Pengaruh Konsep Diri Negatif Terhadap Depresi Postpartum di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan Tahun 2013

(1)

PENGARUH KONSEP DIRI NEGATIF TERHADAP DEPRESI POSTPARTUM DI RSUD DR. PIRNGADI

MEDAN TAHUN 2013

TESIS

Oleh

HERLINA SIMANJUNTAK 117032219/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH KONSEP DIRI NEGATIF TERHADAP DEPRESI POSTPARTUM DI RSUD DR. PIRNGADI

MEDAN TAHUN 2013

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

HERLINA SIMANJUNTAK 117032219/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGARUH KONSEP DIRI NEGATIF

TERHADAP DEPRESI POSTPARTUM DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN TAHUN 2013

Nama Mahasiswa : Herlina Simanjuntak Nomor Induk Mahasiswa : 117032219

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D) (dr. Ria Masniari Lubis, M.Si

Ketua Anggota

)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah Diuji

pada Tanggal : 21 Agustus 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Drs. Heru Santosa, M.S., Ph.D Anggota : dr. Ria Masniari Lubis, M.Si

Prof. dr. Delfi Lutan, M.Sc, Sp.OG(K) Namora Lumongga Lubis, M.Sc, Ph.D


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH KONSEP DIRI NEGATIF TERHADAP DEPRESI POSTPARTUM DI RSUD DR PIRNGADI

MEDAN TAHUN 2013

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecualai yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2013

Herlina Simanjuntak 117032219/IKM


(6)

ABSTRAK

Depresi postpartum adalah perasaan sedih akibat berkurangnya kebebasan bagi ibu, penurunan estetika dan perubahan tubuh, berkurangnya interaksi sosial dan kemandirian yang disertai dengan gejala sulit tidur, kurang nafsu makan, cemas, tidak berdaya, kehilangan kontrol, pikiran yang menakutkan mengenai kondisi bayi, kurang memerhatikan bentuk tubuhnya, tidak menyukai bayi dan takut menyentuh bayinya dimana hal ini terjadi selama 2 minggu berturut-turut dan menunjukkan perubahan dari keadaan sebelumnya.

Penelitian dilakukan dengan 2 tahap. Tahap pertama untuk mengetahui persentase ibu postpartum dengan konsep diri negatif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang melahirkan di RSUD Dr Pirngadi Medan dan sampel sebanyak 50 orang diambil dengan tehnik accidental sampling pada bulan April-Mei 2013. Tahap kedua jenis penelitian yang dilakukan adalah kohort yang bertujuan untuk mengetahui resiko konsep diri negatif terhadap kejadian depresi pada ibu postpartum. Analisis data menggunakan uji Fisher’s Exact Test pada tingkat

kemaknaan (α) = 0,05.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat 7 orang (18%) ibu postpartum yang mempunyai konsep diri negatif dan terdapat 5 orang (71,43%) ibu postpartum dengan konsep diri negatif mengalami depresi postpartum. Ada pengaruh yang bermakna konsep diri negatif diri fisik (p=0,048), diri keluarga (p=0,048) dan diri sosial (p=0,048) terhadap depresi postpartum dan adanya faktor pencetus diluar diri ibu postpartum selain daripada konsep diri negatif yang dapat mengakibatkan terjadinya depresi postpartum yaitu masalah perekonomian, jenis kelamin anak yang tidak sesuai dengan harapan orangtuanya dan kurangnya dukungan keluarga.

Disarankan kepada petugas kesehatan perlu memberikan konseling tentang perubahan psikologis yang terjadi selama kehamilan dan masa nifas kepada ibu hamil pada saat ANC dan perlu mengajak orang terdekat ibu hamil yaitu suami dan keluarga untuk memberikan support kepada ibu segera setelah melahirkan dan pada masa nifas.


(7)

ABSTRACT

Post-partum depression is the sadness caused by the lack of mother’s, the decresing of esthetics and the changing of body, the decreasing of social interaction and independence accompanied with the symptom of sleepless, little feeding, nervous, helpless, losing control, having frightening thought about the condition of her baby, not paying attention to her body, dislike a baby and being afraid to touch her baby in which have occured for 2 weeks and showing a changing from the previous condition. The population of this study which conducted from April to May 2013 was all of the mothers delivered their babies at dr. Pirngadi General Hospital Medan and 50 mothers was selected to be the samples through accidental sampling technique. This study was conducted in 2 stages. The first stage was intended to find out the percentage of post-partum mothers with negative self concept. The second stage conducted was the cohort study intended to find out the risk of negative self-concept to the incident of depression in post-partum mothers. The data obtained were

analyzed through Fisher’s Exact Test at α = 0.05. The result of this study showed that

there were 7 partum mothers (18%) with negative self concept and 5 post-partum mothers (71.43%) with negative self-concept developing post-post-partum depression. There was a significant influence of negative self concept of the mothers’ physics (p = 0.048), family (p = 0.048), and social (p = 0.048) on post-partum depression. The husband or family of the pregnant woman to give their support after the delivery and during the post-partum period.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala Rahmat dan KaruniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Pengaruh Konsep Diri Negatif Terhadap Depresi Postpartum di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan Tahun 2013.”

Penulis menyadari penulisan ini tidak dapat terlaksana tanpa bantuan dan kerja sama dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terima kasih yang tidak terhingga kepada Pembimbing yaitu: Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan dr. Ria Masniari Lubis, M.Si, selaku Pembimbing Kedua, yang penuh perhatian, kesabaran dan ketelitian dalam memberikan bimbingan, arahan, petunjuk, hingga selesainya penulisan Tesis ini, kemudian penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S., selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Prof. dr. Delfi Lutan, M.Sc, Sp.OG (K) dan Dr. Namora Lumongga Lubis, MSi, PhD., selaku Tim Pembanding yang telah bersedia menguji guna penyempurnaan tesis ini.


(9)

5. Seluruh staf pengajar Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berarti selama penulis mengikuti pendidikan.

6. Buat kedua orangtua saya yang tersayang (M. Simanjuntak dan H. Sianipar) yang selalu memberikan semangat buat penulis.

7. Keluarga tercinta suamiku J. Meha dan kedua putri saya tercinta (Sifra Riaulin Meha dan Theofany Putri Evanjeline Meha) yang selalu memberikan motivasi, dukungan pada penulis dalam penyusunan tesis ini. Terimakasih atas Doa nya sayang.

8. Seluruh teman-teman satu angkatan yang telah menyumbangkan masukan dan saran serta kritikan untuk kesempurnaan tesis ini terkhusus kepada ibu Megawati Sinambela, trimakasih ya bu atas support nya.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang konstruktif sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis berharap semoga Tesis ini dapat bermanfaat.

Medan, Oktober 2012 Penulis

Herlina Simanjuntak 117032219/IKM


(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Herlina Simanjuntak, perempuan, berumur 30 tahun, lahir di Gempolan 01 Oktober 1983, beragama Kristen Protestan, tinggal di Lorong 3 Umum Bagan Deli Belawan. Penulis merupakan putri tunggal dari pasangan Misran Simanjuntak dan Hotma Sianipar. Penulis telah menikah dengan Juntry Meha dan memiliki 2 orang putri (Sifra Riaulin Meha dan Theofany Putri Evanjeline Meha).

Jenjang pendidikan formal penulis mulai di SD Swasta HKBP Teladan pada tahun 1990 dan tamat tahun 1996. Pada tahun 1999, penulis menyelesaikan pendidikan di SLTP Negeri 26 Medan. Pada tahun 2002 penulis menyelesaikan pendidikan di SMU Santa Maria Medan. Pada tahun 2005, penulis menyelesaikan pendidikan D-III Kebidanan di Akademi Kebidanan Prima Husada Medan. Pada tahun 2006, penulis menyelesaikan pendidikan D-IV Bidan Pendidik Universitas Sumatera Utara. Pada tahun 2011-2013 penulis menempuh pendidikan di Program Studi S-2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Peminatan Kesehatan Reproduksi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Pengalaman bekerja penulis yaitu pada tahun 2006 sampai sekarang penulis bertugas aktif sebagai tenaga pengajar di Akademi Kebidanan SENIOR Medan.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Hipotesis ... 7

1.5. Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Masa Nifas (Postpartum) ... 9

2.1.1. Pengertian ... 9

2.1.2. Klasifikasi Postpartum ... 9

2.1.3. Adaptasi Psikologis Postpartum ... 10

2.1.4. Jenis Gangguan Psikologis Ibu Postpartum ... 11

2.2. Depresi ... 15

2.2.1. Gejala-Gejala Depresi ... 15

2.2.2. Kriteria Diagnostik Major Depressive Episode ... 16

2.2.3. Jenis-Jenis Depresi ... 17

2.3. Depresi Postpartum ... 18

2.3.1. Definisi... 18

2.3.2. Determinan Depresi Postpartum ... 19

2.3.3. Diagnosis Depresi Postpartum ... 23

2.3.4. Penatalaksanaan Depresi Postpartum ... 25

2.4. Konsep diri ... 27


(12)

2.4.2. Aspek-Aspek Konsep Diri ... 29

2.4.3. Komponen Konsep Diri ... 30

2.4.4. Klasifikasi Konsep Diri ... 35

2.4.5. Faktor yang Memengaruhi Konsep Diri ... 38

2.5. Landasan Teori ... 40

2.6. Kerangka Konsep ... 41

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 42

3.1. Jenis Penelitian ... 42

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 42

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 42

3.3.1. Populasi ... 42

3.3.2. Sampel ... 42

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 44

3.5. Prosedur Penelitian ... 44

3.6. Variabel dan Definisi Operasional ... 47

3.6.1. Variabel ... 47

3.6.2. Definisi Operasional ... 47

3.7. Aspek Pengukuran ... 48

3.7.1. Pengukuran Variabel Independen ... 48

3.7.2. Pengukuran Variabel Dependen ... 51

3.8. Metode Analisis Data... 52

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 53

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 53

4.2. Analisis Univariat... 60

4.2.1. Karakteristik responden ... 60

4.2.2. Konsep Diri... 62

4.3. Depresi Postpartum ... 63

4.4. Karakteristik Ibu dengan Konsep Diri Negatif dan Depresi Postpartum ... 64

4.5. Depresi Postpartum ... 65

4.6. Karakteristik Ibu dengan Konsep Diri Negatif ... 67

4.7. Konsep Diri Negatif ... 68

4.8. Analisis Bivariat ... 69


(13)

BAB 5. PEMBAHASAN ... 88

5.1. Hubungan Konsep Diri Negatif terhadap Depresi Postpartum ... 88

5.1.1. Diri Fisik ... 90

5.1.2. Diri Moral Etik ... 91

5.1.3. Diri Pribadi ... 92

5.1.4. Diri Keluarga ... 93

5.1.5. Diri Sosial ... 94

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 95

6.1. Kesimpulan ... 95

6.2. Saran ... 95

DAFTAR PUSTAKA ... 97


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Perbandingan Jenis Gangguan Postpartum Blues, Depresi

Postpartum dan Postpartum Psikosis ... 13 2.2 Perbandingan Simptom Depresi Postpartum Berdasarkan Gejala

Fisik, Emosional, dan Perilaku ... 14 3.1 Norma Skor dalam Tennesse Self Concept Scale ... 49 3.2 Aspek Pengukuran Variabel Penelitian ... 52 4.1. Distribusi Frekuensi Umur, Pendidikan, Status Pekerjaan, Jenis

Persalinan, Jumlah Anak dan Agama ... 60 4.2. Distribusi Frekuensi Konsep Diri Responden Berdasarkan Diri

Fisik, Diri Moral Etik, Diri Pribadi, Diri Keluarga dan Diri Sosial di

Rumah Sakit RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan ... 62 4.3. Distribusi Frekuensi Konsep Diri Responden di Rumah Sakit

Umum Daerah (RSUD) Dr. Pirngadi Kota Medan ... 63 4.4. Distribusi Frekuensi Depresi Postpartum Responden di Rumah

Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Pirngadi Kota Medan ... 63 4.5. Distribusi Frekuensi Umur, Pendidikan, Status Pekerjaan, Jenis

Persalinan dan Jumlah Anak pada Responden Depresi Postpartum ... 64 4.6. Distribusi Frekuensi Depresi Postpartum Responden di Rumah

Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Pirngadi Kota Meda ... 65 4.7. Distribusi Jawaban Responden tentang Depresi berdasarkan EPDS .. 65 4.8. Distribusi Frekuensi Umur, Pendidikan, Status Pekerjaan, Jenis

Persalinan dan Jumlah Anak pada Responden Depresi Postpartum ... 67 4.9. Distribusi Konsep Diri Negatif Berdasarkan Diri Fisik, Diri Moral

Etik, Diri Pribadi, Diri Keluarga dan Diri Sosial Responden di


(15)

4.10. Tabel Silang Hubungan Diri Fisik terhadap Depresi Postpartum di

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Pirngadi Kota Medan... 69 4.11. Tabel Silang Hubungan Diri Moral Etik terhadap Depresi

Postpartum di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Pirngadi

Kota Medan ... 70 4.12. Tabel Silang Hubungan Diri Pribadi terhadap Depresi Postpartum di

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Pirngadi Kota Medan... 71 4.13. Tabel Silang Hubungan Diri Keluarga terhadap Depresi Postpartum

di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Pirngadi Kota Medan ... 71 4.14. Tabel Silang Hubungan Diri Sosial terhadap Depresi Postpartum di

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Pirngadi Kota Medan... 72 4.15. Karakteristik Responden dengan Konsep Diri Negatif ... 74


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 41 3.1. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 46


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kisi-kisi Kuesioner ... 100

2. Kuesioner Penelitian ... 101

3. Output SPSS Master Data ... 110

4. Master Data ... 124


(18)

ABSTRAK

Depresi postpartum adalah perasaan sedih akibat berkurangnya kebebasan bagi ibu, penurunan estetika dan perubahan tubuh, berkurangnya interaksi sosial dan kemandirian yang disertai dengan gejala sulit tidur, kurang nafsu makan, cemas, tidak berdaya, kehilangan kontrol, pikiran yang menakutkan mengenai kondisi bayi, kurang memerhatikan bentuk tubuhnya, tidak menyukai bayi dan takut menyentuh bayinya dimana hal ini terjadi selama 2 minggu berturut-turut dan menunjukkan perubahan dari keadaan sebelumnya.

Penelitian dilakukan dengan 2 tahap. Tahap pertama untuk mengetahui persentase ibu postpartum dengan konsep diri negatif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang melahirkan di RSUD Dr Pirngadi Medan dan sampel sebanyak 50 orang diambil dengan tehnik accidental sampling pada bulan April-Mei 2013. Tahap kedua jenis penelitian yang dilakukan adalah kohort yang bertujuan untuk mengetahui resiko konsep diri negatif terhadap kejadian depresi pada ibu postpartum. Analisis data menggunakan uji Fisher’s Exact Test pada tingkat

kemaknaan (α) = 0,05.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat 7 orang (18%) ibu postpartum yang mempunyai konsep diri negatif dan terdapat 5 orang (71,43%) ibu postpartum dengan konsep diri negatif mengalami depresi postpartum. Ada pengaruh yang bermakna konsep diri negatif diri fisik (p=0,048), diri keluarga (p=0,048) dan diri sosial (p=0,048) terhadap depresi postpartum dan adanya faktor pencetus diluar diri ibu postpartum selain daripada konsep diri negatif yang dapat mengakibatkan terjadinya depresi postpartum yaitu masalah perekonomian, jenis kelamin anak yang tidak sesuai dengan harapan orangtuanya dan kurangnya dukungan keluarga.

Disarankan kepada petugas kesehatan perlu memberikan konseling tentang perubahan psikologis yang terjadi selama kehamilan dan masa nifas kepada ibu hamil pada saat ANC dan perlu mengajak orang terdekat ibu hamil yaitu suami dan keluarga untuk memberikan support kepada ibu segera setelah melahirkan dan pada masa nifas.


(19)

ABSTRACT

Post-partum depression is the sadness caused by the lack of mother’s, the decresing of esthetics and the changing of body, the decreasing of social interaction and independence accompanied with the symptom of sleepless, little feeding, nervous, helpless, losing control, having frightening thought about the condition of her baby, not paying attention to her body, dislike a baby and being afraid to touch her baby in which have occured for 2 weeks and showing a changing from the previous condition. The population of this study which conducted from April to May 2013 was all of the mothers delivered their babies at dr. Pirngadi General Hospital Medan and 50 mothers was selected to be the samples through accidental sampling technique. This study was conducted in 2 stages. The first stage was intended to find out the percentage of post-partum mothers with negative self concept. The second stage conducted was the cohort study intended to find out the risk of negative self-concept to the incident of depression in post-partum mothers. The data obtained were

analyzed through Fisher’s Exact Test at α = 0.05. The result of this study showed that

there were 7 partum mothers (18%) with negative self concept and 5 post-partum mothers (71.43%) with negative self-concept developing post-post-partum depression. There was a significant influence of negative self concept of the mothers’ physics (p = 0.048), family (p = 0.048), and social (p = 0.048) on post-partum depression. The husband or family of the pregnant woman to give their support after the delivery and during the post-partum period.


(20)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Persalinan merupakan proses fisiologis yang dialami oleh hampir setiap perempuan.Peristiwa tersebut merupakan peristiwa penting dalam kehidupan ibu dan keluarganya, dimana ibu akan memberikan kebahagiaan dengan lahirnya seorang bayi, baik untuk dirinya maupun anggota keluarga lainnya. Disamping itu juga ibu dapat mengalami kebahagiaan tersendiri karena telah berhasil menjalani masa kehamilan dengan berbagai perubahan yang dialami serta usaha melahirkan dengan baik (Nicholas, 2000). Periode awal setelah melahirkan biasanya menjadi saat paling membahagiakan apalagi bila anak yang dilahirkan sesuai dengan harapan. Akan tetapi, tidak semua ibu baru diliputi perasaan serupa itu. Sebagian perempuan justeru bersedih, cemas, dan gampang marah sesudah bersalin (Yunitasari, 2005).

Masa setelah persalinan disebut juga periode pascasalin yaitu waktu antara persalinan sampai kembalinya keadaan organ seperti sebelum hamil yang berlangsung dalam enam minggu (Pillitteri, 2003). Periode pascasalin merupakan masa transisi di mana terjadi perubahan secarafisik dan psikologis yang merupakan tantangan untuk ibu dan keluarga (Fowles, 1998). Perubahan tersebut memerlukan proses adaptasi atau penyesuaian sehingga sering menimbulkan berbagai gangguan


(21)

emosional dan psikologis pada periode setelah melahirkan, terutama bagi para perempuan yang baru pertama kali melahirkan.

Depresi merupakan salah satu bentuk gangguan jiwa yang dilatarbelakangi oleh berbagai permasalahan kehidupan yang dihadapi oleh setiap individu. Salah satu bentuk depresi tersebut adalah depresi postpartum yaitu depresi pasca persalinan.

Depresi pada ibu postpartum biasanya diawali dengan postpartum blues atau baby blues. Apabila baby blues tidak dapat diatasi dengan tepat berkembang menjadi depresi postpartum atau bahkan gejala yang lebih berat yaitu psikosis postpartum.

Depresi postpartum dapat terjadi pada wanita manapun tanpa mempertimbangkan usia, ras, agama, tingkat pendidikan, maupun latar belakang sosial ekonomi dan dapat dialami lagi pada kehamilan selanjutnya (Barsky, 2006). Dapat terjadi pada ibu primipara maupun multipara yang mana ibu primipara merupakan kelompok yang paling rentan mengalami depresi postpartum dibanding ibu multipara atau grande multipara.

Depresi postpartum juga dapat terjadi diberbagai daerah di dunia maupun Indonesia. Prevalensi gangguan depresi pada populasi dunia adalah 3-8% dengan 50% kasus terjadi pada usia produktif yaitu 20-50 tahun.World Health Organization(WHO) (2008) menyatakan bahwa gangguan depresi postpartum adalah 20% berada pada urutan keempat penyakit di dunia. Hasil penelitian O’Hara dan Swain (1996) menemukan kejadian depresi postpartum di Belanda sekitar


(22)

2%-10%, di Amerika Serikat 8%-26%, di Kanada 50%-70% dan sekitar 13% wanita primipara mengalami depresi postpartum pada periode tahun pertama pasca melahirkan.

Berdasarkan hasil dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) prevalensi depresi postpartum berkisar antara 11,7%-20,4% pada tahun 2004-2005 (Barclay, 2008). Pada suatu penelitian yang dilakukan di Osaka, Jepang, pada tahun 2010 dengan jumlah responden sebanyak 771 orang yang menghubungkan pekerjaan, penghasilan dan pendidikan dengan kejadian depresi postpartum mendapat hasil prevalensi postpartum sebanyak 13,8% (Miyake, dkk, 2010). Di Malaysia pada tahun 1995, diketahui bahwa ibu mengalami depresi pasca persalinan sebanyak 3,9%. Singapura angka kejadiannya hanya 1% (Saleha, 2009).

Di Indonesia semula diperkirakan bahwa angka kejadiannya rendah atau setidaknya lebih rendah dari negara lain atau masyarakat di tempat lain. Ternyata di Indonesia tahun 1998-2001, seperti di Jakarta, Yogyakarta dan Surabaya ditemukan bahwa angka kejadiannya 11-30% (Elvira, 2007). Namun untuk saat ini angka kejadian depresi postpartum di Indonesia belum diketahui secara pasti mengingat belum adanya lembaga terkait yang melakukan penelitian terhadap kasus tersebut (Saleha, 2009).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tahun 2009 pada 50 orang ibu postpartum spontan dibangsal rawat inap RSUP. Haji Adam Malik Medan didapatkan hasil, wanita postpartum yang mengalami depresi postpartum sebanyak 16% dan yang tidak mengalami depresi postpartum sebanyak 84% (Sari, 2009).


(23)

Hasil penelitian yang dilakukan Wratsangka (1996) di RS Hasan Sadikin Bandung mencatat 33% ibu setelah melahirkan mengalami depresi postpartum. Hasil penelitian yang dilakukan Alfiben (2000) di RSUD Cipto Mangunkusumo mencatat 33% ibu setelah melahirkan mengalami depresi postpartum. Hasil penelitian yang dilakukan Sylvia (2002) di RSUD Serang mencatat 30% ibu setelah melahirkan mengalami depresi postpartum.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Soep (2009) di RSUD dr Pirngadi Medan tahun 2009 tentang pengaruh intervensi psikoedukasi dalam mengatasi depresi postpartumbahwa ada sebesar 51,6% ibu postpartum yang mengalami depresi tetapi setelah dilakukan intervensi psikoedukasi terhadap ibu tersebut terjadi penurunan depresi postpartum sebesar 65%.

Depresi postpartum adalah suatu perasaan sendu atau sedih yang biasanya disertai dengan diperlambatnya gerak dan fungsi tubuh mulai dari perasaan murung sedikit sampai pada keadaan tidak berdaya (Hadi, 2004).Faktor hormonal sering disebut sebagai faktor utama yang dapat memicu timbulnya depresi postpartum. Faktor ini melibatkan terjadinya perubahan kadar sejumlah hormon progesteron dan estrogen. Walaupun demikian masih banyak faktor yang perlu dipertimbangkan dalam terjadinya depresi postpartum seperti harapan persalinan yang tidak sesuai dengan kenyataan, adanya perasaan kecewa dengan fisik dirinya dan juga bayinya, kelelahan akibat proses persalinan yang baru dilaluinya, kesibukan mengurus bayi dan perasaan ibu yang merasa tidak mampu atau khawatir akan tanggung jawab barunya sebagai ibu, kurangnya dukungan dari suami dan orang-orang sekitar,


(24)

terganggu dengan penampilannya yang masih tampak gemuk dan kekhawatiran pada keadaan sosial ekonomi yang membuat ibu harus kembali bekerja setelah melahirkan (Kasdu, 2005).

Hal lain yang dapat memicu terjadinya depresi pascasalin adalah nyeri setelah persalinan, termasuk kelelahan, kurang tidur, asupan nutrisi yang menurun, kecemasan dan rasa takut, konflik marital, tindakan yang salah terhadap anak, gangguan hubungan ibu dan anak termasuk gangguan peran sebagai orang tuadan masalah perilaku bayi; dukungan keluarga terutama suami, dan anggota keluarga dekat lainnya, komplikasi kehamilan dan persalinan, keadaan lingkungan, gangguan jiwa sebelum hamil, dan latar belakang budaya (Alfiben, 2000).

Cara pandang individu terhadap dirinya akan membentuk suatu konsep tentang diri sendiri (Calhoun&Acoxella, 1990). Konsep diri dianggap sebagai pemegang peranan kunci dalam pengintegrasian kepribadian individu, di dalam memotivasi tingkah laku serta di dalam pencapaian kesehatan mental (Burns, 1993). Pengharapan mengenai diri akan menentukan bagaimana individu akan bertindak dalam hidup. Apabila seorang individu berfikir bahwa dirinya bisa, maka cenderung berhasil, dan bila individu tersebut berfikir bahwa dirinya akan gagal maka sebenarnya telah menyiapkan dirinya untuk gagal. Dapat dikatakan bahwa konsep diri sebagai gambaran mental individu yang terdiri dari pengetahuan tentang diri sendiri, pengharapan bagi diri sendiri dan penilaian terhadap diri sendiri dan konsep diri merupakan suatu hal yang sangat penting dalam pengintegrasian


(25)

kepribadian, memotivasi tingkah laku sehingga pada akhirnya akan tercapainya kesehatan mental (Calhoun dan Acocella, 1990).

Ibu postpartum yang memiliki konsep diri positif berarti memiliki penerimaan diri dan harga diri yang positif, menganggap dirinya berharga dan cenderung menerima diri sendiri dan sebagaimana adanya. Sebaliknya ibu postpartum yang memiliki konsep diri negatif menunjukkan penerimaan diri yang negatif pula. Keseimbangan konsep diri sangat mempengaruhi kesehatan individu, karena individu dengan konsep diri yang baik akan memiliki keseimbangan dalam kehidupan (Salbiah, 2003).

Konsep diri merupakan suatu gagasan kompleks yang mempengaruhi cara seseorang dalam berfikir, berbicara, bertindak, cara seseorang dalam memandang dan memperlakukan orang lain, pilihan yang harus diambil seseorang, kemampuan untuk bertindak dan mengubah sesuatu.

Rumah Sakit Umum (RSU) Dr. Pirngadi Medan merupakan rumah sakit tipe B pendidikan dan merupakan salah satu rumah sakit rujukan. RSU Dr.Pirngadi merupakan salah satu RSU di kota Medan yang mempunyai kunjungan persalinan terbanyak. Data dari rekam Medik pada tahun 2012 diketahui bahwa jumlah persalinan tahun tersebut adalah sebanyak 759 orang.

Pada saat peneliti melakukan survey awal yaitu dengan melakukan wawancara kepada beberapa pegawai RS Pirngadi di ruang V diketahui bahwa ada beberapa dijumpai ibu nifas yang menangis tanpa sebab, sering termenung dan bahkan ada juga ibu yang tidak mau menyususi bayinya, tidak menyentuh bayinya


(26)

bahkan menjerit-jerit oleh karena bayi tersebut berjenis kelamin perempuan. Namun tidak ada data pasti yang dapat diambil peneliti dari bidang Rekam Medik berapa jumlah ibu postpartum yang mengalami depresi postpartum.

Dengan dijumpainya tanda gejala yang mengarah ke depresi postpartum di RSU Dr Pirngadi Medan yang diduga hal ini terjadi karena kurangnya pemahaman ibu tentang penerimaan kondisi fisik, psikologis, sosial dan emosional ibu yang mana konsep diri mencakup citra fisik dan psikologis diri. Oleh sebab itu penulis tertarik untuk mengetahui pengaruh konsep diri negatif terhadap depresi postpartum di RSUD Dr Pirngadi Medan tahun 2013.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah yang akan diteliti adalah apakah ada pengaruh konsep diri negatif terhadap depresi postpartum di RSUD Dr Pirngadi Medan tahun 2013.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis pengaruh konsep diri negatif terhadap depresi postpartum di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2013.

1.4. Hipotesis

Ibu postpartum dengan konsep diri negatif beresiko mengalami depresi postpartum.


(27)

1.5. Manfaat Penelitian

a. Sebagai bahan masukan bagi Rumah sakit dan bidan untuk mengurangi faktor pencetus terjadinya depresi postpartum mengingat bahwa setiap ibu postpartum mempunyai resiko untuk terjadinya depresi postpartum.

b. Manfaat bagi ilmu pengetahuan sebagai bahan kajian dalam menerapkan program kesehatan psikologis khususnya ibu yang mengalami depresi postpartum.


(28)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masa Nifas (Postpartum)

2.1.1. Pengertian

Ada beberapa pengertian masa nifas, diantaranya:

a. Masa nifas dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu berikutnya (JHPIEGO, 2002 dalam Wulandari, R, 2011).

b. Masa nifas tidak kurang dari 10 dan tidak lebih dari 8 hari setelah akhir persalinan, dengan pemantauan bidan sesuai kebutuhan ibu dan bayi (Bennet dan Brown, 1999 dalam Wulandari, R, 2011).

Jadi masa nifas (puerperium) adalah masa setelah keluarnya plasenta sampai alat-alat reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara normal masa nifas berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari (Wulandari, R, 2011).

2.1.2. Klasifikasi Postpartum

Nifas dibagi dalam 3 periode (Wulandari, R, 2011):

1. Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan, dalam agama Islam dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.

2. Puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genital yang lamanya 6-8 minggu.


(29)

3. Remote puerperium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, berbulan-bulan atau tahunan.

2.1.3. Adaptasi Psikologis Postpartum

Ada 3 fase penyesuaian ibu terhadap perannya sebagai orangtua, yaitu fase taking in, fase taking hold, fase letting go (Lubis, 2010).

a. Fase taking in

Fase ini merupakan periode ketergantungan yang berlangsung dari hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat itu, fokus perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri. Pengalaman selama proses persalinan sering berulang diceritakannya. Kelelahan membuat ibu cukup istirahat untuk mencegah gejala kurang tidur, seperti mudah tersinggung. Hal ini membuat ibu cenderung menjadi pasif terhadap lingkungannya. Oleh karena itu kondisi ibu perlu dipahami dengan menjaga komunikasi yang baik.

Gangguan psikologis yang mungkin dirasakan ibu adalah:

a) Kekecewaan karena tidak mendapatkan apa yang diinginkan tentang bayinya misalnya jenis kelamin tertentu, warna kulit, jenis rambut dan lain-lain.

b) Ketidaknyamanan sebagai akibat dari perubahan fisk yang dialami ibu misalnya rasa mules karena rahim berkontraksi untuk kembali pada keadaan semula, payudara bengkak, nyeri luka jahitan.


(30)

d) Suami atau keluarga yang mengkritik ibu tentang cara merawat bayinya dan cenderung melihat tanpa membantu.

b. Fase Taking Hold

Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase taking hold, ibu merasa khawatir atau ketidak mampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Selain itu perasaannya sangat sensitif sehingga mudah tersinggung jika komunikasinya kurang hati-hati. Oleh karena itu ibu memerlukan dukungan karena saat ini merasakan kesempatan yang baik untuk menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehingga tumbuh rasa percaya diri. c. Fase Letting Go

Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Keinginan untuk merawat diri dan bayinya meningkat pada fase ini.

2.1.4. Jenis Gangguan Psikologis Ibu Postpartum

Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental disorder (American Psychiatric Association, 2000) tentang petunjuk resmi untuk pengkajian dan diagnosis penyakit psikiater, bahwa gangguan yang dikenali selama postpartum adalah

1. Postpartum Blues

Fenomena pasca postpartum awal atau baby blues merupakan sekuel umum kelahiran bayi, terjadi hingga 70% wanita.Postpartum blues, maternity blues atau


(31)

baby blues merupakan gangguan mood/efek ringan sementara yang terjadi pada hari pertama sampai hari ke 10 setelah persalinan ditandai dengan tangisan singkat, perasaan kesepian atau ditolak, cemas, bingung, gelisah, letih, pelupa dan tidak dapat tidur (Pillitteri, 2003). Bobak (2005) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan postpartum blues adalah perubahan mood pada ibu postpartum yang terjadi setiap waktu setelah ibu melahirkan tetapi seringkali terjadi pada hari ketiga atau keempat postpartum dan memuncak antara hari kelima dan ke-14 postpartum yang ditandai dengan tangisan singkat, perasaan kesepian atau ditolak, cemas, bingung, gelisah, letih, pelupa dan tidak dapat tidur.

Ibu postpartum yang mengalami postpartum blues mempunyai gejala antara lain rasa marah, murung, cemas, kurang konsentrasi, mudah menangis (tearfulness), sedih (sadness), nafsu makan menurun (appetite), sulit tidur (Pillitari, 2003; Lyn dan Pierre, 2007 dalam Macmudah, 2010). Keadaan ini akan terjadi beberapa hari saja setelah melahirkan dan biasanya akan berangsur-angsur menghilang dalam beberapa hari dan masih dianggap sebagai suatu kondisi yang normal terkait dengan adaptasi psikologis postpartum. Apabila memiliki faktor predisposisi dan pemicu lainnya maka dapat berlanjut menjadi depresi postpartum.

2. Depresi Postpartum

Gejala yang ditimbulkan antara lain kehilangan harapan (hopelessness), kesedihan, mudah menangis, tersinggung, mudah marah, menyalahkan diri sendiri, kehilangan energi, nafsu makan menurun (appetite), berat badan menurun,


(32)

insomnia, selalu dalam keadaan cemas, sulit berkonsentrasi, sakit kepala yang hebat, kehilangan minat untuk melakukan hubungan seksual dan ada ide untuk bunuh diri (Beck, 2001; Lynn dan Pierre, 2007 dalam Macmudah, 2010).

3. Postpartum Psikosis

Mengalami depresi berat seperti gangguan yang dialami penderita depresi postpartum ditambah adanya gejala proses pikir (delusion, hallucinations and incoherence of association) yang dapat mengancam dan membahayakan keselamatan jiwa ibu dan bayinya sehingga sangat memerlukan pertolongan dari tenaga professional yaitu psikiater dan pemberian obat (Olds, 2000, Pilliteri, 2003, Lynn dan Pierre, 2007).

Tabel 2.1. Perbandingan Jenis Gangguan Postpartum Blues, Depresi Postpartum dan Postpartum Psikosis

Postpartum Blues

Depresi Postpartum Psikosis

Insiden 60-80% 10-20% 3-5%

Gejala Labilitas mood, mudah menangis, nafsu makan menurun, gangguan tidur, biasanya terjadi dalam 2 minggu atau kurang dari minggu.

Cemas, rasa kehilangan, sedih, kehilangan harapan (hopelessness), menyalahkan diri sendiri, gangguan percaya diri, kehilangan tenaga, lemah, gangguan nafsu makan (appetite), BB menurun, insomnia, rasa khawatir yang berlebihan, perasaan bersalah dan ada ide bunuh diri.

Semua gejala yang ada di depresi postpartum, ditambah gejala: halusinasi, delusi dan agitasi.

Kejadian 1-10 hari setelah melahirkan

1-12 bulan setelah melahirkan Umumnya terjadi pada bulan pertama setelah melahirkan


(33)

Tabel 2.1 (Lanjutan) Postpartum

Blues

Depresi Postpartum Psikosis

Penyebab Perubahan hormonal dan perubahan/adany a stressor dalam hidup

Ada riwayat depresi, respon hormonal, kurangnya dukungan sosial. Ada riwayat penyakit mental, perubahan hormon, ada riwayat keluarga dengan penyakit bipolar. Tindakan Support dan

empati

Konseling Psychotherapy dan

therapy obat Dikutip dari : Lynn dan Pierre, 2007: Pillitteri, 2003.

Tabel 2.2. Perbandingan Simptom Depresi Postpartum Berdasarkan Gejala Fisik, Emosional dan Perilaku

Symtom Baby Blues Depresi Postpartum Psikosa

Fisik Kurang tidur Hilang tenaga Hilang nafsu makan atau nafsu makan berlebih Merasa lelah setelah bangun tidur

Cepat lelah

Gangguan tidur selera makan menurun Sakit kepala Sakit dada

Jantung berdebar-debar Sesak napas

Mual dan muntah

Menolak makan Tidak mampu menghentikan aktivitas Kebingungan akan kelebihan energi

Emosional Cemas dan khawatir berlebih Bingung

Mencemaskan kondisi fisik secara berlebihan

Tidak percaya diri Sedih

Perasaan diabaikan

Mudah tersinggung Perasaan sedih Hilang harapan Merasa tidak berdaya Mood swings

Perasaan tidak adekuat sebagai ibu

Hilang minat

Pemikiran bunuh diri Ingin menyakiti diri sendiri dan orang lain (bayi, diri sendiri dan suami)

Perasaan bersalah

Sangat bingung Hilang ingatan Halusinasi


(34)

Tabel 2.2 (Lanjutan)

Symtom Baby Blues Depresi Postpartum Psikosa

Perilaku Sering menangis Hiperaktif atau senang berlebihan Terlalu sensitif Perasaan mudah tersinggung Tidak peduli terhadap bayi

Panik

Kurang mampu merawat diri sendiri

Enggan melakukan aktivitas menyenangkan Motivasi menurun Enggan bersosialisasi Tidak perduli pada bayi Terlalu peduli terhadap perkembangan bayi Sulit mengendalikan perasaan

Sulit mengambil keputusan

Curiga

Tidak rasional

Sumber : Symtoms of Postpartum Illness from Cleveland Clinic and National Mental Health Association (2010)

2.2. Depresi

Depresi adalah gangguan mood, mood menggambarkan emosi seseorang, serangkaian perasaan yang menggambarkan kenyamanan atau ketidaknyamanan emosi. Depresi adalah suatu perasaan sendu atau sedih yang biasanya disertai dengan diperlambatnya gerak dan fungsi tubuh, mulai dari perasaan murung sedikit sampai pada keadaan tak berdaya (Lubis, 2009).

2.2.1. Gejala-Gejala Depresi

Gejala depresi adalah kumpulan dari perilaku dan perasaan yang secara spesifik dapat dikelompokkan sebagai depresi. Dapat dilihat dari segi fisik, segi psikis dan segi sosial.


(35)

1. Gejala Fisik

a. Gangguan pola tidur (sulit tidur, terlalu banyak atau terlalu sedikit tidur)

b. Menurunnya tingkat aktivitas. Orang yang mengalami depresi menunjukkan perilaku yang pasif, menyukai kegiatan yang tidak melibatkan orang lain. c. Menurunnya efisiensi kerja. Orang yang depresi akan sulit mengfokuskan

perhatian atau pikiran pada suatu hal, atau pekerjaan. Kebanyakan yang dilakukan justru hal-hal yang tidak efisien dan tidak berguna.

d. Menurunnya produktifitas kerja. e. Mudah merasa letih dan sakit. 2. Gejala Psikis

a. Kehilangan rasa percaya diri. b. Sensitif

c. Merasa diri tidak berguna d. Perasaan bersalah

e. Perasaan terbebani 3. Gejala Sosial (Lubis, 2009)

2.2.2. Kriteria Diagnostik Major Depresive Episode

Kriteria diagnostik dari DSM IV-TR untuk Major Depresive Episode: (Lubis, 2009).Lima (atau lebih) dari simtom di bawah ini telah ada selama 2 minggu berturut-turut dan menunjukkan perubahan dari keadaan sebelumnya; paling sedikit dari simtom itu adalah 1) mood depresi, atau 2) kehilangan ketertarikan atau kesenangan.


(36)

1) Mood depresi sepanjang waktu, hampir setiap hari, diindikasikan oleh laporan subjektif (misalnya merasa sedih atau kosong) atau pengamatan yang dibuat orang lain (misal tampak sedih)

2) Ditandai menurunnya ketertarikan atau kesenangan pada semua hal, atau hampir semua, kegiatan sepanjang waktu, hampir setiap hari (diindikasikan oleh laporan subjektif atau pengamatan oleh orang lain)

3) Kehilangan berat badan ketika tidak diet atau penambahan berat badan atau meningkat atau menurunnya selera makan hampir setiap hari.

4) Insomnia atau hiperinsomnia hampir setiap hari.

5) Peningkatan atau penurunan gerak hampir setiap hari (dapat diamati oleh orang lain.

6) Kelelahan atau kehilangan energi hampir setiap hari

7) Perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah berlebihan atau tidak beralasan. 8) Berkurangnya kemampuan berfikir atau konsentrasi atau tidak bisa memutuskan

sesuatu, hampir setiap hari (baik melalui penilaian subjektif atapun pengamatan orang lain).

9) Muncul secara berulang pikiran akan kematian (bukan hanya takut mati), pemikiran akan bunuh diri tanpa rencana yang spesifik, atau usaha bunuh diri atau sebuah rencana yang spesifik untuk melakukan bunuh diri.

2.2.3. Jenis-jenis Depresi

Menurut klasifikasi WHO, berdasarkan tingkat penyakitnya depresi dapat dibagi menjadi: (Lubis, 2009)


(37)

a. Mild depresian/minor depression dan dysthymic disorder

Pada depresi ringan, mood yang rendah datang dan pergi dan penyakit datang setelah kejadian stressful yang spesifik. Individu akan merasa cemas dan juga tidak bersemangat. Perubahan gaya hidup biasanya dibutuhkan untuk mengurangi depresi jenis ini. Minor depression ditandai dengan adanya dua gejala pada depressive episode.

b. Moderate depression

Pada depresi sedang mood yang rendah berlangsung terus dan individu mengalami simtom fisik juga walaupun berbeda-beda tiap individu. Perubahan gaya hidup saja tidak cukup dan bantuan diperlukan untuk mengatasinya.

c. Severe depression/major depression

Depresi berat adalah penyakit yang tingkat depresinya parah. Individu akan mengalami gangguan dalam kemampuan untuk bekerja, tidur, makan dan menikmati hal yang menyenangkan dan penting untuk mendapatkan bantuan medis secepat mungkin. Major depression ditandai dengan adanya lima atau lebih simtom yang ditunjukkan dalam major depression episode dan berlangsung selama 2 minggu berturut-turut.

2.3. Depresi Postpartum 2.3.1. Definisi

Depresi adalah gangguan perasaan (afek) yang ditandai dengan afek disforik (kehilangan kegembiraan/gairah) disertai dengan gejala-gejala lain, seperti gangguan


(38)

tidur dan menurunnya selera makan (Wahyuni, 2010). Depresi postpartum adalah perasaan sedih akibat berkurangnya kebebasan bagi ibu, penurunan estetika dan perubahan tubuh, berkurangnya interaksi sosial dan kemandirian yang disertai dengan gejala sulit tidur, kurang nafsu makan, cemas, tidak berdaya, kehilangan kontrol, pikiran yang menakutkan mengenai kondisi bayi, kurang memerhatikan bentuk tubuhnya, tidak menyukai bayi dan takut menyentuh bayinya dimana hal ini terjadi selama 2 minggu berturut-turut dan menunjukkan perubahan dari keadaan sebelumnya (Lubis, 2010).

Jadi dapat disimpulkan bahwa depresi postpartum adalah salah satu bentuk depresi yang timbul setelah ibu melahirkan bayi dan berlangsung pada tahun pertama setelah kelahiran bayi. Hal ini disebabkan karena periode tersebut merupakan periode transmisi kehidupan yang baru yang cukup membuat stress, dimana ibu harus beradaptasi perubahan fisik dan psikologis dan sosial yang dialaminya karena melahirkan dan mulai merawat bayi. Namun tidak semua ibu mampu melakukan adaptasi dan mengatasi stressor sehingga timbul keluhan-keluhan antara lain berupa stress, cemas dan depresi.

2.3.2. Determinan Depresi Postpartum

Menurut Kruckman dalam Soep (2008),terjadinya depresi postpartum dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain 1) faktor biologis berupa perubahan kadar hormonal seperti estrogen, progesteron, prolaktin dan estradiol yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dalam masa melahirkan atau mungkin perubahan hormon tersebut terlalu cepat atau terlalu lambat; 2) faktor demografi yaitu umur perempuan


(39)

yang bersangkutan saat kehamilan dan persalinan seringkali dikaitkan dengan kesiapan mental perempuan tersebut untuk menjadi seorang ibu, umur yang tepat bagi seorang perempuan untuk melahirkan pada usia antara 20-30 tahun; 3) faktor pengalaman, depresi postpartum lebih banyak ditemukan pada perempuan yang baru pertama kali melahirkan (primipara) bahwa peran seorang ibu dan segala yang berkaitan dengan bayinya merupakan situasi yang sama sekali baru bagi dirinya dan dapat menimbulkan stress; 4) faktor pendidikan, perempuan yang berpendidikan tinggi menghadapi tekanan sosial dan konflik peran, antara tuntutan sebagai perempuan yang memiliki dorongan untuk bekerja atau melakukan aktivitasnya diluar rumah, dengan peran sebagai ibu rumah tangga dan orang tua dari anak-anaknya; 5) faktor selama persalinan, hal ini mencakup lamanya persalinan serta intervensi medis yang digunakan selama proses persalinan. Diduga semakin besar trauma fisik yang ditimbulkan pada saat persalinan, maka akan semakin besar pula trauma psikis yang muncul dan kemungkinan perempuan yang bersangkutan akan menghadapi depresi postpartum; 6) faktor dukungan sosial dari suami dan keluarga yang membantu pada saat kehamilan, persalinan, dan pascasalin, beban seorang ibu sedikit banyak berkurang.

Menurut Pilliterri dalam Regina (2001), faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya depresi postpartum yaitu: 1) kelelahan setelah melahirkan yang menyebabkan berubahnya pola tidur dan kurangnya istirahat menyebabkan ibu yang baru melahirkan belum kembali ke kondisi normal; 2) kegalauan dan kebingungan dengan kelahiran bayi yang baru, dan perasaan tidak percaya diri untuk dapat


(40)

merawat bayinya yang baru sementara masih merasa bertanggung jawab dengan semua pekerjaan yang ada; 3) perasaan stress dari perubahan dalam pekerjaan maupun rutinitas dalam rumah tangga; 4) perasaan kehilangan akan identitas, akan kemampuan diri, akan figur tubuh sebelum kehamilan dan perasaan akan menjadi kurang menarik; 5) kurangnya waktu untuk diri sendiri sebagaimana yang dillakukan sebelum dan selama kehamilan dan harus tinggal di dalam rumah dalam jangka waktu yang lama.

Menurut Bownes (2003), yang mengutip pendapat Pillitteri faktor perubahan fisik yang dapat mempengaruhi keadaan psikologis ibu yaitu:

a. Involusio Uterus

Involusio uterus adalah kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil baik dalam bentuk maupun posisi. Selain uterus, vagina, ligament uterus dan otot dasar panggul juga kembali ke keadaan sebelum hamil. Selama proses involusio, uterus menipis dan mengeluarkan lochea yang digantikan dengan endometrium baru. Proses involusio juga disertai dengan penurunan tinggi fundus uteri (TFU). Pada hari pertama TFU diatas sympisis pubis atau sekitar 12 cm. hal ini terus berlangsung dengan penurunan TFU 1 cm setiap harinya, sehingga pada hari ketujuh TFU berkisar 5 cm dan pada hari ke 10 TFU tidak teraba di sympisis pubis. Seminggu setelah melahirkan, uterus sudah berada di dalam panggul dan pada minggu ke 6 beratnya menjadi 50-60 gram.


(41)

b. Ekskresi Lochea

Lochea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas. Lochea mengandung darah dan sisa jaringan desidua yang nekrotik dari dalam uterus. Lochea dibedakan atas tiga yaitu 1) lochea rubra : lochea yang keluar pada hari pertama sampai hari keempat masa postpartum. Dengan ciri darah segar, terdapat sisa jaringan plasenta, lanugo dan mekonium. 2) lochea sanguinolenta berwarna merah kecoklatan dan berlendir, berlangsung pada hari ke-4 sampai hari ke-7. 3) lochea serosa berwarna kuning kecoklatan karena mengandung serum, leukosit dan laserasi jalan lahir, keluar pada hari ke-7 sampai hari ke-14. 4) lochea alba mengandung leukosit, sel desidua, selaput lendir serviks dan serabut jaringan yang mati, berlangsung selama 2-6 minggu (Sulistyawati, 2009).

c. Perubahan pada Vulva, Vagina dan Perineum

Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar selama proses melahirkan bayi, dan dalam beberapa hari organ ini tetap berada dalam keadaan kendur, setelah minggu ketiga rugae dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali sementara labia jadi lebih menonjol. Perubahan pada perineum pasca melahirkan terjadi pada saat perineum mengalami robekan. Robekan jalan lahir dapat terjadi secara spontan ataupun episiotomi.

d. Perubahan Sistem Endokrin

Keadaan hormon plasenta menurun dengan cepat, hormon plasenta lactogen tidak dapat terdeteksi dalam 24 jam post partum, hormon HCG menurun dengan cepat, estrogen turun sampai 10%. Adanya perubahan dari hormon plasenta yaitu


(42)

estrogen dan progesteron yang menurunmengakibatkan prolaktin meningkat, FSH dan LH menurun.

2.3.3. Diagnosis Depresi Postpartum

Gejala depresi seringkali timbul bersamaan dengan gejala kecemasan dengan keluhan seperti sukar tidur, merasa bersalah, kelelahan, sukar konsentrasi, hingga pikiran mau bunuh diri. Menurut Vandenburg (dalam Cunningham, dkk, 1995) menyatakan bahwa keluhan dan gejala depresi postpartum tidak berbeda dengan yang terdapat pada kelainan depresi lainnya. Hal senada juga diungkapkan oleh Ling dan Duff (2001), bahwa gejala depresi postpartum yang dialami 60% wanita mempunyai karakteristik sebagai berikut:

a) Mimpi buruk

Karena mimpi-mimpi yang menakutkan, individu sering terbangun sehingga dapat mengakibatkan tidak dapat tidur kembali.

b) Insomnia, biasanya timbul sebagai gejala suatu gangguan lain yang mendasarinya seperti kecemasan dan depresi atau gangguan emosi lain yang terjadi dalam hidup manusia.

c) Phobia, rasa takut yang irrasional terhadap sesuatu benda atau keadaan yang tidak dapat dihilangkan atau ditekan oleh ibu, biarpun diketahuinya bahwa hal itu irrasional adanya.

d) Kecemasan, ketegangan, rasa tidak aman dan kekhawatiran yang timbul karena dirasakan akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan, tetapi sumbernya sebagaian besar tidak diketahuinya.


(43)

e) Meningkatnya sensitivitas. Periode pasca melahirkan meliputi banyak sekali penyesuaian diri dan pembiasaan diri. Bayi harus diurus, ibu harus pulih kembali dari persalinan, ibu harus belajar bagaimana merawat bayi, ibu perlu belajar merasa puas atau bahagia terhadap dirinya sendiri sebagai seorang ibu. Kurangnya pengalaman atau kurangnya rasa percaya diri dengan bayi yang lahir atau waktu tuntutan yang ekstensif akan meningkatkan sensitivitas ibu.

f) Perubahan mood, depresi postpartum muncul dengan gejala sebagai berikut : kurang nafsu makan, sedih-murung, terganggu dengan perubahan fisik,sulit konsentrasi, melukai diri, menyalahkan diri, lemah dalam kehendak, tidak mempunyai harapan untuk masa depan, tidak mau berhubungan dengan orang lain. Disisi lain kadang ibu jengkel dan sulit untuk mencintai bayinya yang tidak mau tidur dan menangis terus serta mengotori kain yang baru diganti. Hal ini menimbulkan kecemasan dan perasaan bersalah pada diri ibu walau jarang ditemui ibu yang benar-benar memusuhi bayinya. Menurut Anshari dalam Soep (2008), secara global diperkirakan 20% wanita setelah melahirkan mengalami depresi postpartum dengan gejala-gejala yang hampir sama dengan gejala-gejala tersebut lebih khas antara lain:

a. Perasaan yang negatif pada bayi yang dilahirkannya b. Kesulitan untuk tidur

c. Sering menangis

d. Makan terlalu banyak atau terlalu sedikit e. Rasa tidak berharga dan bersalah


(44)

f. Menjauhkan diri dari teman atau keluarga g. Kehilangan harapan dan pesimistik

h. Sakit kepala, nyeri dada, jantung berdebar-debar dan napas cepat i. Sulit untuk berkonsentrasi dan tidak dapat membuat keputusan j. Merencanakan dan percobaan bunuh diri

2.3.4. Penatalaksanaan Depresi Postpartum

Menurut Albin (dalam Soep, 2008), banyak perempuan tidak mau bercerita bahwa mereka menderita depresi postpartum, karena merasa malu, takut dan merasa bersalah karena merasa depresi disaat seharusnya merasa bahagia, dan takutdikatakan tidak layak untuk menjadi ibu, ada beberapa bantuan yang dapat dilakukan untuk mengatasi depresi tersebut antara lain :

1. Banyak istirahat sebisanya, tidurlah selama bayi tidur.

2. Hentikan membebani diri sendiri untuk melakukan semuanya sendiri. Kerjakan apa yang dapat dilakukan dan berhenti saat merasa lelah

3. Mintalah bantuan untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan pemberian makan pada malam hari, mintalah pada suami untuk mengangkat bayi untuk disusui saat malam hari sehingga ibu dapat menyusui di tempat tidur tanpa harus banyak bergerak.

4. Bicarakan dengan suami, keluarga, teman, mengenai perasaan yang dimiliki. 5. Jangan sendirian dalam jangka waktu lama, pergilah keluar rumah untuk merubah

suasana hati.


(45)

7. Ikuti group support untuk perempuan dengan depresi melalui edukasi.

8. Jangan membuat perubahan hidup yang sangat drastis selama kehamilan seperti pindah pekerjaan, pindah rumah, memulai usaha baru, merenovasi atau membangun rumah.

Pencegahan terjadinya gangguan psikologis selama periode postpartum adalah dengan mengurangi faktor resiko terjadinya gangguan tersebut, yaitu (Anonim dalam Macmudah, 2008) :

1. Pemberian dukungan dari pasangan, keluarga, lingkungan maupun professional selama kehamilan, persalinan dan pasca persalinan.

2. Mengkaji riwayat adanya gangguan psikologis pada ibu hamil dan ibu postpartum, sehingga jika terjadi gejala dapat dikenali dengan segera.

3. Mengkonsumsi makanan sehat, istirahat dan berolah raga minimal 15 menit setiap hari dan menjaga suasana hati tetap baik.

4. Mencegah pengambilan keputusan yang berat selama hamil.

5. Mempersiapkan diri secara mental terkait dengan perubahan fisik dan psikis kehamilan dan persalinan.

6. Menyiapkan seseorang untuk membantu pekerjaan dirumah.

7. Jika ada resiko mengalami gangguan psikologis, lakukan pengobatan profilaksis dan therapy psikologis selama kehamilan untuk mencegah dan menghilangkan gangguan.

Menurut Erikania (1999), yang harus dilakukan jika seseorang mengalami perasaan negatif dan kacau setelah melahirkan, yaitu :1) tanamkan dalam pikiran


(46)

sesuatu yang positif dari gejala-gejala yang dirasakan setelah melahirkan; 2)carilah waktu istirahat sebanyak mungkin, berhentilah memaksa diri sendiri melakukan segala sesuatuagar dapat tidur dengan nyenyak dan perhatikan asupan makanan; 3) jangan menghabiskan waktu sendirian sesekali luangkan waktu untuk berduaan saja dengan suami. Mencurahkan perasaan pada suami, keluarga sahabat akan membantu seseorang yang depresi mengeluarkan perasaan tertekan yang dialaminya; 4) kalau anda sering menangis tanpa sebab jangan memaksa untuk mencari jawabannya, manfaatkan air mata yang keluar untuk mengikis perasaan khawatir yang mengendap di dalam hati; 5) bila gejala-gejala depresi tersebut tidak hilang dalam waktu dua minggu, sebaiknya carilah bantuan tenaga profesional.

2.4. Konsep Diri 2.4.1. Definisi

Konsep diri merupakan terjemahan dari bahasa Inggris “self concept”. Istilah self di dalam psikologi memiliki dua arti yaitu sikap dan peran seseorang terhadap dirinya sendiri, dan suatu keseluruhan peoses psikologis yang menguasai tingkah laku dan penyesuaian diri. Arti yang pertama dapat disebut pengertian self sebagai objek karena pengertian ini menunjukkan sikap, perasaan dan pengamatan serta penilaian seseorang. Sedangkan self sebagai proses, dalam hal ini self adalah suatu kesatuan yang terdiri dari proses aktif seperti berfikir, mengingat dan mengamati (Suryabrata, 1993).


(47)

Menurut Hurlock (1992), konsep diri merupakan gambaran yang dimilki oleh seorang individu tentang dirinya yang meliputi kondisi fisik, psikologis, sosial dan emosional, aspirasi dan prestasi. Konsep diri mencakup citra fisik dan psikologis diri. Citra fisik diri biasanya terbentuk pertama-tama dan berkaitan dengan penampilan fisik, daya tariknya dan kesesuaian atau ketidaksesuaian dengan jenis kelamin serta pentingnya berbagai bagian tubuh untuk perilaku dan harga dirinya dimata orang lain. Sedangkan citra psikologisdiri sendiri didasarkan atas pikiran, perasaan dan emosi. Citra ini terdiri atas kualitas dan kemampuan yang mempengaruhi penyesuaian pada kehidupan, sifat-sifat seperti keberanian, kejujuran, kemandirian dan kepercayaan diri serta berbagai jenis aspirasi dan kemampuan.

Cara individu melihat pribadinya secara utuh, menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual. Termasuk didalamnya persepsi individu tentang sifat dan potensi yang dimilikinya, interaksinya dengan orang lain dan lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek tertentu, serta tujuan, harapan dan memandangkeinginan individu itu sendiri (Sunaryo, 2004).

Konsep diri merupakan suatu konstruk yang mempengaruhi setiap aspek dari pengalaman hidup manusia seperti cara berfikir, emosi, persepsi dan perilaku individu (Calhoun, 1990). Self concept (konsep diri) merupakan evaluasi individu mengenai diri sendiri, penilaian/penaksiran mengenai diri sendiri oleh individu yang bersangkutan (Chaplin, 2001).

Dengan kata lain, konsep diri merupakan gagasan kompleks yang memengaruhi ibu yang mengalami depresi postpartum dalam berfikir, berbicara,


(48)

bertindak, cara seseorang dalam memandang dan memperlakukan orang lain, pilihan yang harus diambil seseorang, kemampuan untuk memberi dan menerima cinta, serta kemampuan untuk bertindak dan mengubah sesuatu.

2.4.2. Aspek-aspek Konsep Diri

Konsep diri merupakan gambaran mental yang dimiliki oleh seorang individu. Gambaran mental yang dimiliki oleh individu memiliki tiga aspek yaitu pengetahuan yang dimiliki individu mengenai dirinya sendiri, pengharapan yang dimiliki individu untuk dirinya sendiri serta penilaian mengenai diri sendiri (Calhoun dan Acocella, 1990).

1. Pengetahuan

Pengetahuan yang dimilki individu merupakan apa yang individu ketahui tentang dirinya sendiri. Hal ini mengacu pada istilah-istilah kuantitas seperti usia, jenis kelamin, kebangsaan, pekerjaan dan lain-lain dan sesuatu yang merujuk pada istilah-istilah kualitas, seperti individu yang egois, baik hati, tenang dan bertemperamen tinggi. Pengetahuan bisa diperoleh dengan membandingkan diri individu dengan kelompok pembandingnya. Pengetahuan yang dimilki individu tidaklah menetap sepanjang hidupnya, pengetahuan bisa berubah dengan cara merubah tingkah laku individu tersebut dengan cara mengubah kelompok pembanding.

2. Harapan tentang siapa dirinya. Selain individu mempunyai pandangan tentang siapa dirinya, individu juga memiliki satu pandangan lain yaitu tentang kemungkinan menjadi apa dimasa mendatang (Rogers dalam Calhoun dan


(49)

Acocella, 1990). Singkatnya setiap individu mempunyai pengharapan bagi dirinya sendiri dan pengharapan tersebut berbeda-beda pada setiap individu.

3. Penilaian

Dimensi terakhir dari konsep diri adalah penilaian terhadap diri sendiri. Individu berkedudukan sebagai penilai terhadap dirinya sendiri setiap hari. Penilaian terhadap diri sendiri adalah pengukuran individu tentang keadaannya saat ini dengan apa yang menurutnya dapat dan terjadi pada dirinya.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa konsep diri yang dimiliki setiap individu terdiri dari 3 aspek yaitu pengetahuan tentang diri sendiri, harapan mengenaidiri sendiri dan penilaian mengenai diri sendiri. Pengetahuan adalah apa yang individu ketahui tentang dirinya baik dari segi kualitas maupun kuantitas, pengetahuan ini bisa diperoleh dengan membandingkan diri dengan kelompok pembanding dan pengetahuan yang dimiliki individu bisa berubah-ubah. Harapan adalah apa yang indivu inginkan untuk dirinya dimasa yang akan datang dan harapan bagi setiap orang berbeda-beda. Sedangkan penilaian adalah pengukuran yang dilakukan individu tentang keadaan dirinya saat ini dengan apa yang menurut dirinya dapat dan terjadi.

2.4.3. Komponen Konsep Diri

Terdapat lima komponen konsep diri, yakni gambaran diri/citra tubuh (body image), ideal diri (self ideal), harga diri (self esteem), peran diri (self role), dan identitas diri (self identity) (Sunaryo, 2004):


(50)

1. Gambaran diri/citra tubuh (body image)

Citra tubuh adalah bagaimana cara individu mempersepsikan tubuhnya, baik secara sadar maupun tidak sadar, yang meliputi ukuran, fungsi, penampilan, dan potensi tubuh berikut bagian-bagiannya. Dengan kata lain, citra tubuh adalah kumpulan sikap individu, baik yang disadari ataupun tidak, yang ditujukan terhadap dirinya (Sunaryo, 2004).

Hal-hal penting yang terkait dengan gambaran diri adalah sebagai berikut: Fokus individu terhadap fisik lebih menonjol, bentuk tubuh, TB dan BB serta tanda-tanda pertumbuhan kelamin sekunder (mamae, menstruasi, perubahan suara, pertumbuhan bulu), menjadi gambaran diri, cara individu memandang diri berdampak penting terhadap aspek psikologis. Gambaran yang realistik terhadap menerima dan menyukai bagian tubuh, akan memberi rasa aman dalam menghindari kecemasan dan meningkatkan harga diri, individu yang stabil, realistik, dan konsisten terhadap gambaran dirinya, dapat mendorong sukses dalam hidupnya.

2. Ideal diri (self ideal)

Ideal diriadalah persepsi individu tentang bagaimana seharusnya ia berprilaku sesuai dengan standar, aspirasi, tujuan, atau nilai personal tertentu. Ideal diri bisa bersifat realistis, bisa juga tidak. Saat ideal diri seseorang mendekati persepsinya tentang diri sendiri, orang tersebut cenderung tidak ingin berubah dalam kondisi saat ini. Sebaliknya jika ideal diri tersebut tidak sesuai dengan persepsinya tentang diri sendiri, orang tersebut akan terpacu untuk


(51)

memperbaiki dirinya, Tetapi jika ideal diri terlalu tinggi justru dapat menyebabkan harga diri rendah (Stuart & Sundeen, 2005).

Beberapa hal yang berkaitan dengan ideal diri antara lain: pembentukan ideal diri pertama kali pada masa anak-anak dan masa remaja terbentuk melalui proses identifikasi terhadap orang tua, guru dan teman, ideal diri individu dipengaruhi oleh orang-orang yang dianggap penting dalam memberikan tuntutan dan harapan, ideal diri mewujudkan cita-cita dan harapan pribadi berdasarkan norma keluarga dan sosial.

Faktor yang memengaruhi ideal diri yaitu; kecenderungan individu untuk menetapkan ideal diri pada batas kemampuan, faktor budaya yang mempengaruhi individu yang menetapkan ideal diri yaitu standar yang terbentuk ini kemudian akan dibandingkan dengan standar kelompok teman, ambisi dan keinginan untuk sukses dan melampaui orang lain, kebutuhan yang realistis, keinginan untuk menghindari kegagalan, perasaan cemas dan rendah diri.

3. Harga diri (self esteem)

Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisis seberapa baik prilaku seseorang sesuai dengan ideal dirinya (Stuart & Sundeen, 2005). Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berakar pada penerimaan diri sendiri tanpa syarat. Walaupun orang tersebut melakukan kesalahan, kekalahan, dan kegagalan, ia tetap merasa sebagai seseorang yang penting dan berharga. Harga diri ini dapat menjadi rendah saat seseorang


(52)

kehilangan kasih sayang atau cinta kasih dari orang lain, kehilangan penghargaan dari orang lain, atau saat ia menjalani hubungan interpersonal yang buruk.

Beberapa cara untuk meningkatkan harga diri seseorang antara lain dengan memberikan kesempatan untuk berhasil, memberinya gagasan, mendorongnya untuk beraspirasi serta membantunya membentuk koping.

4. Peran diri (self role)

Peran diri adalah serangkaian harapan tentang bagaimana seseorang bersikap atau berprilaku sesuai dengan posisinya. Sedangkan penampilan peran adalah serangkaian pola prilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial, yang terkait dengan fungsi individu di kelompok sosial. Dalam hal ini, peran yang ditetapkan adalah peran yang dijalani individu ketika ia tidak mempunyai pilihan. Sedangkan peran yang diterima adalah peran yang dipilih sendiri oleh individu. Konflik peran muncul ketika peran yang dijalani berlawanan atau tidak sesuai dengan harapan. Sedangkan ketegangan peran muncul saat seseorang merasa, atau dibuat merasa, tidak adekuat atau tidak sesuai untuk menjalani suatu peran. Ini biasanya terkait dengan stereotipe peran berdasarkan jenis kelamin. Selain itu individu juga dapat mengalami ketidakjelasan peran, yakni ketika ia mendapat peran yang kabur dan tidak sesuai perilaku yang diharapkan. Ketidaksesuaian peran dapat terjadi ketika individu berada dalam peralihan, dan mengubah nilai serta sikapnya. Peran berlebih terjadi ketika individu mengalami banyak peran dalam kehidupannya (Mubarak, 2007).


(53)

5. Identitas diri (self identity)

Identitas diri adalah kesadaran akan diri pribadi yang bersumber dari pengamatan dan penilaian, sebagai sintetis semua aspek konsep diri sebagai suatu kesatuan yang utuh (Stuart & Sundeen, 2005). Identitas mencakup konsistensi seseorang sepanjang waktu dan dalam berbagai keadaan serta menyiratkan perbedaan atau keunikan dibandingkan dengan orang lain. Pembentukan identitas sangat diperlukan demi hubungan yang intim karena identitas seseorang dinyatakan dalam hubungan dengan orang lain (Hidayat, 2006).

Pembagian konsep diri juga dikemukakan oleh Calhoun (dalam Djudiyah, 2010) dibagi atas lima kategori yaitu:

1. Diri fisik (Physical self) adalah pandangan seseorang tentang fisik, kesehatan, penampilan diri dan gerak motoriknya.

2. Diri keluarga (Family self) adalah pandangan dan penilaian seseorang sebagai anggota keluarga serta harga dirinya sebagai anggota keluarga.

3. Diri pribadi (Personal self) adalah bagaimana seseorang menggambarkan identitas dirinya dan bagaimana ia menilai dirinya sendiri.

4. Diri moral etik (Moral-ethical self) adalah bagaimana pandangan seseorang terhadap hubungan pribadi dengan Tuhan Yang Maha Esa.

5. Diri sosial (Social self) adalah bagaimana nilai diri seseorang dalam melakukan interaksi sosial.


(54)

2.4.4. Klasifikasi Konsep Diri

Individu dapat memiliki konsep diri positif maupun konsep diri negatif. Berikut ini adalah penjelasan mengenai konsep diri positif dan konsep diri negatif tersebut :

a. Konsep diri positif

Menurut Hurlock (1978), individu yang memiliki konsep diri positif akan mengembangkan sifat-sifat kepercayaan diri, harga diri, dan kemampuan untuk melihat dirinya secara realistis. Kemudian ia dapat menilai hubunngan dengan orang lain secara tepat dan ini menumbuhkan penyesuaian sosial yang baik. Hurlock (1979) juga mengemukakan bahwa konsep diri mengarah pada penerimaan diri dan penyesuaian yang baik. Individu tersebut menunjukkan tingkat harga diri yang ringgi, memiliki sedikit perasaan tidak aman (insecurity), perasaan tidak mampu (inadequacy), dan perasaan rendah diri (inferiority), memperlihatkan sedikit perilaku pengganti dari sifat bertahan, mampu melihat dirinya seperti yang ia yakini orang lain, dan memiliki penyesuaian sosial yang baik.

Calhoun dan Acocella (1995) mengemukakan bahwa dasar dari konsep diri positif bukanlah kebanggaan yang besar tentang diri tetapi lebih berupa penerimaan diri. Yang menjadikan penerimaan diri mungkin adalah bahwa orang dengan konsep diri positif mengenal dirinya dengan baik sekali. Jadi orang dengan konsep diri positif dapat memahami dan menerima sejumlah fakta atau informasi yang sangat bermacam-macam tentang dirinya sendiri dan tidak ada satu pun informasi tersebut yang merupakan ancaman baginya.


(55)

Karena konsep diri positif itu cukup luas untuk menampung seluruh pengalaman mental seseorang, evaluasi tentang dirinya menjadi positif. Dia dapat menerima dirinya sendiri secara apa adanya atau bahwa dia gagal mengenali kesalahannya sebagai suatu kesalahan, namun dia merasa tidak perlu meminta maaf untuk eksistensinya. Dengan menerima dirinya sendiri, dia juga dapat menerima orang lain. Mengenai harapan, orang dengan konsep diri positif merancang tujuan-tujuan yang sesuai dan realistis. Realistis disini artinya terdapat kemungkinan besar bahwa ia dapat mencapai tujuan-tujuan tersebut.

Penjelasan lainnya mengenai konsep diri positif dikemukan oleh Burns dalam Rola (2006) yaitu konsep diri yang positif ini sebagai evaluasi diri yang positif, perasaan harga diri yang positif dan penerimaan diri yang positif. Individu yang memiliki perasaan harga diri yang positif lebih mampu menerima kegagalan atau berupaya memperbaiki wilayah-wilayah kegagalannya. Burns (1993) juga mengemukakan bahwa tanda-tanda konsep diri positif adalah adanya kemampuan untuk memodifikasi nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang sebelumnya dipegang dengan teguh dipandang dari sudut pengalaman yang baru, kepercayaan diri untuk menanggulangi masalah-masalah bahkan dihadapkan kepada kegagalan yang kadang-kadang terjadi, penerimaan diri sebagai seseorang yang sama berharganya dengan orang-orang lain meskipun terdapat perbedaan-perbedaan dalam bakat-bakat dan sifat-sifat yang spesifik dan sensitifitas terhadap kebutuhan dari orang lain. Konsep diri positif juga ditandai dengan ketiadaan kekhawatiran atau kecemasan terhadap


(56)

masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang ( Burns, 1993; Hamachek dalam Rahmat, 2005).

b. Konsep diri negatif

Menurut Hurlock (1978) individu yang memiliki konsep diri negatif akan mengembangkan perasaan tidak mampu dan rendah diri. Ia merasa ragu dan kurang percaya diri. Hal ini menyembuhkan penyesuaian pribadi dan sosial yang buruk. Hurlock (1993) mengemukakan bahwa penyesuaian pribadi dan sosial yang buruk dicerminkan dengan harga diri yang rendah, tidak menentu mengenai, percaya bahwa orang lain memiliki penilaian buruk terhadap dirinya, menarik diri dari hubungan sosial dan menggunakan banyak mekanisme pertahanan diri.

Calhoun dan Acocella (1995) mengemukakan bahwa apa yang diketahui seseorang yang mempunyai konsep diri negatif tentang dirinya sendiri sangat sedikit. Hal tersebut bisa berarti dua hal; pertama, pandangan seseorang tentang dirinya sendiri benar-benar tidak teratur, artinnya dia tiak memiliki perasaan kestabilan dan keutuhan diri. Individu ini tidak mengetahui siapa dirinya, apa yang menjadi kekuatan dan kelemahannya atau apa yang dia hargai dalam hidupnya. Pada orang dewasa hal itu mungkin suatu tanda ketidakmampuan menyesuaikan diri. Kedua, konsep diri individu terlalau stabil dan terlalu teratur atau kaku. Hal ini dapat diakibatkan dari didikan yang sangat keras sehingga ia tidak mengizinkan sedikitpun adanya penyimpangan dari seperangkat konsep mengenai dirinya yang harus dijalani dengan teratur. Jadi, orang dengan konsep diri yang tidak teratur atau konsep diri yang sempit benar-benar tidak teratur atau konsep diri yang sempit benar-benar tidak memiliki


(57)

kategori mental yang dapat dikaitkan dengan informasi yang bertentangan dengan dirinya. Oleh karena itu, individu mengubahterus-menerus konsep dirinya atau dia melindungi konsep dirinya yang kokoh dengan mengubah atau menolak informasi baru.

Dalam kaitannya dengan evaluasi diri, konsep diri yang negatif menurut definisinya meliputi penilaian negatif terhadap diri. Apapun pribadi itu, dia tidak pernah cukup baik. Apa pun yang diperoleh tampaknya tidak berharga dibandingkan dengan apa yang diperoleh orang lain. Mengenai harapan, individu dengan konsep negatif percaya bahwa dirinya tidak dapat mencapai suatu apapun yang berharga.

Berdasarkan penjelasan diatas, Calhoun dan acocella (1995) menyimpulkan bahwa ciri individu dengan konsep diri yang negatif adalah pengetahuan yang tidak tepat tentang diri sendiri, pengharapan yang tidak realistis dan harga diri yang rendah.

2.4.5. Faktor yang Memengaruhi Konsep diri

Konsep diri dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: 1. Tingkat perkembangan dan kematangan

Dukungan mental, pertumbuhan, dan perlakuan terhadap anak akan memengaruhi konsep diri mereka. Seiring perkembangannya, faktor-faktor yang memengaruhi konsep diri individu akan mengalami perubahan. Sebagai contoh, bayi membutuhkan lingkungan yang mendukung dan penuh kasih sayang, sedangkan anak membutuhkan kebebasan untuk belajar dan menggali hal-hal baru.


(58)

2. Keluarga dan budaya

Individu cenderung mengadopsi berbagai nilai yang terkait dengan konsep diri dari orang-orang terdekat dengan dirinya. Dalam konteks ini, anak-anak banyak mendapat pengaruh nilai dari budaya dan keluarga tempat ia tinggal. Selanjutnya perasaan akan diri (sense of life) mereka akan banyak dipengaruhi oleh teman sebayanya. Sense of self ini akan terganggu saat anak harus membedakan harapan orang tua, budaya, dan harapan teman sebaya.

3. Faktor eksternal dan internal

Kekuatan dan perkembangan individu sangat berpengaruh terhadap konsep diri mereka. Pada dasarnya, individu memiliki dua sumber kekuatan, yakni sumber eksternal meliputi dukungan masyarakat yang ditunjang dengan kekuatan ekonomi yang memadai. Sedangkan sumber internal meliputi kepercayaan diri dan nilai-nilai yang dimiliki.

4. Pengalaman

Ada kecenderungan bahwa konsep diri yang tinggi berasal dari pengalaman masa lalu yang sukses. Demikian pula sebaliknya, riwayat kegagalan masa lalu akan membuat konsep diri rendah. Sebagai contoh, individu yang mengalami kegagalan cenderung memandang diri mereka sebagai orang yang gagal. Sedangkan individu yang pernah mengecap kesuksesan akan mengalami konsep diri yang lebih positif.


(59)

5. Penyakit

Kondisi sakit juga dapat memengaruhi konsep diri seseorang. Seorang wanita yangmenjalani operasi tubektomi mungkin akan menganggap dirinya kurang menarik, dan akan memengaruhi caranya dalam bertindak dan menilai diri sendiri.

6. Stresor

Stresor dapat memperkuat konsep diri seseorang apabila ia mampu mengatasinya dengan sukses. Di sisi lain, stresor juga dapat menyebabkan respons maladaptif, seperti menarik diri, ansietas, bahkan penyalahgunaan zat. Mekanisme koping yang gagal dapat menyebabkan seseorang merasa cemas, menarik diri, depresi, mudah tersinggung, rasa bersalah, dan marah, dan hal ini akan mempengaruhi konsep diri mereka (Mubarak, 2007).

2.5. Landasan Teori

Landasan teori adalah teori Kohler dengan teori kognitifitas. Teori kognifitas mengatakan bahwa pembentukan perilaku manusia adalah respon kognitif terhadap stimulus, seperti pengamatan, pengetahuan, ide-ide, atau keyakinannya. Dalam pembentukan perilaku, manusia lebih banyak berperan aktif dalam mencapai tujuannya. Jadi manusia itu sendiri yang menentukan arah perilaku. Pembentukan perilaku adalah hasil respons dari stimulus-stimulus dari organisme yang bersangkutan.


(60)

Konsep pembentukan perilaku menurut teori Kohler :

Keterangan: S →O-R R = F (S, O) R = Respon F = function S = stimulus O = organisme

2.6. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

(S)→ (R) → (B) → overet/coveret

Konsep Diri Negatif - Diri Fisik (Physical Self) - Diri Moral Etik (

Moral-Ethical Self)

- Diri Pribadi (Personal Self) - Diri Keluarga (Family Self) - Diri Sosial (Social Self)


(61)

BAB 3

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah kohort yang bertujuan untuk mengetahui resiko konsep diri negatif terhadap kejadian depresi pada ibu postpartum di RSUD Dr.Pirngadi Medan tahun 2013.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan, jalan Prof. H. Muhammad Yamin, SH No. 47 Medan. Lokasi ini dipilih dengan pertimbangan merupakan RSU dengan jumlah kunjungan persalinan paling banyak diantara RSU lainnya, jumlah pasien bersalin sebanyak 759 orang pada tahun 2012 dengan rata-rata 63 orang setiap bulannya. Waktupenelitian pada bulan Maret sampai Mei 2013.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu nifas rawat inapdi RSUD Dr Pirngadi Medan tahun 2013.

3.3.2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Teknik pengambilan sampel secara accidental sampling.


(62)

Dengan jumlah populasi ibu yang melahirkan pada tahun 2012 sebanyak 759 orang, maka untuk menghitung sampel minimum digunakan rumus (Lemeshow, S.,et al, 1990):

n =�

Z1−α�Po(1−Po) + Z1−β�Pa(1−Pa)�2 (Pa−Po)2

Keterangan : Keterangan :

n = Besar sampel minimum Z1-α

Z

= Nilai baku normal berdasarkan α yang ditentukan(α = 0,05)  1,645 1-β

P

= Nilai baku normal berdasarkan β yang ditentukan (β = 0,10)  1,282 o

P

= Proporsi depresi postpartum = 0,16 (penelitian Sari (2009) RSUP A.Malik Medan.

a

digenapkan menjadi 50.

= Proporsi depresi postpartum = 0,30 (Asumsi peneliti)

n =�

Z1−α�Po(1−Po) + Z1−β�Pa(1−Pa)�2 (Pa−Po)2

n =�

1,645�0,16(1−0,16) + 1,282�0,30(1−0,30)�2 (0,30−0,16)2

n = 46,04

Teknik pengambilan sampel secara accidental samplingartinya ibu nifas yang dijadikan sampel adalah ibu nifas rawat inap di RSUD Dr Pirngadi Medan bulan April – Mei 2013dilakukandengan kriteria inklusi sebagai berikut:


(63)

1. Ibu dalam keadaan sadar 2. Memahami bahasa Indonesia

3. Ibu bersedia menjadi responden penelitian.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini mencakup data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui kuesioner EPDS (Edinburgh Postnatal Depression Scale)untuk mengukur depresi postpartum pada ibu nifasyang terdiri dari 10 pernyataan dan kuesioner TSCS (Tennessee Self Concept Scale) untuk mengukur konsep diri pada ibu postpartum yang terdiri dari 100 item pernyataan yang diisi langsung oleh responden. Kuesioner EPDS dan TSCS sudah baku sehingga tidak dilakukan uji validitas dab reliabilitas. Data sekunder diperoleh dari bagian rekam medik untuk mengetahui jumlah pasien ibu bersalin pada bulan April 2013.

3.5. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian adalah sebagai berikut: 1. Tahap Persiapan

Sebelum melakukan pengambilan data, peneliti terlebih dahulu mengurus izin pelaksanaan penelitian dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Kemudian peneliti akan memasukkan penelitian dan proposal penelitian kepada RSUD Dr. Pirngadi Medan. Setelah mendapatkan izin dari RS tersebut, peneliti akan menghadap Ka. Bidang Keperawatan dan kepala ruang nifas


(64)

menjelaskan maksud dan tujuan penelitian serta meminta ijin mereka dalam pelaksanaan pengambilan data penelitian.

2. Tahap Pelaksanaan

Pengumpulan data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

a. Mengidentifikasi ibu postpartum yang melahirkan di RS Pirngadi Medan sebanyak 50 orang.

b. Kepada ibu postpartum diberikan kuesioner untuk mengukur konsep diriibu postpartum yaitu kuesioner TSCS (Tennessee Self Concept Scale)yang terdiri dari 100 item pernyataan untuk diisi sendiri oleh ibu tersebut.

c. Kemudian kuesioner yang telah diisi ibu postpartum diperiksa dan dihitung skor yang diperoleh masing-masing ibu tersebut. Selanjutnya dikategorikan berdasarkan skor yang diperoleh yaitu ibu postpartum dengan konsep diri negatif dan ibu pospartum dengan konsep diri positif.

d. Pada ibu postpartum dengan konsep diri positif tidak diikuti perkembangannya lebih lanjut tetapi ibu postpartum dengan konsep diri negatif diikuti perkembangannya selama ≥ 2 minggu dari s ejak kuesioner konsep diri diisi ibu postpartum untuk mengetahui apakah ibu postpartum dengan konsep diri negatif beresiko untuk mengalami depresi postpartum. Untuk mengetahui kejadian depresi pada ibu postpartum dilakukan dengan pengisian kuesioner depresi yang terdiri dari 10 item pernyataan oleh postpartum. Waktu pengisian 2 minggu setelah mulai pengamatan atau 2 minggu setelah gejala depresi postpartum mulai timbul.


(65)

Tahap I

Tahap II

Bagan 3.1. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Ibu Postpartum (50 Orang)

Ibu Postpartum Dengan Konsep

diri Negatif (7 Orang)

Ibu Postpartum Dengan Konsep Diri

Positif (43 Orang)

Ibu Postpartum Dengan Depresi

Postpartum (5 Orang)

Ibu Postpartum Tidak Mengalami Depresi Postpartum

(2 Orang) Diberi kuesioner

konsep diri

Diiikuti perkembangannnya 2 minggu, lalu diberi

kuesioner tentang depresi postpartum


(66)

3.6. Variabel dan Definisi Operasional 3.6.1. Variabel

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah depresi postpartum dan variabel independen adalah konsep diri ibu postpartum.

3.6.2. Definisi Operasional

1. Variabel Dependen

Depresi postpartum adalah suatu keadaan yang terjadi ketika suasana hati menjadi labil pada ibu post partum yang berlangsung selama 2 minggu berturut-turut.

2. Variabel Independen

Konsep diri ibu postpartum adalah perasaan ibu postpartum dalam menjalani masa nifas berdasarkan diri fisik, diri moral etik, diri pribadi, diri keluarga dan diri sosial.

1. Diri fisik adalah persepsi individu terhadap keadaan dirinya secara fisik, kesehatan, dan penampilan diri.

2. Diri moral etik adalah persepsi individu mengenai hubungannya dengan Tuhan, kepuasan seseorang akan kehidupan keagamaannya dan nilai-nilai moral yang dipegangnya.

3. Diri pribadi adalah persepsi individu mengenai keadaan pribadinya yang menyangkut sifat yang digunakan oleh dirinya dalam berhubungan dengan dunia luar.


(1)

Value Internal Value

positif 0

negatif 1

Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b

Observed

Predicted Konsep Diri K

Percentage Correct positif negatif

Step 0 Konsep Diri K positif 43 0 100.0

negatif 7 0 .0

Overall Percentage 86.0

a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 0 Constant -1.815 .408 19.838 1 .000 .163

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 0 Variables Umur 5.635 1 .018


(2)

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1 Step 5.873 1 .015

Block 5.873 1 .015

Model 5.873 1 .015

Model Summary

Step -2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 34.624a .111 .200

a. Estimation terminated at iteration number 6 because parameter estimates changed by less than .001.

Classification Tablea

Observed

Predicted Konsep Diri K

Percentage Correct positif negatif

Step 1 Konsep Diri K positif 43 0 100.0

negatif 7 0 .0

Overall Percentage 86.0

a. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 1a Umur -.160 .074 4.685 1 .030 .852

Constant 2.575 1.915 1.809 1 .179 13.136 a. Variable(s) entered on step 1: Umur.


(3)

Value Internal Value

positif 0

negatif 1

Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b

Observed

Predicted Konsep Diri K

Percentage Correct positif negatif

Step 0 Konsep Diri K positif 43 0 100.0

negatif 7 0 .0

Overall Percentage 86.0

a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 0 Constant -1.815 .408 19.838 1 .000 .163

Variables not in the Equation

Score df Sig. Step 0 Variables Pendidikan 1.610 1 .205


(4)

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1 Step 2.045 1 .153

Block 2.045 1 .153

Model 2.045 1 .153

Model Summary

Step -2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 38.451a .040 .072

a. Estimation terminated at iteration number 6 because parameter estimates changed by less than .001.

Classification Tablea

Observed

Predicted Konsep Diri K

Percentage Correct positif negatif

Step 1 Konsep Diri K positif 43 0 100.0

negatif 7 0 .0

Overall Percentage 86.0

a. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 1a Pendidikan 1.173 1.001 1.375 1 .241 3.233

Constant -5.003 2.870 3.039 1 .081 .007


(5)

Value Internal Value

positif 0

negatif 1

Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b

Observed

Predicted Konsep Diri K

Percentage Correct positif negatif

Step 0 Konsep Diri K positif 43 0 100.0

negatif 7 0 .0

Overall Percentage 86.0

a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 0 Constant -1.815 .408 19.838 1 .000 .163

Variables not in the Equation

Score df Sig. Step 0 Variables Jlhanak 8.470 1 .004


(6)

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1 Step 11.469 1 .001

Block 11.469 1 .001

Model 11.469 1 .001

Model Summary

Step -2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 29.027a .205 .369

a. Estimation terminated at iteration number 7 because parameter estimates changed by less than .001.

Classification Tablea

Observed

Predicted Konsep Diri K

Percentage Correct positif negatif

Step 1 Konsep Diri K positif 43 0 100.0

negatif 7 0 .0

Overall Percentage 86.0

a. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 1a Jlhanak -1.624 .739 4.825 1 .028 .197