berhasil  beradaptasi  dengan  lingkungan  sel  inang,  candida  akan  menyebar  di dalam  tubuh  inang  ketika  terjadi  defisiensi  sistem  imun.  Candida  yang  telah
berkolonisasi  dan  menyebar  juga  akan  menghancurkan  sistem  imun  dan menyebar  ke  organ  lain  melalui  berbagai  macam  mekanisme  Khan,  et
al .,2010
.
Gambar 3. Proses infeksi Candida albicans Gow, Veerdonk, Brown, dan Netea, 2012
B. Penatalaksanaan Terapi
1. Tujuan Terapi
Tujuan  terapi  infeksi  HIVdengan  kandidiasis  adalah  mengurangi  laju penularan di masyarakat, memulihkan danatau memelihara fungsi imunologis
stabilitas  peningkatan  sel  CD4,  menurunkan  komplikasi  akibat  HIV, menekan  replikasi  virus  secara  maksimal  dan  secara  terus  menerus,
menurunkan  angka  kesakitan  dan  kematian  yang  berhubungan  dengan  HIV,
dan mengeliminasi tanda klinik dan gejala dari kandidiasis Dipiro,et al., 2011, Direktorat  Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik  dan Ditjen  Bina Kefarmasian
Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2006. Walaupun pasien tidak mengalami  gejala,  penting  untuk  memberikan  terapi  awal  antijamur  untuk
mencegah  progresi  dan  perparahan  penyakit  sehingga  kualitas  hidup  pasien dengan immunocompromised dapat ditingkatkan Dipiro,et al., 2011.
2. Strategi Terapi Farmakologi
a. Terapi profilaksis
Pemberian  terapi  profilaksisditujukan  sebagai  pencegahan  infeksi oportunistik,  mengkaji  kepatuhan  pasien  minum  obat  dan  mengeliminasi
kemungkinan efek samping tumpang tindih antara kotrimoksasol dan ARV. Terdapat  2  macam  terapi  profilaksis  yaitu  terapi  profilaksis  primer  untuk
mencegah  suatu  infeksi  yang  belum  pernah  diderita  danterapi  profilaksis sekunder  untuk  mencegah  berulangnya  suatu  infeksi  yang  pernah  diderita
sebelumnya  Direktur  Jenderal  Pengendalian  Penyakit  dan  Penyehatan Lingkungan, 2011.
Pemberian  kotrimoksasol  untuk  mencegah  PCP  dan  toksoplasma dianjurkan untuk pasien yang bergejala stadium klinis 2, 3 dan 4 termasuk
perempuan  hamil,  dan  pasien  dengan  jumlah  CD4  di  bawah  200  selmm
3
. Pasien yang akan memulai terapi ARV dengan CD4 di bawah 200 selmm
3
dianjurkan  untuk  mendapatkan  kotrimoksasol  2  minggu  sebelum  ARV, kotrimoksasol untuk pencegahan sekunder diberikan setelah terapi PCP atau
toksoplasma  selesai  dan  diberikan  selama  1  tahun  Direktur  Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011.
Tabel VI.Pemberian kotrimoksasol sebagai profilaksis primer Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011
Indikasi Saat penghentian
Dosis Pemantauan
Semua pasien diberikan
kotrimoksasol setelah dinyatakan
positif HIV 2 tahun setelah
penggunaan kotrimoksasol jika
mendapatkan ARV
960 mghari dosis tunggal
Efek Samping Obat: hipersensitivitas
seperti demam, ruam kemerahan pada
kulit, sindrom Steven Johnson
, tanda penekanan
sumsum tulang seperti anemia,
trombositopenia, lekopenia, dan
pansitopenia. Kotrimoksasol
diberikan pada pasien dengan
jumlah sel CD4 200 selmm3
Bila sel CD4 naik 200 selmm3 pada
2 kali pemeriksaan dengan interval 6
bulan berturut-turut jika mendapatkan
ARV
b. Terapi antiretrovirus
Golongan obat-obat HIV dibagi menjadi 6 berdasarkan mekanisme kerjanya  antara  lain  entry  inhibitors  EI;  integrase  inhibitors  INSTI;
nucleoside reverse transcriptase inhibitors NRTI; non- nucleoside reverse
transcriptase  inhibitors NNRTI;  nucleotide  reverse  transcriptase
inhibitors NtRTI;
dan protease
inhibitors PI  America’s
Biopharmaceutical Research Companies, 2014. Bagi  terapi  awal  pasien  dengan  infeksi  HIV,  regimen  yang
direkomendasikan  adalah  2  obat  ARV  golongan  NRTI  dan  1  obat  ARV golongan  NNRTI,  golongan  PI,  atau  golongan  INSTI  US.  Department  of
Health and Human Service, 2014.
Rekomendasi terapi lini pertama yang dianjurkan oleh WHO adalah regimen  obat  yang  terdiri  atas  tenofoir,  lamivudine  atau  emtricitabine,  dan
efavirenz.  Jika  regimen  lini  pertama  tersebut  tidak  tersedia  atau  pasien mengalami  kontraindikasi,  maka regimen alternatif  yang direkomendasikan
adalah  zidovudine,  lamivudine  dan  efavirenz;  zidovudine,  lamivudine  dan nevirapine;  tenofoir,  lamivudine  atau  emtricitabine,  dan  nevirapine  WHO,
2013.  Di  Indonesia,  terapi  lini  pertama  yang  dianjurkan  juga  meliputi  2 NRTI ditambah dengan 1 NNRTI.
Tabel VII.Regimen lini pertama ART Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011
Regimen ART Keterangan
AZT + 3TC + NVP Zidovudine + Lamivudine + Nevirapine
AZT + 3TC + EFV Zidovudine + Lamivudine + Efavirenz
TDF + 3TC atau FTC + NVP Tenofovir  +  Lamivudine  atau  Emtricitabine
+ Nevirapine TDF + 3TC atau FTC + EFV
Tenofovir  +  Lamivudine  atau  Emtricitabine + Efavirenz
Tabel VIII.Regimen lini pertama pada pasien yang belum pernah mendapat ART Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan, 2011
Populasi Target Rekomendasi pilihan
Catatan
Dewasa dan anak AZT atau TDF + 3TC atau
FTC + EFV atau NVP Sesuai untuk sebagian besar pasien, gunakan
FDC jika tersedia Perempuan hamil
AZT + 3TC + EFV + atau NVP
EFV tidak boleh digunakan pada trimester pertama, TDF dapat digunakan sebagai
pilihan terapi Ko-infeksi HIVTB  AZT atau TDF + 3TC
FTC + EFV Terapi ARV dimulai setelah terapi TB dapat
ditoleransi 2-8 minggu, gunakan NVP atau triple
NRTI jika EFV tidak dapat digunakan Ko-infeksi
HIVHepatitis B kronik aktif
TDF + 3TC FTC + EFV atau NVP
Monitoring HBsAg jika TDF digunakan sebagai lini pertama, gunakan 2 ARV yang
memiliki aktivitas anti hepatitis B
Keterangan tabel AZT  : Zidovudine
TDF  : Tenofoir 3TC  : Lamivudine
FTC  : Emtricitabine EFV  : Efavirenz
NVP  : Nevirapine FDC
:Fix Dose Combination Triple
NRTI :Regimen antiretrovirus yang
terdiri dari zidovudine, lamivudine dan tenofoir
HBsAg : Antigen permukaan virus
hepatitis
Obat ARV golongan PI tidak dianjurkan untuk terapi lini pertama. Penggunaan PI pada lini pertama hanya bila pasien benar-benar mengalami
intoleransi  terhadap  golongan  NNRTI  yaitu  efavirenz  atau  nevirapine Direktur  Jenderal  Pengendalian  Penyakit  dan  Penyehatan  Lingkungan,
2011. Penggunaan ARV golongan PI dapat diperkuat oleh ritonavir, seperti lopinavir,  saquinavir  atau  indinavir.  Golongan  PI  yang  diperkuat  dengan
ritonavir  lebih  kuat  daripada  nelfinavir  saja  Direktorat  Bina  Farmasi Komunitas  Dan  Klinik  dan  Ditjen  Bina  Kefarmasian  Dan  Alat  Kesehatan
Departemen Kesehatan RI, 2006. c.
Terapi antijamur Terapi  antijamur  untuk  kandidiasis  yang  dianjurkan  pada  pasien
HIV  adalah  terapi  oral  dengan  catatan  antifungal  golongan  azole  tidak direkomendasikan  kepada  pasien  hamil.  Jika  pasien  tidak  dapat  menerima
terapi  oral,  maka  terapi  topikal  dapat  menjadi  alternatif  dimana  terapi  ini aman  digunakan  selama  kehamilan  dan  efektif  untuk  infeksi  jamur  dengan
tingkat  keaparahan  ringan  sampai  sedangUS.Department  of  Health  and Human Service, 2014.
Tabel IX.Pilihan Terapi Kandidiasis pada Pasien HIV US.Department of Health and Human Service, 2014.
Terapi oral Terapi topikal
Terapi oral alternatif
Terapi topikal
alternative Lama
terapi
Kandidiasis Orofaringeal
Flukonazol 100 mghari
Klotrimazol troches 10 mg 5xhari
Mikonazol 50 mghari
Itrakonazol 200 mg perhari
Posakonazol 400 mg, 2xhari untuk hari
pertama, lalu lanjutkan 400 mghari
Suspesi oral nystatin 4-6
ml, 4xhari 7-14 hari
Tabel X. Lanjutan
Kandidiasis Esofageal
Flukonazol 100 mg, 4xhari
Solutio itrakonazol 200 mg 4xhari
- Vorikonazol 200 mg
Posakonazol 400 mg, 2xhari
Jika terapi oral tidak dapat diberikan,
berikan terapi IV dengan echinocandin
atau amfoterisin -
14-21 hari
Kandidiasis Orofaringeal  Esofageal yang parah
Posakonazol 400 mg, 2xhari
Solutio itrakonazol ≥ 200 mg, 4xhari
Echinocandin 50 mg 4xhari
Mikafungin 150 mg 4xhari
Anidulafungin 100 mg untuk dosis
pertama, lalu lanjutkan 50 mg
4xhari -
- -
Kandidiasis Vulvovaginal
Flukonazol 150 mghari
Butokonazol Kotrimazol
Mikonazol Nystatin
Terkonazol Tiokonazol
Solutio itrakonazol 200 mg 4xrhari
- 3-7 hari
Kandidiasis Vulvovaginal yang parah
Flukonazol 100- 200 mg 4xhari
- -
- ≥ 7 hari
Di  Indonesia,  untuk  mengatasi  kandidiasis  oral  pada  pasien  HIV, terapi yang dianjurkan adalah tablet nystatin 100.000 IU dihisap setiap 4 jam
selama 7 hari atau suspensi oral nystatin 3-5 cc dikumur 3 kali sehari selama 7  hari.  Terapi  yang  dianjurkan  untuk  mengatasi  kandidiasis  esophageal
adalah  flukonazol  200  mg  perhari,  itrakonazol  400  mg  perhari,  atau ketokonazol  200  mg  perhari  dan  lama  terapi  yang  dibutuhkan  untuk
mengatasi kandidiasis esophageal pada pasien HIV adalah 14 hari Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011.
C. Drug Related Problems DRPs