Pengujian asumsi klasik Hasil Penelitian 1. Gambaran umum kabupaten kota di Kepulauan Nias

adalah melakukan uji reliabilitas data yaitu dengan melihat nilai cronbach’s alpha. Uji reliabilitas dilakukan untuk menunjukkan sejauhmana suatu alat pengukur dapat dipercaya. Secara umum suatu instrumen dikatakan bagus jika memiliki koefisien Cronbach’s alpha 0,6 maka kuesioner penelitian tersebut dinyatakan reliabel. Hasil pengujian data menunjukkan bahwa nilai cronbach’s alpha 0,6. Hal ini menunjukkan bahwa data penelitian dinyatakan reliabel. Tabel 4.4. Hasil pengujian reliabitas Variabel Alpha Cronbach’s Batasan Reliabilitas Keterangan Y X1 X2 X3 0.927 0.906 0.825 0.757 0,6 0,6 0,6 0,6 Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer 2013 Lampiran 3

4.1.7. Pengujian asumsi klasik

Dalam análisis ini perlu dilihat terlebih dahulu apakah data bisa dilakukan pengujian model regresi. Pengujian asumsi klasik dilakukan untuk menentukan model regresi yang dapat diterima secara ekonometrik. Pengujian asumsi klasik ini terdiri dari pengujian normalitas, multikolinier dan heteroskedastisitas. 4.1.7.1. Pengujian normalitas . Berdasarkan hasil uji normalitas data dengan menggunakan uji Kolmo gorov-Smirnov dan dengan melihat uji grafik, maka dapat disimpulkan bahwa data mempunyai distribusi normal. Hal ini dapat diketahui dengan melihat nilai Kolmogorov-Smirnov 0,806 dengan tingkat signifikasi sebesar 0,535. Jika signifikansi nilai Kolmogorov-Smirnov 0,05, maka dapat dinyatakan bahwa data mempunyai distribusi normal. Hal ini juga didukung dengan grafik Normal Probability Plot. Grafik uji normalitas dapat dilihat pada gambar 4.14 berikut ini. UNIVERSITAS SUMATRA UTARA 4.17.2. Pengujian heteroskkedastistas Pengujian asumsi heteroskedastitas menyimpulkan bahwa model regresi tidak terjadi heteroskedastisitas. Dengan kata lain terjadi kesamaan varian dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan lainnya. Kesimpulan ini diperoleh dengan melihat penyebaran titik-titik yang menyebar secara acak, tidak membentuk sebuah pola tertentu yang jelas, serta tersebar baik diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y. Hasil pengujian heteroskedastisitas dapat dilihat pada gambar 4.15 berikut ini. Gambar 4.14. Pengujian normalitas Gambar 4.15. Uji Heteroskedastisistas UNIVERSITAS SUMATRA UTARA 4.1.7.3. Uji multikolinieritas Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi yang terbentuk ada korelasi yang tinggi atau sempurna di antara variabel bebas atau tidak. Jika dalam model regresi yang terbentuk terdapat korelasi yang tinggi atau sempurna di antara variabel bebas maka model regresi tersebut dinyatakan mengandung gejala multikolinier. Pengujian multikolinearitas dapat dilakukan dengan melakukan korelasi antara variabel bebas independent variable. Jika nilai koefisien determinasi R 2 lebih besar dari nilai koefisien korelasi parsial semua variabel bebasnya maka model tersebut tidak mengandung multikoliner Suliyanto, 2011. Disamping dengan melakukan uji korelasi tersebut, pengujian ini juga dapat dilakukan dengan melihat nilai VIF Variance Inflation Factor dari model penelitian, jika nilai VIF tidak lebih dari 10 Suliyanto, 2011, maka model dinyatakan tidak terdapat gejala multikolinier. Table 4.5. Uji Multikolinieritas Model Collinearity Statistics Toleransi VIF Constant X1 X2 X3 0.449 0.356 0.447 2.229 2.810 2.235 Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer 2013 lampiran 7 Dengan melihat tabel 4.6. bahwa nilai koefisien determinasi R 2 secara keseluruhan sebesar 0,583 lebih besar dari koefisien korelasi parsial disparitas pembangunan fisik, ekonomi dan sosial yang masing-masing sebesar 0.181, 0.254 dan 0.350, maka pada model regresi yang terbentuk tidak terjadi gejala multikolinier. Pada tabel. 4.5 terlihat bahwa nilai TOL Tolerance variabel disparitas pembangunan fisik X 1 , ekonomi X 2 dan sosial X 3 masing-masing UNIVERSITAS SUMATRA UTARA sebesar 0,449, 0,356, 0,447, sedangkan nilai VIF Variance Infloating Factor variable disparitas pembangunan fisik X 1 , ekonomi X 2 dan sosial X 3 masing- masing sebesar 2,229 , 2,810 dan 2,235. Dengan melihat nilai VIF 10, maka pada model regresi yang terbentuk tidak terjadi gejala multikolinier.

4.1.8 Pengujian Hipotesis