persen. Rasio inkonsistensi diperoleh setelah matriks diolah secara horizontal dengan menggunakan program komputer “Expert Choice
Version 2000 ”. Jika rasio inkonsistensi yang mempunyai nilai yang lebih
dari 10 persen, maka mutu informasi harus ditinjau kembali dan diperbaiki, antara lain dengan memperbaiki cara menggunakan pertanyaan
ketika melakukan pengisian ulang kuesioner dan dengan lebih mengarahkan responden yang mengisi kuesioner.
V. GAMBARAN UMUM LEMBAGA PERTANIAN SEHAT 5.1.