8
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA
A. HIVAIDS
1. Definisi dan Stadium
Acquired  ImmunoDeficiency  Syndrome AIDS  merupakan  suatu
kondisi  dimana  seseorang  tidak  dapat  melawan  penyakit  yang  menyerang tubuhnya,  sehingga  tubuh  dapat  terpapar  oleh  lebih  dari  satu  macam  infeksi
atau  bahkan  kanker.  Sindrom  ini  disebabkan  oleh  infeksi  suatu  virus  yang disebut  HIV,  yang  menyerang  sel  darah  putih  tertentu  terutama  sel  CD4  dan
monosit  atau  makrofag.  Sel  CD4  dan  makrofag  memiliki  peran  yang  penting dalam  sistem  imunitas  manusia  sehingga  adanya  kerusakan  sel-sel  tersebut
dapat  membuat  seseorang  mencapai  suatu  kondisi  imunodefisiensi  yang disebut  AIDS.  Virus  ini  juga  menginfeksi  dan  menyebabkan  kerusakan
langsung  pada  tipe  sel  lain  seperti  sel  lining  usus  sehingga  pasien  mengalami penurunan berat badan maupun sel saraf yang menyebabkan pasien mengalami
permasalahan  sistem  saraf.  Pasien  dengan  infeksi  HIV  dapat  dikatakan  tidak menderita  AIDS  jika  bebas  gejala  atau  memiliki  gejala  yang  tidak  termasuk
dalam AIDS dan memiliki jumlah sel CD4 lebih dari 200 selmm
3
Pinsky dan Douglas, 2009.
Berdasarkan  gejala  yang  muncul,  stadium  HIVAIDS  dapat  dibagi menjadi 4, yaitu stadium infeksi HIV primer, stadium 2, stadium 3 dan stadium
4.
Tabel I. Stadium HIVAIDS Berdasarkan Gejala Klinis WHO, 2007
Stadium HIVAIDS Keterangan Gejala HIVAIDS
Stadium 1 Asimtomatik
Pembengkakan kelenjar getah bening yang persisten Stadium 2
Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan 10 berat badan yang terukur
Infeksi saluran pernafasan sinusitis, tonsillitis, otitis media, faringitis
Herpes zoster Angular cheilitis, ulserasi oral
Papular pruritic eruption Infeksi jamur pada kuku
Dermatitis seboroik
Stadium 3 Penurunan berat badan yang parah 10 berat badan yang terukur
Diare kronik yang tidak diketahui penyebabnya selama lebih dari 1 bulan
Demam yang tidak diketahui penyebabnya dan terjadi secara persisten selama lebih dari 1 bulan
Kandidiasis oral yang persisten Oral hairy leukoplakia
Tuberkulosis paru Infeksi bakteri parah pneumonia, empyema, pyomyositis, infeksi
pada tulang atau persendian, meningitis, bakteraemia Acute necrotizing ulcerative stomatitis
, gingivitis atau perionsitis Anemia yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya 8 gdl,
neutropenia 0,5 x 10
9
l, danatau trombositopenia kronik 50 x 10
9
l Stadium 4
Sindrom HIV berupa kelelahan Pneumonia pneumositis, penumonia bakteri yang parah
Infeksi herpes simpleks kronik orolabial, genital, atau anorektal selama lebih dari 1 bulan
Kandidiasis esophageal atau kandidiasis pada trakea, bronki atau paru-paru
Tuberkulosis ekstraparu
Kaposi’s sarcoma Infeksi sitomegalovirus renitis atau infeksi pada organ lain
Toksoplasmosis pada sistem saraf pusat HIV enchepalopathy
Kriptokokis ekstraparu, termasuk meningitis Toksoplasma pada CNS
Infeksi mikobakteri nontuberkulus Multifokal leukoensefalopati yang progresif
Kriptosporidiosis kronik, isosporiasis kronik Mikosis histoplasmosis ekstraparu, kokidiodomikosis
Limfoma HIV simpomatik-nefropati atau kardiomiopati
Septicaemia Karsinoma sekviks invasive
Leishmaniasis
Stadium  klinik  dapat  digunakan  secara  efektif  tanpa  memeriksa jumlah  sel  CD4  atau  pemeriksaan  laboratorium  lain  tetapi  jumah  sel  CD4
sangat  penting  untuk  menentukan  tingkat  imunokompromi  pasien  dan mendukung  pembuatan  keputusan  klinik  terkait  kondisi  pasien  Direktur
Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011.
Tabel II. Tingkat Keparahan Imunodefisiensi Berdasarkan Jumlah Sel CD4 WHO, 2005
Tingkat Keparahan Imunosupresan Jumlah sel CD4
Imunodefisiensi tidak signifikan 500mm
3
Imunodefisiensi ringan 350-499mm
3
Imunodefisiensi sedang 200-349mm
3
Imunodefisiensi parah 200mm
3
Data  jumlah  sel  CD4  pada  pasien  yang  terinfeksi  HIV  dapat digunakan  sebagai  pertimbangan  penetapan  stadium  HIVAIDS.  Bersama
dengan data gejala klinis yang diderita pasien, data jumlah sel CD4 dapat pula digunakan  sebagai  pertimbangan  dalam  memulai  ART  Direktur  Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011.
Tabel III. Kriteria Stadium Klinik dan Jumlah CD4 untuk Memulai ART WHO, 2005
Stadium Klinik ART
4 Pemberian ART
3 Mulai  dipertimbangkan  untuk  pemberian  ART:  jumlah  CD4
dapat digunakan sebagai pedoman urgensi memulai ART 1 atau 2
Hanya jika jumlah CD4200 selmm
3
Di  Indonesia,  saat  memulai  terapi  pada  pasien  dewasa  adalah  pasien dengan  stadium  klinis  3  dan  4  berapapun  jumlah  sel  CD4,  sedangkan  pada
pasien dengan stadium klinis 1 dan 2 saat memulai terapi dilakukan jika jumlah sel CD4 kurang dari 350 selmm
3
Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011.
2. Etiologi dan Faktor Resiko