terdalam yaitu 2,4 meter. Penurunan tanah ini diperkirakan akibat beban lumpur yang ditampung dalam tanggul selama ini.
Tim Lembaga Afiliasi Penelitian dan Industri LAPI ITB, pada tanggal 24 September 2006 telah melaporkan penurunan tanah di beberapa titik sekeliling
wilayah semburan lumpur ini, khususnya di Desa Kedungbendo 0,50 m, Jatirejo 0,23 m, Siring 0,88 m. Jadi, dalam waktu hanya 3 bulan telah terjadi
penurunan tanah hingga 1,5 meter lebih. Kejadian dan hasil pengukuran tersebut mengarah pada eksistensi
subsidence , sehingga potensi geohazard terbukti bukan hanya bersifat konseptual.
13. Perkiraan dampak lingkungan hidup tahun 2007 S.D. 2013
Dengan adanya kejadian semburan lumpur yang hingga kini kurang jelas penyebab utamanya, maka perlu dipastikan tidak ada faktor geohazard yang ikut
berperan dalam semburan lumpur Sidoarjo, suatu survei umum perlu segera dilakukan untuk mendapatkan informasi lengkap dan akurat mengenai keadaan
geologis Wilayah Kerja Blok Brantas dan wilayah terkait yang kuat diduga terkait erat dengan situasi geologis Blok Brantas.
Hasil survei umum ini juga akan sangat berguna dalam menentukan penyebab utama semburan sehingga berdampak pada telitinya perencanaan dalam
upaya penghentian semburan dan menduga luas wilayah dan lamanya dampak yang harus ditangani secara komprehensif.
Hal ini juga penting untuk pemberian izin baru bagi pemboran eksplorasi di wilayah kerja yang sama. Pada tanggal 18 Desember 2008 BPMIGAS
Universitas Sumatera Utara
menargetkan sepanjang periode 2007-2009 ada kegiatan pemboran sebanyak 200 sumur eksplorasi. Target tersebut ditetapkan sebagai salah satu upaya untuk
meningkatkan produksi minyak nasional. Karenanya mengingat Kontrak Kerjasama Lapindo Brantas, Inc. Di Blok Brantas masih berlaku hingga tahun
2020, tidak dapat dihindari kemungkinan terjadi kegiatan pemboran eksplorasi di wilayah kerja tersebut.
Diperkirakan sepanjang garis pantai sebelah timur semburan lumpur ke arah Barat akan mengalami dampak ± 1.200 Ha tambak karena terkontaminasi
dengan rembesan air lumpur yang mempunyai Daya Hantar Listrik tinggi, yaitu 6500
μscm serta kandungan NH3 5 ppm relatif besar untuk penebaran bibit. Dampak ini dapat bertahan cukup lama, selama genangan lumpur masih
bertambah. Ditemuinya unsur besi dan alumunium yang cukup tinggi pada lumpur bersifat meracuni tanaman. Salinitas yang tinggi akan potensial menghasilkan
tekanan osmose sangat tinggi sehingga tanaman dapat mati kekeringan. Redoks Potensial Eh negatif pada lumpur mengindikasikan potensi terbentuknya asam
sulfida H2S, gas methane CH4. Akumulasi zat organik beracun juga dapat terjadi seperti fenol dan asam
lemak berantai pendek. Hal tersebut berakibat tidak dapatnya lahan dimanfaatkan untuk budidaya pertanian, kecuali dilakukan upaya remediasi. Diperkirakan
dampak ini akan bertahan minimal dalam waktu 3 s.d. 5 tahun. Hal ini disebabkan tidak mudahnya usaha-usaha penggelontoran kadar garam antara lain karena
masalah topografi, normalisasi saluran irigasi, langkanya varietas tahan salinitas tinggi serta upaya pengaturan pola tanam.
Universitas Sumatera Utara
Upaya pemindahan lumpur melalui Kali Porong dapat berakibat pada mobilisasi pencemar, pencemaran air Kali porong dan air perairan laut. Dalam
jangka waktu 3 s.d. 6 tahun terjadi peningkatan resiko pencemaran tambak, pendangkalan dasar Kali Porong, Kerusakan dan penurunan jenis serta populasi
habitat biota air. Selain itu yang juga terancam dalam jangka panjang, adalah produktivitas Selat Madura. Di delapan KabupatenKota tercatat 100.000
tontahun hasil tangkapan dengan luas tambak di Kabupaten Sidoarjo 15.530 Ha yang memproduksi 20.721 ton bandeng dan udang, di Kabupaten Pasuruan 3.966
Ha, dengan produksi 4.186 tontahun, di Kota Pasuruan 502 ha, dengan produksi 271 tontahun.
Pembuangan ke laut mengundang resiko antara lain debu 50 dan liat 45 perlu waktu untuk mengendap. Yang perlu diwaspadai adalah pergerakan
liat yang menyebar dan menimbuni terumbu karang danatau mangrove tempat pemijahan ikan yang ada di kawasan selat Madura, sehingga populasi ikan
terancam menurun. Untuk pantai timur Sidoarjo tampaknya bukan masalah besar, karena muara sungai muara sngai ini merupakan hasil sedimentasi kali Brantas
sejak ribuan tahun yang lalu. Masalahnya adalah bahan baku air laut untuk tambaknya yang mengandung material debu dan liat cukup tinggi.
Pada lahan yang terdampak rembesan perlu diperhatikan penentuan jenis komoditi yang tepat, serta dilakukan pengelolaan lahan secara terpadu.
Pengaturan irigasi dan drainase perlu dilakukan secara intensif, terutama pada lahan-lahan baru pengganti lahan lama.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK, penulis berpendapat ada indikasi bahwa LBI telah sengaja melakukan perbuatan, dimana dalam hal ini perbuatan
yang dilakukan adalah aktivitas penambangan diwilayah Sidoarjo, menjadi pemicu keluarnya lumpur panas. Kesengajaan yang penulis maksudkan disini
adalah kesengajaan sebagai kemungkinan. Kesengajaan sebagai kemungkinan ialah kesengajaan untuk melakukan perbuatan yang diketahuinya bahwa ada
akibat lain yang mungkin dapat timbul yang ia tidak inginkan dari perbuatan, namun begitu besarnya besarnya kehendak untuk mewujudkan perbuatan, ia tidak
mundur dan siap mengambil resiko untuk melakukan perbuatan itu. Ada beberapa argumentasi yang dapat digunakan untuk memperkuat
pendapat penulis, yaitu: Berdasarkan data dari hasil pemeriksaan BPK RI yang bekerjasama dengan
beberapa instansi yang terkait yang memiliki kualifikasi dalam bidang eksplorasi migas, maka ditemukan sejumlah fakta yang menunjukkan indikasi adanya
kesengajaan yang dilakukan oleh pihak LBI untuk melakukan aktivitas produksi diwilayah eksplorasi yang pada akhirnya berbuah peristiwa keluarnya lumpur
panas di Sidoarjo, yaitu: 1 Hasil penelaahan BPK RI terhadap dokumen usulan dan evaluasi
pemboran, diketahui bahwa prognosa LBI maupun evaluasi BP Migas tidak memasukkan aspek resiko terjadinya mud volcano diwilayah Jawa
Timur, khususnya di daerah Sidoarjo. Setelah terjadinya semburan lumpur panas, LBI baru memetakan detail
sesar di permukaan BJP-1 pada bulan Agustus 2006. Interpretasi pemetakan
Universitas Sumatera Utara
sesar tersebut menunjukkan adanya pola penyebaran daerah bencana yang sirkuler mengelilingi titik semburan. Penelitian lainnya menunjukkan adanya
sesarpatahan Watukosek di daerah sumur pemboran Sumur BJP-1. Potensi risiko lainnya adalah adanya sebaran gunung lumpur mud
volcano di wilayah Jawa Timur. Merujuk tulisan Prof. Richard J. Davies
Birth of a mud volcano: East Java, 29 May 2006 maupun peneliti lainnya, keberadaan mud volcano telah lama diidentifikasi banyak terdapat di Jawa
Timur. Gunung lumpur tersebut misalkan terdapat di Bledug Kuwu, Sangiran,
Kalang Anyar, Pulungan, G. Anyar, dan Bangkalan. Adanya potensi risiko pemboran akan menembus gunung lumpur dan adanya sesarpatahan ternyata
tidak dimasukkan dalam prognosa pemboran maupun evaluasi pemboran. Berdasarkan dokumen yang ada, prognosa maupun evaluasi pemboran hanya
memasukkan aspek risiko pemboran dalam bentuk loss, kick, maupun blowout.
Tidak dimasukkannya potensi resiko diluar potensi resiko pemboran yang mungkin dijumpai dalam eksplorasi ini, menunjukkan ketidakhati-hatian
LBI dalam proses eksplorasi ini. Padahal, keberadaan informasi mengenai potensi resiko lain diluar pengeboran penting untuk dicantumkan agar dapat
dilakukan langkah-langkah antisipatif untuk mengatasi atau setidaknya meminimalisasi resiko.
PT. LBI selaku korporasi yang telah lama bergerak dibidang pertambangan, selayaknya memiliki pengalaman lebih mengenai hal ini.
Universitas Sumatera Utara
Sehingga dalam kinerjanya, menjadi lebih detail dalam melakukan penilaian terhadap kelayakan dilakukannya eksplorasi atau tidak. Selain hal diatas, ada
hal lain yang patut dicatat dari proses eksplorasi yang dilakukan oleh PT. Lapindo Brantas ini. Ini menjadi hal yang patut dipertanyakan mengapa
korporasi sekelas LBI bisa melakukan kesalahan yang akhirnya membuahkan bencana yang demikian hebat.
Hal tersebut berkaitan dengan diabaikannya hasil penelitian awal mengenai kawasan yang akan diekplorasi, dimana dalam hasil penelitian yang
ditinjau dari aspek geologi, geofisika dan aspek teknik pengeboran, ketiganya telah diabaikan begitu saja oleh pihak Lapindo.
Hasil kajian dari segi geologi menunjukkan bahwa Tipe play sembulan karbonat Kujung di Jawa Timur merupakan tipe play yang terbukti sangat
produktif dan mempunyai rasio keberhasilan yang tinggi misalkan sumur- sumur BD-1 dan BD-2. Adapun kualitas reservoir batu gamping Kujung
diperkirakan memiliki porosity 30 dengan permeabilitas di atas 10 darcy dan peluang keberhasilan diperkirakan 18,4.
Berbicara dari tinjauan geologis, maka patut pula ditilik kembali sejarah geologis cekungan Jawa Timur Utara. Menurut Van Bemmelen
1949, sejarah gologi daerah Jawa Timur Utara dimulaiutaan tahun lalu yang terbagi menjadi tiga bagian; bagian selatan gunung api aktif; bagian tengah
cekungan laut transngresi; dan bagian utara pegunungan. Dibagian tengah terjadi pembentukan terumbu karang reef dan pengendapan sendimen klastik
yang bersumber dari utara. Bersamaan dengan itu terjadi aktivits tektonik dan
Universitas Sumatera Utara
ledakan gunung api yang cukup besar berlangsung terus menerus. Karena sifat ledakan gunung api yang mendadak dan besar, maka sendimen yang tertutup
oleh endapan hasil ledakan ini tidak sempat mengalami pemadatan masih asli berupa lumpur dan air.
223
Aktivitas tektonik menyebabkan terjadinya pengangkatan,penurunan, pelipatan, dan pematahan terhadap batuan sendimen yang ada di cekungan
Jawa Timur Utara. Aktivitas tektonik ini terjadi berulang-ulang, sehingga menyebabkan struktur geologi daerah ini menjadi kompleks, dimana reservoir
minyak dan gas bumi yang ada didalam tanah akan terjebak pada struktuk geologi yang kompleks yaitu campuran antara struktur lipatan, patahan dan
diapir. Ini berarti tiap ada upaya pengeboran akan menembus atau melewati zona lemah patahan, makin banyak patahan, maka makin lemah daerah itu. Ini
sangat perlu diperhatikan karena bisa berakibat fatal.
224
Dari sejarah geologi itu, maka pada cekungan Jawa Timur Utara terdapat batu gamping, terumbu dan batuan sendimen transngresi yang merupakan
komponen utama formasi kujung, yang menjadi target utama pencarian minyak bumi. Pemikiran inilah yang digunakan oleh oleh ahli minyak bumi
untuk berupaya menembus formasi kujung dengan harapan menjadi reservoir migas yang berukuran besar dan memang terbukti besar. Sebahagian besar
dari perusahaan minyak berupaya menembus reservoir formasi kujung seperti yang sudah dieksplorasi dan dieksploitasi di Cepu, Bojonegoro, Laut Jawa dan
lainnya. Namun ada catatan yang perlu diperhatikan, sebahagian dari
223
Amien Widodo, Memahami Bencana Gunung Lumpur Kasus Lumpur Panas Sidoarjo
, ITS Press, Surabaya, 2007, Hal. 4-5
224
Ibid. Hal.5
Universitas Sumatera Utara
perusahaan ini saat menembus formasi kujung pernah mengalami blow out atau semburan liar seperti yang terjadi di Cepu, Bojonegoro, Laut Jawa dsb.
Ini disebabkan karena reservoir formasi kujung bertekanan sangat besar dan harusnya menjadi catatan penting bagi pengusaha migas, untuk selalu
memasang casing di kedalaman berapapun.
225
225
Ibid. Hal. 5-6.
Pendapat Amien Widodo, seorang pakar Geologi dari ITS dalam bukunya Memahami Bencana Gunung Lumpur Kasus Lumpur Panas Sidoarjo,
sangat gamblang menjelaskan kondisi geologis wilayah eksplorasi migas yang ada di
Jawa timur utara, termasuk didalamnya wilayah eksplorasi LBI. Namun, lagi- lagi muncul pertanyaan, mengapa justru dalam kasus ini, LBI terkesan tidak
memperdulikan keberadaan fakta tersebut? Setidaknya, demikianlah kesan yang penulis tangkap dari kasus ini.
Hal inilah yang menurut penulis menjadi substansi penting mengapa pada penjelasan sebelumnya penulis mengatakan bahwa ada indikasi kesengajaan
yang dilakukan LBI dalam peristiwa keluarnya lumpur panas di Sidoarjo ini. Ada dua alasan mengapa penulis berkesimpulan demikian. Pertama, sebagai
korporasi yang telah lama bergerak dalam bidang eksplorasi migas, selayaknya LBI mengetahui bahwa sangat penting untuk melakukan observasi
awal mengenai wilayah yang hendak dieksplorasi, kemudian memetakan secara detail mengenai kondisi riil yang ada dilapangan, serta memperkirakan
hal-hal resiko yang mungkin muncul.
Universitas Sumatera Utara
Perkiraan yang dibuat, tidak hanya seputar resiko teknis yang mungkin dihadapi, namun resiko non teknis pun juga tidak boleh luput dari perkiraan.
Dalam hal ini, LBI telah melakukan kesalahan fatal dengan tidak memasukkan aspek resiko non teknis yang berkaitan dengan dengan kondisi wilayah
eksplorasi yang memiliki struktur geologi yang kompleks, karena banyak sekali terdapat lipatan, patahan, diapir bahkan gunung api lumpur.
Pemahaman yang demikian, akan membuat korporasi menjadi lebih berhati- hati dalam proses eksplorasinya dan lebih waspada untuk tidak mengabaikan
hal sekecil apapun yang memungkinkan resiko yang telah diprediksi tadi untuk muncul. Kejujuran korporasi dalam menggambarkan kondisi riil yang
ada dilapangan juga akan sangat bermanfaat bagi pihak pengawas, dalam hal ini BP Migas, ketika melakukan evaluasi mengenai kegiatan eksplorasi,
ternyata ditemukan adanya hal kontraproduktif yang dilakukan oleh pihak korporasi, maka BP Migas dapat proaktif untuk mengingatkan, sehingga
resiko-resiko yang mungkin muncul dapat diantisipasi lebih dini. Berkaitan dengan kondisi diatas, Ali Azhar Akbar dalam bukunya
Konspirasi Dibalik Lumpur Lapindo Dari Aktor Hingga Strategi Kotor, dinyatakan bahwa LBI telah mengabaikan hasil temuan dari penelitian
sebelumnya yang terkait dengan kondisi geologis wilayah yang hendak dieksplorasi. Kusumastuti, ahli Geologi Huffco yang telah awal melakukan
eksplorasi di Blok Brantas dan hasil temuannya telah dipublikasi pada tahun 2002, menemukan lapisan lempung atau slump yang dapt bergerak dan labil.
Bila lapisan ini ditembus secara vertikal, mudah diprediksi adanya resiko
Universitas Sumatera Utara
ledakan lumpur panas. Oleh karenanya mereka menyarankan untuk melakukan pengeboran miring, supaya terhindar dari lapisan lempung itu.
Namun, hasil temuan ilmiah ini dianggap angin lalu oleh para pengambil keputusan dari LBI.
226
LBI sendiri dalam dokumen usulan dan evaluasi pemboran migas yang diserahkan kepada BP Migas, telah membuat rancangan program pemasangan
casing . Casing program mengusulkan pemasangan casing 20” pada
Kedua , Kesalahan fatal selanjutnya yang menurut penulis telah ditorehkan
LBI dalam peristiwa keluarnya Lumpur Panas ini adalah tidak dipasangnya casing
, yaitu pipa yang dipasang pada lubang sumur dan biasanya disemen ditempat untuk mempertahankan dimensi lubang sumur dan menutup
hidrokarbon dan formasi yang mengandung air. Kondisi medan eksplorasi yang kompleks dan terkategori high risk, dengan adanya lipatan, patahan dan
diapir sangat berpotensi memunculkan kick maupun blow out. Namun hal tersebut dapat diantisipasi dengan adanya pemasangan casing
Sebagaimana penuturan Amin Widodo sebelumnya, yang menyatakan bahwa pemasangan casing menjadi hal yang sangat penting untuk
diperhatikan oleh korporasi-korporasi yang melakukan eksplorasi diwilayah yang memiliki yang kaya migas namun banyak terdapat lipatan, patahan dan
diapir. Hal ini dikarenakan oleh keadaan reservoir formasi kujung yang memiliki tekanan yang sangat besar, sehingga sangat berpontensi besar untuk
terjadinya blow out.
226
Ali Azhar Akbar, Konspirasi Dibalik Lumpur Lapindo Dari Aktor Hingga Strategi Kotor, Galang Press, Yogyakarta, 2007, Hal. 160-161.
Universitas Sumatera Utara
kedalaman 1.000 kaki, casing 16” pada kedalaman 3.500 kaki, casing 13 38” pada kedalaman 6.000 kaki, casing 9 58” pada kedalaman 8.500 kaki dan
casing 7” pada kedalaman 10.000 kaki. Namun, dalam implementasinya LBI tidak menjalankan semua yang telah dibuat dalam program pemasangan
casing tersebut.
Sebagaimana yang tertuang dalam Ringkasan Eksekutif : Laporan Pemeriksaan Atas Penanganan Semburan Lumpur Panas Sidoarjo, dinyatakan
bahwa Pihak LBIPT MCN sampai dengan tanggal 27 Mei 2006 telah mengebor sumur sampai dengan kedalaman 9.297 kaki. Namun demikian,
casing baru dipasang sampai kedalaman 3.580 kaki. Hal ini berarti ada bagian
lubang sumur yang belum dipasang casing atau dibiarkan tetap terbuka open hole
sedalam 5.717 kaki. Perbandingan pemasangan casing yang direncanakan drilling program dengan pelaksanaan di lapangan adalah
sebagai berikut:
Tabel di atas menunjukkan bahwa dari kedalaman 3.580 kaki sampai dengan 9.297 kaki sumur belum di-casing. Adapun casing yang telah dipasang
Universitas Sumatera Utara
adalah untuk ukuran 30” conductor, casing 20”, casing 16” liner dan casing 13 38”. Hal ini berarti dinding sumur telah terpasang casing sampai pada
kedalaman 3.580 kaki. Sedangkan liner 11 34” dan casing 9 58” belum terpasang. Dari tabel di atas juga dapat dilihat bahwa casing terpasang pada
kedalaman yang berbeda dengan yang tercantum di dalam drilling program. Misalkan untuk casing 13 38” yang direncanakan dipasang pada kedalaman
sekitar 4.537 kaki pada pelaksanannya dipasang pada kedalaman 3.580 kaki atau lebih cepat 957 kaki dari rencana semula.
Casing yang tidak dipasang sepanjang 5.717 kaki. Meskipun secara teknis dapat dipertanggungjawabkan, tetapi meningkatkan risiko timbulnya masalah
yang tidak terduga yang sulit diprediksi dampaknya. Hal ini terutama
Universitas Sumatera Utara
disebabkan struktur batuan pada Sumur BJP-1 didominasi oleh sandstone dan shaleclaystone
. Berdasarkan data struktur batuan dari final composite log Sumur BJP-1
diketahui bahwa struktur batuan Sumur BJP-1 secara umum didominasi oleh shaleclaystone
batuan lempung pada kedalaman 1.700 kaki s.d. 6.500 kaki dan sandstone batuan pasir pada kedalaman 6.500 kaki s.d. 9.000 kaki.
Menurut Neil Adam 1980, hal. 102, sandstone memiliki permeabilitas dan porositas
yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan shaleclaystone. Hal tersebut berarti fluida formasi akan relatif lebih mudah melewati lapisan
sandtone ini dan masuk ke dalam sumur. Pada Sumur BJP-1, adanya open
hole pada lapisan sandstone sepanjang kurang lebih 3.000 kaki mempermudah
masuknya fluida formasi melalui lapisan tersebut. Kondisi sumur yang tidak di pasang selubung casing juga meningkatkan
masalah terjadinya swabbing di sepanjang area yang belum dipasang casing. Meskipun swabbing terutama disebabkan oleh kecepatan penarikan pipa,
namun Neil Adam di dalam bukunya berjudul “Well Control Problems and Solutions”
1980, hal. 106 juga menyebutkan bahwa pada saat dilakukan pencabutan pipa bor, swabbing effect akan terjadi pada area open hole.
Artinya, semakin panjang suatu area yang tidak dipasang casing, maka semakin besar risiko terjadinya swabbing. Swabbing tersebut dapat
menginduksi terjadinya kick dan blowout. Tidak dipasangnya casing mempunyai pengaruh terhadap terjadinya
semburan lumpur panas. Kesimpulan ini berdasarkan hasil tulisan ilmiah Prof.
Universitas Sumatera Utara
Richard J. Davies Jurnal Geological Society of AmericaGSA Today volume 17 No.7 edisi Februari 2007, berjudul “Birth of a mud volcano: East Java, 29
May 2006 ”. Laporan tersebut menyebutkan bahwa Sumur BJP-1 yang tidak
dipasang casing berfungsi sebagai saluran penghubung antara lapisan Kujung lapisan sandstone ke lapisan aquifer yang lebih dangkal serta lapisan
overpressured mud lempung bertekanan tinggi pada formasi Kalibeng.
Fluida formasi yang masuk ke dalam sumur pada saat terjadinya kick tersebut bertemu dengan lapisan shaleclaystone. Dengan adanya tekanan yang kuat
overpressured maka fluida yang telah bercampur dengan shale tersebut menyembur ke permukaan.
Selain itu, PT Medco EP Brantas sebagai salah satu partner LBI dalam pengelolaan Blok Brantas dengan surat No. MGT-088JKT06 tanggal 5 Juni
2006 telah mengingatkan LBI pada saat technical meeting dengan LBI tanggal 18 Mei 2006, agar LBI memasang casing 9 58” pada kedalaman 8.500 kaki.
Pertimbangan teknis dari PT Medco EP Brantas adalah pemasangan casing tersebut untuk mengantisipasi adanya potensi masalah pada sumur sebelum
pemboran memasuki formasi Kujung. Akibat tidak dipasangnya casing sesuai dengan rencana drilling program, PT Medco EP Brantas berpendapat
Sumur BJP-1 tidak mampu menahan tekanan pada saat terjadinya loss circulation.
PT. ETTI PT. Exploration Think Tank Indonesia, sebuah konsultan pemboran yang digunakan BPK-RI untuk melakukan pemeriksaan kegiatan
pemboran dalam explorasi sumur BanjarPanji-1, pun menyimpulkan hal yang
Universitas Sumatera Utara
senada dengan apa yang penulis uraikan sebelumnya. Hal tersebut tertuang didalam Ringkasan Eksekutif : Laporan Pemeriksaan Atas Penanganan
Semburan Lumpur Panas Sidoarjo. Berdasarkan hasil penelitian PT. ETTI serta didukung dengan dokumen-dokumen yang diperoleh BPK RI, jelas dapat
disimpulkan bahwa proses explorasi yang dilakukan oleh pihak LBI berkorelasi dengan terjadinya semburan lumpur panas.
Kendati demikian, LBI tetap berusaha berdalih bahwa didalam peristiwa keluarnya lumpur panas, tidak berhubungan sama sekali dengan proses
explorasi yang mereka lakukan. Namun, berdasarkan data-data yang ada, bahkan pernyataan resmi dari rekanan LBI, yaitu PT Medco EP Brantas,
menunjukkan bahwa jelas dalam hal ini LBI punya andil dalam peristiwa keluarnya lumpur panas di Sidoarjo.
Uraian penulis sebelumnya yang berkaitan dengan paparan kondisi geologis wilayah explorasi LBI sebagaimana yang dituturkan oleh beberapa
ahli, bahkan secara historis gambaran mengenai kontur wilayah Jawa Timur Bagian Utara termasuk didalamnya wilayah yang diexplorasi, yang nyatanya
telah ada sejak zaman pemerintahan kolonial Belanda, serta hasil penelitian dari ahli geologi Huffco korporasi yang terlebih dahulu melakukan explorasi
di blok Brantas sebelum LBI, seharusnya mampu membuat pihak LBI menjadi lebih aware terhadap wilayah explorasi mereka.
Kewaspadaan tersebut dapat diwujudkan dengan memperhatikan setiap saran yang berkaitan dengan bagaimana selayaknya proses explorasi
dilakukan, dengan meminimalisasi berbagai kemungkinan resiko yang akan
Universitas Sumatera Utara
muncul kemudian. Salah satunya adalah dengan konsistensi untuk tetap memasang casing dalam setiap kedalaman ketika dilakukan pemboran,
sebagaimana yang telah dituangkan dalam drilling program. Namun dalam kenyataannya, LBI telah melakukan inkonsistensi dalam hal ini. Bahkan terus
berkelit dari demikian banyaknya fakta yang menunjukkan adanya kesalahan yang dibuat.
2 Kembali merujuk pada Ringkasan Eksekutif : Laporan Pemeriksaan Atas Penanganan Semburan Lumpur Panas Sidoarjo yang telah diramu oleh
BPK-RI. Penulis menemukan pula adanya indikasi kesalahan lain yang sudah dibuat oleh pihak LBI. Setidaknya ada 2 hal yang menjadi fokus
perhatian penulis, yaitu: a. Kapabilitas PT.MCN selaku kontraktor dan semua subkontraktornya
beserta para personil yang terlibat. Menurut penulis, berdasarkan catatan BPK-RI dalam Ringkasan
Eksekutif : Laporan Pemeriksaan Atas Penanganan Semburan Lumpur Panas Sidoarjo, PT.MCN beserta subkontraktornya, termasuk
didalamnya para personil yang terlibat dalam proses eksplorasi, kapabilitasnya patut dipertanyakan. Pendapat penulis tersebut
didasarkan beberapa hal. Pertama, terkait dengan penentuan kontraktor yang berperan dalam proses explorasi, tampak jelas bahwa
LBI lebih menekankan kepada penawaran yang lebih rendah, tanpa memperhatikan pengalaman yang dimiliki oleh kontraktor.
Universitas Sumatera Utara
Semua pekerjaan pemboran memerlukan kontraktor utama yang telah memiliki pengalaman yang memadai dengan reputasi yang
bagus. Dari sisi ini, PT MCN tidak memiliki pengalaman yang memadai untuk menangani kontrak dengan pendekatan IDPM. PT
MCN baru satu kali menangani kontrak sejenis IDPM yaitu kontrak integrated drilling service
IDS dari Semco di Sambutan dan Karang Munus, Kalimantan sesuai kontrak No.Con2000.09.003.E pada
tanggal 1 Januari 2001. Kedua
, Jika ditilik dari kemampuan yang dimiliki oleh para personilnya, maka berdasarkan laporan harian pemboran daily drilling
report Sumur BJP-1 yang dibuat oleh LBI diketahui bahwa dalam
pelaksanaan pekerjaan pemboran, personal PT MCN dan sub kontraktornya yang dipekerjakan pada pekerjaan tersebut tidak
memiliki pengetahuankeahlian yang memadai yang mengakibatkan progres
pekerjaan pemboran berjalan lambat. Tabel berikut menyajikan informasi yang menunjukkan ketidakmampuan personal
dalam melaksanakan pekerjaan pemboran:
Universitas Sumatera Utara
Menyikapi keberadaan fakta seperti ini, LBI kembali berkelit dengan mengatakan bahwa para personil yang bekerja dilapangan
adalah orang-orang yang bersertifikat Pusat Pelatihan Tenaga Pengeboran Minyak dan Gas Bumi Cepu PPT Migas Cepu dan
curriculum vitae dari tiap personil dijadikan rujukan awal dalam
pemilihan personil pemboran. Namun, BPK-RI sendiri berpendapat bahwa hal tersebut tidak dapat dijadikan landasan, karena hal tersebut
belum menjamin kapabilitas mereka dilapangan. Karena kemampuan dan kualitas personil tidak hanya didasarkan dengan adanya sertifikat,
melainkan juga dengan kemampuan mereka dalam implementasi dilapangan.
LBI selaku pemegang hak exploitasi atas wilayah pertambangan tersebut selayaknya tidak lepas tangan, dan menyerahkan sepenuhnya
mekanisme produksi yang ada dilapangan semata-mata pada kontraktor maupun para subkontraktor yang ada. LBI tetap harus
melakukan pemantauan secara ketat terkait dengan kinerja kontraktor, para subkontraktor beserta para personil dilapangan yang mereka
miliki. Hal ini penting untuk dilakukan, agar berbagai kemungkinan yang kontraproduktif dapat diantisipasi. Karena patut diingat, bahwa
informasi-informasi awal yang ada terkait dengan kondisi lapangan yang diexploitasi menunjukkan adanya resiko yang amat tinggi yang
mungkin dihadapi dilapangan.
Universitas Sumatera Utara
Kondisi demikian seharusnya membuat LBI menjadi lebih awas dalam menyikapi berbagai kondisi yang mungkin muncul. Namun,
kenyataan yang terjadi justru semakin menambah catatan hitam yang diukir oleh LBI dalam peristiwa keluarnya lumpur panas ini. LBI tidak
hanya sudah melakukan kesalahan dengan tidak mengindahkan informasi-informasi awal yang terkait dengan kondisi geologis yang
ada dilapangan, sehingga akhirnya mengambil sebuah penyikapan yang salah dengan tidak menjalankan apa yang telah dirancang dalam
drilling program yang terkait dengan pemasangan casing. Ditambah
lagi dengan kurangnya pengawasan terhadap kinerja kontraktor, subkontraktor beserta para personil yang ternyata kompetensi dan
kualitasnya dilapangan, patut dipertanyakan.
b. Kapabilitas peralatan yang digunakan dalam proses exploitasi. Berkaitan dengan peralatan yang digunakan, maka berdasarkan apa
yang tertuang dalam Ringkasan Eksekutif : Laporan Pemeriksaan Atas Penanganan Semburan Lumpur Panas Sidoarjo, banyak ditemukan
kendala-kendala yang dihadapi dilapangan, yang bersumber pada rusaknya peralatan pemboran yang ada.
BPK-RI menguraikan bahwa berdasarkan kontrak, pekerjaan pemboran Sumur BJP-1 direncanakan akan selesai dalam 37 hari
dengan target kedalaman adalah 10.037 kaki. Dalam pelaksanaanya, LBI memulai pemboran sejak tanggal 8 Maret 2006 dan pekerjaan
Universitas Sumatera Utara
dihentikan serta sumur dinyatakan ditinggalkan ditutup pada tanggal 4 Juni 2006. Hal tersebut menunjukkan bahwa LBIPT MCN telah
melaksanakan pekerjaan pemboran selama + 85 hari. Laporan harian pemboran daily drilling report menunjukkan
bahwa keterlambatan pekerjaan pemboran terutama disebabkan kerusakan dan perbaikan peralatan pemboran. Total hari perbaikan
peralatan pemboran mencapai 667,9 jam atau kurang lebih 27 hari yang disebabkan suku cadang yang tersedia tidak memadai. Sebagai
contoh, pada tanggal 6 s.d. 24 April 2006 perbaikanmodifikasi mesin dan peralatan pemboran dilakukan dengan mengirimkan peralatan
tersebut ke Tangerang dan Jakarta serta mendatangkan peralatan baru dari Medan. Perbaikan tersebut memakan waktu kurang lebih 456 jam
perbaikan atau setara dengan 19 hari dihabiskan hanya untuk perbaikan alat saja.
Selain peralatan pemboran yang sering rusak, PT MCN juga diduga menggunakan beberapa peralatan bekas, atau peralatan yang
tidak memenuhi standar kualitas. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa kegiatan pemboran diindikasikan tidak didukung dengan
peralatan atau spare part yang memadai. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya praktik kanibalisasi dan penggunaan suku cadang yang tidak
asli antar mesin dan mud pump. Uraian di atas menunjukkan bahwa PT MCN maupun
subkontraktor penyedia drilling rig tidak memiliki kesiapan, peralatan
Universitas Sumatera Utara
dan personil yang memadai dalam melaksanakan pekerjaan pemboran Sumur BJP-1. Dengan kata lain PT MCN tidak mentaati pasal-pasal
yang telah disyaratkan dalam kontrak IDPM No.Con-0144drlg2005 tanggal 23 Desember 2005 terkait dengan personal, peralatan dan
penyelesaian pekerjaan dengan baik, aman dan cakap yaitu pasal 5.5.1.a., pasal 5.5.1.b, pasal 5.3.a, dan Exhibit B. III.1.3.
Menyikapi hal ini, LBI menjelaskan bahwa jika dalam pelaksanaan kontrak IDPM terjadi keterlambatan dalam penyelesaian pekerjaan
atau ditemukan penyimpangan maupun cidera janji yang dilakukan oleh PT MCN, maka beberapa pasal dalam kontrak IDPM sudah
dibuat dengan tujuan perlindungan atas hak-hak LBI. Namun menurut penulis, kontrak IDPM yang dibuat tidak lantas dapat dijadikan
justifikasi bagi LBI untuk berkelit dari tanggung jawab. LBI tetap patut bertanggung jawab terhadap kesalahan yang dibuat PT. MCN
maupun para subkontraktor beserta para personil dilapangan. Penulis berpendapat demikian karena dalam penentuan kontraktor
yang akan bergerak dilapangan, LBI memiliki andil secara penuh. Sebagaimana penulis nyatakan sebelumnya bahwa dalam penentuan
kontraktor yang memenangkan tender, LBI hanya mendasarkan pada aspek penawaran yang lebih rendah. Hal tersebut jelas terurai dalam
Ringkasan Eksekutif : Laporan Pemeriksaan Atas Penanganan Semburan Lumpur Panas Sidoarjo yang disusun oleh BPK-RI.
Universitas Sumatera Utara
Dalam laporan tersebut BPK-RI menguraikan bahwa berdasarkan surat persetujuan Kepala Dinas Pengadaan dan Manajemen Jawa dan
Kawasan Timur Indonesia KTI BP Migas No.284BPD32002004-S1 tanggal 6 Juli 2004, LBI mengumumkan proses tender Integrated
Drilling Project Management IDPM atas lima proyek pemboran
yaitu Sumur BJP-1, Porong-2, Ketingan-1, Banjarpanji-2 dan Porong-3.
Setelah melalui proses tender dan tender ulang, akhirnya hanya tiga peserta tender yang memasukkan penawaran harga yaitu PT Medici
Citra Nusa MCN, PT Jasa Karya Utama JKU dan PT Patra Drilling PD dengan harga penawaran masing-masing PT MCN sebesar
US24,175,502.84, PT JKU sebesar US28,325,193.09 dan PT PD sebesar US28,620,093. Hasil negosiasi dengan peserta tender adalah
sebagai berikut: • Hasil negosiasi tanggal 22 Pebruari 2005 dengan PT MCN, harga
turun dari US24,175,502.84 menjadi US24,054,625.33; • Hasil negosiasi tanggal 10 Maret 2005 dengan PT JKU, harga
turun dari US28,325,193.00 menjadi US28,300,193.00; • Negosiasi tanggal 17 Maret 2005 dengan PT PD gagal. PT PD
tetap bertahan dengan harga penawaran semula yaitu US28,620,093 dengan alasan adanya risiko yang tinggi pada
proyek tersebut yang semuanya harus ditanggung pihak kontraktor.
Universitas Sumatera Utara
Dengan surat No.1044riGAL05 tanggal 21 Oktober 2005, LBI mengajukan permohonan penetapan PT MCN sebagai pemenang
tender IDPM kepada BP Migas dengan nilai penawaran sebesar US24,054,625.33, karena penetapanpemenang lelang diatas
US5,000,000.00 menjadi wewenang BP Migas. BP Migas dengan surat No.R91BPD00002005-S1 tanggal 30 Nopember 2005 kepada
LBI menyetujui PT MCN sebagai pemenang tender pekerjaan IDPM atas lima sumur eksplorasi termasuk BJP-1 dengan nilai kontrak
US24,054,625.33. Selanjutnya President LBI dan Dirut PT MCN menandatangani
kontrak pekerjaan sesuai Integrated Drilling Project Management Contract
IDPMC No.Con-0144DRLG2005 tanggal 23 Desember 2005. Kontrak IDPM meliputi pekerjaan lima sumur eksplorasi
onshore darat yaitu BJP-1, Porong-2, Ketingan-1, Banjarpanji-2, dan
Porong-3. Nilai kontrak pemboran khusus untuk Sumur BJP-1 adalah sebesar US5,431,461.74. Sumur BJP-1 adalah sumur pertama dari
kelima sumur tersebut yang akan dibor. Jangka waktu pemboran untuk Sumur BJP-1 direncanakan selama 37 hari.
Uraian diatas jelas menggambarkan bahwa dibandingkan dua calon kontraktor lainnya, PT. MCN-lah yang berani memberikan penawaran
paling rendah. Dalam kondisi seperti ini, seharusnya LBI mencari tau lebih detail mengenai kompetensi dan pengalaman dari kontraktor
yang berhasil memenangkan tender tersebut. Hal ini penting untuk
Universitas Sumatera Utara
dilakukan agar LBI tidak terjebak dengan penawaran yang murah saja, tapi mengabaikan kualitas kerja dari kontraktor yang bersangkutan.
Ketidakjelian dalam hal inilah yang akhirnya membuat LBI terjebak dalam permasalahan yang hingga kini belum jelas
penyelesaiannya. Kendati LBI berusaha berkelit dibalik tameng kontrak IDPM, namun menurut penulis, hal tersebut tidak dapat
dijadikan justifikasi bagi LBI untuk lari dari tanggung jawab dalam peristiwa keluarnya lumpur panas, yang diduga kuat bersumber dari
kesalahan dilapangan yang dibuat oleh pihak LBI yang direpresentasikan oleh kontraktor yakni PT.MCN dan para
subkontraktor beserta personil yang ada dilapangan.
C. Analisa Hukum
Pertanyaan sekarang yang muncul adalah, apakah Lapindo Brantas dapat dijadikan pelaku dalam kejahatan korporasi melihat terhadap apa yang telah
terjadi di Sidoarjo Jawa Timur ?. Seperti yang telah penulis sampaikan di bab sebelumnya, sebuah tindak pidana dapat dikategorikan sebagai sebuah tindak
pidana apabila tindakan tersebut memenuhi beberapa unsur-unsur. Dan penulis pun menyebutkan sebuah korporasi dapat dianggap
melakukan tindak pidana apabila korporasi tersebut dalam melaksanakan operasionalnya telah melakukan unsur-unsur yang mana ia dapat dijadikan pelaku
kejahatan korporasi.
Universitas Sumatera Utara