Penerapan Modernisasi Pertanian di DIY
71
tanam hingga musim panen. Inmas Biasa pelaksanaannya sama seperti Bimas Biasa, namun petani tidak mendapat kredit dari pemerintah. Inmas Baru
pelaksanaannya sama seperti Bimas Baru, namun petani tidak mendapat kredit dari pemerintah.
Pemerintah kemudian melaksanakan Bimas Gotong Royong pada tahun 1968-1970. Istilah “Gotong Royong” diambil dari sistem yang dipakai dalam
pelaksanaan program ini adalah bentuk kerja sama antara pemerintah dan swasta nasional dan asing.
30
Kerja sama yang dilakukan dengan pengusaha-pengusaha swasta asing antara lain, CIBA, COOPA, HOECHT, dan MITSUBISHI.
31
Pemerintah dalam melaksanakan Bimas menargetkan areal sawah sekitar 52.500 hektar pada tahun 1968 dan 23.000 hektar pada tahun 1969.
32
yang terdiri dari Bimas Nasional, Bimas Baru, Inmas Nasional, dan Inmas Baru.
Tabel 11 Target dan Realisasi Bimas Padi Musim Penghujan di DIY Tahun 1968
dalam hektar Jenis Bimas
Target Realisasi
Bimas Nasional 7.500
8.484 Bimas Baru
10.000 2.730
Inmas Nasional 30.000
22.802 Inmas Baru
5.000 2.669
Jumlah 52.500
36.685 Sumber: Statistik Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Jogjakarta Tahun 1969, hlm. 86.
30
Mubyarto, Politik Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Jakarta: Sinar Harapan, 1983, hlm. 36.
31
Pemerintah memandang perlu mengadakan kerja sama dengan pengusaha-pengusaha swasta asing karena kekurangan dana baik berupa kredit,
sarana produksi seperti pupuk dan obat-obatan hama dan penyakit.
32
Program Bimas tahun 1968 dilaksanakan saat musim penghujan, sedangkan program Bimas tahun 1969 dilaksanakan saat musim kemarau.
Pemerintah menargetkan program Bimas yang terdiri dari Bimas Nasional, Bimas Baru, Inmas Nasional, dan Inmas Baru.
72
Tabel diatas merupakan target dan realisasi pelaksanaan program Bimbingan Massal Bimas padi di DIY pada musim penghujan tahun 1968.
Realisasi Bimas Nasional mampu melebihi dari jumlah yang ditargetkan yaitu sebesar 12,9, namun untuk Bimas Baru realisasinya hanya 27,3. Inmas
Nasional realisasinya sebesar 76,3, sedangkan untuk Inmas Baru realisasinya sebesar 53,4. Target seluruh Bimas pada masa itu sejumlah 52.500 hektar,
namun yang dapat terealisasi hanya sebesar 36.685 hektar atau 69,9.
Tabel 12 Target dan Realisasi Bimas Padi Musim Kemarau di DIY Tahun 1969
dalam hektar Jenis Bimas
Target Realisasi
Nasional 11.250
3.344 Baru
3.750 2.064
Inmas Nasional 7.000
12.715 Inmas Baru
1.000 2.282
Jumlah 23.000
20.405 Sumber: Statistik Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 1970,
hlm. 86.
Tabel diatas merupakan target dan realisasi pelaksanaan program Bimbingan Massal Bimas padi di DIY pada musim kemarau tahun 1969. Bimas
Nasional realisasinya hanya sebesar 2,9, namun untuk Bimas Baru realisasinya sebesar 55,2. Inmas Nasional realisasinya mampu melebihi dari jumlah yang
ditargetkan yaitu 81,9, sama halnya dengan Inmas Baru realisasinya juga mampu melebihi dari jumlah yang ditargetkan yaitu sebesar 134. Target seluruh
Bimas pada masa itu sejumlah 23.300 hektar, dan mampu terealisasi sebesar 20.504 hektar atau 89,2.
73
Pemerintah dalam usahanya melaksanakan modernisasi pertanian menerapkan Panca Usaha Tani yang terdiri dari penggunaan bibit unggul,
pemupukan, pengairan, pemberantasan hama, dan teknik bercocok tanam. 1.
Penggunaan Bibit Unggul Program Bimas yang bertujuan untuk meningkatkan produksi padi dalam
waktu yang relatif cepat membutuhkan penggunaan bibit padi unggul agar produktivitas padi semakin baik. Padi yang ditanam di DIY sebelum adanya bibit
padi unggul adalah padi Jawa, Rojolele, Ketan, dan sebagainya.
33
Bibit padi unggul yang diperkenalkan di Indonesia adalah padi Peta Baru PB yaitu PB 5
dan PB 8.
34
Petani di DIY pada umumnya menanam jenis padi Pelita, P.B., Bengawan
, Cempa, C4, Serang, dan Slamet, sedangkan jenis padi yang ditanam di tegalan adalah padi Gaga, Cempa, Lombok, Mayangan, Molog, Langap, dan lain-
lain. Padi varietas unggul yang ditanam adalah padi PB5, IR36, Sentani, Cisedani, Kruing
, Holing dan Numpangkarya.
35
Jenis padi unggul tersebut lebih produktif dari padi lokal karena panennya lebih awal dan hasilnya lebih tinggi.
Pemerintah memperkenalkan jenis padi PB 20, 26, 28, 30 pada tahun 1974, jenis padi PB 34 diperkenalkan pada tahun 1976, dan jenis padi PB 36, PB
38, Cilacum
diperkenalkan pada
tahun 1978.
Pemerintah kemudian
33
Isni Herawati dan Sumintarsih, Peralatan Produksi Tradisional dan Perkembangannya di Daerah Istimewa Yogyakarta
, Jakarta: Depdikbud, 1989, hlm. 68.
34
Mubyarto, op.cit., hlm. 37.
35
Depdikbud, Adat Istiadat Daerah Istimewa Yogyakarta, Jakarta: Depdikbud, 1977, hlm. 46.
74
memperkenalkan jenis padi Cisade, Cimande, Agung, dan PB 42 pada tahun 1980.
36
2. Pemupukan
Pemupukan merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi produktivitas tanaman. Pupuk dapat diibaratkan sebagai makanan bagi tanaman
sehingga tanaman dapat hidup subur terutama pada lahan pertanian yang gersang. Penggunaan pupuk secara massal melalui program Bimas telah bertambah dari
areal intensifikasi 1,1991 juta hektar pada 1970 menjadi 5,925 juta hektar pada 1981.
Jenis pupuk di DIY secara umum terdiri dari pupuk kandang, pupuk hijau dan pupuk pabrik pupuk kimia.
37
Pupuk kandang dan pupuk hijau pembuatannya dilakukan oleh petani dengan bahan dan cara pembuatan yang
masih sederhana, sedangkan pupuk pabrik pupuk kimia pembuatannya dilakukan oleh pabrik dengan bahan yang mayoritas adalah bahan kimia dan cara
pembuatannya lebih terstruktur dengan menggunakan mesin. Pupuk yang diperkenalkan dalam program modernisasi pertanian adalah pupuk pabrik pupuk
kimia. Pupuk yang digunakan di DIY pada tahun 1979-1983 antara lain pupuk urea, TSP, DAP, dan ZA.
38
36
Wawancara dengan Bapak Adi di Kecamatan Depok pada tanggal 10 Oktober 2015.
37
Ibid ., hlm. 45.
38
Biro Statistik DIY, Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 1973 Bagian II
, Yogyakarta: Biro Statistik, 1974, hlm. 27.
75
3. Pengairan
Program modernisasi pertanian yang dilaksanakan juga merujuk pada pembangunan sarana irigasi. Pembangunan sarana irigasi dilakukan dengan
perbaikan secara menyeluruh terhadap sistem irigasi yang ada, penyelesaian proyek irigasi yang sudah dimulai, serta penilaian survei, perencanaan dan
permulaan pelaksanaan proyek irigasi yang baru.
39
Pengairan teknis adalah salah satu sistem pengairan yang dibangun setelah program Revolusi Hijau. Pengairan teknis berarti sawah memperoleh
pengairan dengan sistem irigasi teknis.
40
Sistem irigasi teknis merupakan jaringan irigasi yang didalamnya terdapat pemisah antara saluran pemberi dan saluran
pembuang, agar penyediaan dan pembagian air dapat sepenuhnya diatur dan diukur dengan mudah.
Sistem irigasi teknis terdiri dari saluran induk berupa dam sekunder, tersier, dan distribusi yang secara keseluruhan dibangun dan dipelihara oleh Dinas
Pengairan atau Pemerintah.
41
Sistem tersebut apabila mengalami kerusakan pada saluran-saluran
pengairannya biasanya
menjadi tanggung
jawab bagian
pembinaan pengairan, akan tetapi apabila membutuhkan swadaya masyarakat maka biaya ditanggung bersama oleh pengguna air.
Perubahan dari sistem tadah hujan ke sistem irigasi memberi banyak keuntungan bagi petani. Sistem irigasi memberikan pengaruh yang baik terhadap
39
Widjojo Nitisastro, Pengalaman Pembangunan Indonesia: Kumpulan Tulisan dan Uraian Widjojo Nitisastro
, Jakarta: Kompas, 2010, hlm. 169.
40
Biro Statistik DIY, op.cit., hlm. 62.
41
Ibid ., hlm. 63.
76
frekuensi penanaman padi di sawah dan hasil produksi padi. Keduanya semakin meningkat sejak adanya sistem irigasi. Sistem irigasi juga mengurangi resiko
adanya bahaya paceklik.
42
4. Pemberantasan Hama
Hama merupakan jenis hewan yang keberadaannya mengganggu lahan pertanian karena dianggap merusak tanaman. Hama tanaman harus dengan cepat
diberantas karena jika dibiarkan terlalu lama, akan menghambat produktivitas tanaman. Peningkatan penggunaan obat-obatan sangat diperlukan karena pada
kenyataannya varietas padi unggul lebih peka terhadap hama dan penyakit dibandingkan varietas padi biasa.
43
Jenis hama yang biasanya merusak tanaman padi antara lain tikus sawah R.r. Brevicaudutus, tikus huma R.r. Concolor Ephipium ulat penggerek
Scirpophaga Innotata dan Schunobius Bipunctifer, kupu-kupu Nymphula Depunctalis
, wereng cokelat Nilapervata Lugens, wereng hijau Nephotetix Apicalis
, walang sangit Leptocorixa Acuta, lembing hijau Nezara Viridula, dan ganjur Pachydiplosis Oryzae.
44
Pemberantasan hama padi jenis tikus sawah dan wereng cokelat membutuhkan obat-obatan khusus, sedangkan jenis hama padi lainnya hanya
membutuhkan insektisida biasa. Obat-obatan yang dibutuhkan untuk memberantas hama tikus sawah antara lain CS
2
, cyanodust, fosfor, warfarin, dan zinkoksida,
42
Ibid .
43
A. G. Kartasapoetra, Hama Tanaman Pangan dan Perkebunan, Jakarta: Bumi Aksara, 1987, hlm. 17.
44
A. G. Kartasapoetra, op.cit., hlm. 19.
77
sedangkan untuk memberantas wereng cokelat antara lain agrotihion, sumithion, karphos
, DDVP, nogos, sevin, diazinon,
45
furadan , dan basudin.
46
Pemerintah dalam rangka kerja samanya dengan pengusaha-pengusaha swasta asing juga
memperkenalkan teknologi terbaru yang dinilai efisien yaitu berupa alat-alat pemberantas hama yang disemprotkan melalui udara dengan bantuan pesawat dan
penggunaan light-trap.
47
Departemen Pertanian dalam hal pengaturan penggunaan obat-obatan pemberantas hama telah aktif mengumumkannya melalui media komunikasi
seperti radio, televisi, surat kabar serta melalui Petugas Penyuluhan Lapangan PPL
48
. Pemberantasan hama tanaman padi di DIY dilakukan dengan penyemprotan tekanan rendah dan tinggi serta sistem emposan. Obat-obatan
tanaman yang digunakan di DIY pada tahun 1979-1983 antara lain diphosin, z- phospide
, insektisida, rodentisida, dan fungisida.
49
5. Teknik Bercocok Tanam
Teknik pengolahan sawah sejalan dengan usaha pembangunan di sektor pertanian secara tidak langsung maupun langsung maka beralih dari teknik
pengolahan sawah secara tradisional ke sistem modern. Teknik pengolahan sawah
45
Jenis obatan-obatan ini merupakan jenis insektisida cair yang digunakan untuk pembasmian wereng cokelat.
46
Jenis obatan-obatan ini merupakan jenis insektisida butiran yang digunakan untuk pembasmian wereng cokelat.
47
Mubyarto, op.cit., hlm. 37.
48
A. G. Kartasapoetra, op.cit., hlm. 18.
49
Biro Statistik DIY, op.cit., hlm. 27.
78
yang lama diganti dengan teknik pengolahan sawah yang baru. Teknik baru tersebut menurut petani adalah penggunaan alat-alat baru dalam mengolah sawah.
Pengolahan sawah dibantu dengan teknologi mekanis seperti penggunaan mesin pengolah tanah, alat-alat panen, dan alat-alat pengolah hasil pertanian.
50
Penggunaan alat-alat pertanian modern di DIY pada tahun 1973 meliputi alat pengolahan tanah, pengolahan padi, dan penggilingan padi. Pengolahan tanah
terdiri dari alat-alat seperti traktor roda dua atau traktor tangan hand tractor dan traktor roda empat traktor besar. Pengolahan padi terdiri dari alat-alat seperti
perontok padi, pengering padi, dan penyosohan padi. Penggilingan padi terdiri dari alat-alat seperti huller, rice milling, dan penggilingan besar.
51
Penggunaan alat-alat pertanian modern pada dasarnya bertujuan untuk mempermudah pengolahan lahan pertanian, namun tidak sepenuhnya mendapat
respon yang baik dari petani. Petani di Desa Wijimulyo, Kulon Progo menuturkan bahwa penggunaan traktor untuk pengolahan sawah memberikan hasil yang
kurang baik terhadap tanahnya. Tanah sawah yang diolah menggunakan traktor hasilnya kurang baik, kurang dalam, dan kurang gembur.
52
Pengolahan tanah menggunakan traktor jelas lebih efektif namun tidak efisien, sebab tanah masih
harus digaru. Pengolahan tanah menggunakan traktor menyebabkan pemborosan
50
Isni Herawati dan Sumintarsih, op.cit., hlm. 61.
51
Biro Statistik DIY, op.cit., hlm. 104.
52
Wawancara dengan Bapak Sariyanto di Kecamatan Nanggulan pada 10 Oktober 2015.
79
karena petani harus membayar biaya sewa traktor sebesar Rp50.000,- untuk tanah seluas 1 hektar.
53
Petani beranggapan bahwa pengolahan tanah dengan menggunakan hewan ternak kerbau biayanya lebih murah. Pengolahan tanah dengan
menggunakan kerbau hanya memerlukan biaya sekitar Rp40.000,- untuk biaya meluku
yang dilakukan sekitar 10 kali. Biaya untuk satu kali meluku adalah Rp4.000,- dan dikerjakan dari pukul 06.00 pagi sampai 12.00 siang.
54
Penerapan modernisasi pertanian di DIY juga diupayakan untuk memberantas kemiskinan di masyarakat, seperti yang terjadi di Desa Sriharjo,
Kabupaten Bantul, DIY. Program Bimas di Desa Sriharjo mengalami kemajuan yang pesat. Luas areal sawah yang sudah diterapkan program Bimas sekitar 145
ha, sedangkan luas areal sawah secara keseluruhan sekitar 195 hektar.
55
Program Bimas terbukti dapat meningkatkan produksi padi di desa tersebut. Produksi padi
sebelum adanya program Bimas hanya sekitar 60 kuintal per hektar, sedangkan setelah adanya program Bimas mengalami kenaikan hingga 80-90 kuintal per
hektar. Program Bimas juga membuat petani di Desa Sriharjo lebih tergugah
untuk menggunakan pupuk terhadap sawahnya. Program Bimas telah menciptakan sarana penggilingan padi bagi petani sebanyak 3 unit, padahal sebelum adanya
53
Wawancara dengan Bapak Sugito di Kecamatan Nanggulan pada 10 Oktober 2015.
54
Wawancara dengan Bapak Sariyanto di Kecamatan Nanggulan pada 10 Oktober 2015.
55
Masri Singarimbun dan D.H. Penny, Penduduk dan Kemiskinan: Kasus Sriharjo di Pedesaan Jawa
, Jakarta: Bhratara Karya Aksara, 1976, hlm. 180.
80
program tersebut Desa Sriharjo tidak memiliki sarana penggilingan padi. Pengadaan penggilingan padi tersebut membuat petani merasa terbantu dan
memberikan keuntungan karena ongkosnya lebih murah, lebih efektif, dan beras yang dihasilkan lebih bersih. Program Bimas di Desa Sriharjo tidak hanya
memberikan keuntungan bagi petani saja, namun juga masyarakat yang berprofesi selain petani.