Pertanggungjawaban Pidana TINJAUAN KEPUSTAKAAN 1. Hukum Pidana

4 there must be causal relationship between the voluntary misconduct and the harm that result from it; and 5 there must some be legally prescribed punishment for anyone convicted of the act.” • Curzon menyatakan : ”A crime is any state of affairs ensuring directly from an act or omission resulting from human conduct which is considered in itself or in its outcome to be harmful and which the state wishes to prevent, which renders the person responsible liable to some kind of punishment, generally of a stigmatic nature, as the result of proceedings which are usually initiated behalf of the state and which are designed to ascertain the nature, the extent and the legal consequence of that person’s responsibility”. • Marshall, sebagaimana dikutip Andi Hamzah dalam bukunya Asas-asas hukum pidana mengatakan : ”A crime is any act or omission prohibited by law for protection of the public, and punishable by the state in a judicial proceeding in its own name”.

3. Pertanggungjawaban Pidana

Suatu pertanggungjawaban pidana tidak terlepas dari perbuatan pidana. Seseorang tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana bila tidak melakukan perbuatan pidana. Unsur perbuatan pidana dan kesalahan mampu bertanggungjawab adalah unsur yang sentral dalam hukum pidana. Unsur perbuatan pidana ini terletak dalam lapangan objektif yang diikuti oleh unsur sifat melawan hukum. Sedangkan unsur pertanggungjawaban pidana merupakan unsur subjektif yang terdiri dari kemampuan bertanggungjawab dan adanya kesalahan kesengajaan dan kealpaan. 34 34 Mahmud Mulyadi, Op.cit.,hal 46 dan 47. Universitas Sumatera Utara Berbicara masalah pertanggungjawaban pidana, ternyata terdapat dua pandangan, yaitu pandangan yang monistis dan pandangan yang dualistis. Pandangan yang monistis antara lain dikemukakan oleh Simons yang merumuskan ”strafbaar feit” sebagai suatu perbuatan yang oleh hukum diancam dengan hukuman, bertentangan dengan hukum, dilakukan oleh seorang yang bersalah dan orang itu dianggap bertanggungjawab atas perbuatannya. 35 Jonkers, yang menganut paham monisme merinci unsur-unsur tindak pidana sebagai berikut : 36 a. Perbuatan yang; b. Melawan hukum yang berhubungan dengan; c. Kesalahan yang dilakukan oleh orang yang dapat; d. Dipertanggungjawabkan. Sementara, Schravendijk merinci unsur-unsur tindak pidana antara lain : 37 a. Kelakuan orang yang; b. Bertentangan dengan keinsyafan hukum; c. Diancam dengan hukuman; d. Dilakukan oleh orang yang dapat; e. Dipersalahkan disalahkan Oleh karena itu sebagaimana dinyatakan oleh A.Z.Abidin, penganut monistis tentang strafbaar feit atau criminal act berpendapat, bahwa unsur-unsur pertanggungjawaban pidana yang menyangkut pembuat delik yang meliputi : 38 35 Ibid. Hal. 50 36 Adami Chazawi, Op.cit., Hal 81 37 Ibid. 38 Muladi Dwija Prijatno, Op.cit., Hal. 51-52 Universitas Sumatera Utara a. Kemampuan bertanggungjawab; b. Kesalahan dalam arti luas; sengaja danatau kealpaan; c. Tidak ada alasan pemaaf Senada dengan A.Z. Abidin, dalam ruang lingkup asas pertanggungjawaban pidana, Sudarto menegaskan bahwa disamping kemampuan bertanggungjawab, kesalahan Schuld, melawan hukum wederechtelijk sebagai syarat untuk pengenaan pidana, ialah pembahayaan masyarakat oleh pembuat . Dengan demikian, konsepsi pertanggungjawaban pidana, dalam arti dipidananya pembuat, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, yaitu : 39 1. Ada suatu tindak pidana yang harus dilakukan oleh pembuat; 2. Ada unsur kesalahan berupa kesengajaan atau kealpaan;