Latar Belakang Modernisasi Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Sosial Ekonomi Petani di DIY Tahun 1968-1984.

4 90 pada tahun 1968. Peningkatan jumlah produksi beras juga terjadi pada tahun 1969 yang mencapai 11,14 juta ton. Jumlah itu melebihi target awal yang ditetapkan pemerintah yaitu sebesar 10,5 juta ton. Kenaikan tersebut disebabkan oleh hujan yang dapat turun sepanjang tahun, sehingga para petani dapat menanam padi dua sampai tiga kali dalam periode itu. 9 Peningkatan jumlah produksi beras sangat berpengaruh bagi ekonomi Indonesia yaitu dapat membantu mengurangi pemborosan devisa dan inflasi karena tekanan pada harga pangan yang pernah terjadi sebelumnya. 10 Pemerintah dalam usahanya mengamankan persediaan pangan melaksanakan pembelian padi dan beras untuk memperbesar stok nasional, sekaligus menjaga kestabilan harga beras untuk melindungi petani produsen dari kemerosotan harga beras di waktu panen raya. 11 Pembangunan pertanian yang dilaksanakan di seluruh wilayah Indonesia pada intinya bertujuan untuk meningkatkan produksi beras dan memperbaiki taraf hidup masyarakat khususnya masyarakat petani. Produksi beras yang tinggi akan berpengaruh pada ketahanan pangan masyarakat. Produksi pertanian yang tinggi juga akan menambah penghasilan yang diperoleh petani. DIY adalah salah satu daerah di Pulau Jawa yang ikut melaksanakan pembangunan pertanian. Produksi 9 Ahmad Nashih Luthfi, dkk, Pemikiran Agraria Bulaksumur: Telaah Awal atas Pemikiran Sartono Kartodirdjo, Masri Singarimbun, dan Mubyarto , Yogyakarta: Sains Sajogyo Institute, 1980, hlm. 199. 10 Achmad Saubari, dkk, Presiden Soeharto dan Pembangunan Pertanian , Jakarta: Citra Media Persada, 1992, hlm. 96. 11 Widjojo Nitisastro, Pengalaman Pembangunan Indonesia: Kumpulan Tulisan dan Uraian Widjojo Nitisastro , Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2010, hlm.154. 5 padi di DIY sebelum adanya kebijakan pembangunan pertanian pernah mengalami peningkatan pada tahun 1950-1958. Jumlah produksi padi tahun 1950 sekitar 132.954 ton dan tahun 1958 sekitar 224.664 ton. 12 Peningkatan jumlah produksi padi tahun 1958 menunjukkan sekitar 52 persen lebih besar dibanding dengan tahun 1950. Perbandingan tersebut jauh melebihi tingkat pertambahan penduduk tahun 1950 sebesar 1.848.886 dan untuk tahun 1958 sebesar 2.096.519, menunjukkan kenaikan sekitar 13,5 persen. Hal itu menunjukkan bahwa hasil per bidang tanah cukup tinggi, tetapi berdasarkan hasil per tanah milik seorang petani penghasilan mereka tergolong rendah. Penyebabnya adalah terlalu banyak petani yang bekerja pada tanah-tanah yang subur. Program pembangunan pertanian di DIY dilaksanakan melalui program Bimbingan Massal Bimas yaitu Bimas Padi. Program Bimas Padi dilaksanakan di DIY tahun 1969-1970. Program Bimas Padi sukses dalam meningkatkan produksi beras di DIY. Kesuksesan tersebut dapat dilihat dari rata-rata produksi beras di DIY pada tahun 1981 yaitu sebesar 118,84 ton. Program Bimas merupakan program yang tidak berdiri sendiri, artinya berhubungan erat dengan hal lain seperti penyediaan pupuk dan obat pemberantas hama. Kebutuhan pupuk dalam negeri berkaitan dengan pengembangan industri pupuk dan masalah impor pupuk. 13 Rata-rata pembelian dan distribusi beras di Jawa Tengah dan DIY 12 Selo Soemardjan, Perubahan Sosial di Yogyakarta, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1982, hlm. 196. 13 Biro Pusat Statistik, Peta Konsumsi Pangan di Indonesia 1981, Jakarta: Biro Pusat Statistik, 1981, hlm. 58. 6 menunjukkan bahwa beras untuk distribusi lokal dapat dibeli 58 persen dari jumlah minimum yang dibutuhkan. Hal itu berarti 42 persen dari seluruh kebutuhan beras harus diimpor dari luar daerah, 14 mengingat DIY merupakan daerah yang surplus berasnya 400 ribu ton ke bawah. Program pembangunan pertanian pada kenyataannya telah mampu meningkatkan produksi beras, namun tidak sepenuhnya dapat terhindar dari kendala terutama kendala yang disebabkan oleh alam. Krisis beras yang terjadi tidak dapat dihindari pada tahun 1972. Produksi beras yang sangat minim disebabkan oleh panjangnya musim kemarau yang melanda Indonesia. Hal itu menyebabkan lahan-lahan pertanian tidak dapat memproduksi padi dengan baik. Krisis menyebabkan daerah-daerah yang defisit beras harus mendapat bantuan impor beras dari daerah yang surplus beras. Program Bimas berhasil meningkatkan produksi beras di DIY, sehingga pemerintah tidak perlu mengimpor beras dari luar daerah. Pelaksanaan Bimas secara teknis tidak mengalami kendala, namun bagi peserta Bimas yang merupakan petani produsen beras program ini agak membebani mereka. Petani harus mengeluarkan biaya tambahan yang berupa biaya pengangkutan pupuk dan gabah yang diangkut dari ladang ke kantor Badan Usaha Unit Desa BUUD. Petani merasa terbebani karena penghasilan yang mereka dapatkan harus dipotong untuk biaya tersebut. Perkembangan kesejahteraan petani ditentukan oleh perkembangan tingkat harga riil padi dan tingkat produktivitas. Biro Pusat Statistik dalam 14 Mubyarto, Masalah Beras di Indonesia, Yogyakarta: Lembaga Penelitian Ekonomi FEB UGM, 1975, hlm. 140. 7 kaitannya dengan batas garis kemiskinan menyebutkan bahwa laju perkembangan tersebut belum cukup mengangkat petani khususnya petani gurem atau petani kecil. Peningkatan produktivitas dan harga riil padi itu pun belum cukup menumbuhkan tingkat buruh tani dan buruh kasar di pedesaan. 15 Pemilihan tema dan judul skripsi ini dilakukan untuk menggambarkan hubungan antara kebijakan pemerintah dan sasaran kebijakan tersebut yaitu petani padi. Skripsi ini menggunakan tahun 1968 sebagai titik awal kajian karena pada masa tersebut pemerintah Orde Baru mencanangkan program Revolusi Hijau di Indonesia. Program tersebut bertujuan untuk meningkatkan produksi beras dalam negeri sekaligus mengurangi ketergantungan impor. Hasil beras dalam negeri yang sangat mampu mencukupi kebutuhan beras rakyat menandakan bahwa Indonesia telah berhasil melakukan swasembada beras pada 1984.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat ditarik beberapa rumusan yang dapat digunakan sebagai dasar penelitian yang akan dikaji. Rumusan masalah yang dapat dipaparkan adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana gambaran umum wilayah DIY? 2. Bagaimana kebijakan pemerintah dalam meningkatkan produksi padi di DIY? 3. Bagaimana pengaruh kebijakan pemerintah dalam meningkatkan produksi padi terhadap sosial ekonomi petani di DIY? 15 Agus Pakpahan, dkk, “ Perkembangan Kesejahteraan Petani”, Prisma, No. 5XXII1993, hlm. 59. 8

C. Tujuan Penelitian

Penulis dalam rangka pengerjaan penelitian, terdorong oleh beberapa tujuan yang akan dicapai. Penelitian ini memiliki beberapa tujuan yang terdiri atas tujuan umum dan tujuan khusus, yaitu : 1. Tujuan Umum a. Mencapai taraf praktek dalam keilmuan sejarah jenjang Strata-1 dengan menerapkan metodologi sejarah. b. Melatih berpikir kritis dan sistematis dalam keilmuan sejarah. c. Menambah khasanah penulisan sejarah Indonesia. 2. Tujuan Khusus a. Memaparkan gambaran umum wilayah Yogyakarta. b. Memaparkan kebijakan pemerintah dalam meningkatkan produksi padi di DIY. c. Memaparkan pengaruh kebijakan pemerintah dalam meningkatkan produksi padi terhadap sosial ekonomi petani di DIY.

D. Manfaat Penelitian

Penulis berharap tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan bagi penulis, yaitu: 1. Bagi Pembaca a. Memahami gambaran umum wilayah DIY. b. Memahami kebijakan pemerintah dalam meningkatkan produksi padi di DIY. 9 c. Memahami pengaruh kebijakan pemerintah dalam meningkatkan produksi padi terhadap sosial ekonomi petani di DIY. 2. Bagi Penulis a. Menjadi tolok ukur penulis mengenai pemahaman pengetahuan kesejarahan. b. Menjadi tolok ukur penulis mengenai kemampuan terhadap cara berpikir kritis dan sistematis. c. Menjadi tolok ukur penulis terhadap peranannya dalam perkembangan kesejarahan.

E. Kajian Pustaka

Kajian pustaka merupakan telaah terhadap pustaka atau literatur yang menjadi landasan pemikiran dalam penelitian. Kajian pustaka dalam kaitannya dengan penelitian sejarah penting untuk merekonstruksi suatu peristiwa yang memerlukan rujukan agar karya tersebut dapat dipertanggungjawabkan. Kajian pustaka dapat menambah informasi yang dibutuhkan dalam proses penulisan. Penulis memahami bahwa kajian pustaka sangat diperlukan dalam terciptanya sebuah karya sejarah yang baik. Penelitian ini menggunakan tiga buku yang berkaitan dengan tema yang akan dikaji. Kajian dalam skripsi ini adalah kondisi pertanian di DIY khususnya penerapan modernisasi pertanian serta pengaruhnya terhadap hasil pertanian dan kehidupan petani. DIY masih menggantungkan perekonomian daerah pada sektor pertanian di samping sektor industri, sektor perdagangan, dan sektor jasa. DIY memiliki keadaan geografis seperti letak wilayah, topografi, iklim, geohidrologi, 10 jenis tanah, dan komposisi tanah yang mendukung berkembangnya sektor pertanian sebagai sektor ekonomi. Pola penggunaan tanah di DIY yaitu tanah sawah, tanah tegalan, tanah pekarangan, dan hutan. Penggunaan lahan pertanian di DIY didominasi oleh sawah yaitu sekitar 70 dari luas tanah yang ada. Tanaman pertanian yang ditanam di DIY antara lain palawija, padi, jagung, ketela pohon, ketela rambat, ubi manis, ubi kayu, dan lain-lain. Tanaman pangan seperti padi adalah produk pertanian yang paling dominan karena paling banyak ditanam di berbagai daerah. Padi yang ditanam adalah padi sawah dan padi ladang. Padi sawah produksinya lebih banyak dibanding padi ladang, karena tingkat keberhasilan penanaman padi sawah lebih besar. DIY memiliki daerah penghasil padi di setiap kabupaten, apabila dilihat dari produktivitasnya Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Kulonprogo adalah penghasil padi sawah terbesar, sedangkan Kabupaten Gunungkidul adalah penghasil padi gogo terbesar di DIY. 16 Pemerintah Orde Baru dalam melakukan pembangunan pertanian di Indonesia melaksanakan sebuah program yang disebut dengan Revolusi Hijau. Revolusi Hijau bertujuan untuk meningkatkan produksi padi dalam negeri agar persediaan beras cukup. Revolusi Hijau di Indonesia dilakukan dengan menerapkan modernisasi pertanian kepada semua usaha tani agar menciptakan pertanian yang lebih maju. Modernisasi pertanian dilakukan melalui sebuah program yang disebut Bimbingan Massal Bimas dengan menerapkan Panca Usaha Tani yang terdiri dari penggunaan bibit unggul, pemupukan, pengairan, 16 Kantor Pusat Data Propinsi DIY, Monografi DIY Tahun 1979, Yogyakarta: Kantor Pusat Data, 1981, hlm. 98.