1 kasus memperoleh pengobatan tunggal dengan fluconazole injeksi dan 1 kasus memperoleh pengobatan tunggal dengan fluconazole tablet.
Pada tahun 2013 sampai Juni 2014, terjadi peningkatan angka kejadian kandidiasis. Angka kejadian kandidiasis pada tahun 2013 adalah 3
kasus dari 16 kasus, dimana ketiga kasus tersebut terdiagnosa kandidiasis oral, 1 kasus memperoleh pengobatan kombinasi suspensi oral nystatin dan
fluconazole tablet, dan 2 kasus memperoleh pengobatan tunggal dengan fluconazole. Angka kejadian kandidiasis meningkat pada Januari 2014-Juni
2014 menjadi 4 kasus dari 16 kasus, dimana keempat kasus tersebut terdiagnosa kandidiasis oral, 3 kasus memperoleh pengobatan tunggal dengan
fluconazole tablet dan 1 kasus tidak memperoleh pengobatan antijamur.
B. Pola Pengobatan Pasien
Pola pengobatan pasien adalah adalah gambaran pengobatan yang diterima oleh pasien selama menjalani rawat inap di Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta.Pola pengobatan pasien meliputi kelas terapi obat, golongan obat jenis obat dan rute pemberian obat.
1. Kelas Terapi Obat
Gambaran distribusi penggunaan obat pada pasien berdasarkan kelas terapi menurut MIMS Indonesia 20132014 disajikan dalam tabel di bawah
ini. Penggunaan obat terbanyak ada pada kelas terapi antiinfeksi, obat yang bekerja pada sistem gastrointestinal, analgesik dan antipiretik.
Tabel XIII. Pola Pengobatan Pasien Berdasarkan Kelas Terapi Obat Kelas Terapi Obat
Jumlah Kasus n = 16
Persentase
Antiinfeksi 16
100 Sistem gastrointestinal dan hepatobilier
13 81,2
Sistem saraf pusat 12
75 Vitamin dan mineral
6 37,5
Lain-lain Sistem pernafasan
6 37,5
Alergi dan sistem imun 2
12,5 Kulit
1 6,2
2. Jenis dan Golongan Obat
a. Antiinfeksi
Pada pasien HIV dengan kandidiasis yang menjalani rawat inap, antiinfeksi merupakan pengobatan yang paling banyak diterima diantara
kelas terapi yang lain. Hal ini sesuai dengan pengobatan yang seharusnya diterima oleh pasien HIV dengan kandidiasis dimana antiinfeksi berperan
dalam membatasi infeksi HIV lebih jauh, mengatasi atau mencegah infeksi bakteri yang mungkin muncul, serta mengatasi kandidiasis
sebagai infeksi oportunistik infeksi HIV Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011.
Antiinfeksi yang digunakan meliputi sefalosporin, makrolida, kuinolon, sulfonamida, antibiotika golongan lain, antivirus, antijamur,
obat anti tuberkulosis, dan antimalaria. Antiinfeksi selain antibiotika golongan lain, antivirus dan antijamur digunakan untuk mengatasi infeksi
oportunistik selain kandidiasis yang diderita oleh pasien. Pada penelitian ini, pemberian antibiotika sefalosporin ditujukan kepadapasien suspek
bronkitis, antibiotika makrolida digunakan untuk mengatasi influenza
oleh karena H. influenzae Hauser, 2013, antibiotika kuinolon ditujukan kepada pasien yang menderita penyakit paru kronik, suspek sinusitis, dan
infeksi saluran kemih, pemberian antibiotika sulfonamida dan antimalaria ditujukan kepada pasien yang menderita toksoplasma dan obat anti
tuberkulosis digunakan untuk mengatasi infeksi tuberkulosis yang diderita pasien.
Antibiotika golongan lain yang paling banyak digunakan adalah kotrimoksasol, karena antibiotika ini merupakan terapi profilaksis yang
penting pada pasien HIV Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011. Pada pasien HIV remaja dan dewasa,
terapi profilaksis kotrimoksasol terbukti efektif dalam mengurangi mortalitas dan morbiditas, tidak hanya pada pasien dengan HIV stadium
1 dan 2, tetapi juga pada pasien dengan HIV stadium 3 dan 4, dengan atau tanpa infeksi tuberkulosis Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan, 2011. Antiretroviral merupakan obat yang penting pada pasien HIV
karena dapat meningkatkan kesehatan pasien dan tingkat bertahan hidup, menyelamatkan hidup pasien, meningkatkan sistem imun, mengurangi
resiko komplikasi HIV, dan mengurangi resiko transmisi HIV US.Department of Health and Human Service, 2014. Antiretroviral
yang digunakan adalah antiretroviral golongan NNRTI dan NRTI. Antiretroviral golongan NNRTI dan NRTI merupakan terapi lini pertama
bagi pasien HIV, dimana kombinasi yang dianjurkan adalah 1 NNRTI
dan 2 NRTI WHO, 2013. Penggunaan kombinasi ini dianjurkan karena dapat mengurangi efek toksik dan efek samping yang parah dari
antiretroviral, serta memiliki respon virologikal yang baik WHO, 2013. Antijamur yang digunakan adalah flukonazol dan nystatin.
Flukonazol merupakan standart terapi untuk kandidiasis orofaringeal dan di antara golongan azole yang lain flukonazol memiliki penetrasi yang
lebih baik ke dalam tubuh Pappas, et.al., 2009. Nystatin merupakan antifungi
yang dapat digunakan untuk mengatasi kandidiasis oralDirektur
Jenderal Pengendalian
Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan, 2011. Gambaran penggunaan antiinfeksi disajikan dalam
tabel dibawah ini:
Tabel XIV. Penggunaan antiinfeksi pada pasien HIV dengan kandidiasis di Instalansi Rawat Inap RS Panti Rapih Yogyakarta
periode Januari 2010-Juni 2014 Golongan
obat Jenis Obat
Jumlah Kasus n = 16
Persentase
Sefalosporin Cefixime
5 31,2
Cefotaxime 2
12,5 Makrolida
Azithromycin 2
12,5 Kuinolon
Levofloxacin 6
37,5 Sulfonamida
Sulfadiazin 1
6,2 Antibiotika
golongan lain Kotrimoksasol
9 56,2
Fosfomycin 1
6,2 Metronidazole
1 6,2
Antivirus Kombinasi NRTI dan NNRTI
13 81,2
Antijamur Flukonazol
13 81,2
Kombinasi flukonazol dan nystatin 1
6,2 Obat anti
tuberculosis Kombinasi rifampisin, isoniazid,
pirazinamid, dan etambutol 4
25 Isoniazid
2 12,5
Kombinasi isoniazid dan vitamin B6 1
6,2 Antimalaria
Pyrimethamine 3
18,7
b. Sistem gastrointestinal dan hepatobilier
Obat yang bekerja pada sistem gastrointestinal dan hepatobilier yang diberikan pada pasien meliputi antasida, obat antirefluks, dan
antiulserasi, regulator gastrointestinal, antiflatulen, dan antiinflamasi, serta antiemetika. Pada penelitian ini, sebagian besar obat-obat tersebut
diberikan untuk mencegah gejala intoleransi gastrointestinal yang disebabkan oleh ARV.
Antasida, obat antirefluks, dan antiulserasi yang digunakan adalah pantoprazole, Plantacid®, omeprazole dan lanzoprazole.
Pantoprazole, omeprazole, dan lansoplazole adalah proton pump imhibitor
PPI yang dapat menghambat produksi asam dalam lambung Chubineh dan Birk, 2012.PPI dan Plantacid® yang mengandung
antasida digunakan untuk mengatasi tukak lambung dan mengurangi gejala kelebihan asam lambung.
Regulator gastrointestinal, antiflatulen, dan antiinflamasi yang digunakan adalah metoklopramid dan domperidone. Metoklopramid
digunakan untuk antimual. Metoklopramid juga dapat merangsang pengosongan lambung Nugroho, 2012. Pemberian domperidone juga
ditujukan untuk merangasang pengosongan lambung sehingga dapat digunakan sebagai obat antimuntah.
Antiemetika yang digunakan adalah ondansetron. Ondansetron digunakan sebagai obat antimuntah Nugroho, 2012. Gambaran
penggunaan obat yang bekerja pada sistem gastrointestinal dan hepatobilier disajikan dalam tabel dibawah ini:
Tabel XV. Penggunaan obat yang bekerja pada sistem gastrointestinal dan hepatobilier pada pasien HIV dengan kandidiasis di Instalansi Rawat Inap
RS Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2010-Juni 2014 Golongan Obat
Jenis Obat Jumlah
Kasus n = 16
Persentase
Antasida, obat antirefluks, dan
antiulserasi Plantacid®
3 18,7
Omeprazole 1
6,2 Lansoplazole
1 6,2
Pantoprazole 4
25 Regulator
gastrointestinal, antiflatulen, dan
antiinflamasi Metoklopramida
4 25
Domperidone 6
37,5 Antiemetika
Ondansetron 6
37,5
c.
Sistem Saraf Pusat
Obat yang bekerja pada sistem saraf pusat yang diberikan kepada pasien meliputi ansiolitik, antidepresan, antipsikotik, obat
antivertigo, analgesik non opiat dan antipiretik, serta obat anti inflamasi non steroid. Pada penelitian ini, obat-obat tersebut sebagian besar
diberikan untuk mencegah gejala sistem saraf pusat yang disebabkan oleh ARV.
Ansiolitik yang digunakan adalah diazepam dan alprazolam. Kelompok ansiolitik diberikan kepada pasien untuk mengurangi
kecemasan dan agresivitas yang dialami pasien selama menjalani rawat inap. Antidepresan yang digunakan adalah sertalin. Sertalin digunakan
sebagai penanganan depresi menengah Nugroho, 2012. Antipsikotik yang digunakan adalah chlorpromazine dimana chlorpromazine ini
diresepkan membantu mengontrol mual dan muntah, dan mengontrol gangguan perilaku sebagai gejala psikosis.
Antivertigo yang digunakan adalah betahistine mestylate dimana obat ini diresepkan untuk meringankan serta mengatasi gejala vertigo
yang dialami pasien seperti pusing, limbung, mual, dan muntah. Analgesik non opiat dan antipiretik yang digunakan adalah
paracetamol. Paracetamol memiliki aktivitas antiinflamasi yang lemah, tetapi menunjukkan efek antipiretik dan analgesik Nugroho, 2012.Obat
antiinflamasi non steroid yang digunakan adalah metamizole dimana obat ini diresepkan untuk mengurangi atau mengatasi rasa nyeri sedang
sampai berat, dan sakit kepala karena faktor psikis. Gambaran penggunaan obat yang bekerja pada sistem syaraf pusat disajikan dalam
tabel dibawah ini:
Tabel XVI. Penggunaan obat yang bekerja pada sistem syaraf pusat pada pasien HIV dengan kandidiasis di Instalansi Rawat Inap RS Panti Rapih
Yogyakarta periode Januari 2010-Juni 2014 Golongan Obat
Jenis Obat Jumlah Kasus
n = 16 Persentase
Ansiolitik Diazepam
1 6,2
Alprazolam 5
31,2 Antidepresan
Sertaline 1
6,2 Antipsikotik
Chlorpromazine 1
6,2 Antivertigo
Betahistine mestylate
1 6,2
Analgesik non opiat dan antipiretik
Paracetamol 9
56,2 Obat anti inflamasi nonsteroid
Metamizole 4
25
d. Vitamin dan mineral
Vitamin dan mineral yang diberikan kepada pasien meliputi vitamin danmineral serta vitamin B kompleks. Vitamin danmineral
yang digunakan adalah Lysmin® dan vitamin B kompleks yang digunakan adalah Grahabion®. Lysmin® diresepkan sebagai suplemen
nutrisi dan vitamin dalam masa penyembuhan sedangkan Grahabion® diresepkan untuk mengatasi defisiensi vitamin BI, B6, dan B12 seperti
polineuritis. Gambaran penggunaan vitamin dan mineral disajikan dalam tabel dibawah ini:
Tabel XVII. Penggunaan obat vitamin dan mineral pada pasien HIV dengan kandidiasis di Instalansi Rawat Inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode
Januari 2010-Juni 2014 Golongan Obat
Jenis Obat Jumlah Kasus
n = 16 Persentase
Vitamin danmineral
Lysmin® 4
25 Vitamin B
kompleks Grahabion®
2 12,5
e. Lain-lain
Kelas terapi obat yang termasuk ke dalam kategori ini adalah kelas terapi sistem pernafasan, alergi dan sistem imun, serta kulit.
Gambaran penggunaan ketiga kelas terapi obat tersebut disajikan dalam tabel berikut:
Tabel XVIII.Penggunaan obat lain-lain pada pasien HIV dengan kandidiasis di Instalansi Rawat Inap RS Panti Rapih Yogyakarta
periode Januari 2010-Juni 2014 Golongan Obat
Jenis Obat Jumlah Kasus
n = 16 Persentase
Obat batuk dan pilek
Tremenza® 2
12,5 Silex®
5 31,2
Ambroksol HCl 1
6,2 Antihistamin dan
antialergi Cetirizine HCl
1 6,2
Antijamur dan antiparasit topikal
Scabimite® 1
6,2
3. Rute Pemberian Obat
Gambaran umum penggunaan obat berdasarkan rute pemberian obat disajikan dalam tabel di bawah ini. Seluruh kasus yang ditemukan pada
penelitian ini memperoleh obat dengan rute pemberian enteral dan parenteral, dan 1 kasus memperoleh obat topikal.Obat yang diberikan secara enteral pada
umumnya merupakan obat antivirus yang dan antifungi yang digunakan untuk mengatasi HIV dan kandidiasis dimana obat tersebut diberikan secara per
oral. Obat yang diberikan secara parenteral pada umumnya adalah obat antiemetika ondansetron untuk mengatasi mual muntah dan infus Asering®
untuk mengganti cairan yang hilang secara akut. Obat parenteral digunakan pada pasien yang membutuhkan efek cepat, dan obat intravena diberikan
kepada pasien untuk memenuhi kebutuhan cairan pasien. Obat yang diberikan secara topikal adalah obat kulit.
Tabel XIX. Penggunaan obat berdasarkan rute pemberian pada pasien HIV dengan kandidiasis di Instalasi Rawat Inap RS Panti Rapih Yogyakarta
periode Januari 2010-Juni 2014 Rute Pemberian
Jumlah Kasus n = 16 Persentase
Enteral 16
100 Parenteral
Topikal 16
1 100
6,2
C. Evaluasi Drug Related Problems DRPs