kepada penduduk, dan melakukan pemukiman kembali di tempat lain dan melatih ketrampilan.
2 Pembuangan lumpur ke laut pasti ada dampak negatif bagi biota. Akan tetapi lebih baik biota dikorbankan daripada manusia, mengingat lautan Indonesia
sangat luas dan ikan-ikannya cukup banyak dan pembuangan lumpur dan airnya ke Kali Porong pasti akan mempengaruhi kualitas airnya dan
berdampak kepada biota di sungai dan di muaranya. Dari pemantauan kualitas air di Kali Porong oleh Balai Lingkungan Keairan Balitbang PU memang
terjadi penurunan kadar oksigen, dan kenaikan BOD, COD, turbidity, daya hantar listrik.
12. Dampak semburan lumpur akan menimbulkan penurunan permukaan
tanah
Penanganan luapan lumpur di Sidoarjo dikoordinasikan oleh Tim Terpadu dan Timnas PSLS. Secara garis besar langkah penanganan yang telah
dilaksanakan adalah penutupan semburan, perlindungan kawasan pemukiman dan masyarakat, perlindungan infrastruktur, pengendalian lingkungan, penanganan
sosial, dan pemanfaatan lumpur. Strategi penutupan semburan yang telah dikerahkan hingga penutupan sumber melalui pembuatan sumur baru relief wells
gagal menghentikan sumber lumpur. Dengan demikian, dengan kenyataan bahwa relief well
merupakan strategi bawah permukaan yang terkini dan terampuh, maka kegagalan strategi ini merupakan “akhir” dari upaya penghentian sumber
semburan dari bawah permukaan. Selain itu, menurut para ahli geologi masih
Universitas Sumatera Utara
terdapat potensi dampak semburan lanjutan sebagai akibat dari terciptanya “ruang kosong” di perut bumi yang ditinggalkan oleh lumpur tersebut, serta dari
dinamika lapisan bumi. Untuk mengantisipasi hal tersebut, mulai tanggal 7 Juli 2006 Tim
Subsurface dari ITB telah melakukan pencarian pola retakan tanah di bawah permukaan lahan yang tergenang lumpur dan survei geofisika di daerah Jatirejo,
Renokenongo dan Kedungbendo. Sebelumnya, kegiatan ini dilakukan di daratan bersama dengan ITS, yang dilaksanakan sejak 8- 15 Juni 2006.
Selain itu, Tim Subsurface bawah permukaan Institut Teknologi 10 Nopember ITS Surabaya telah melakukan pemetaan untuk mengetahui pola
retakan yang terjadi di bawah permukaan tanah di lahan kering. Pemetaan dilakukan agar penanganan luapan lumpur dengan menggunakan skenario relief
well dapat bekerja efektif. Tim bertugas untuk mencari pola retakan bawah
permukaan di zona-zona lemah yang diperkirakan ada di sekitar Siring, Jatirejo,
Universitas Sumatera Utara
Balongkenongo, Kedungbendo, Renokenongo, Watukosek, dan Gempolsari. Tim Sub Surface ITS menemukan adanya pola pelurusan retakan dari selatan ke utara
atau sejauh 5 sampai 7 km dari pusat semburan lumpur di sumur BJP-1, dan dua garis rekahan utama yang melintang di jalur tol Gempol-Surabaya di Desa
Kedungbendo. Arah kedua garis rekahan itu berada ditimur laut dan barat daya. Berdasarkan hasil survei gravity yang dilakukan di kawasan luapan
lumpur, yang juga oleh para ahli geologi, disimpulkan adanya kemungkinan permukaan amblas di sebelah barat daya pusat semburan di areal Sumur
Banjarpanji BJP-1 di Desa Renokenongo. Menurut Wakil Kepala BP Migas Ketua Tim 1, yang menangani luapan lumpur panas di permukaan, kawasan
seluas 49 ha di Kelurahan Jatirejo berpotensi amblas. Menurut Dr, Rudi Rubiandini, Koordinator Tim Independen dari ITB, permukaan yang amblas itu
disebabkan adanya lapisan di perut bumi yang berongga, lantaran isinya menyembur ke permukaan.
Geohazard adalah bahaya yang ditimbulkan oleh proses geologi. Tanah
longsor, erupsi gunung api, gempa bumi, erosi, salinasi dan kekeringan adalah contoh dari proses geologi yang berdampak pada aktivitas manusia
219
Menurut Bambang Istadi 2006, potensi resiko geohazard di lokasi luapan lumpur adalah:
220
a. Peningkatan jumlah lumpur yang keluar dan belum terdapat indikasi akan berakhir dalam waktu dekat.
b. Potensi subsidence dalam bentuk penurunan tanah sebagai akibat dari:
219
Djauhari Noor; Geologi Lingkungan; Penerbit Graha Ilmu, 2005
220
Bambang Istadi, OCM, 5 Oktober 2006
Universitas Sumatera Utara
1 Beban lumpur yang sangat besar di permukaan
2 Belum keluarnya seluruh overpressured shale 3 Kehadiran patahan terkait dengan reaktivasi faults lama atau faults baru
yang sedang terbentuk. c. Kondisi tanggul yang tidak stabil dan kritis karena dibangun dalam situasi
darurat, serta berbahan tanah dan sirtu. Hasil penelitian dan pengamatan berbagai pihak berikut menunjukkan
eksistensi subsidence di sekitar semburan lumpur, antara lain: • Hasil pemantauan Timnas PSLS dengan GPS di beberapa titik menunjukkan
adanya horizontal displacement berupa pergeseran tanah dan vertical displacement
berupa penurunan tanah subsidence. Salah satu pola pergerakan terlihat berikut:
Dari pengukuran GPS tersebut terlihat adanya pergerakkan ke 15 titik menuju titik semburan dalam bentuk konsentrik.
Universitas Sumatera Utara
• Fenomena melengkungnya rel kereta api pada tanggal 27 Septembe r2006 dan 15 Oktober 2006 yang membuktikan masih aktifnya gerak tektonik.
• Kepala jembatan tol Porong flyover Porong Sidoarjo yang menuju ke arah Gempol-Pasuruan pelan-pelan mengalami kemiringinan hingga mencapai 6
cm. Kemiringan jembatan ini kemungkinan diperkirakan oleh adanya pergerakan dan turunnya permukaan tanah oleh dampak semburan lumpur
panas Lapindo. Sejak dilakukan penelitian awal pada 28 September 2006 sudah mulai miring sekitar 3 cm, pada 6 Oktober 2006 kemiringan bertambah
menjadi 5 cm dan pada 10 Oktober 2006 kembali bertambah menjadi 6 cm. Selain mengalami kemiringan, tanah di bawah jembatan tol Porong juga
mengalami retak selebar 4 cm dengan kedalaman diperkirakan mencapai 10 meter serta ada lima batang penyangga jembatan yang selimutnya pecah-
pecah dan retak-retak. • Hasil pengukuran periodik dengan GPS di kedua lokasi relief well dengan titik
referensi statik Kantor Lapindo di Gedangan, Sidoarjo mencatat adanya penurunan dan pergeseran tanah, yang dapat digambarkan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Penurunan tanah subsidence terjadi di kedua lokasi dengan besaran yang fluktuatif dengan titik terbesar 5,5 cm di RW-1 dan 10,5 cm di RW-2 pada
tanggal 15 November 2006. Konsistensi pergeseran horizontal lokasi RW-1 ke arah North-East dan lokasi RW-2 ke arah North-West. Kedua lokasi tersebut
bergeser mengarah ke pusat semburan. • Retakan di rumah-rumah warga di sekitar lokasi semburan. Kondisi tersebut
dikonfirmasikan pula oleh perwakilan LKM Jatirejo dan Renokenongo saat pertemuan dengan Tim BPK-RI tanggal 14 Desember 2006.
Menanggapi kondisi tersebut Timnas PSLS melakukan investigasi pada tanggal 17 s.d. 18 Oktober 2006 dengan mengambil sampel dari dua lokasi yang
berjarak 1,5 Km dari tanggul, yakni di Perumahan TAS 7 rumah dan Desa Renokenongo 12 rumah. Pengamatan langsung ini bertujuan mengamati
keretakan pada dinding rumah dan potret dari gambar rumah. Indikasi deformasi diketahui dengan adanya keretakan dinding rumah, drainase, halaman rumah yang
mengalami retak-retak. Dalam investigasi juga terdengar suara ledakan yang berasal dari pecahnya ubin karena tekanan, sedangkan di Desa Renokenongo
terlihat lantai yang menggelembung, yang artinya sedang terjadi pergerakan.
221
221
Media Center Lusi edisi VI November 2006, hal 10
Penelitian dari ITB dengan menggunakan GPS type Geodetik dual frekuensi membuktikan bahwa subsidence sudah berlangsung, seperti penurunan
lokasi pengeboran di Porong yang telah terdeteksi pada tanggal 20 September 2006.
Universitas Sumatera Utara
• Fenomena geohazard yang mengakibatkan ledakan pipa gas Pertamina pada tanggal 22 November 2006 disebabkan adanya pergeseran lapisan bumi, yang
dikenal sebagai lateral movement disepanjang zona patahan sesar Watukosek mengakibatkan shear stress tegangan sesar geser. Koran Jawa
Pos. • Akibat amblesnya permukaan tanah di Jalan Raya Porong tanggal 24
November 2006 pipa air milik PDAM Surabaya patah. Jawa Pos. • Laporan Universitas Brawijaya menyebutkan polapotensi subsidence pada
daerah sekitar semburan lumpur Sidoarjo. Kalau ditelaah ke belakang, pada daerah Porong 1 Paleo Porong, setelah dahulunya terjadi semburan lumpur,
maka selanjutnya diikuti adanya penampakan lapisan yang ambles, seperti terlihat berikut:
Universitas Sumatera Utara
Sehingga, memang sangat dimungkinkan akan terjadinya subsidence di daerah sekitar pusat semburan lumpur Sidoarjo. Kalau biasanya jarak antar
geophone dalam seismic akuisisi adalah 30 meter, maka diperkirakan radius
daerah yang ambles terjadi subsidence adalah 1km. Dengan demikian, daerah hunian ataupun infrastruktur umum harus keluar dari daerah dengan radius
minimal 1 km dari pusat semburan. Lebih jauh akan lebih aman. Demikian juga daerah hunian, harusnya dipindahkan ke radius di luar 1 km minimal.
• Fenomena tanggul amblas ancam Rel KA dan Jalan Raya Porong terjadi pukul 15.15 Senin 29 Januari 2007 tanggul sepanjang 125 meter.
222
• Laporan Universitas Brawijaya mengutip penelitian berikut menyebutkan dampak terhadap tanah sekitar pusat semburan. Kepala Microwave Remote
Sensing Laboratory MRSL Universitas Chiba, Jepang mengkorfirmasikan
kepada Kompas 6 Januari 2007, bahwa peneliti Center for Environmental Remote Sensing
Universitas Chiba telah berhasil menganalisis distribusi penurunan permukaan tanah wilayah semburan lumpur, melalui citra satelit
Advanced Land Observing Satellite ALOS yang diluncurkan pemerintah
Jepang, Januari 2006. Dilaporkan, tanah di sekitar lokasi semburan lumpur di Porong turun hingga 2,4 meter dari ketinggian semula.
Dari citra yang dipetakan 5 Januari 2007 terlihat distribusi penurunantanah di lokasi semburan. lumpur. Berdasarkan analisis, maka setiap desa di
sekeliling wilayah bencana mengalami penurunan permukaan tanah. Khususnya wilayah Desa Siring mengalami penurunan permukaan tanah
222
Metropolis, 30 Januari 2007
Universitas Sumatera Utara
terdalam yaitu 2,4 meter. Penurunan tanah ini diperkirakan akibat beban lumpur yang ditampung dalam tanggul selama ini.
Tim Lembaga Afiliasi Penelitian dan Industri LAPI ITB, pada tanggal 24 September 2006 telah melaporkan penurunan tanah di beberapa titik sekeliling
wilayah semburan lumpur ini, khususnya di Desa Kedungbendo 0,50 m, Jatirejo 0,23 m, Siring 0,88 m. Jadi, dalam waktu hanya 3 bulan telah terjadi
penurunan tanah hingga 1,5 meter lebih. Kejadian dan hasil pengukuran tersebut mengarah pada eksistensi
subsidence , sehingga potensi geohazard terbukti bukan hanya bersifat konseptual.
13. Perkiraan dampak lingkungan hidup tahun 2007 S.D. 2013