Keadaan Penduduk Modernisasi Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Sosial Ekonomi Petani di DIY Tahun 1968-1984.

43 Tabel 5 Persentase Penduduk Menurut Lapangan Pekerjaan di DIY dalam persen No. Lapangan pekerjaan Tahun 1976 1979 1. Pertanian 62,9 55,1 2. Industri 12,4 14,7 3. Perdagangan 10,3 12,8 4. Jasa 10,1 11,3 Sumber: Monografi Daerah Istimewa Yogyakarta, hlm. 67. Penduduk DIY yang bekerja di sektor pertanian mayoritas bermatapencaharian sebagai petani. Petani dalam memenuhi kebutuhan hidup sangat bergantung pada lahan pertanian, padahal tidak semua petani tergolong sebagai petani kaya yang dapat memenuhi semua kebutuhan hidup. Sajogyo membagi golongan petani di Jawa menurut kepemilikan tanahnya yaitu petani lapisan atas, petani sedang, dan petani lapisan bawah petani gurem. 47 Petani lapisan atas adalah petani yang memiliki tanah lebih dari 1 hektar. Petani sedang adalah petani yang memiliki tanah antara 0,5-1 hektar. Petani lapisan bawah petani gurem adalah petani yang memiliki tanah kurang dari 0,5 hektar. 48 Golongan petani di DIY terdiri dari petani kaya, petani kecil, petani gurem , dan buruh tani. 49 Petani kaya adalah petani yang memilihi lahan pertanian dengan luas lebih dari dua hektar, dan biasanya menyediakan tanahnya kepada orang lain. Petani kaya cenderung menggunakan modalnya untuk mempekerjakan 47 Khairuddin, Pembangunan Masyarakat: Tinjauan Aspek Sosiologi, Ekonomi , dan Perencanaan, Yogyakarta: Liberty, 1992, hlm. 143. 48 Ibid . 49 Djoko Suryo, Gaya Hidup Masyarakat Jawa di Pedesaan: Pola Kehidupan Sosial dan Ekonomi , Jakarta: Depdikbud, 1985, hlm. 22. 44 orang lain di atas lahan pertaniannya. Petani golongan ini biasanya dipilih sebagai pimpinan desa. Petani kecil adalah petani yang memiliki lahan pertanian dengan luas sekitar satu hektar atau satu bau. Petani golongan ini biasanya memiliki hidup yang sangat sederhana, bahkan jauh dari kata mewah, karena hasil pertanian yang diperoleh juga sedikit. Petani gurem adalah petani yang memiliki lahan pertanian dengan luas kurang dari 0,2 hektar. Petani golongan ini biasanya melakukan usaha bagi hasil dengan petani kaya. Hal itu dilakukan karena petani gurem hanya memiliki lahan yang sangat terbatas. Buruh tani adalah golongan petani yang tidak memiliki lahan pertanian baik sawah maupun tegalan. Buruh tani biasanya bekerja di lahan pertanian milik orang lain sehingga memperoleh upah kerja. Petani baik petani kaya, petani kecil, petani gurem, dan buruh tani keberadaannya sangat berkontribusi di masyarakat. Mereka merupakan produsen beras yang dibutuhkan untuk konsumsi masyarakat. Petani yang mencapai tingkat “cukup” adalah petani yang dapat menghasilkan beras sekitar 1,2 ton per tahun. Hal itu merujuk pada anggapan umum bahwa petani kaya dan pemuka desa yang dapat menerima pendapatan sebesar itu. 50

C. Kondisi Pertanian

Kondisi pertanian dipengaruhi oleh faktor alam antara lain, iklim, jenis tanah, topografi, pengairan, dan angin. Indonesia merupakan salah satu negara yang termasuk dalam daerah tropik sehingga jenis pertaniannya adalah pertanian 50 Masri Singarimbun dan D.H. Penny, Penduduk dan Kemiskinan, Jakarta: Bhratara Karya Aksara, 1976, hlm. 31. 45 tropika. Pertanian tropika mendapat pengaruh langsung dari garis khatulistiwa yang membentang di beberapa daerah. Pengaruh yang paling mencolok adalah berlangsungnya dua musim yang berbeda dalam satu tahun, yaitu musim hujan dan musim kemarau. 51 Pertanian di Indonesia termasuk dalam pertanian maju yang menurut sifatnya dibagi menjadi dua golongan, yaitu pertanian rakyat dan pertanian perkebunan besar onderneming. 52 Pertanian rakyat dan pertanian perkebunan besar memiliki persamaan yaitu sangat dipengaruhi oleh keadaan alam, namun yang menjadi perbedaan adalah faktor alam yang mempengaruhinya. Pertanian rakyat dipengaruhi oleh iklim, musim, jenis tanah dan bentuk tanah, sedangkan pertanian perkebunan besar hanya dipengaruhi oleh bentuk tanah. Pertanian di DIY sebagian besar dikerjakan di lahan pertanian milik pribadi pekuleh. 53 Lahan pertanian milik pribadi pekuleh di DIY ada yang penguasaannya dilakukan berdasarkan aturan tertentu, seperti yang terjadi di Kelurahan Tuksana, Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon Progo. Penguasaan tanah di daerah tersebut antara lain tanah lungguh atau bengkok, pangarem-arem, 51 Kaslan A. Tohir, Pengantar Ekonomi Pertanian, Bandung: Vorkink- Van Hoeve Gravenhage, t.t., hlm. 38. 52 Ibid ., hlm. 44. 53 Lahan pertanian yang berada di atas tanah milik pribadi pekuleh tidak hanya dikuasai selama orang tersebut memegang jabatan dalam masyarakat desa saja, tetapi dapat dikuasai selamanya bahkan dapat diwariskan, dijual, dan digadaikan. 46 dan kas desa. 54 Tanah lungguh atau bengkok adalah tanah yang dimiliki seseorang ketika bekerja sebagai perabot desa. Tanah lungguh atau bengkok disebut juga gaduhan . Tanah tersebut hanya dapat dikuasai selama orang tersebut masih menjadi perabot desa. Tanah pangarem-arem adalah tanah yang dimiliki seseorang karena banyak berjasa terhadap desa. Tanah tersebut hanya dapat dikuasai selama orang tersebut masih hidup, jika sudah meninggal tanah adalah milik kas desa. Tanah kas desa adalah tanah yang dimiliki oleh kelurahan. Tanah tersebut digunakan sebagai cadangan apabila kelurahan membutuhkan biaya sewaktu-waktu, misalnya untuk dana pembangunan desa. 55 Lahan pertanian yang dimiliki oleh petani di DIY pada dasarnya sangat beragam. Petani yang tidak memiliki lahan sawah atau tegalan biasanya melakukan sebuah cara agar tetap dapat bercocok tanam, antara lain dengan menyewa tanah, melakukan bagi hasil, menggadaikan tanah dan srama. Penyewaan tanah untuk lahan pertanian biasanya dilaksanakan secara tahunan. Menyewa tahunan atau menyewa oyodan berkisar 2-3 tahun. Tarif sewa tanah dalam satu tahun sekitar Rp250,-hektar. Petani selain melakukan penyewaan tanah juga dapat melakukan bagi hasil. Petani dalam sistem bagi hasil dapat menggarap sawah milik orang lain dengan mendapat bagian separo setengah dari hasil panennya. 54 Depdikbud, Adat Istiadat Daerah Istimewa Yogyakarta, Jakarta: Depdikbud, 1976, hlm. 50. 55 Ibid ., hlm. 51. 47 Petani yang tidak memiliki sawah dapat bercocok tanam melalui sistem penggadaian tanah. Petani akan memperoleh sawah dari adhol sendhe. 56 Adhol sendhe berlaku selama 2-5 tahun menurut perjanjian, dan selama uang pinjaman belum lunas kepemilikan sawah belum kembali sepenuhnya. Penerimaan dan pengambalian dalam sistem penggadaian tanah berwujud uang yang diukur dengan harga emas atau beras yang setara pada saat pemberian awal. 57 Petani yang tidak memiliki sawah dapat bercocok tanam juga melalui sistem srama. 58 Petani yang tidak memiliki sawah dapat melalukan nyrama kepada sawah orang lain. Kelurahan Wanakarta, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman adalah salah satu desa yang melaksanakan sistem srama. 59 Petani dapat bercocok tanam di sawah milik orang yang disrama dengan bayaran uang dan setengah hasil panen. Sistem srama biasanya dilakukan satu kali per tahun. Sistem ini sebenarnya agak merugikan petani, namun petani di daerah tersebut masih banyak yang melaksanakan. Petani yang ingin cepat mendapatkan uang dapat melakukan ijon yaitu menjual tanamannya ketika masih muda, dengan perjanjian- perjanjian yang kurang menguntungkan petani. 60 Penanaman padi di DIY masih bertumpu pada kepercayaan petani terhadap aturan tradisional mengenai periode-periode menanam yang biasanya 56 Adhol sendhe adalah menggadaikan sawah ke orang lain. 57 Ibid ., hlm. 51. 58 Srama adalah semacam kontrak. 59 Ibid ., hlm. 52. 60 Ibid .