Ada suatu tindak pidana yang dilakukan oleh pembuat

a. Kemampuan bertanggungjawab; b. Kesalahan dalam arti luas; sengaja danatau kealpaan; c. Tidak ada alasan pemaaf Senada dengan A.Z. Abidin, dalam ruang lingkup asas pertanggungjawaban pidana, Sudarto menegaskan bahwa disamping kemampuan bertanggungjawab, kesalahan Schuld, melawan hukum wederechtelijk sebagai syarat untuk pengenaan pidana, ialah pembahayaan masyarakat oleh pembuat . Dengan demikian, konsepsi pertanggungjawaban pidana, dalam arti dipidananya pembuat, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, yaitu : 39 1. Ada suatu tindak pidana yang harus dilakukan oleh pembuat; 2. Ada unsur kesalahan berupa kesengajaan atau kealpaan; 3. Ada pembuat yang mampu bertanggung jawab; dan 4. Tidak ada alasan pemaaf. Berikut akan dijelaskan lebih lanjut mengenai syarat-syarat pertanggungjawaban pidana dapat dijatuhkan kepada pembuat tindak pidana, yaitu:

1. Ada suatu tindak pidana yang dilakukan oleh pembuat

Melawan hukum adalah suatu sifat tercelanya atau terlarangnya dari suatu perbuatan, yang sifat tercela mana dapat bersumber pada Undang-Undang melawan hukum formilformelle wederrechttelijk dan dapat bersumber pada masyarakat melawan hukum materilmaterieel wederrechttelijk. Karena bersumber pada masyarakat, yang sering juga disebut dengan bertentangan 39 Hamzah Hatrik, 1996, Asas Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Hukum Pidana Indonesia Strict Liability dan Vicarious Liability, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, Hal. 12 Universitas Sumatera Utara dengan asas-asas hukum masyarakat, maka sifat tercela itu tidak tertulis. Sering kali sifat tercela dari suatu perbuatan itu terletak pada kedua-duanya, seperti perbuatan menghilangkan nyawa orang lain pada pembunuhan Pasal 338 KUHP, adalah dilarang baik dalam UU maupun dalam masyarakat. Adalah wajar setiap perbuatan yang tercela menurut masyarakat adalah tercela pula menurut Undang-Undang, walaupun kadangkala ada perbuatan yang tidak tercela menurut masyarakat tetapi tercela menurut Undang-Undang, misalnya perbuatan mengemis Pasal 504 KUHP dan bergelandang Pasal 505 KUHP. Sebaliknya ada perbuatan yang tercela menurut masyarakat tetapi tidak menurut Undang- Undang, contohnya perbuatan bersetubuh suka sama suka antara bujang dan gadis yang saling berpacaran. 40 Dari sudut Undang-Undang, suatu perbuatan tidaklah mempunyai sifat melawan hukum sebelum perbuatan itu diberi sifat terlarang dengan memuatnya sebagai dilarang dalam peraturan perundang-undangan, artinya sifat terlarang itu disebabkan atau bersumber pada dimuatnya dalam peraturan perundang- undangan. 41 Berpegang pada pendirian ini, maka setiap perbuatan yang ditetapkan sebagai yang dilarang dengan mencantumkannya dalam peraturan perundang- undangan menjadi tindak pidana, tanpa melihat apakah unsur melawan hukum itu dicantumkan ataukah tidak dalam rumusan, maka dengan demikian tindak pidana itu sudah mempunyai unsur melawan hukum. Artinya melawan hukum adalah unsur mutlak dari suatu tindak pidana. Dalam putusan Mahkamah Agung 40 Adami Chazawi, Buku I, Op.Cit, hal.86 41 Ibid Universitas Sumatera Utara No. 30 KKr.1969 tanggal 6 Juni 1970 menyatakan bahwa “ dalam setiap tindakan pidana selalu ada unsur sifat melawan hukum dari perbuatan-perbuatan yang dituduhkan, walaupun dalam rumusan delik tidak selalu dicantumkan. 42 Perkataan melawan hukum dalam KUHP yang berlaku sekarang, kadang- kadang disebutkan dalam rumusan tindak pidana dan kadang-kadang tidak. Menurut Schaffmeister ditambahkannya kata melawan hukum sebagai salah satru unsur dalam rumusan delik dimaksudkan untuk membatasi ruang lingkup rumusan delik yang telah dibuat terlalu luas. Ia menambahkan bahwa, tanpa ditambahkannya perkataan melawan hukum mungkin timbul bahaya, yaitu mereka yang menggunakan haknya akan termasuk kedalam ketentuan Undang- Undang pidana. 43 Sedangkan, alasan tidak dicantumkannya dalan tiap-tiap Pasal dalam KUHP adalah bilamana dari rumusan Undang-Undang, perbuatan yang tercantum sudah sedemikian wajar sifat melawan hukumnya, sehingga tidak perlu dinyatakan secara eksplisit. 44 Kedudukan sifat melawan hukum sangat khas di dalam hukum pidana. Bersifat melawan hukum mutlak untuk setiap tindak pidana. Roeslan Saleh mengatakan “ memidana sesuatu yang tidak melawan hukum tidak ada artinya “. Sementara itu Andi A. Zainal Abidin mengatakan “salah satu unsur essensial delik ialah sifat melawan hukum wederrechtelijkheid dinyatakan dengan tegas atau tidak di dalam suatu Pasal Undang-Undang pidana, karena alangkah janggalnya kalau seseorang dipidana yang melakuakan perbuatan tidak melawan hukum “. 42 Ibid 43 Chairul Huda, Op.Cit, hal.50 44 A. Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana I, Jakarta: Sinar Grafika, 1995, hal.240 Universitas Sumatera Utara Dengan demikian untuk dapat dikatakan seseorang melakukan tindak pidana, perbuatannya itu harus bersifat melawan hukum. 45 Rancangan KUHP juga menentukan masalah melawan hukum tindak pidana. Mulanya dalam Pasal 15 Ayat 2 rancangan KUHP Tahun 2000, menentukan bahwa, “ untuk dipidananya perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh peraturan perundang-undangan, perbuatan tersebut harus juga bersifat melawan hukum. 46 Menurut Hoffman, bahwa suatu perbuatan dikatakan melawan hukum apabila memenuhi 4 unsur, yaitu : 47 1. Harus ada yang melakukan perbuatan 2. Perbuatan itu harus melawan hukum 3. Perbuatan itu harus menimbulkan kerugian pada orang lain 4. Perbuatan itu karena kesalahan yang dapat dicelakan kepadanya.

2. Ada unsur kesalahan berupa kesengajaan atau kealpaan