70
Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Profesional Kompetensi G
8. Pendekatan dalam Mengapresiasi Sastra Drama
Berdasarkan teori-teori
yang dijelaskan
sebelumnya untuk
mengapresiasi sastra drama, ada beberapa pendapat yang dapat dilakukan untuk mengapresiasi sastra drama. Menurut Hamidy
1984:15 pendekatan tersebut dapat dilakukan dalam segi: a. Pendekatan dari segi fungsi. Hal ini biasanya dihubungkan dengan
peranan yang dapat dimainkan oleh drama dalam masyarakat. b. Pendekatan derajat peristiwa. Pembahasan ini berhubungan
dengan alur, yaitu dalam bentuk bagaimana derajat peristiwa seperti eksposisi, komplikasi, krisis, sampai kepada penyelesaian.
c. Pendekatan terhadap tema. Dalam hal ini kita dihadapkan kepada perbandingan tiap-tiap kesatuan peristiwa sehingga sampai kepada
suatu logika kesimpulan bagaimana citra atau ide yang hendak disampaikan.
d. Pendekatan terhadap drama yang berkaitan dengan segi aliran karya sastra, misalnya realisme, naturalisme, dan ekspresionisme.
e. Pendekatan dari sudut gaya. Pembahasan ini menyangkut bagaimana perkembangan sistematika bangun drama itu dengan
kaitannya terhadap pantulan gaya yang hendak diperlihatkan kepada pembaca.
Lima pendekatan di atas sebenarnya merupakan satu alternatif saja dari cara lain atau pendekatan lain yang mungkin dapat dilakukan dalam
mengapresiasi sastra drama. Persoalan penting yang seharusnya dipahami adalah bagaimana agar kedudukan drama sebagai apresiasi
sastra seimbang dengan pembicaraan atau apresiasi sastra lainnya. Harapan ini muncul agar drama sebagai karya sastra tidak terlepas dari
bahasa sastra Indonesia.
9. Tingkat-tingkat Apresiasi Sastra Drama
Tingkat apresiasi dalam pengertian ini dilihat dari daya tanggap, pemahaman, pengkhayalan, dan keterampilan. Dengan demikian
menyangkut pula pengertian tingkat kesiapan dalam menanggapi, memahami, menghayati, dan keterampilan dalam tingkat apresiasi
Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Profesional Kompetensi G 71
sastra. Menurut Mio 1991:19 tingkat-tingkat apresiasi sastra drama, khususnya pembacaan drama dan prosa dapat dibagi atas empat, yaitu:
a. Pembaca yang telah dapat merasakan karya sastra itu sesuatu yang hidup, dengan pelaku-pelakunya yang mengagumkan. Mereka
telah dapat terbawa dalam cerita atau drama yang sedang dibacanya, yang sering diiringi oleh ketawa, menangis, membenci
seorang pelaku, dan sebagainya. b. Pembaca yang telah dapat melihat dalamnya perasaan atau jika
mereka telah dapat mengungkapkan rahasia kepribadian para pelaku satu drama berarti selangkah lebih maju dari pembaca di
atas. Pada tingkat ini pembaca drama tidak saja menikmati kejadian-kejadian dalam drama secara badaniah, tetapi lebih
banyak pada apa yang terjadi dalam pikiran pelaku. c. Pembaca drama yang telah dapat membandingkan satu drama
dengan yang lain dan dapat memberikan pendapatnya mengenai satu karya, juga telah dapat membaca karya yang lebih sukar
dengan kenikmatan. d. Pembaca yang telah dapat melihat keindahan susunan dialog,
setting simbolis, pemakaian kata-kata yang berirana yang disajikan oleh sastrawan, telah mampu memberi respons pada daya sastra
yang merangsang mereka berpikir dan memberi respons pada seni yang disajikan sastrawan.
10. Persiapan Apresiator Drama
Kegiatan mengapresiasi drama akan berlangsung optimal kalau apresiator
mempunyai bekal
yang memadai
untuk melakukannya. Semakin lengkap dan maksimal bekalnya, akan
semakin baik kegiatan apresiasi yang dilakukannya. Bekal yang dimaksud
adalah: 1
bekal pengetahuan,
2 bekal
pengalaman, dan 3 bekal kesiapan diri. Menurut Efendi 2002: 7, mengatakan bahwa seorang
apresiator yang memiliki bekal pengetahuan yang luas dan mendalam akan mampu mengapresiasi sebuah karya drama
72
Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Profesional Kompetensi G
secara mendalam. Sebaliknya, seorang apresiator yang memiliki bekal pengetahuan yang sempit dan terbatas tentu
hanya akan mampu mengapresiasi sebuah karya drama secara dangkal pula. Bekal pengetahuan tersebut meliputi: 1
pengetahuan tentang drama, 2 pengetahuan tentang manusia, 3 pengetahuan tentang kehidupan, dan 4 pengetahuan
tentang bahasa. Seorang apresiator drama idealnya, memiliki pengetahuan yang
memadai tentang drama, misalnya pengertian drama, unsur- unsur
pembentuk drama,
jenis-Jenis drama,
sejarah perkembangan
drama, dan
pementasan drama
teater. Pengetahuan tentang pengertian drama akan memberikan
wawasan kepada apresiator bahwa drama berbeda dengan fiksi cerita. Dengan demikian, ia pun akan memperlakukan karya
drama berbeda dengan karya fiksi. Seorang apresiator juga dituntut untuk memiliki bekal kesiapan
diri yang baik pula. Kesiapan diri sang apresiator itu meliputi kesiapan fisik dan kejiwaan. Kesiapan fisik meliputi kesehatan
dan kebugaran sang apresiator. Sebab dalam keadaan sakit atau lelah seorang apresiator tidak akan mampu mengerahkan
seluruh kemampuannya dengan baik. Dengan demikian sang apresiator tidak akan mampu menghadapi karya yang dibacanya
secara optimal. Tidak hanya kesiapan fisik dan jiwa, tetapi bekal kesiapan akal
pikiran sangat penting, karena hanya dengan kesipan akal pikiran yang prima itulah sang apresiator mampu memikirkan
segala yang ditemukannya dalam drama secara kritis dan objektif. Hal itulah yang akan membawa sang apresiator pada
tingkat pemahaman drama yang mendalam dan utuh.