68
tumbuhan dan cocok untuk mengobati penyakit perut, tanpa pernah merasa ada bantuan roh-roh dalam kesembuhannya.
4.3 Aliran Kepercayaan Pemena dan Pemeluknya di Desa Pergendangen
Dahulu, semua orang karo percaya pada aliran kepercayaan Pemena. Di mana kata Pemena, jika dilihat dari morfologi asal katanya merupakan awal atau
pertama dalam bahasa Indonesia. Sehingga dapat dikatakan bahwa Pemena merupakan sebutan bagi aliran kepercayaan awal, lama, atau yang pertama bagi
masyarakat Karo secara keseluruhan. Kata Pemena mungkin tidak seluruhnya disadari oleh pemeluknya karena yang mereka tahu dengan keberadaan mereka
adalah pemeluk Kiniteken si ndekah atau berkepercayaan yang lama. Kata Pemena disematkan pada mereka oleh orang disekitar karena mereka merupakan pemeluk
kepercayaan awal orang Karo. Aliran kepercayaan Pemena di Desa Pergendangen merupakan aliran
kepercayaan yang mengandung sistem kepercayaan animisme dan dinasmisme yang mempercayai roh nenek moyang mereka yang terwujud pada benda-benda
yang dipercaya memiliki kekuatan supranatural. Aliran kepercayaan ini tidak memiliki konsep Tuhan yang jelas, karena mereka menganggap bahwa setiap
benda dan tempat dipercaya memiliki roh Nini yang menjaganya. Misalnya Nini Rumah yang ada dalam rumah, Nini juma yang ada di ladang, Nini Deleng yang
ada di gunung, Nini Jabu yang ada di tengah keluarga, Nini Lau yang ada di air, dan Nini lainnya. Sehingga komunikasi transendental mereka dengan Tuhannya
berupa komunikasi dengan alam diluar batas kemampuan manusia biasa. Konsep Nini dalam aliran kepercayaan Pemena merupakan sosok yang disembah dan
Universitas Sumatera Utara
69
ditakuti oleh pemeluk aliran kepercayaan Pemena karena dianggap memiliki kekuatan gaib. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Nenek Nande Iin br Sembiring
yang berkata bahwa: “kerina si lit bas doni enda lit singaturkenca, em Nini. Iajapa pe lit Nini,
emaka ola kita meros erkai pe, perban Nini e lit lalap deher kita e. Ia kang si njagai kita. Adi ku juma kita, e pe lit Nini Juma, adi ku lau pe bage
kang, rumah pe lit nge Nini na, kerinalah inganta e lit Nini na”. Hasil wawancara tanggal 25 Januari 2014.
Terjemahan: “semua yang ada di dunia ini ada yang mengaturnya, itulah Nini. Di
manapun ada Nini, maka itu jangalah kita asal-asalan dalam memperlakukan apapun, karena Nini selalu ada di sekitar kita. Dia Nini
juga yang menjaga kita. Jika kita ke ladang, ada Nini Juma yang menjaganya, ke air juga begitu, di rumah juga ada Nininya. Semuanya
tempat memang memiliki Nini”.
Aliran kepercayaan Pemena yang ada di Desa Pergendangen dapat dikatakan termasuk pada tipe agama primitif seperti yang terdapat dalam teori
evolusi agama oleh Robert N. Bellah dalam Sanderson,2011:521-523. Di mana bahwa agama primitif selalu dirumuskan dalam hubungan dengan tokoh-tokoh
nenek moyang dan peristiwa pemukiman dahulu kala, benda-benda yang dianggap keramat seperti halnya gunung, batu, pohon dan makhluk-makhluk mitos lainnya.
Makhluk-makhluk spiritual itu bukanlah dibuat dalam konsep dewa-dewa yang menguasai dunia karena hanya berkisar pada orang yang percaya pada makhluk
spiritual tersebut. Hal ini terlihat pada aliran kepercayaan Pemena yang ada di Desa
Pergendangen, di mana kepercayaan Pemena di desa ini tidak terlepas dari penyembahan terhadap roh-roh nenek moyang mereka. Roh-roh nenek moyang
mereka ini dibuat tempat penyembahannya berbentuk batu, tempat pemugaran,
Universitas Sumatera Utara
70
serta hutan yang dipercaya memiliki kekuataan supranatural. Pemeluk Pemena percaya dan melakukan penyembahan pada tempat-tempat serta benda-benda
yang dianggap memiliki kekuatan ini. Benda dan tempat keramat yang ada di desa ini seperti Nini Batu Penyembahan, Nini Batu Pulu Balang, Nini Batu dan Hutan
Selantam, dan Tempat Pemugaran Nini Galuh. Bentuk pemujaan yang dilakukan pemeluk aliran kepercayaan Pemena di
Desa Pergendangen adalah kepercayaan terhadap adanya Nini roh yang dipuja dan memiliki kekuatan. Di mana setiap tempat atau benda yang disembah,
dipercaya terdapat Nini di setiap tempat dan benda itu. Dahulu pemujaan terhadap Nini ini dilakukan oleh seluruh masyarakat desa, namun saat ini hanya orang
percaya saja yang memuja Nini. Pemujaannya saat ini hanya dilakukan oleh individu-individu bukan terlihat dalam bentuk komunitas lagi. Di rumah mereka
masing-masing terdapat sebuah kamar yang menjadi tempat pemujaan bagi mereka, dan kamar ini menjadi tempat yang sangat privasi bagi mereka. Kamar
ini dinamakan Kamar Nini. Sehingga tidak dapat diketahui bentuk pemujaan yang sering mereka
lakukan karena mereka memujanya dalam tempat beribadah masing-masing. Untuk pemujaan terhadap tempat-tempat serta benda-benda yang ada di Desa
Pergendangen dilakukan secara pribadi, di saat mereka ingin melakukan penyembahan saja. Tempat serta benda yang disembah ini juga selalu dirawat oleh
pemujanya sebagai bentuk penghormatan dan pemujaan terhadap Nini yang mereka percayai.
Universitas Sumatera Utara
71
Di Desa Pergendangen terdapat banyak pajuh-pajuhen tempat penyembahan yang dibuat oleh masyarakat Desa Pergendangen. Hal ini sesuai
dengan masyarakat yang ada di desa ini adalah masyarakat kesukuan yang dulunya membentuk tempat penyembahan untuk memenuhi kebutuhan rohani
mereka. Ditambah lagi bahwa salah satu dari tiga syarat terbentuknya suatu desa orang Karo adalah adanya pajuh-pajuhen kuta penyembahan desa, selain tapin
kuta tempat mandi orang desa dan kerangen kuta hutan desa. Untuk tempat penyembahannya dapat kita rincikan sebagai berikut:
1. Nini Batu Penembahan adalah tempat penyembahan yang berbentuk batu yang terdapat di pinggir Desa Pergendangen. Batu ini dahulunya dibuat untuk tempat
penyembahan bagi masyarakat desa secara umum. Dengan kata lain bahwa batu ini merupakan Nini untuk semua masyarakat desa, baik untuk semua marga yang
ada di desa ini. Nini ini dianggap sebagai penjaga keseimbangan desa serta untuk menjaga semua masyarakat desa dari musibah.
2. Nini Galuh adalah tempat penyembahan yang dibuat oleh klan marga Tarigan Rumah Sendi sebagai bentuk penghormatan mereka terhadap roh nenek moyang
mereka. Mereka percaya bahwa nenek moyang mereka yang dulunya sangat hebat telah bersemayam di tempat. Tempat ini merupakan tempat pemujaan terhadap
Nini bagi klan marga Tarigan Rumah Sendi di manapun mereka berada. 3. Nini Batu Pulu Balang adalah tempat penyembahan yang dilakukan oleh klan
marga Perangin-angin Mano. Tempat ini dipercaya sebagai penjaga batas desa dari roh-roh yang jahat. Batu ini dipercaya selalu dijaga oleh dua ekor ular, ular
besar dan satu ular kecil yang berwarna kuning. Menurut mereka, ular ini sering
Universitas Sumatera Utara
72
terlihat di tempat ini. Tempat ini diyakini dapat membuat orang kena penyakit gatal-gatal jika asal-asalan dalam berkelakuan di daerah ini. Menurut salah satu
orang yang percaya terhadap Nini Batu Pulu Balang ini, Bapak Gantang Tarigan mengatakan bahwa sering banyak orang dari luar desa datang ke ladangnya untuk
menyembah Nini batu ini. 4. Nini Batu dan Hutan Selantam adalah tempat penyembahan yang berbentuk
batu yang ada di dalam hutan Selantam di pinggir desa. Tempat ini diyakini menjadi tempat bersemayamnya Nini Batu Selantam yang dipuja oleh klan marga
Ginting Tumangger. Hutan ini masih memiliki pohon-pohon yang masih sangat besar karena diyakini keramat serta dijaga oleh Nini Batu Selantam yang dipuja
oleh masyarakat terkhusus klan marga Ginting Tumangger. Namun karena hutan ini merupakan hutan desa, maka semua orang yang ada di desa ini masih segan
untuk asal-asalan dalam berkelakuan di hutan ini. Jadi masyarakat Desa Pergendangen yang terdiri dari banyak marga serta
sub marga memiliki Nini serta tempat penyembahan masing-masing yang terbagi menjadi sub marga-marga yang menjadi peletak dasar desa ini. Dengan kata lain
bahwa setiap sub marga yang menjadi peletak dasar desa ini memiliki Nini serta tempat penyembahan tersendiri. Untuk marga lainnya juga memiliki Nini yang
mereka sembah walaupun tidak berada di desa ini, seperti marga Sembiring Milala yang menyembah Nini Parang Gayo yang ada di Jaberneh, Sembiring
Keloko yang menyembah Nini Batu Keloko di desa Kidupen, dan marga lainnya. Walaupun setiap marga memiliki Nini masing-masing, namun Nini Batu
Penembahan memiliki posisi yang khusus dan istimewa bagi semua masyarakat
Universitas Sumatera Utara
73
Desa Pergendangen, karena Nini ini menjadi sembahan untuk semua masyarakat desa dan juga Nini Batu Penembahan dipercaya sebagai asal mula atas terciptanya
kepercayaan terhadap Nini-Nini yang di kalangan sub-marga. Semua masyarakat yang memiliki kepercayaan yang lama masih berpatokan terhadap Nini Batu
Penembahan ini karena dianggap memiliki kekuatan yang paling kuat sebagai Nini pertama yang ada di desa ini. Hal ini yang membuat Aliran kepercayaan
Pemena di desa ini berbeda dengan desa lainnya. Seperti yang sudah dikemukakan sebelumnya, di Desa Pergendangen terdapat tiga peletak dasar desa, berbeda
dengan desa lainnya yang hanya terdapat satu tempat penyembahan saja yang merupakan salah satu syarat terbentuknya desa orang Karo. Desa ini memiliki
banyak pajuh-pajuhen tempat penyembahan yang disembah oleh masyarakat desa sesuai dengan marganya.
Berdasarkan penelitian ini bahwa aliran kepercayaan Pemena berbeda dengan agama Hindu Dharma Hindu Karo yang sering dianggap sama. Dalam
beberapa data dari lapangan bahwa dapat dijelaskan kepercayaan Pemena tidak sama dengan agam Hindu. Di mana agama Hindu memiliki struktur serta jaringan
dan tergabung dalam satu organisasi yang jelas dalam negara Indonesia, pemeluknya juga terdata dengan jelas dan memiliki tempat beribadah yang jelas.
Sedangkan aliran kepercayaan Pemena hanya berlaku pada masyarakat Desa Pergendangen dan pemeluknya juga tidak terdata pada sensus penduduk karena
kepercayaan ini tidak terdaftar sebagai agama resmi. Tempat beribadahnya juga sangat banyak sesuai dengan Nini yang mereka sembah sehingga jaringan mereka
hanya berkisar pada marga yang sama dengan Nini yang mereka percayai. Terlihat juga dalam bentuk pemujaannya yang berbeda, di mana Pemena percaya
Universitas Sumatera Utara
74
pada roh nenek moyang bukan konsep Tuhan yang jelas seperti yang terdapat pada agama-agama resmi seperti halnya agama Hindu Dharma.
Beberapa tahun lalu masih terdapat pemeluk agama Hindu di Desa Pergendangen, dan mereka tidak menggolongkan diri sebagai Pemena walaupun
memiliki persamaan dalam kemampuan mereka untuk mengobati penyakit. Pemluk Hindu Dharma juga menunjukkan dirinya sebagai pemeluk secara terang-
terangan dan memang hampir semuanya memiliki kemampuan untuk mengobati penyakit. Sedangkan untuk pemeluk aliran kepercayaan Pemena, mereka akan
sangat sulit diketahui keberadaannya sekarang dan juga bahwa mereka semua tidak memiliki kemampuan untuk mengobati atau memiliki kelebihan dalam hal
kekuatan diluar batas manusia biasa, hanya guru sibaso yang memiliki kemampuan yang lebih. Sehingga dalam pemeluk aliran kepercayaan Pemena
akan terlihat perbedaan status antara pemeluk biasa dengan pemeluk yang sekalian sebagai guru sibaso.
4.3.1 Guru Sibaso sebagai Status Sosial dalam Pemeluk Aliran Kepercayaan Pemena dan Masyarakat
Hal yang unik dalam hal ini adalah kedudukan yang dimiliki oleh guru sibaso, tidak hanya mendapat kedudukan yang berbeda pada sesama pemeluk
aliran kepercayaan Pemena, juga mendapat kedudukan yang lebih dalam masyarakat secara umum. Seperti yang terlihat dalam buku Sosiologi: Menyelami
fenomena sosial dalam Masyarakat Waluya,2007:23 bahwa masyarakat pada umumnya akan mengembangkan tiga macam kedudukan, yaitu Ascribed status,
Achieved status, dan Assigned status.
Universitas Sumatera Utara
75
Dalam penelitian
ini, guru sibaso dapat digolongkan ke dalam Assigned
status, yaitu pemerolehan status atau kedudukan yang diberikan oleh masyarakat dan pada umumnya status yang diberikan akan lebih tinggi daripada anggota
masyarakat yang lainnya. Guru sibaso merupakan gelar yang diberikan oleh pemeluk aliran kepercayaan Pemena serta masyarakat umum yang ada di Desa
Pergendangen. Di mana guru sibaso memiliki posisi penting dalam kelompok aliran kepercayaan Pemena serta masyarakat. Tidak semua orang dapat menjadi
guru sibaso, kekuatan yang mereka miliki merupakan talenta yang mereka dapatkan sehingga kemampuan itu tidak dapat dimiliki oleh orang biasa. Dengan
kata lain bahwa, dalam aliran kepercayaan Pemena, mereka merupakan orang- orang yang terpilih.
Dalam kelompok aliran kepercayaan Pemena, guru sibaso akan mendapat tempat khusus dan akan mendapat penghargaan serta penghormatan dari pemeluk
lainnya. Di mana dalam berbagai ritual kepercayaan, guru sibaso akan menjadi pemimpinnya. Selain itu, guru sibaso merupakan oknum yang menjadi perantara
komunikasi antara Nini dengan pemeluknya dalam berbagai acara penyembahan. Sehingga pemeluk aliran kepercayaan Pemena akan sangat menghormati guru
sibaso karena mereka merupakan orang yang dipilih Nini sebagai oknum perantara, di mana guru sibaso dapat memanggil Nini dengan cara
memasukkannya pada tubuh yang ditentukan serta guru sibaso juga yang dapat berkomunikasi dengan Nini lewat tubuh yang dimasuki tersebut. Jadi hubungan
transendental antara pemeluk dengan Nini dapat berlangsung dengan melalui guru sibaso sebagai perantara. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Rahmat Ginting,
bahwa:
Universitas Sumatera Utara
76
“adi guru sibaso bagi bapa barenda ntah nande gundari, e lalap nge jadi pengurui bas acara-acara. Ia nge kari si ngaturkenca kerina, banci kang ia
si seluk e kari. Emaka guru sibaso ningen e, em kari si banci ndilo Nini ras si mulihken Nini. Ia kang si banci ngerana ras Nini. Kai si suraken man
sungkunen ntah man pindon, e si pe seh man guru, ia kari simesehsa man Nini”
Terjemahan: “kalau guru sibaso seperti bapak dulu atau mamak yang sekarang ini,
selalunya menjadi orang yang penting dalam setiap acara-acara kepercayaan Pemena. Dia yang akan mengaturkan semuanya, bahkan bisa
juga dia yang akan kemasukan roh Nini. Guru sibasolah yang mampu memanggil dan memulangkan Nini. Dia juga yang dapat berkomunikasi
dengan Nini. Apa yang kita ingin tanyakan serta yang ingin kita minta pada Nini, kita sampaikan kepada Guru, dia nanti yang menyampaikannya
kepada Nini”. Hasil wawancara dengan Rahmat Ginting tanggal 25 Januari 2014.
Hal ini sesuai dengan pernyataan salah satu guru sibaso di Desa Pergendangen yaitu Nande Suranta Ginting, dia mengatakan bahwa:
“adi ban kerja man Nini e, aku kang rusur si mimpinsa. Bagi ndilo udan sange, me aku kang si arah lebe mulaisa kerina. Kami piga-piga si beluh,
bagi ras Nande Gantang ah, kami harus arah lebe. Kami nge lebe mulaisa ertoto man Nini gelah banci mulai kerja e. E kin si seharusna, perban labo
kerina kalak banci mimpinsa. Adi mekarus kari ban, ma merawa kari Nini ah banta. Emaka harus nge kami nggit ndalankenca. Bagi si ajarken
orangtua kami, adi lit pemetehsa, ras lit kalak si merlukenca, ntah lit kalak sakit. E harus si tambari asa beluhta”.
Terjemahan: “jika dibuat acara untuk Nini, aku juga yang sering dibuat sebagai
pemimpinnya. Seperti ritual memanggil hujan kemarin, kan aku juga yang paling depan untuk memulainya. Kami beberapa yang memang tahu,
seperti dengan Nande Gantang itu, kmi harus di depan. Kami yang memulainya dengan berdoa kepada Nini agar kegiatan itu bisa dimulai. Itu
memang sudah seharusnya, karena bukan semua orang bisa memimpinnya. Jika asal-asalan, Nini bisa marah kepada kita. Oleh karena itu, kami harus
tetap mau memimpinnya. Seperti yang diajarkan orangtua kami dari dulu, bahwa jika kita punya kemampuan, dan jika ada yang memerlukan bantua,
seperti jika ada orang sakit. Kita harus mengobatinya dengan baik”. Hasil wawancara tanggal 20 januari 2014.
Universitas Sumatera Utara
77
Dari pernyataan di atas dapat kita lihat bahwa kedudukan atau status guru sibaso mendapat tempat khusus dalam kelompok pemeluk aliran kepercayaan
Pemena. Di mana mereka selain sebagai perantara antara Nini dengan pemeluk, mereka juga menjadi aktor penting dalam aliran kepercayaan Pemena karena
dapat dikatakan abhwa mereka adalah tokoh dari aliran kepercayaan ini. Sama halnya dengan tokoh agama pada agama resmi, bahwa guru sibaso juga akan
mendapat status yang lebih tinggi dalam pemeluknya dan akan mendapat penghargaan serta perhormatan akan kedudukan mereka. Sehingga status sebagai
guru sibaso merupakan sebuah kedudukan yang memang sangat berharga bagi pemeluk aliran kepercayaan Pemena. Ditambah lagi bahwa, kerelaan hati guru
sibaso dalam mengobati orang lain baik pemeluk dan bukan pemeluknya merupakan sebuah sifat yang sangat baik, dan ini merupakan salah satu nilai yang
mereka tanamkan dalam ajarannya. Tidak hanya dihargai dan diberi status dalam pemeluknya saja, namun
guru sibaso juga mendapat penghargaan lebih dan diberi status oleh masyarakat di Desa Pergendangen. Di mana guru sibaso yang pada umumnya memang dapat
membantu masyarakat dalam hal pengobatan serta membantu masyarakat dalam masalah yang diluar jangkauan manusia pada umumnya. Seperti gangguan dari
roh halus, keturunannya tidak lengkap, jiwa manusia yang lemah, dan hal lainnya. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Alinta Sembiring, bahwa:
“kita anak kuta e perlu kang man guru sibaso jenda, misalna kari adi lit pinakitta si la tertambari ku rumah sakit, ku guru e kang kari kita ertambar.
Bagi kena si mentas-mentas ningen kari, entah megelut pertendinnta, e dokter labo angkana si de. Emaka guru e si jumpai maka banci kita pe
palemna. Bagi kumat birawanna, kegalen perban lit barenda salahna, ntah pe bagi cuba kalak. E ku guru e kang kita mindo penampat. Adi si tama ku
Universitas Sumatera Utara
78
agama, e nggo salah. La kita tek ningen, malemka ban guru e. Tek ningen, tek harus man Dibata ningen ka. Adi menurutku, guru e mbelin kang
penampat man kita anak kuta e”.
Terjemahan: “kita orang desa ini juga membutuhkan guru sibaso, misalnya nanti jika
ada penyakit yang tidak dapat diobati ke rumah sakit karena bukan penaykit biasa, ke guru sibaso juga kita harus berobat. Seperti terkena si
mentas-mentas, atau mengelut tendi, dokter tidak akan tahu dengan masalah seperti ini. Oleh karena itu, guru sibaso yang akan kita jumpai
untuk menyembuhkan penyakit kita. Seperti kumat birawan, Kegalen seperti kutukan karena dulu ada dosa, ataupun jika ken santet orang lain.
Ke guru juga kita meminta pertolongan jika seperti itu. Jika kita kaitkan ke agama, itu sudah pasti salah. Tidak percaya kita dibilang, sembuh juganya
penyakit kita. Percaya dibilang, katanya harus percaya pada Tuhan. Kalo menurut aku, guru ini sangat besar pengaruhnya untuk kita anak desa ini”.
Hasil wawancara tanggal 25 Januari 2014.
Dari pernyataan di atas, dapat kita lihat bahwa masyarakat Desa Pergendangen merasa sangat terbantu dengan keberadaan guru sibaso di desanya.
Sehingga mereka menempatkan guru sibaso mendapat posisi atau status yang lebih tinggi dalam masyarakat. Guru sibaso akan mendapat penghormatan karena
kemampuan yang dia miliki. Sehingga status sebagai guru sibaso dalam masyarakat merupakan status yang mulia karena sangat berguna dalam membantu
masyarakat, seperti halnya membantu dalam pengobatan penyakit yang memang tidak dapat diobati secara medis.
Dan yang dapat menjadi alasan bagi guru sibaso dalam mempertahankan kepercayaannya adalah adanya status sosial yang mereka dapat dari kemampuan
yang mereka miliki. Ditambah lagi bahwa kemampuannya sebagai guru sibaso memang sangat diperlukan dalam masyarakat. Dalam hal ini perannya sebagai
guru sibasolah yang menciptakan statusnya dalam masyarakat, apalagi tidak semua orang bisa menjadi guru sibaso sehingga mereka terlihat merasa
bertanggung jawab dengan kemampuan yang mereka miliki.
Universitas Sumatera Utara
79
4.4 Kepercayaan Pemena Sebagai Nilai yang Mempersatukan Masyarakat di Desa Pergendangen