Profil Informan DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA

46 ini bertujuan untuk saling menolong anggotanya terutama dalam mengalami duka cita atau perkawinan. Sistem sangkep nggeluh yang dianut masyarakat Karo membuat semua warga memiliki hubungan persaudaraan perkade-kaden baik sembunyak dan senina, anak beru pihak penerima darah, dan kalimbubu pemberi darah. Hasil tersebut terbentuk ketika ada hajatan besar seperti pesta perkawinan maka semua warga lain akan turut terlibat pada bagiannya masing-masing. Sistem pengelolaan lahan pertanian saat ini pada masyarakat Karo kebanyakan mengerjakan lahan masing-masing. Namun telah banyak juga para pekerja yang disebut dengan aron. Aron dalam hal ini merupakan orang-orang yang mengerjakan lahan yang diberi upah oleh pemilik lahan.

4.2 Profil Informan

1. Nama : Nande Suranta br Ginting Jenis Kelamin : Perempuan Usia : 69 tahun Agama : Kristen Protestan Pekerjaan : Petani Nande Suranta br Ginting dulu adalah Guru Sibaso atau pemimpin ritual dalam acara-acara aliran kepercayaan Pemena yang ada di Desa Pergendangen seperti misalnya ritual memanggil hujan, ritual penyembahan ke Nini Batu, mengobati orang sakit, dan ritual-ritual lainnya yang berkaitan dengan kemampuan dia. Kemampuan Nande Suranta ditandai dengan suara leher sora kerahung yang dimilikinya, karena sangat jarang orang yang memiliki suara Universitas Sumatera Utara 47 leher yang merupakan salah satu sarana untuk dapat berkomunikasi dengan Nini. Dia percaya bahwa kekuatan itu berasal dari roh abangnya yang bersemanyam dalam dirinya yang dulunya meninggal pada usia muda karena dijatuhi reruntuhan batu. Namun saat ini kemampuan Nande Suranta telah hilang karena dulu ada guru sibaso dari desa lain yang mengambil kemampuannya dengan cara menarik roh yang bersemanyam dalam dirinya, akibatnya Nande Suranta sakit karena roh yang seharunya menjaga tubuhnya telah hilang. Setelah sembuh, Nande Suranta telah kehilangan kemampuannya dalam banyak hal, seperti halnya suara lehernya telah menghilang. Walaupun demikian, Nande Suranta masih memiliki kemampuan untuk mengobati beberapa penyakit, terkhusus pada penyakit yang berkaitan dengan roh-roh jahat, dia mengatakan hal itu karena pengalamannya pernah menjadi guru sibaso. Nande Suranta br Ginting telah memeluk agama Kristen Protestan dan menjalankan agamanya dengan baik walaupun dia masih menjalankan kepercayaan Pemena dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini tetap ia lakukan karena merasa bahwa aliran kepercayaan Pemena masih memiliki nilai-nilai yang berguna dan sangat berkaitan dengan kebiasannya. Ditambah bahwa kemampuannya mengobati orang masih sangat dibutuhkan, karena saat ini kemampuannya mengobati anak kecil, serta wanita hamil yang sering mendapat gangguan dari makhluk halus masih dibutuhkan di Desa Pergendangen. Walaupun Nande Suranta masih menjalankan nilai-nilai aliran kepercayaan Pemena, namun nilai-nilai yang ia jalankan saat ini tidak seperti dulu lagi karena saat ini bentuk ritualitas yang dia lakukan hanya bersifat Universitas Sumatera Utara 48 individunya saja. Seperti halnya penyembahannya secara tertutup karena hanya dilakukan di rumah, seperti mbesur-mbesuri, perim daging, memberi persembahan kepada Nini melalui kamar Nini dan lainnya. Menurut pengakuan Nande Suranta, bahwa para orang tua yang tinggal di Desa Pergendangen pada awalnya merupakan pemeluk aliran kepercayaan Pemena. Namun kemudian mereka semua beralih keyakinan setelah masuknya agama-agama resmi ke desa ini. Seperti beralih ke agama Kristen yang paling banyak dianut oleh masyarakat di desa ini. 2. Nama : Nande Ruli br Karo Jenis Kelamin : Perempuan Usia : 71 tahun Agama : Kristen Katolik Pekerjaan : Petani Nande Ruli br Karo merupakan seseorang yang masih mempercayai Nini Galuh yang ada di Desa Pergendangen. Kepercayaan terhadap Nini Galuh mulai dipercayainya semenjak menikah dengan suaminya dulu yang bermarga Tarigan Rumah Sendi. Karena Nini Galuh merupakan tempat penyembahan bagi Marga Tarigan Rumah Sendi beserta keluarganya, sehingga Nande Ruli juga mengikuti kepercayaan yang dibawa oleh suaminya. Walaupun Nande Ruli telah memeluk agama Katolik dan aktif dalam kegiatan gereja, namun Nande Ruli masih percaya terhadap Nini Galuh dan tetap menjalankan nilai-nilai ritualitasnya seperti berdoa ke tempat Nini Galuh sebelum memulai kegiatan menanam, memberi persembahan jika ada rezeki, menjaga dan selalu membersihkan tempat pemugaran Nini Galuh, dan Universitas Sumatera Utara 49 sebagainya. Nande Ruli terlihat sangat menjaga tempat penyembahan Nini Galuh yang tempatnya berada di depan rumahnya, di mana dia sering melarang orang-orang yang bertindak sembarangan di tempat penyembahannya ini. Menurut penjelasan Nande Ruli, dia bersama keluarganya telah merenovasi tempat penyembahan ini sebagai bentuk rasa syukur mereka karena telah diberi rezeki, dan mereka percaya bahwa Nini Galuh yang menyertai mereka sehingga Nande Ruli beserta anak dan cucunya mendapat kesehatan, rezeki, dan mereka yakin akan diberi kesuksesan. Anak-anak serta cucu Nande Ruli yang saat ini sudah tinggal di luar Desa Pergendangen bahkan beberapa di antaranya berada di Kota Jakarta, masih sering datang untuk membersihkan serta membuat acara di tempat penyembahan ini. Mereka datang sekali dalam setahun. Selain dari keluarga Nande Ruli, orang lain yang bermarga Tarigan Rumah Sendi juga sering datang ke tempat ini untuk menyembah Nini Galuh karena tempat ini merupakan tempat penyembahan bagi Tarigan Rumah Sendi di manapun mereka berada. Nande Ruli tetap mengajarkan anaknya serta cucunya nilai-nilai kepercayaan terhadap Nini Galuh. Menurut Nande Ruli, Nini Galuh merupakan nenek moyang yang harus mereka hormati karena nenek moyang mereka ini memiliki kekuatan yang dapat menjaga serta memberi apa yang mereka butuhkan. Bahkan Nande Ruli takut untuk meninggalkan kepercayaan ini karena dia yakin bahwa yang menjaga dia dan keluarganya adalah Nini Galuh, sehingga dia tidak ingin Nini Galuh marah kepada dia dan keluarganya. 3. Nama : Nande Iin br Sembiring Jenis Kelamin : Perempuan Universitas Sumatera Utara 50 Usia : 70 tahun Agama : Islam Pekerjaan : Petani Nande Iin br Sembiring merupakan salah seorang guru sibaso dalam aliran kepercayaan Pemena. Kepercayaan yang dia miliki ini berawal sejak dia menikah dengan mendiang suaminya yang bermarga Ginting, suaminya juga merupakan seorang guru sibaso yang hebat. Setelah menikahlah, Nande Iin diajari untuk mempercayai aliran kepercayaan Pemena dan ditambah juga bahwa Nande Iin pada dasarnya juga memiliki kemampuan dalam hal suara leher sora kerahung. Dulu Nande Iin beragama Katolik sebelum dia menikah dengan suaminya yang mempercayai kepercayaan Pemena. Dan sekarang Nande Iin telah memeluk agama Islam di KTPnya, karena dia mengatakan bahwa dia tidak pernah menjalankan agamanya seperti semestinya. Tidak mengerti ajaran agama itu, dan masih mempercayai aliran kepercayaan Pemena. Agama di KTPnya menurut dia hanya untuk memperlihatkan kepada orang bahwa dia memiliki agama dan diberi kemudahan dalam berbagai urusan administrasi. Nande Iin masih menjalankan nilai-nilai Pemena dalam kehidupan sehari- harinya. Bahkan dia juga masih dapat melakukan ritual-ritual Pemena seperti perumah Nini, seluk, perumah begu, dan lainnya. Namun nenek ini mengatakan bahwa saat ini kebiasaan seperti itu sudah sangat jarang dilakukan karena orang-orang di sekitarnya juga sudah tidak sepenuhnya percaya hal yang seperti itu lagi. Jika masih diperlukan, nenek ini juga masih bersedia melakukan ritual tersebut, karena menurut apa yang telah diketahuinya bahwa Universitas Sumatera Utara 51 ritual Pemena dapat membantu orang lain seperti halnya dalam kegiatan pengobatan, hal-hal yang berkaitan dengan roh halus, dan membantu pemeluk aliran kepercayaan Pemena dalam melakukan ritualitasnya yang banyak berbentuk upacara-upacara. Melihat keberadaan keyakinannya yang semakin lama semakin tersudutkan dengan semakin berkurangnya pemeluk aliran kspercayaan Pemena, Nande Ruli juga tidak yakin akan tetap mempertahankan keberadaannya sebagai pemeluk aliran kepercayaan Pemena. Hal ini dipengaruhi oleh lingkungannya yang hampir semuanya telah memeluk agama, ditambah bahwa kekhwatiran akan masa tuanya, membuat Nande Ruli telah berpikiran akan mengikuti agama resmi secara serius. Namun dia belum yakin untuk meninggalkan kepercayaan lamanya karena dia merasa kepercayaan Pemena telah menjaga dia selama ini, dan dia takut untuk meninggalkan kepercayaan Pemena karena takut akan kena musibah. 4. Nama : Rahmat Ginting Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 35 tahun Agama : Islam Pekerjaan : Petani Rahmat Ginting merupakan salah seorang yang masih mempercayai Pemena hingga saat ini. Kepercayaan Pemena ini dia peroleh sejak lahir karena orang tuanya juga masih mempercayai Pemena. Juga bahwa orang tuanya tetap mengajarkan nilai-nilai Pemena terhadapnya sehingga ia juga telah terbiasa dengan kepercayaannya walaupun dalam KTPnya dia telah beragama Islam. Universitas Sumatera Utara 52 Rahmat Ginting memang tidak dapat melakukan ritual-ritual seperti yang dapat orang tuanya lakukan. Namun kebiasaan seperti percaya pada pajuh- pajuhen kuta penyembahan desa dia sering membersihkan tempat penyembahan tersebut karena dia yakin akan mendapat berkat dari apa yang dilakukannya, bahkan dia masih sangat percaya pada roh nenek moyang terutama roh ayahnya yang merupakan salah satu Guru Sibaso yang memiliki ilmu yang cukup hebat semasa hidup seperti halnya pemimpin ritual-ritual dalam berbagai upacara Pemena seperti Erpangir Ku Lau, Ngaleng Tendi, dan Perumah Nini. Sehingga Rahmat Ginting masih sering membuat cibal-cibal persembahan di kuburan ayahnya. Alasannya adalah bahwa jika dia berdoa di kuburan ayahnya, dia akan merasa damai dana akan mendapat jalan keluar dari masalah-masalah yang dihadapinya. Rahmat Ginting juga masih percaya akan ilmu ayahnya yang ada kemungkinan akan diturunkan kepadanya, karena pada dasarnya akan ada penurunan ilmu kepada keturunannya jika dia seorang guru sibaso yang hebat. Dan biasanya akan diturunkan kepada anak laki-laki. Namun hal itu tidak dirasakan oleh Rahmat, karena dia merasa tidak memiliki kemampuan seperti yang dimiliki ayahnya. Tetapi dia tetap menghormati kepercayaan orangtuanya karena dia percaya akan tetap dijaga dan diberi rezeki oleh Nini yang disembah. Dia juga percaya bahwa apa yang dia dapat saat ini karena kesungguhannya dalam menjalankan ritualitasnya, sehingga dia merasa takut jika harus meninggalkan kebiasaannya. 5. Nama : Nande Gantang br Tarigan Jenis Kelamin : Perempuan Universitas Sumatera Utara 53 Usia : 57 tahun Agama : Kristen Protestan Pekerjaan : Petani Nande Gantang br Tarigan merupakan salah seorang yang masih percaya pada Nini Batu Pulu Balang. Kepercayaan ini dia dapat dari suaminya yang bermarga Perangin-angin Mano yang memang menyembah Batu Pulu Balang. Menurut pengakuannya, Nande Gantang masih percaya pada kepercayaan Pemena walaupun pada dasarnya dia tidak begitu banyak mengetahui tentang Pemena. Bahkan Nande Gantang juga mengaku sering ikut dalam ritual-ritual penyembahan Pemena seperti halnya ritual memanggil hujan. Namun keyakinannya ini tidak begitu ia tunjukkan kepada masyarakat karena sudah terlihat malu dengan kepercayaannya ditambah lagi bahwa dia sudah aktif dalam kegiatan ke Gereja, karena saat ini dia telah memeluk agama Kristen Protestan. Nande Gantang tidak banyak mengetahui aliran kepercayaan Pemena karena dia bukan seorang guru sibaso, tetapi masih tetap percaya pada kepercayaan Pemena. Dia mengikuti ritual-ritual yang pernah dilakukan di Desa Pergendangen seperti ritual memanggil hujan, penyembahan ke Nini Batu Penembahan, Erpangir, hal ini dia ikuti karena merasa mendapat kegunaan serta sebagai bentuk upaya untuk membantu orang lain. Nande Gantang juga menurunkan kepercayaannya pada anak-anaknya. Dipercaya bahwa jika ada orang yang terkena gangguan dari Nini Pulu Balang Nini yang mereka sembah, maka hanya keluarga Perangin-angin Mano lah yang mampu mengobatinya. Baik mereka yang memang memiliki kemampuan Universitas Sumatera Utara 54 dan juga bagi yang tidak mengalami kemampuan. Karena mereka dianggap keturunan dari Nini Pulu Balang. Sehingga jika ada yang terkena penyakit seperti gatal-gatal karena mengganggu Nini Pulu Balang, maka mereka harus menjumpai keluarga dari keuturunan Perangin-angin Mano. 6. Nama : Gantang Perangin-angin Mano Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 30 tahun Agama : Kristen Protestan Pekerjaan : Petani Gantang Perangin-angin Mano merupakan anak dari Nande Gantang dan masih percaya pada Nini Batu Pulu Balang. Nini yang mereka sembah ini berada di ladang tempat dia bekerja sehari-hari. Sehingga dia sering merawat Nini batu tersebut karena dia percaya batu tersebut mempunyai kekuatan dan memang harus dihormatinya karena takut akan ada masalah yang datang. Gantang Perangin-angin Mano terlihat sering membuat cibal-cibal yang berupa persembahan rokok yang dinyalakan di dekat Nini Batu Pulu Balang. Dia mengatakan bahwa hal itu tetap dia lakukan untuk menghormati Nini Batu Pulu Balang serta permohonan izin atas kehadirannya. Menurut pengakuannya juga bahwa ada pejabat serta orang dari kota yang sering datang ke ladangnya untuk memberi persembahan ke Nini batu tersebut, baik yang meminta rejeki maupun yang meminta kekuatan. Gantang Perangin-angin Mano mengatakan bahwa dia tidak memiliki kekuatan seperti guru sibaso. Namun dia sering melihat dua ekor ular di dekat Batu Pulu Balang yang ada di ladangnya. Ular tersebut yang satunya berukuran Universitas Sumatera Utara 55 besar dan yang satunya berukuran kecil yang berwarna kuning. Dia sering melihat bayangan orang di atas ular tersebut, dan hal ini sering dia alami. Dia percaya ular serta bayangan yang muncul itu merupakan roh Nini yang dia percayai sehingga dia juga tidak berani untuk berkelakuan asal-asalan di dekat Nini Batu tersebut. 7. Nama : Bapa Lawan Sembiring Keloko Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 57 tahun Agama : Kristen Protestan Pekerjaan : Petani Bapa Lawan Sembiring Keloko merupakan salah satu tokoh adat yang ada di Desa Pergendangen ini. Bapak yang memiliki lima orang anak ini mengatakan bahwa adat Karo saat ini sudah sangat berbeda dengan zaman dahulu karena saat ini banyak orang Karo banyak tidak mengerti lagi tentang adat serta budaya Karo. Bahkan telah banyak yang hilang karena tidak di ajarkan oleh orang tua kepada anaknya. Menurut Bapa Lawan Sembiring Keloko bahwa semua orang Karo yang ada di Desa Pergendangen ini bahkan ada kemungkinan untuk seluruh orang Karo memiliki latar belakang sebagai pemeluk aliran kepercayaan Pemena. Karena dulu sebelum masuk agama-agama resmi pada setiap daerah Karo, masyarakat Karo memiliki kepercayaan yang bernama Pemena. Mereka memang tidak menamakannya Pemena melainkan Kiniteken si ndekah kepercayaan lama, namun penamaan Pemena dibuat oleh orang yang menamai kepercayaan tersebut karena kepercayaannya adalah kepercayaan Universitas Sumatera Utara 56 awal. Dan bentuk penyembahan kepercayaan Pemena di setiap daerah dapat berbeda-beda tergantung pada budaya serta marga-marga yang menempatinya. Namun pada dasarnya, semuanya memiliki konsep yang hampir sama dalam hal penyembahan yaitu menyembah roh nenek moyang yang dapat berwujud benda serta tempat-tempat yang diyakini memiliki kekuatan supranatural. Bapa Lawan Sembiring Keloko juga hingga saat ini masih percaya pada kepercayaan Pemena walaupun sudah tidak seperti yang dulu lagi. Dia mengatakan bahwa tempat penyembahan untuk masyarakat Desa Pergendangen adalah batu Penembahan yang ada di Desa Pergendangen. Namun terkhusus pada marga yang dimilikinya bahwa sembiring Keloko seluruhnya memiliki tempat penyembahan Batu Nini Keloko di Desa Kidupen. Dia mengatakan bahwa dia masih sering ke tempat itu untuk mengantarkan saudara untuk melakukan penyembahan. Menurut Bapa Lawan Sembiring Keloko, tempat penyembahan seperti pajuh-pajuhen yang ada di Desa Pergendangen sudah ada sejak awal terbentuknya desa ini. Karena syarat terbentuknya desa bagi orang Karo adalah pajuh-pajuhen tempat penyembahan Pemena, tapin tempat mandi masyarakat desa, kerangen hutan desa. Jadi setiap desa yang dibuka oleh orang Karo akan selalu memiliki ketiga syarat tersebut, namun bedanya hanya pada jumlah pajuh-pajuhen yang ditentukan berdasarkan jumlah marga yang menjadi peletak dasar desanya. Bapa Lawan mengatakan bahwa, dulu semua orang Desa Pergendangen masih sangat sering membuat acara penyembahan kepada Nini Batu Universitas Sumatera Utara 57 Penembahan yang menjadi pusat penyembahan bagai seluruh masyarakat desa ini. Acaranya berupa memotong kerbau di dekat Batu Penembahan dan mempersembahkannya, dan akhirnya makan bersama di dekat Batu Penembahan itu. Hal ini dilakukan agar desa ini tetap dijaga oleh Nini Batu Penembahan serta seluruh amsyarakat desa mendapat rejeki karena akan dilakukan juga doa bersama setelah makan bersama. Ritual seperti ini dulu dilakukan setahun sekali dan rutin, namun dalam beberapa tahun terakhir, kegiatan ini tidak pernah dilakukan lagi bahkan pemeluk aliran kepercayaan Pemena juga sangat jauh berkurang. Menurut Bapa Lawan, hal ini terjadi karena kehadiran agama-agama resmi ke desa ini. 8. Nama : Alimta Ginting Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 48 tahun Agama : Kristen Protestan Pekerjaan : Kepala Desa Alimta Ginting merupakan perwakilan tokoh masyarakat formal dalam penelitian ini. Bapak ini mengatakan bahwa masyarakat Desa Pergendangen adalah masyarakat yang ramah dan mudah bergaul. Dia mengatakan bahwa masyarakat desa ini sangat terbuka terhadap orang luar. Hal inilah yang membuat banyak pendatang yang datang ke desa ini, sehingga penduduk desa ini sangat beragama, selain orang Karo yang menjadi penduduk lokal, terdapat juga suku Jawa, Batak Toba, Nias, dan beberapa dari suku lainnya. Terkait dengan kepercayaan Pemena, bahwa Alimta Ginting berpendapat bahwa masyarakat Desa Pergendangen masih cukup antusias terhadap Universitas Sumatera Utara 58 kebudayaan lama yang merupakan bagian dari Pemena. Seperti halnya pada saat ritual pemanggilan hujan lalu bahwa hampir semua warga ikut dalam ritual tersebut dan juga Bapak Alimta ikut serta dalam mendukung acara tersebut. Walaupun semua warga telah memiliki agama, namun kepercayaan lama masih sulit untuk mereka tinggalkan sepenuhnya apalagi menyangkut kepentingan bersama. Menurut Alimta Ginting, bahwa setiap pemeluk agama di Desa Pergendangen hidup rukun dan saling menghargai. Bahkan dua tahun lalu di desa ini juga telah mengakui adanya kelompok Hindu Dharma atau dikenal dengan Hindu Karo. Namun pada akhirnya agama ini telah hilang karena pemeluknua telah habis karena meninggal karena pada umumnya pemeluk agama ini merupakan orang-orang yang sudah tua. Sehingga dua tahun yang lalu merupakan kematian pemeluk terakhirnya yang di desa ini. Menurut Alimta Ginting, bahwa tidak pernah terjadi masalah terkait dengan kepercayaan Pemena di Desa Pergendangen. Walaupun demikian, sudah sangat jarang terlihat orang yang benar-benar mengakui dirinya sebagai pemeluk kepercayaan Pemena di desa ini. Terlihat saat ini, hanya guru-guru sibaso yang masih tetap menunjukkan dirinya sebagai pemeluk aliran kepercayaan Pemena. Namun menurutnya, masih terdapat pemeluk Pemena selain guru sibaso di desa ini. Hal ini dia katakan melihat masih terdapat banyak pajuh-pajuhen serta cibal-cibalen di tempat-tempat yang dianggap keramat di desa ini seperti tempat-tempat penyembahan terhadap Nini dan hutan yang ada di desa ini. Universitas Sumatera Utara 59 9. Nama : Usman Sebayang Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 70 tahun Agama : Kristen Protestan Pekerjaan : Petani Usman Sebayang merupakan seorang tokoh agama Kristen Protestan yang ada di Desa Pergendangen. Jabatannya sebagai penatua di Gereja Batak Karo Protestan GBKP di desa ini. Dia mengaku bahwa saat ini, dia menjadi salah seorang yang dituakan dalam gereja. Karena awal masuk agama Protestan di desa ini, dia telah menjadi pengurus hingga saat ini agama itu telah berkembang. Usman Sebayang dipanggil Laki kakek di desa ini karena memiliki tutur posisi dalam kekerabatan yang cukup tinggi dilihat dari keturunan marga yang dia miliki, yaitu marga Sebayang. Menurut Usman Sebayang, bahwa pemeluk agama Protestan di Desa Pergendangen sangat banyak dibanding dengan pemeluk agama yang lainnya. Karena agama inilah yang pertama masuk ke desa ini. Pada awal masuknya agama protestan ke Desa Pergendangen, Usman Sebayang mengatakan bahwa agama ini diterima dengan baik oleh masyarakat walaupun pada awalnya pemeluknya hanya sedikit, namun tidak ada tantangan atau penolakan dari yang bukan pemeluk bahkan saat ini pemeluknya semakin bertambah banyak. Walaupun secara kualitasnya dalam kegiatan gereja, masih sangat kurang karena partisipasi pemeluknya juga masih sangat minim. Selain tokoh agama Protestan, Usman Sebayang juga dikenal masyarakat sebagai tokoh adat, karena dia merupakan penduduk desa yang Universitas Sumatera Utara 60 sangat tahu dengan sejarah perkembangan Desa Pergendangen. Di mana dia lahir dan dibesarkan di desa ini walaupun asal orangtuanya dari desa sebelah. Dia menjadi kepercayaan oleh masyarakat dalam bidang adat karena dia juga pernah menjabat sebagai kepala desa di desa ini pada tahun 1980. Menurut Usman Sebayang, adat Karo saat ini telah banyak yang terlupakan dan juga dalam pelaksanaannya telah asal-asalan sehingga tidak mencerminkan budaya Karo yang sebenarnya. Dia mengatakan bahwa adat yang ada saat ini hanya sebagian kecil dari yang ada dulu, bahkan dia berani bertaruh bahwa orang yang seumuran dia juga sudah banyak yang melupakan adat Karo yang sebenarnya. Menurut bapak ini, ini terjadi karena pengaruh teknologi serta pengajaran nilai-nilai budaya serta sosialisasi adat oleh orang tua telah berkurang bahkan tidak ada kepada anak-anaknya sehingga tidak heran mengapa anak muda saat ini tidak banyak mengetahui adat Karo. Terkait dengan aliran kepercayaan Pemena, bahwa Usman Sebayang mengatakan bahwa semua orang Karo yang ada di desa ini pada awalnya merupakan penganut dari kepercayaan Pemena. Dahulu juga nilai-nilai aliran kepercayaan Pemena masih selalu dilaksanakan bahkan hampir seluruh penduduk desa selalu ikut melaksanakannya. Bapak ini juga dahulu sangat aktif mengikuti nilai-nilai kepercayaan Pemena karena dulu masih belum ada agama selain kepercayaan Pemena. Hal ini terjadi sebelum sekitaran tahun 1970-an. Namun setelah agama masuk, semua masyarakat desa telah memeluk agama resmi walaupun kepercayaan Pemena masih belum ditinggalkan, walaupun yang menjalankan nilai-nilainya sangat jauh berkurang. Universitas Sumatera Utara 61 Saat ini, jika dikatakan pemeluk kepercayaan Pemena, sudah tidak ada karena semuanya telah menganut agama-agama resmi. Seperti agama Protestan, Katolik, Islam, dan Hindu Dharma Hindu Karo. Namun untuk pemeluk agama hindu dharma sudah tidak ada di Desa Pergendangen karena semuanya telah meninggal karena pada awalnya juga penganut agama ini juga merupakan orang tua yang sudah sangat berumur di desa ini. Agama ini hanya berkisar pada pemeluk awalnya saja dan tidak diikuti oleh anak-anak mereka sehingga pemeluk hindu dharma semakin hari semakin sedikit dan akhirnya menghilang. 10. Nama : Pardi Tarigan Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 57 tahun Agama : Islam Pekerjaan : Petani Pardi Tarigan merupakan tokoh agama Islam di Desa Pergendangen. Dia merupakan orang suku Jawa yang saat ini telah memiliki marga Tarigan karena sudah lama tinggal di desa ini sehingga telah diberikan marga oleh penduduk desa. Dia juga sangat mahir dalam berbahasa Karo, bahkan saat ini dia memiliki ikatan kekerabatan yang cukup erat dengan masyarakat Karo karena anak-anaknya telah menikah dengan orang Karo. Menurut Pardi Tarigan, agama Islam di Desa Pergedangen masih sangat sedikit pemeluknya. Bahkan yang sering melakukan ibadah di Mesjid hanya dia seorang diri. Pembangunan Mesjid itu juga bukan oleh masyarakat desa melainkan bantuan dari pemeluk agama Islam yang ada di luar desa ini. Hal ini Universitas Sumatera Utara 62 bukan karena jumlah pemeluknya yang sangat sedikit, melainkan kesadaran yang mereka miliki masih sangat rendah bahkan anak-anaknya juga masih belum peduli dengan kepercayaan mereka. Sehingga bapak ini beranggapan bahwa pemeluk agama Islam di desa ini masih sangat belum banyak, dan juga bahwa pemeluknya belum bisa menjalankan apa yang semestinya mereka jalankan dengan baik. Menurut Pardi Tarigan, aliran kepercayaan Pemena yang ada di Desa Pergendangen sudah ada sejak lama. Sehingga jika masih ada yang menjalankan nilai-nilainya yang berbentuk kebiasaan maka hal itu sudah sangat wajar karena menurut bapak ini, akan sulit mengubah apa yang pernah menjadi kebiasaan yang di percayai oleh masyarakat desa ini. Walaupun pada dasarnya ajaran agama Islam menentang aliran kepercayaan Pemena ini. Namun bapak ini mengatakan bahwa hal ini tidak dapat kita tunjukkan kepada masyarakat secara terang-terangan karena akan menimbulkan konflik dengan orang yang masih percaya kepada Pemena. Tetapi secara tidak langsung agama Islam tetap memberi arahan atau nasihat agar masyarakat lebih percaya kepada agama dari pada kepercayaan lama tersebut. 11. Nama : Helmina Tarigan Erat Jenis Kelamin : Perempuan Usia : 38 tahun Agama : Kristen Katolik Pekerjaan : Bidan Helmina Tarigan merupakan tokoh agama Katolik di Desa Pergendangen, jabatannya di gereja adalah sebagai sekretaris. Dia juga seorang bidan muda Universitas Sumatera Utara 63 yang sangat aktif dalam kegiatan gereja. Helmina merupakan warga asli desa ini yang dulu kuliah di Akbid Takasima di Kabanjahe. Dia memilih ditempatkan di desa ini dengan tujuan untuk melakukan pegabdian kepada desanya. Helmina Tarigan mengatakan bahwa pemeluk agama Katolik di desa ini sudah lumayan banyak walaupun masih sangat jauh dibanding dengan pemeluk agama Protestan. Namun tetap bertambah jumlahnya dari hari ke hari. Dalam kehidupan sehari-harinya, bahwa jika dilihat dari sikapnya terhadap agama yang mereka anut, saat ini keadaan pemeluk agama Katolik masih belum begitu baik dalam menjalankan kegiatannya. Hal ini dilihat dari jumlah orang yang ikut beribadah, masih sangat sedikit dibanding jumlah pemueluk yang ada. Bahkan terdapat juga yang masih belum menjalankan agamanya walaupun telah dikatakan sebagai pemeluk agama Katolik. Saat ini perkembangan agama ini cukup pesat secara jumlah, namun dari segi kualitas kegiatannya masih dapat dikatakan cukup jauh dari apa yang diharapkan. Hal ini masih dapat dimaklumi oleh Helmina Tarigan karena menurutnya keberadaan gereja ini di desa masih dalam proses perkembangan. Terkait dengan aliran kepercayan Pemena, bahwa Helmina Tarigan mengatakan bahwa dia tidak begitu mengerti dengan kepercayaan ini karena tidak pernah mengikuti kebiasaan-kebiasaan Pemena. Namun dia mengatakan bahwa orangtuanya masih mengikuti aliran kepercayaan Pemena sebelum masuk ke dalam agama-agama resmi. Beberapa waktu lalu juga terdapat ritual yang merupakan bagian dari kebiasaan Pemena, dan hal ini diikuti oleh masyarakat desa seperti halnya memanggil hujan saat musim kemarau tahun Universitas Sumatera Utara 64 2013. Namun Helmina merasa enggan untuk mengikuti ritual tersebut karena menurutnya hal itu sangat bertentangan dengan ajaran agama yang dimilikinya. Namun dia tidak menolak atau mengatakan bahwa ritual itu merupakan kegiatan yang salah, karena dia juga sadar akan kebiasaan masyarakat desa ini yang memang sudah ada sejak dulu. 12. Nama : Nande Adda Manurung Jenis Kelamin : Perempuan Usia : 45 tahun Agama : Kristen Protestan Pekerjaan : Petani Nande Adda Manurung merupakan salah seorang yang bukan Pemena yang berasal dari kaum orangtua. Ibu ini merupakan pendatang ke desa ini yang berasal dari Porsea dan asli suku Batak Toba. Dia pindah ke desa ini setelah menikah dengan suaminya yang merupakan orang asli dari Desa Pergedangen. Dari pengalaman serta pandangan Nande Adda terhadap masyarakat Desa Pergendangen, bahwa orang-orang di desa ini sangat ramah dan terbuka kepada semua orang yang datang ke desa termasuk orang pendatang. Tidak sulit untuk menyesuaikan diri dengan orang desa bahkan langsung dibuat orangtua angkat di desa ini oleh orang desa. Menurut Nande Adda Manurung, bahwa kehidupan rohani di Desa Pergedangen masih kurang dilihat dari jumlah orang beribadah yang sangat sedikit, kebetulan ibu ini juga sangat aktif dalam kegiatan gereja. Dia juga melihat hal itu juga terjadi pada pemeluk agama lainnya. Bahwa menurut ibu Universitas Sumatera Utara 65 ini orang-orang desa masih belum begitu peduli dengan agama-agama yang mereka anut. Untuk kepercayaan awal orang Karo yang ada di Desa Pergendangen, ibu tidak begitu banyak mengetahui. Namun dia pernah melihat acara seperti penyembahan Nini Batu Penembahan yang ada di desa. Dia merasa hal itu merupakan kepercayaan lama masyarakat desa ini, namun sudah sangat jarang dilakukan tapi masih pernah. Dia juga mengaku pernah ikut ritual memanggil hujan. Dia merasa itu merupakan bagian dari budaya mereka dan memang harus dihormati karena masyarakat desa juga cukup antusias dalam acara ini. Dan setelah melakukan ritual tersebut, dari pengakuan Nande Adda bahwa hujan akhirnya datang beberapa hari kemudian. Dalam satu sisi dia merasa hujan datang karena ritual yang mereka buat, dan satu sisi dia merasa itu sebuah kebetulan karena memang sudah waktunya hujan. 13. Nama : Alinta Sembiring Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 50 tahun Agama : Kristen Protestan Pekerjaan : Pedagang Alinta Sembiring merupakan warga Desa Pergendangen yang buka pemeluk aliran kepercayaan Pemena. Dia mengatakan bahwa orangtuanya dahulu merupakan pemeluk kepercayaan Pemena yang aktif. Namun dia serta saudaranya sudah tidak ada lagi yang menganut kepercayaan Pemena. Akan tetapi dia masih percaya akan kekuatan-kekuatan dari tempat penyembahan Universitas Sumatera Utara 66 Pemena yang ada di desa, misalnya akan gatal-gatal jika asal-asalan bersikap di dekat batu pulu balang, dan ada penjaga seperti ular dekat batu itu. Menurut Alinta Sembiring, bahwa hubungan masyarakat di Desa Pergendangen terjalin sangat baik. Tidak ada yang membedakan agama atau suku. Demikian juga halnya dengan orang-orang yang masih percaya pada aliran kepercayaan Pemena. Namun dia mengatakan bahwa orang-orang yang memang masih menjalankan Pemena sangat sulit diketahui karena mereka saat ini hanya diam-diam dalam menjalankan kegiatannya. Tetapi tetap masih ada di desa ini, hal ini terlihat dari cibal-cibalen rokok atau sirih yang dipersembahkan di hutan atau tempat penyembahan serta masih terlihat beberapa sesajen yang masih diberikan oleh pemeluk Pemena terhadap Nini yang mereka sembah melalui tempat-tempat penyembahannya. Menurut Alinta Sembiring, pemeluk kepercayaan Pemena yang ada di Desa Pergendangen masih dihargai. Karena mereka menganggap bahwa Pemena merupakan agama awal, sehingga masih wajar jika masih ada yang menganutnya. Bahkan pemeluk kepercayaan Pemena ada yang memiliki kemampuan untuk mengobati penyakit yang sangat membantu masyarakat. Apalagi penyakit yang tidak wajar seperti karena adanya roh-roh yang tidak baik, mereka yang dapat membantu penderita. Sehingga orang-orang yang memeluk kepercayaan Pemena masih dihargai di desa ini walaupun menurut bapak ini bahwa pemeluk Pemena terlihat sudah malu jika orang mengetahui bahwa mereka Pemena. 14. Nama : Monika Ginting Jenis Kelamin : Perempuan Universitas Sumatera Utara 67 Usia : 17 tahun Agama : Kristen Protestan Pekerjaan : Pelajar Monika Ginting merupakan warga Desa Pergendangen yang mewakili kaum pemuda yang bukan pemeluk aliran kepercayaan Pemena. Monika mengaku dia saat ini lumayan aktif dalam kegiatan pemuda gereja di Desa Pergendangen. Walaupun pemuda gereja desa ini tidak terlihat banyak yang berperan aktif dalam kegiatan gereja. Menurut Monika Ginting, orang Desa Pergendangen sangat kompak dan tidak membedakan agama atau suku. Karena dia juga mengaku bahwa teman- teman dekatnya juga berasal dari agama yang berbeda dan suku yang berbeda juga. Begitu juga yang ia lihat dengan orangtua-orangtua mereka yang hidup akur tanpa pernah ada masalah karena perbedaan agama atau suku. Terkait dengan Pemena, Monika Ginting tidak mengetahui banyak tentang Pemena. Yang dia ketahui tentang kepercayaan orang Karo yang lama hanya berkisar pada guru sibaso dan orang yang percaya pada penyembahan desa. Dia mengatakan bahwa guru sibaso memiliki kemampuan untuk mengobati orang sakit dan sering ikut dalam ritual-ritual budaya. Dia juga pernah diobati oleg guru sibaso karena pernah menderita cerlupen sakit perut karena perasaan jijik, karena obat rumah sakit tidak juga dapat menyembuhkannya maka dia dibawa ornagtuanya ke guru sibaso dan hanya diberi tawar obat ramuan, dan akhirnya perutnya bisa sembuh. Walau dia hanya percaya bahwa tawar itu adalah ramuan yang terdiri dari rempah-rempah yang berasal dari tumbuh- Universitas Sumatera Utara 68 tumbuhan dan cocok untuk mengobati penyakit perut, tanpa pernah merasa ada bantuan roh-roh dalam kesembuhannya.

4.3 Aliran Kepercayaan Pemena dan Pemeluknya di Desa Pergendangen