Keadaan Geografis Modernisasi Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Sosial Ekonomi Petani di DIY Tahun 1968-1984.
29
Progo memiliki luas wilayah 586,28 km
2
terdiri dari 12 kecamatan dan 88 kelurahan. Wilayah Kabupaten Kulon Progo berbatasan dengan Kabupaten
Magelang di sebelah utara, Kabupaten Purworejo di sebelah barat, Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul di sebelah timur, dan Samudra Hindia di sebelah
selatan lihat lampiran 6. Kabupaten Gunungkidul terletak pada 7
o
58’ LS dan 110
o
36’ BT.
12
Kabupaten Gunungkidul berada pada ketinggian 100-700 m di atas permukaan laut. Kabupaten Gunungkidul bagian utara zone utara berada pada ketinggian
200-700 m di atas permukaan laut. Kabupaten Gunungkidul bagian tengah zone tengah atau yang dikenal dengan Ledok Wonosari berada pada ketinggian 150-
300 m di atas permukaan laut. Kabupaten Gunungkidul bagian selatan zone selatan atau yang dikenal dengan Gunung Seribu merupakan daerah berbukit dan
berbatu karang yang berada pada ketinggian 100-300 m di atas permukaan laut.
13
Wilayah Kabupaten Gunungkidul memiliki luas wilayah 1485,36 km
2
terdiri dari 13 kecamatan dan 144 kelurahan. Wilayah Kabupaten Gunungkidul berbatasan
dengan Kabupaten Klaten dan Kabupaten Sukoharjo di sebelah utara, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman di sebelah barat, Kabupaten Wonogiri di sebelah
timur, dan Samudra Hindia di sebelah selatan lihat lampiran 7.
12
Biro Hubungan Masyarakat, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta: Biro Hubungan Masyarakat, t.t, hlm. 1.
13
Sutrisno Kutoyo, op.cit., hlm. 37.
30
Iklim adalah suatu keadaan yang menggambarkan suasana mengenai udara dan cuaca di sebuah wilayah dalam kurun waktu tertentu.
14
Iklim meliputi temperatur, kecepatan angin, kelembaban udara, dan curah hujan. Temperatur
harian di wilayah DIY berkisar 26,68
o
C dengan rata-rata maksimum 30,48
o
- 33,6
o
C dan rata-rata minimum 21,1
o
-23,0
o
C.
15
Kecepatan angin sekitar 5-16 knot per jam 2,57-8,22 mdetik. Kelembaban udara di wilayah DIY berkisar antara
73-77 dengan maksimum 95-97 dan minimum 43-45. Curah hujan tahunan di wilayah DIY berdasarkan Peta Isohyet rata-rata berkisar dari 1500-
3500 mm. Hidrologi di wilayah DIY terdiri dari hidrologi sungai dan air tanah yang
berfungsi sebagai irigasi pertanian dan keperluan sehari-hari penduduk. DIY dialiri oleh beberapa sungai besar yang melewati Kabupaten Sleman, Kabupaten
Kulon Progo, dan Kabupaten Bantul serta langsung bermuara ke Lautan Indonesia. Sungai tersebut antara lain, Sungai Progo, Sungai Oyo dan Sungai
Opak
16
yang tergolong sungai besar berdasarkan luas daerah pengalirannya. Sungai Progo dengan daerah pengaliran yang berasal dari Pegunungan Kulon
Progo, Gunung Merapi, dan lainnya terletak di luar DIY memiliki luas daerah pengaliran sebesar 69.460 ha. Sungai Opak dengan daerah pengaliran Sungai Oyo
yang berasal dari Pegunungan Selatan dan daerah pengaliran yang berasal dari
14
Desi Anwar, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Surabaya: Amalia, 2003, hlm. 177.
15
Kantor Pusat Data Propinsi DIY, op.cit, hlm. 16.
16
Kantor Pusat Data Propinsi DIY, op.cit, hlm. 27.
31
lereng selatan Gunung Merapi memiliki luas daerah pengaliran sebesar 50.830 ha, sementara Sungai Oyo memiliki luas daerah pengaliran sebesar 72.710 ha.
Tanah dalam kaitannya dengan pertanian memiliki fungsi yang sangat penting karena tanah merupakan tempat tumbuhnya tanaman pertanian. Tingkat
kesuburan tanah sangat mempengaruhi produktivitas tanaman pertanian. Jenis- jenis tanah yang ada di wilayah DIY pada umumnya adalah tanah yang subur
sehingga sangat memungkinkan untuk dijadikan area persawahan. Jenis tanah yang terdapat di beberapa kabupaten di DIY memiliki sifat, kesuburan, dan
kemampuan yang berbeda-beda. Jenis tanah yang ada di wilayah DIY antara lain, rendsina, mediteran, regosol, kambisol, aluvial, gleisol, latosol, dan gromusol.
17
Keadaan geografis di suatu daerah pada dasarnya merupakan faktor utama atas berlangsungnya kehidupan manusia, salah satunya adalah bidang
pertanian. Pertanian di DIY sangat dipengaruhi oleh keadaan geografisnya seperti iklim, kelembaban udara, hidrologi, dan jenis tanah yang telah dijelaskan diatas.
Pertanian di DIY telah dimulai sejak masa prasejarah ketika masyarakatnya masih bersifat primitif. Pertanian hanya dilakukan dengan cara yang sederhana yaitu
dengan mencari dan mengumpulkan bahan makanan dari beberapa tempat. Perkembangan masyarakat yang semakin maju menyebabkan kemajuan
pertanian. Pertanian mulai dilakukan dengan cara menanam padi sehingga masyarakat tidak perlu lagi mencari dan mengumpulkan bahan makan dari
beberapa tempat. Penanaman padi di DIY telah dimulai pada masa Kerajaan
17
Ibid. , hlm. 40.
32
Mataram.
18
Denys Lombard menyebutkan kepemilikan sawah di Kerajaan Mataram tidak hanya dikuasai oleh raja, tetapi para bangsawan berhak mengelola
lahan yang kemudian dikerjakan oleh rakyat biasa.
19
Kondisi produksi padi pernah dicatat oleh Residen Yogyakarta yaitu Matthias Waterloo pada tahun 1804.
20
Matthias Waterloo mengatakan bahwa produksi padi pada masa itu lebih baik daripada 20 tahun sebelumnya. Thomas
Stamford Raffles seorang Gubernur Jenderal yang pernah berkuasa di Jawa pada tahun 1811-1816, juga mengatakan dalam sebuah tulisan bahwa sedikit sekali
negeri yang rakyatnya dapat makan nasi dengan baik seperti di Jawa. Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa kondisi produksi padi di Yogyakarta pada masa itu
dapat dikatakan baik. Padi adalah tanaman penting bagi Kesultanan Yogyakarta, karena tanaman tersebut merupakan komoditi ekspor utama, selain produk lainnya
seperti tembakau, kain, dan batik.
21
Penanaman padi di DIY juga tidak terlepas dari inovasi Pemerintah Jepang khususnya di bidang pertanian rakyat.
22
Pemerintah Jepang mencoba
18
Andreas Maryoto, Jejak Pangan: Sejarah, Silang Budaya, dan Masa Depan
, Jakarta: Kompas, 2009, hlm. 24.
19
Denys Lombard, Nusa Jawa Silang Budaya: Warisan Kerajaan- kerajaan Konsentris
, Jakarta: Gramedia Pustaka, 2008, hlm. 45.
20
Ibid .
21
Ibid.
22
Pemerintah Belanda dan Jepang telah mencoba meningkatkan produksi pertanian. Usaha-usaha tersebut terpusat pada pengenalan teknik-teknik pertanian
yang lebih baik, penggunaan pupuk kandang dan pupuk impor, serta pemilihan bibit-bibit yang lebih baik.
33
memperkenalkan sistem penanaman bergaris
23
sebagai teknik penanaman padi yang lebih baik. Pemerintah Jepang juga memperkenalkan pupuk kompos yang
terbuat dari guguran daun, kotoran hewan, dan sampah-sampah yang dimasukkan ke dalam tanah, diairi, dan ditutup selama beberapa hari. Bibit padi yang diimpor
dari Taiwan merupakan bibit padi unggul yang diperkenalkan oleh Pemerintah Jepang. Bibit tersebut dapat menghasilkan padi yang baik dan bisa dipanen
sebanyak tiga kali dalam rentang waktu satu tahun, padahal dalam sistem tradisional padi hanya bisa dipanen sebanyak dua kali.
24
Pertanian di DIY termasuk pertanian yang telah maju sehingga sistem pertanian yang diterapkan adalah sistem pertanian menetap sedentary. Pertanian
yang telah maju dilakukan secara teratur dan dicirikan oleh peralatan besi yang cukup seperti cangkul, bajak, dan traktor.
25
Sistem pertanian menetap berbeda dengan sistem pertanian berpindah shifting yang dilakukan oleh pertanian
primitif. Sistem pertanian menetap hanya mengolah tanah pada satu tempat yang telah ditentukan dan dilakukan secara berkelanjutan.
Pertanian di DIY termasuk dalam pertanian rakyat sehingga pola penggunaan tanahnya terdiri dari sawah, ladang atau tegalan, pekarangan, hutan,
23
Sistem penanaman bergaris dilakukan dengan membuat suatu jalur penanaman yang ditentukan dengan merentangkan tali pada kedua sisi sawah,
kemudian bibit padi ditanam menurut jarak yang sudah ditentukan. Sistem tersebut membutuhkan sedikit bibit dan tenaga kerja daripada yang dipakai dalam
sistem tradisional.
24
Selo Soemardjan, Perubahan Sosial di Yogyakarta, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1982, hlm. 189.
25
Johara T. Jayadinata, Tata Guna Tanah Dalam Perencanaan Pedesaan, Perkotaan dan Wilayah
, Bandung: Penerbit ITB, 1999, hlm. 70.
34
dan lain-lain. Sawah merupakan tanah yang diusahakan dan diberi pengairan untuk menanam padi. Sawah menurut jenis pengairannya terdiri dari sawah tadah
hujan
26
dan sawah oncoran.
27
Sawah tadah hujan biasanya berada di daerah yang tidak memiliki pasokan air yang cukup untuk mengairi sawah, sehingga hanya
dapat bergantung pada musim hujan.
28
Sawah tadah hujan di DIY banyak terdapat di Kabupaten Bantul, Kulon Progo, Kabupaten dan Gunungkidul. Sawah oncoran
biasanya berada di daerah yang memiliki pasokan air yang cukup untuk mengairi sawah. Sawah oncoran di DIY banyak terdapat di Kabupaten Sleman.
29
Pengairan diurus oleh pamong desa yang ada di setiap kelurahan. Pamong desa yang bertugas mengurus pengairan biasanya disebut dengan ulu-ulu.
Pengairan sawah di DIY terutama di daerah pedesaan juga diurus oleh pamong desa atau perabot desa.
30
Pengairan untuk sawah selain melalui sistem tadah hujan
dan oncoran, dapat juga diperoleh melalui pengairan teknis. Pengairan teknis mulai diadakan di DIY sekitar tahun 1960-an. Pengairan teknis merupakan
pengairan yang diperoleh dari sistem irigasi teknis, yaitu terdapat pemisahan antara saluran pemberi dan saluran pembuang dalam jaringan irigasinya agar
26
Sawah tadah hujan adalah sawah yang pengairannya berasal penampungan, penyebaran dan perluasan air hujan.
27
Sawah oncoran adalah sawah yang pengairannya berasal dari saluran irigasi seperti sungai dan selokan.
28
Johara T. Jayadinata, Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Pedesaan Perkotaan dan Wilayah
, Bandung: ITB, 1986, hlm. 71.
29
Depdikbud, Adat Istiadat Daerah Istimewa DIY, Jakarta: Depdikbud, 1976, hlm. 41.
30
Ibid ., hlm. 53.
35
penyediaan dan pembagian air dapat diatur dengan mudah. Jaringan irigasi teknis terdiri dari saluran induk yaitu saluran air sekunder dan saluran air tersier yang
dibangun serta dipelihara oleh Dinas Pengairan atau Pemerintah.
31
Sawah sebagai lahan pertanian dilakukan dalam beberapa tahap pengerjaan, antara lain pengolahan sawah, penanaman, pemeliharaan tanaman,
pengambilan hasil tanaman, dan pengolahan hasil tanaman. Pengolahan sawah merupakan tahap awal pengerjaan lahan persawahan. Pengolahan sawah
dilakukan dengan cara mengolah tanah yaitu membalik lapisan tanah kemudian diberi pupuk agar tanah memiliki kualitas yang baik sehingga siap untuk ditanami.
Penanaman dilakukan setelah tahap pengolahan sawah. Penanaman biasanya dilakukan dengan cara menanam bibit tanaman yang akan ditanam pada lapisan
tanah yang telah diolah dan diberi pupuk. Penanaman memerlukan alat pertanian seperti kuali, dandang, tombong, gembor, besek, ember, dan gayung.
Pemeliharaan tanaman
dilakukan setelah
tahap penanaman.
Pemeliharaan biasanya dilakukan dengan cara memberi pupuk dan obat pada tanaman agar
terhindar dari hama dan penyakit. Pemeliharaan tanaman memerlukan alat pertanian seperti hand sprayer
32
yang berfungsi sebagai alat penyemprot obat tanaman. Pengambilan hasil tanaman dilakukan setelah tahap
pemeliharaan tanaman. Pengambilan hasil tanaman biasanya dilakukan dengan mengambil atau memetik tanaman yang sudah siap untuk dipanen. Pengambilan
31
Isni Herawati dan Sumintarsih, Peralatan Produksi Tradisional dan Perkembangannnya di Daerah Istimewa DIY
, Jakarta: Depdikbud, 1989, hlm. 63.
32
Hand sprayer
adalah alat
penyemprot obat
tanaman yang
penggunaannya dilakukan dengan cara memompa secara berturut-turut.
36
hasil tanaman memerlukan alat pertanian seperti sabit, keronjot karung plastik, klehtek
gerobak kecil, grobog, dan genthong. Pengolahan dilakukan setelah tahap pengambilan hasil tanaman. Pengambilan hasil tanaman memerlukan alat
pertanian seperti blungkang pelepah daun kelapa, threser alat perontok padi modern, huller atau rice milling unit, lumpang, dan alu.
Ladang merupakan bagian dari lahan pertanian yang ada di DIY. Ladang atau tegalan adalah tanah yang diusahakan untuk menanam tanaman selain
tanaman pangan, misalnya tanaman palawija dan tanaman sampingan lainnya tanpa dialiri air. Geertz menyebutkan tiga ciri pokok perladangan yaitu
perladangan pada tingkat umum dicapai dengan meniru hutan tropis, kualitas yang tinggi antara zat makanan yang tersimpan dalam bentuk hidup dan dalam tanah,
serta ladang dan hutan mengikuti arsitektur umum yaitu berstuktur pelindung tertutup.
33
Gourou menyebutkan ciri-ciri ladang antara lain, diusahakan di tanah tropis yang gersang, teknik pertanian yang sederhana tanpa menggunakan alat
kecuali kampak, kepadatan penduduk rendah, dan tingkat konsumsi rendah. Otto Soemarwoto seorang ahli ekologi mengatakan sistem perladangan
ditandai dengan munculnya kerusakan hutan, erosi, banjir, dan kekeringan tanah. Zein mengatakan ladang sebagai suatu kegiatan ekonomi yang mempunyai akibat
ekstern dan tidak tercermin di dalam harga produksi.
34
Ladang memiliki persamaan dengan pekarangan dan hutan. Persamaan antara ketiganya adalah
33
Handojo Adi Pranowo, Manusia dan Hutan: Proses Perubahan Ekologi di Lereng Gunung Merapi
, DIY: Gadjah Mada University, 1985, hlm. 33.
34
Ibid ., hlm. 30.
37
tidak diberi pengairan secara khusus. Pola perladangan dilakukan dalam beberapa tahap pengerjaan, yaitu memilih tempat, menebas, menebang, membakar dan
membersihkan, menanam, mendangir, menjaga dan mengetam.
35
Tahap memilih
tempat, menebas,
menebang, membakar
dan membersihkan pada masa sekarang sudah tidak dilakukan lagi, mengingat sistem
pertanian yang digunakan pada masa sekarang adalah sistem pertanian menetap sedentary, sehingga tahap yang dilakukan hanya menanam, mendangir, dan
mengetam. Menanam dilakukan dengan cara membuat lubang di dalam tanah ±5 cm dengan menggunakan gejlig.
36
Tahap selanjutnya setelah menanam adalah mendangir. Mendangir dilakukan dengan membalik lapisan tanah dengan
menggunakan pacul cangkul agar mempercepat proses pembusukan dari dedaunan
dan juga
mematikan rumput-rumput
liar yang
mengganggu pertumbuhan tanaman.
37
Tahap selanjutnya setelah mendangir adalah mengetam. Mengetam dilakukan dengan memetik hasil tanaman yang telah siap panen.
Pekarangan merupakan tanah yang diusahakan untuk menanam tanaman selain padi. Pekarangan dapat juga disebut sebagai kebun kecil yang biasanya
terdapat di sekitar rumah. Jenis tanaman yang ditanam di pekarangan adalah sayur-sayuran, buah-buahan, bumbu, atau tanaman lain yang diperlukan untuk
kebutuhan hidup sehari-hari. Pekarangan juga dapat ditanami tanaman umbi-
35
Handojo Adi Pranowo, op.cit., hlm. 35.
36
Gejlig adalah potongan kayu yang runcing di bagian ujungnya, memiliki diameter ± 7 cm dan digunakan untuk membuat lubang di dalam tanah.
37
Handojo Adi Pranowo, op.cit., hlm. 42.
38
umbian seperti berbagai jenis ubi dan singkong.
38
Hutan adalah tanah yang diusahakan untuk ditanami pohon-pohon tertentu. Hutan terdiri dari hutan lindung
yang biasanya dilindungi dan dirawat oleh pemerintah melalui Dinas Kehutanan, sedangkan hutan liar merupakan hutan yang keberadaannya tidak dilindungi dan
dirawat. Hutan dibuat untuk kegunaan tertentu yaitu mencegah bencana alam seperti banjir dan tanah longsor.
Pola penggunaan tanah di DIY pada dasarnya memiliki kesamaan dengan pola penggunaan tanah di provinsi lain, namun yang membedakan adalah proporsi
penggunaan dari setiap jenis lahan pertanian. Hal itu disebabkan oleh keadaan geografis yang berbeda di setiap kabupaten yang ada di DIY.
Tabel 1 Pola Penggunaan Tanah di DIY
dalam hektar
Penggunaan Tanah
KotamadyaKabupaten Yogyakarta
Sleman Bantul
Kulon Progo
Gunungkidul
Sawah 543
27.387 17.769
7.746 11.043,34
Tegalan 42
6.915 6.428
84.093 28.047,81
Pekarangan 1,447
16.110 18.092
24.493 10.797,19
Hutan -
1.545 918,4
13.378 1.021,10
Lain-lain 101.9
5.609 7.477,6
18.826 7.718,10
Sumber: Kotamadya Yogyakarta, Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul, Kabupatn Kulon Progo, dan Kabupaten Gunungkidul, hlm. 1.
Pola penggunaan tanah di DIY paling besar digunakan untuk tanah tegalan yaitu seluas 125.525,81 ha, kemudian untuk tanah pekarangan seluas
69.493,637 ha, tanah persawahan seluas 64.488,34 ha, tanah lain-lain seluas 39.732,6, dan tanah hutan seluas 16.892,5 ha. Kabupaten Sleman dengan tanah
38
Koentjaraningrat, Masyarakat Desa di Indonesia, Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1984, hlm. 3.
39
persawahan seluas 27.387 ha merupakan areal persawahan terluas di DIY
39
, disusul dengan Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunungkidul, Kabupaten dan
Kabupaten Kulon Progo, dan Kotamadya Yogyakarta yang memiliki areal persawahan terkecil dari kabupaten lainnya yaitu seluas 543 ha.
Kabupaten Kulon Progo dengan tanah tegalan seluas 84.093 ha merupakan
areal tegalan
terluas di
DIY,
40
disusul dengan
Kabupaten Gunungkidul, Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul, dan Kotamadya Yogyakarta
yang memiliki luas tegalan terkecil dari kabupaten lainnya yaitu seluas 42 ha. Kabupaten Kulon Progo dengan tanah pekarangan seluas 24.493 ha merupakan
areal pekarangan terluas di DIY,
41
disusul dengan Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman, Kabupaten Gunungkidul, dan Kotamadya Yogyakarta yang memiliki
areal pekarangan terkecil dari kabupaten lainnya yaitu seluas 42 ha. Kabupaten Kulon Progo dengan tanah hutan seluas 13.378 ha merupakan areal hutan terluas
di DIY,
42
disusul Kabupaten Sleman, Kabupaten Gunungkidul, dan Kabupaten Bantul, sedangkan Kotamadya Yogyakarta tidak memiliki areal hutan.
39
Biro Hubungan Masyarakat, Kabupaten Sleman, Yogyakarta: Biro Hubungan Masyarakat, t.t, hlm. 1.
40
Biro Hubungan Masyarakat, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta: Biro Hubungan Masyarakat, t.t, hlm. 1.
41
Ibid .
42
Ibid .
40