79
4.4 Kepercayaan Pemena Sebagai Nilai yang Mempersatukan Masyarakat di Desa Pergendangen
Menurut Durkheim dalam penelitiannya terhadap suku Arunta Sanderson, 2011:553-555, bahwa ritual keagamaan dapat menyatukan masyarakat. Mereka
akan berkumpul dalam melakukan ritual keagamaan mereka. Ritual keagamaan mereka mendemonstrasikan dan menyimbolkan perlunya individu-individu
menyerahkan diri mereka kepada kehendak kelompok. Dalam berkumpul bersama dalam ritual, orang-orang akan mengeratkan kembali keterikatan mereka antara
satu dengan yang lainnya menjadi suatu keseluruhan. Terlihat bahwa ritual dalam aliran kepercayaan Pemena dapat menyatukan
individu dengan individu menjadi dalam keseluruhan. Orang-orang desa yang ikut serta untuk bersatu dalam tujuan kelompok ikut berperan dalam ritual
kepercayaan mereka. Hal ini terlihat pada ritual Ndilo Udan ritual memanggil hujan yang terjadi pada bulan oktober 2013. Seperti hasil wawancara saya
dengan Bapak Kepala Desa, Pak Alimta Ginting. Dia menyatakan bahwa: “sanga tahun 2013 bulan oktober silewat, lit siban jenda acara ndilo udan
perban nggo ndekah sange la reh udan, enterem kang kalak si ikut. Hampir kerina anak kutanta enda ikut siram-siramen bas acara ndai. Kerina anak
kuta enda si ikut, lawes ku Nini Batu Penembahen mereken persembahen guna nembah Nini Batu e. Perban ku Nini Batu enda nge kita mindo
penampat” hasil wawancara tanggal 19 januari 2014.
Terjemahan: “pada tahun 2013 bulan oktober yang lalu, kita membuat sebuah acara
manggil hujan karena sudah sangat lama tidak datang hujan, sangat banyak orang yang ikut. Hampir semua penduduk desa ikut acara saling
menyiram. Semua orang desa yang ikut, akan pergi ke Nini Batu Penembahan untuk memberikan persembahan dengan maksud menyembah
Nini Batu ini. Sebab kepada Nini Batu inilah kita meminta pertolongan”
Universitas Sumatera Utara
80
Dari pernyataan bapak Alimta di atas menggambarkan masyarakat desa dapat bersatu dalam sebuah ritual yang menyangkut kepentingan mereka bersama.
Bahkan masyarakat yang telah memeluk agama resmi juga masih ikut dalam ritual ini. Hal ini memperlihatkan bahwa masyarakat kesukuan masih dapat dikumpul
melalui ritual kepercayaan Pemena. Aliran kepercayaan Pemena mampu menyatukan berbagai golongan, agama, marga yang ada dalam masyarakat.
Misalnya ritual memanggil hujan, di mana perbedaan masyarakat seperti perbedaan agama, pekerjaan, marga, usia, dan perbedaan lainnya tidak menjadi
penghalang dalam upaya menyatukan mereka dalam mengikuti ritual tersebut karena masyarakat Desa Pergendangen masih percaya dengan ritual-ritual yang
pada dasarnya merupakan bagian dari aliran kepercayaan Pemena. Hal ini dilakukan oleh masyarakat demi mencapai tujuan mereka untuk mendatangkan
hujan. Sejalan juga dengan apa yang dikatakan oleh Bapak Usman Sebayang,
nyak dengan apa yang pernah dia lihat dan lakukan dahulu. Dahulu saat pemeluk aliran kepercayaan Pemena masih cukup banyak di desa ini, masyarakat desa
sering melakukan ritual-ritual untuk melakukan penyembahan terhadap Nini Batu Penembahan di Desa pergendangen. Seperti pernyataan yang diuangkapkannya,
yaitu: “adi barenda, kita anak kuta rutin denga ban acara guna nembah Nini Batu
Penembahan. Kerina anak kuta enda ikut ngelakokensa. Ije pulung kerina anak kuta e. Ipersembahken me ije sada kerbo, janah ipan me ije ras-ras.
Acara e rusur iban gelah ula reh bala ku kuta e, janah ngataken bujurta man dibata” Hasil wawancara dengan Bapak Usman Sebayang, pada
tanggal 20 januari 2014.
Terjemahan:
Universitas Sumatera Utara
81
“dulunya, kita semua orang desa ini sering membuat acara seperti ritual untuk menyembah Nini Batu Penembahan desa. Semua orang desa ikut
melakukannya. Dalam acara ini semua orang desa berkumpul. Dipersembahkan satu ekor kerbau, dan dimakan di tempat penyembahan
itu. Ritual ini dulunya sering dibuat agar tidak datang masalah atau bencana ke desa, serta untuk mengucapkan rasa syukur kepada tuhan”.
Dari pernyataan Bapak Usman Sebayang ini, dapat kita lihat bahwa dahulu aliran kepercayaan Pemena dapat mempersatukan orang desa melalui ritual
penyembahan. Ritual ini menjadi sarana bagi masyarakat desa untuk berkumpul bersama. Ditambah lagi bahwa, hubungan masyarakat desa semakin erat dengan
adanya acara makan bersama. Namun kegiatan seperti ini hanya terjadi dulu dengan seiring berkembangnya pemeluk agama resmi di Desa pergendangen.
Masyarakat Pergendangen yang terdiri dari berbagai klan marga yang memiliki kepercayaan Nini dan tempat penyembahan masing-masing. Di mana
setiap klan marga yang memiliki Nini, akan bersatu untuk melakukan perkumpulan untuk memuja kepercayaan marga mereka. Hal ini memperlihatkan
bahwa kepercayaan Pemena yang dimiliki oleh masing-masing marga dapat menyatukan masyarakat ke dalam kelompok orang percaya terhadap Nini mereka
berdasarkan marga mereka. Seperti apa yang dikatakan oleh Nenek Nande Ruli br Karo dalam wawancara kami. Dia mengatakan bahwa:
“lit nge lalap ban kami acara pulung-pulung Merga Tarigan Rumah Sendi bas ingan Nini Galuh enda. Kerina anak ras kempuku si jakarta ras si
medan pe reh bas acara e. Acara e ban kami sekali setahun. Je kari kami kerina pulung ras man-man. Asa gundari e lalap nge ban kami, perban kai
pe si terjadi bas kita e, kita harus nginget ia Nini, perban ia nge rusur si ngarak-ngarak kita. Emaka setiap acara e, ertoto nge kami kerina ibas
ingan Nini e. Adi sanga acara e, dem nge rumah e perban melala kela kalak reh. Hasil wawancara dengan Nande Ruli br Karo pada tanggal 24
januari 2014.
Terjemahan:
Universitas Sumatera Utara
82
“selalu ada kami buat acara kumpul bersama Klan marga Tarigan Rumah Sendi di tempat penyembahan Nini Galuh ini. Semua anak dan cucu saya
yang di Jakarta dan di Medan, datang ke acara itu. Acara itu dilakukan sekali dalam setahun. Saat itulah kami semua berkumpul dan makan
bersama. Sampai saat ini acara itu tetap kami lakukan, karena apapun yang terjadi pada kita, kita harus mengingat dia Nini, karena dia yang selalu
menjaga kita. Oleh karena itu, kami semua melakukan doa bersama kepada Nini Galuh di tempat penyembahannya. Di saat acara ini, rumah
saya ini selalu penuh karena sangat banyak orang yang datang”.
Dari pernyataan Nenek Nande Ruli di atas, dapat kita lihat bahwa marga Tarigan Rumag Sendi secara khusus dapat berkumpul bersama dalam acara yang
selalu dilakukan di tempat penyembahan Nini Galuh yang mereka percayai. Terlihat bahwa marga Tarigan Rumah Sendi yang berada jauh dari desa ini juga
selalu datang ke acara ini untuk ikut serta dalam acara penyembahan dan berkumpul bersama. Dengan kata lain bahwa Nini Galuh yang merupakan bagian
dari aliran kepercayaan Pemena dapat menjadi sarana untuk menyatukan orang desa terkhusus bagi klan marga Tarigan Rumah Sendi.
Dengan pernyataan tersebut, dapat kita lihat juga bahwa kepercayaan terhadap Nini Galuh dapat mengikat pemeluknya dengan nilai-nilai yang ada
didalamnya. Di mana pemeluknya masih rutin untuk membuat acara atau ritual yang dilakukan sekali dalam setahun. Ditambah lagi bahwa kepercayaan ini masih
tetap disosialisasikan kepada anak dan cucu mereka sehingga mereka semua masih tetap ikut untuk melakukan penyembahan terhadap Nini Galuh oleh klan
marga Tarigan Rumah Sendi. Hal ini juga terlihat pada klan marga lainnya yang ada di desa ini.
Termasuk untuk marga Perangin-angin Mano yang menyembah Nini Batu Pulu Balang. Di mana mereka mengakui Nini Batu itu menjadi tempat penyembahan
mereka, dan dapat menyatukan klan marga mereka karena memiliki Nini yang
Universitas Sumatera Utara
83
sama. Sehingga klan marga Perangin-angin Mano beserta keluarganya yang masih percaya akan menyembah Nini Pulu Balang di manapun mereka berada.
Demikian juga halnya dengan marga Ginting Tumangger yang ada di desa ini. Hal ini sama dengan apa yang dikatakan oleh Durkheim Sanderson,
2011:553 bahwa peranan agama pada masyarakat kesukuan sangat penting karena agama dapat menyatukan masyarakat kesukuan melalui perkumpulan.
Masyarakat dipersatukan dengan seperangkat kepercayaan, nilai, dan ritual bersama. Di mana dapat kita ketahui bahwa agama tradisional dapat menjadi
sarana penyatu mayarakat kesukuan. Dalam penelitian ini, terlihat bahwa masyarakat Desa Pergendangen yang masih dikatakan sebagai masyarakat
kesukuan dapat bersatu dalam perkumpulan kepercayaan. Hal ini memperlihatkan bahwa kepercayaan Pemena yang merupakan
kepercayaan tradisional yang di dalamnya terdapat ritualitas yang dapat menyatukan berbagai agama serta marga dalam masyarakat kesukuan.
Kebersamaan ini dapat tetap terjaga dan dilaksanakan sepanjang yang dilakukan dalam kepercayaan Pemena menyangkut kepentingan bersama.
Untuk pemeluk aliran kepercayan Pemena yang ada di Desa Pergendangen, dapat dibagi ke dalam dua kelompok besar. Pengelompokan ini
didasarkan pada sikap mereka terhadap aliran Pemena yang mereka sandang. Di mana dengan adanya agama resmi yang mereka anut atau bahkan hanya tercantum
dalam KTP, maka akan menciptakan cara tersendiri dalam menyikapi aliran kepercayaan Pemena itu sendiri. Sikap ini akan menghasilkan bentuk yang
Universitas Sumatera Utara
84
bersifat dualisme dalam hal kepercayaan dan bentuk penyembunyian identitas dari pemeluknya.
4.5 Adanya Dualisme Kepercayaan dan Penyembunyian Identitas