oleh daerah-daerah yang kondisi pembangunan sudah lebih baik. Sedangkan daerah-daerah yang masih sangat terbelakang tidak mampu memanfaatkan
peluang ini karena keterbatasan prasaran dan sarana serta rendahnya kualitas sumber daya manusia. Hambatan ini tidak saja disebabkan oleh faktor ekonomi,
tetapi juga oleh faktor sosial-budaya sehingga akibatnya ketimpangan pembangunan antarwilayah cenderung meningkat karena pertumbuhan ekonomi
cenderung lebih cepat di daerah dengan kondisinya lebih baik, sedang daerah yang terbelakang tidak banyak mengalami kemajuan Sjafrizal, 2012.
Disparitas pada kenyataannya tidak dapat di hilangkan dalam pembangunan suatu daerah. Adanya disparitas, akan memberikan dorongan
kepada daerah yang terbelakang untuk dapat berusaha meningkatkan kualitas hidupnya agar tidak jauh tertinggal dengan daerah sekitarnya. Selain itu daerah-
daerah tersebut akan bersaing guna meningkatkan kualitas hidupnya, sehingga ketimpangan dalam hal ini memberikan dampak positif. Akan tetapi ada pula
dampak negatif yang ditimbulkan dengan semakin tingginya disparitas ketimpangan antar wilayah. Dampak negatif tersebut berupa inefisiensi
ekonomi, melemahkan stabilitas sosial dan solidaritas, serta ketimpangan yang tinggi pada umumnya di pandang tidak adil Todaro dan Smith, 2006.
2.4 Ukuran Disparitas Pembangunan Antarwilayah
Syafrizal 2012 mengemukakan bahwa penetapan ukuran disparitas sangat penting, karena dalam melihat disparitas pembangunan antarwilayah di
suatu negara atau suatu daerah bukanlah hal yang mudah karena dapat menimbulkan silang pendapat yang berkepanjangan, di mana satu pihak
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
berpendapat bahwa disparitas suatu daerah cukup tinggi dilihat dari banyaknya kelompok miskin di daerah yang bersangkutan, namun di pihak lain, ada pendapat
bahwa ketimpangan suatu daerah cukup tinggi dilihat dari segelintir kelompok kaya yang berada ditengahtengah masyarakat yang mayoritas masih miskin.
Ada beberapa ukuran disparitas ketimpangan pembangunan, yakni :
a. Indeks Williamson
Williamson Indeks lazim digunakan dalam pengukuran ketimpangan pembangunan antarwilayah. Williamson indeks menggunkan Produk Domestik
Regional Bruto PDRB perkapita sebagai ketimpangan regional regional inequality sebagai data dasar. Alasannya jelas karena yang diperbandingkan
adalah tingkat pembangunan antarwilayah dan bukan tingkat distribusi pendapatan antarkelompok masyarakat Sjafrizal, 2012:
�
�
=
� ∑
� �=1
��−�
2�� �
�
0V
w
1 2.1
Dimana : Yi = PDRB per kapita kabupatenkota i
Y = PDRB per kapita rata-rata seluruh kabupatenkota di kepulauan Nias fi = Jumlah penduduk kabupatenkota i
n = Jumlah penduduk seluruh kabupatenkota di kepulauan Nias. Indeks Williamson bernilai antara 0 - 1, dimana semakin mendekati nol artinya
pembangunan wilayah tersebut semakin tidak timpang. Sedangkan bila mendekati satu maka semakin timpang wilayah.
b. Indeks Theil
Indeks lainnya yang juga lazim digunakan dalam mengukur ketimpangan pembangunan antarwilayah adalah Theil indeks sebagaimana digunakan oleh
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Akita dan Alisyahbana 2002. Sedangkan data yang diperlukan untuk mengukur indeks ini adalah sama dengan yang diperlukan untuk menghitung Williamson
Indeks yaitu PDRB perkapita dan jumlah penduduk untuk setiap wilayah. Namun demikian, penggunaan Theil Indeks sebagai ukuran ketimpangan ekonomi
antarwilayah mempunyai kelebihan tertentu. �
�
= ∑
� �=0
∑
� �=0
��
��
� � � log���
��
� ⁄ � ��
��
� ⁄ �
� �
2.2
Di mana; y
ij
= PDRB per kapita kabupaten I di provinsi j Y = Jumlah PDRB perkapita seluruh provinsi j
n = Jumlah kapbupaten i di provinsi j N = Jumlah penduduk seluruh daerah.
c. Kesenjangan Berdasarkan Konsep PDRB Perkapita relative