rechtsorde yaitu dengan melarang apa yang bertentangan dengan hukum dan mengenakan suatu nestapa kepada yang melanggar larangan-larangan tersebut.
23
2. Tindak Pidana
Tindak pidana berasal dari istilah hukum pidana Belanda yaitu strafbaar feit
. Walaupun istilah tersebut terdapat dalam WvS Belanda, namun WvS tidak ada memberikan defenisi yang jelas mengenai strafbaar feit tersebut. Para sarjana
pun berusaha untuk menginterpretasikan istilah strafbaar feit tersebut, walaupun hingga kini masih belum tercapai kesepakatan yang bulat mengenai defenisi
strafbaar feit tersebut.
Moeljatno mengartikan strafbaar feit dengan istilah perbuatan pidana. Moeljatno menggunakan istilah perbuatan pidana, yang didefenisikan beliau
sebagai ”perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman sanksi yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa
melanggar larangan tersebut.”
24
Moeljatno juga mengutip apa yang ada dalam Kenny’s Outlines of Criminal Law 1952 pag. 13
tentang criminal act atau dalam bahasa Latin : actus reus ini diterangkan sebagai berikut : actus reus may be
defined as such result of human conduct as the law seeks mencoba to prevent. It is important to note that the actus reus , which is the result of conduct, must be
distinguished from conduct which produced the result.
25
Hezewinkel-Suringa telah memberi rumusan yang bersifat umum dari strafbaar feit
sebagai suatu prilaku manusia yang pada suatu saat tertentu telah
23
Ibid , Hal. 8
24
Adami Chazawi, Op.Cit., Hal 71
25
Moeljatno, Op.Cit. Hal. 57
Universitas Sumatera Utara
ditolak didalam sesuatu pergaulan hidup tertentu dan dianggap sebagai perilaku yang harus ditiadakan oleh hukum pidana dengan menggunakan sarana-sarana
yang bersifat memaksa yang terdapat di dalamnya”
26
Sedangkan Van Hamel dalam bukunya Inleiding mendefenisikan strafbaar feit sebagai ”suatu serangan
atau suatu ancaman terhadap hak-hak orang lain”.
27
Defenisi lain dikemukakan sebagaimana dikutip oleh S.R.Sianturi dalam bukunya Asas-asas hukum pidana di
Indonesia dan Penerapannya. Van Hamel mengatakan bahwa strafbaar feit adalah kelakuan yang dirumuskan dalam undang-undang , bersifat melawan hukum ,
patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan.
28
Menurut Pompe, perkataan strafbaar feit itu secara teoritis dapat dirumuskan sebagai suatu pelanggaran norma gangguan terhadap tertib hukum
yang dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi
terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum”
29
Rumusan lain diberikan oleh Vos sebagaimana dikutip oleh Martiman P, yang menyatakan bahwa strafbaar feit adalah suatu kelakuan manusia yang
diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan.
30
Satochid Kartanegara merumuskan bahwa strafbaar feit adalah perbuatan dilarang oleh undang-undang yang diancam dengan hukuman.
31
26
Lamintang, Op.Cit., Hal 181-182
27
Ibid, hal 182
28
Chairul Huda,2006, Dari ‘Tiada Pidana Tanpa Kesalahan’ Menuju Kepada ‘Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan’, Kencana Prada Media, Jakarta, Hal. 25
29
Lamintang, Loc.Cit. hal. 182
30
Adami Chazawi, Op.Cit., Hal 72
31
Satochid K., Op.Cit., Hal 74
Universitas Sumatera Utara
S.R. Sianturi juga mengutip rumusan tindak pidana yang dikemukakan oleh Simons, yaitu kelakuan yang diancam dengan pidana, bersifat melawan
hukum, dan berhubung dengan kesalahan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggungjawab.
32
Beberapa rumusan tindak pidana yang dari sarjana-sarjana hukum yang lain, dikemukakan oleh Chairul Huda dalam bukunya Dari Tiada Pidana Tanpa
Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan.
Beberapa diantaranya yaitu :
33
• Schaffmeister mendefenisikan tindak pidana sebagai perbuatan manusia yang termasuk dalam ruang lingkup rumusan delik, bersifat melawan hukum , dan
dapat dicela. • Komariah E. Sapardjaja mengatakan bahwa tindak pidana adalah suatu
perbuatan manusia yang memenuhi perumusan delik, melawan hukum dan pembuat bersalah melakukan perbuatan itu.
• Indriyanto Seno Adji memberikan defenisi mengenai tindak pidana yaitu perbuatan seseorang yang diancam pidana, perbuatannya bersifat melawan
hukum, terdapat suatu kesalahan dan bagi pelakunya dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya.
• Savitz mengemukakan bahwa suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai tindak pidana jika memenuhi lima syarat, yaitu :
”1 An act must take place that involves harm inflicted on someone by the actor; 2 the act must be legally prohibited in the time it is committed; 3 the
perpetrator must have criminal intent mens rea when he engages in the act;
32
Chairul Huda,Loc.cit.
33
Ibid , hal 26 – 27.
Universitas Sumatera Utara
4 there must be causal relationship between the voluntary misconduct and the harm that result from it; and 5 there must some be legally prescribed
punishment for anyone convicted of the act.”
• Curzon menyatakan : ”A crime is any state of affairs ensuring directly from an act or omission
resulting from human conduct which is considered in itself or in its outcome to be harmful and which the state wishes to prevent, which renders the person
responsible liable to some kind of punishment, generally of a stigmatic nature, as the result of proceedings which are usually initiated behalf of the state and
which are designed to ascertain the nature, the extent and the legal consequence of that person’s responsibility”.
• Marshall, sebagaimana dikutip Andi Hamzah dalam bukunya Asas-asas hukum pidana mengatakan :
”A crime is any act or omission prohibited by law for protection of the public, and punishable by the state in a judicial proceeding in its own name”.
3. Pertanggungjawaban Pidana