Keberadaan Pemeluk Aliran Kepercayaan Pemena

93 perbegu ganjang oleh masyarakat karena kegiatan mereka memang terlihat salah jika dipandang dari ajaran agama resmi. Namun hal seperti ini tidak pernah terjadi di Desa Pergendangen karena masyarakat umum juga telah mengerti dengan benar apa yang dimaksud dengan Pemena dan perbegu ganjang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemeluk aliran kepercayaan Pemena menyembunyikan identitasnya karena mengalami banyak tantangan, baik dari pemerintah dan dari masyarakat sekitar. Dalam hal ini terdapat dua sisi bagi pemeluk Pemena dalam upaya penyembunyian identitas. Di mana dalam satu sisi, bahwa mereka masih membutuhkan legitimasi dari negara untuk kepentingan administrasi sehingga mereka menggunakan identitas agama resmi sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Dan di sisi lain bahwa mereka masih tetap menyakini aliran kepercayaan Pemena, apalagi bagi guru sibaso yang memang mendapat tempat dalam status kekuasaan yang memang memiliki pengaruh bagi masyarakat desa.

4.6 Keberadaan Pemeluk Aliran Kepercayaan Pemena

Pemeluk aliran kepercayaan Pemena di Desa Pergendangen terlihat sudah sangat sedikit, bahkan saat ini jumlah pemeluk yang benar-benar hanya memeluk kepercayaan Pemena hanya dua orang lagi, sedangkan yang memiliki kepercayaan ganda tidak begitu diketahui karena sangat sulit untuk mengetahui keberadaan mereka. Mereka mungkin terlihat malu mengakui bahwa masih menjalankan kepercayaan lama. Namun dari apa yang dilihat dari lapangan bahwa masih banyak terdapat cibal-cibalen yang ada di tempat penyembahan di Desa Pergendangen dan tidak diketahui siapa yang melakukannya. Sehingga dapat Universitas Sumatera Utara 94 dikatakan bahwa, masih terdapat orang yang menjalankan aliran kepercayaan Pemena walaupun tidak seperti yang dulu lagi. Walau hanya berkisar pada cibal- cibalen yang terlihat sebagai persentabin atau permohonan izin memasuki hutan atau daerah tempat penyembahan desa. Terlepas dari pemeluk yang tidak diketahui tersebut, terlihat dari pemeluk yang rela mengakui dirinya masih menjalankan aliran kepercayaan Pemena masih terdapat enam orang. Mereka mengaku masih menjalankan nilai-nilai aliran kepercayaan Pemena walau cara menjalankannya sudah sangat berbeda dengan yang dulu. Hal ini jelas terlihat berbeda karena perbedaan jumlah serta keadaan pemeluk aliran kepercayaan Pemena dalam masyarakat. Keberadaan pemeluk aliran kepercayaan Pemena ini dapat kita lihat dari tanggapan masyarakat terhadap mereka. Keberadaan mereka secara umum hanya beberapa yang diketahui oleh masyarakat karena banyak yang menjalankan nilai-nilainya secara sembunyi- sembunyi. Namun keberadaannya dalam masyarakat Desa Pergendangen tidak menjadi masalah, bahkan beberapa masyarakat menganggap pemeluk aliran kepercayaan Pemena ini membawa keuntungan bagi mereka. Seperti yang dikatakan oleh Nande Adda Manurung, bahwa: “adi aku sungkunndu, erguna nge ku akap kalak si tek man si ndekah e man anak kutanta e. Bagi Nande Suranta guru sibaso ah akapndu, melala kang kalak nggo tambarina. Tek kang kita man ia bas nambari pinakitta e. ........ sanga acara ndilo udan barenda pe, ia kang ku idah jadi salah sada guruna. Ban kami kang barenda acara ndai, reh kang ku idah udan ndai piga-piga wariken. La kita tek ningen, terjadi kang. Tek kita ningen, nggo kita eragama ningen”. Hasil wawancara tanggal 27 Januari 2014. Terjemahan: Universitas Sumatera Utara 95 “kalo aku kamu tanya, bergunanya ku rasa orang yang memiliki kepercayaan lama ini terhadap masyarakat. Seperti Nande Suranta seorang guru sibaso itu, banyak juga orang sudah diobatinya. Percaya juganya kita kalo penyakit kita untuk diobatinya....... sewaktu acara manggil hujan kemarin dulu pun, dia juga kulihat jadi salah satu pemimpinnya. Kami buat juga kemaren acara manggil hujannya, datang juganya ku lihat hujannya beberapa hari lagi. Tidak percaya kita dibilang, terjadi pula. Percaya dibilang, kita sudah punya agama”. Dari pernyataan Nande Adda di atas dapat kita lihat bahwa keberadaan pemeluk aliran kepercayaan Pemena berguna untuk masyarakat. Baik itu bahwa pemeluk kepercayaan Pemena dapat mengobati penyakit, serta mereka juga sering membuat ritual yang tujuannya untuk kepentingan masyarakat desa. Dari hal ini dapat kita lihat bahwa pandangan yang diberikan oleh masyarakat terhadap pemeluk aliran kepercayaan Pemena merupakan padangan yang positif. Sehingga keberadaan mereka dianggap menjadi oknum yang penting bagi masyarakat. Dalam hal ini terlihat bahwa keberadaan pemeluk aliran Pemena yang diketahui masyarakat hanya sebatas pada pemeluk yang memiliki kemampuan seperti halnya guru sibaso dan pemeluk yang terlihat menyembah penyembahan desa. Selain dari yang menonjol seperti itu, masyarakat kurang tahu akan keberadaan pemeluk aliran kepercayaan Pemena lainnya. Sehingga keberadaan mereka memang ada, namun sulit untuk memastikan siapa saja yang masih memeluk aliran kepercayaan Pemena di desa ini. Karena menurut beberapa pernyataan tokoh agama desa ini, bahwa keseriusan dalam beragama juga masih kurang. Dan hal ini tidak dapat menjadi patokan bahwa orang yang jarang beribadah sekalipun tidak dapat dikatakan pemeluk Pemena karena belum tentu dia menjalankan nilai-nilai aliran kepercayaan Pemena, hanya saja mereka masih bermasalah dengan kehidupan rohaninya. Universitas Sumatera Utara 96 Keberadaan pemeluk aliran kepercayaan Pemena dapat dikatakan tidak menjadi masalah karena masyarakat menganggap bahwa pemeluk aliran kepercayaan Pemena merupakan suatu kewajaran. Hal ini dikarenakan bahwa orang Desa Pergendangen juga dulu merupakan pemeluk aliran kepercayaan Pemena. namun saat ini hampir semua masyarakat sudah beralih ke agama-agama yang masuk ke desa ini, bahkan yang tersisa juga saat ini hanya yang sangat mengerti dengan aliran kepercayaan Pemena yaitu hanya pemeluk dari kaum yang sudah berumur. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Lawan Sembiring sebagai tokoh adat, dia mengatakan bahwa: “adi si ndekah nindu, adi nai kita kerina anak kuta tek denga man si e. Labo lit barenda agama bas kutanta e, emaka kiniteken si ndekah e nge jadi agamanta. Gundari nge nggo hampir kerina kita masuk agama e. Emaka asa gundari lit nge piga-piga nari si tek man si nai, lanai bo melala. E pe lanai bo bagi sibarenda kel kinitekenna e, perban nai ras-ras kita ngelakoken acara-acarana, tapi gundari me lanai bo melala si tek. Emaka bas kutanta e kalak si tek man si ndekah e, lit denga. Janah e labo jadi masalah bas kutanta e. Kalak ah me kade-kadenta kang, nai seri nge kinitekennta, gundari nge maka lanai seri. Kalak ah bas si ndekah denga, kita me nggo ku agama kerina. Tapi adi aku sungkunndu, kalak e i hargai denga nge kuta e. Labo lit cakap kai pe kuidah bas anak kutanta e nari, adi Nini-Nininta pe bage kang. Emaka nggo nge kita maklum man si bage. Cukup jago kang kuidah kalak ah, terpertahankenna kang si ndekah e, aminpe lanai bage si barenda kel, perban e bagian adatta kang. Adi la kalak e, kuakap nggo nge bene adat si ndekah bas kiniteken e kuakap, perban nggo beralih nge kerina kalak gundari e”. Hasil wawancara tanggal 28 Januari 2014. Terjemahan: “kalo yang lama kamu bilang, kalo dulu semua orang desa ini masih memiliki kepercayaan yang lama. Dulu belum ada agama di desa kita ini, makanya kepercayaan yang lama ini yang menjadi agama kita. Sekarangnya udah hampir semua kita masuk agama. Karena itu sekarang masih adanya beberapa yang masih percaya pada kepercayaan yang lama, tapi tidak banyak lagi. Tapi tidak seperti dulu lagi kepercayaannya, karena dulu kita semuanya ikut melaksanakan kegiatan-kegiatan yang lama, tapi sekarang tidak banyak lagi yang percaya. Makanya masih adanya orang yang percaya pada kepercayaan lama itu. Tapi ini tidak menjadi masalah Universitas Sumatera Utara 97 di desa kita ini. Orang itu juga masih ada ikatan saudara dengan kita, dulu samanya kepercayaan kita, sekarangnya tidak sama lagi. Orang itu masih yang lama, kita kan sudah beragama semua. Tapi jika kamu tanya ke aku, orang ini masih dihargai juga di desa ini. Tidak ada omongan orang desa kita yang tidak baik tentang mereka, kalo nenek-nenek kita juga seperti itunya. Makanya kita juga maklum dengan seperti itu. Cukup hebat juga aku melihat orang itu, masih bisa juga mereka mempertahankan kepercayaan yang lama, walaupun tidak seperti dulu lagi, karena itu juga bagian dari adat kita juga. Kalo tidak orang ini, kurasa sudah hilangnya adat yang lama dalam kepercayaan lama ini, karena sudah beralih semua orang yang sekarang ini”. Dari pernyataan Bapak Lawan di atas juga dapat kita lihat bahwa selain dulu semua orang desa merupakan pemeluk aliran kepercayaan Pemena, kepercayaan awal orang Karo ini juga merupakan bagian dari adat Karo. Pemeluk aliran kepercayaan inilah yang menjadi aktor yang dapat mempertahankan adat tentang aliran kepercayaan yang lama ini. Jadi keberadaan pemeluk aliran kepercayaan Pemena di Desa Pergendangen masih dihargai oleh orang desa karena merupakan bagian dari kebudayaan lama yang masih bertahan hingga saat ini. Sehingga pemeluk aliran kepercayaan Pemena ini dianggap sangat hebat karena masih mampu mempertahankan kepercayaan lamanya karena tidak banyak yang bisa seperti mereka. Keberadaan mereka semakin sulit diketahui juga karena cara penyembahan yang mereka lakukan saat ini sudah bersifat pribadi. Tidak melakukan penyembahan secara terang-terangan karena mereka merasa malu sendiri jika dikatakan Pemena. Walaupun masyarakat tidak pernah mempermasalahkan mereka. Oleh karena itu keberadaan mereka saat ini sulit dikeathui, apalagi melihat data penduduk desa yang semuanya sudah memiliki agama. Universitas Sumatera Utara 98 4.6.1 Pandangan Pemeluk Aliran Kepercayaan Pemena terhadap Masyarakat yang sudah Beragama Bahwa pemeluk aliran kepercayaan Pemena terlihat sedikit risih dengan semakin banyaknya pemeluk agama resmi di desa ini. Dikatakan demikian karena pemeluk aliran kepercayaan Pemena terlihat malu terhadap penganut agama resmi saat ini. Terlihat bahwa karena perasaan malu mereka, mereka juga ikut masuk dalam agama di desa ini. Ada yang memang sungguh-sungguh walau belum bisa meninggalkan aliran kepercayaan Pemena, dan ada juga yang masih konsisten dengan aliran kepercayaan Pemena walaupun statusnya itu ditutupi dengan adanya agama resmi yang dipakainya. Hal ini seperti yang dialami oleh Nande Suranta Ginting yang saat ini serius dalam menjalankan agama yang dianutnya sekarang, namun dia juga masih menjalankan nilai-nilai aliran kepercayaan Pemena. Hal ini seperti yang dia ungkapkan sebelumnya bahwa dia masuk ke agama Kristen Protestan karena pengaruh orang desa yang hampir semuanya sudah memiliki agama, sehingga dia merasa malu sendiri karena tidak memiliki agama. Dan juga bahwa saat ini dia menikmati kehidupan beragamanya walau dia juga masih menjalankan kepercayaan lamanya. Sama halnya dengan yang dialami oleh Nande Iin br Sembiring yang merupakan pemeluk aliran kepercayaan Pemena yang masih dikatakan konsisten dengan kepercayaannya. Di mana seperti yang diungkapkannya sebelumnya bahwa dia menutupi identitasnya sebagai pemeluk aliran kepercayaan Pemena dengan menggunakan agama resmi sebagai statusnya. Hal ini dikarenakan dia Universitas Sumatera Utara 99 malu dengan status Pemenanya, karena semua orang desa juga sudah memiliki agama resmi. Sehingga dapat kita lihat bahwa, dia memilih agama resmi karena ikut-ikutan dan untuk menutupi identitasnya karena peraaan malu. Sehingga pandangan pemeluk aliran kepercayaan Pemena terhadap pemeluk agama resmi pada dasarnya tidak menjadi masalah karena mereka juga sadar akan keberadaan mereka. Namun dari kenyataan yang terjadi, mereka tanpa sadar telah diarahkan oleh sanksi sosial yang berupa rasa malu. Sehingga keberadaan mereka juga terlihat terganggu akibat perasaan tersebut. Malu tidak beragama atau malu dikatakan sebagai Pemena membuat mereka seperti terpaksa memilih agama mereka, hingga pada akhirnya mereka semuanya telah memiliki agama walaupun konsepnya berbeda-beda dalam bentuk kepercayaannya. Dapat disimpulkan dari keberadaan mereka saat ini bahwa keberadaan mereka saat ini sulit diketahui akibat adanya agama resmi yang telah mereka anut. Perasaan malu dan takut tidak memiliki teman membuat mereka harus beralih ke agama resmi yang ada saat ini. Pada dasarnya mereka terlihat ikut-ikutan yang pada akhirnya mereka menimati serta senang dengan agama yang dianutnya. Hal ini yang akan membuat keberadaan pemeluk aliran kepercayaan Pemena akan semakin hilang dan pada akhirnya dapat menghilang. Terkhusus pada pandangan mereka terhadap agama, bahwa mereka sudah sama dengan masyarakat lainnya dalam memandang agama. Mereka memandang agama itu sebagai wadah yang baik untuk masyarakat, di mana sifat dasar agama yang mereka lihat dalam desa ini semuanya bersifat membantu masyarakat. Universitas Sumatera Utara 100 Seperti halnya yang dikatakan oleh Nande Iin br Sembiring, yang masih memeluk aliran kepercayaan Pemena secara utuh, bahwa: “adi aku pe nakku, mungkin pindah kang kari dungna ku agama-agama si gundari e. Si kuidah, meriah kang bas, janah teman-teman pe ngatakenca meriah. Ence seumpana lawes pe kari kita ningen, harus kang pake acara agama gelah la mesera. Adi si ndekah enda akapndu, nggom lanai lit acarana bagi sibarenda. Jelmana pe idahndu lanai bo melala”. Hasil wawancara tanggal 25 Januari 2014. Terjemahan: “kalo aku juga nak, mungkin pindah juganya akhirnya nanti masuk agama- agama sekarang ini. yang kulihat, senang juga didalam, teman-teman juga mengatakan menyenangkan didalamnya. Dan juga seandainya nanti aku pergi meninggal, harus pake acara agama agar tidak sulit nanti. Kalo kepercayaan lama ini, seperti yang kamu lihat, sudah tidak punta acara lagi seperti yang dulu. Orangnya pun kamu lihat tidak banyak lagi”. Dari pernyataan Nenek di atas dapat kita lihat bahwa pandangannya terhadap agama terlihat sangat positif tanpa ada prasangka-prasangka yang tidak baik. Terlihat juga bahwa, dia tidak yakin dengan akan selalu menganut aliran kepercayaan Pemena karena dia juga mengatakan ada kemungkinan masuk agama secara serius. Hal ini dipertimbangkannya karena pengaruh positif yang diberikan agama serta gambaran mereka tentang urusan acara dalam pemakaman mereka kelak. Hubungan mereka juga terlihat tidak ada perbedaan dengan masyarakat lainnya, di mana interaksinya berjalan seperti masyarakat biasa pada umumnya. Tidak terbentuk sebuah perpecahan karena perbedaan aliran kepercayaan karena pada awalnya mereka semuanya sama. Karena hubungan masyarakat di Desa Pergendangen tidak ada pengaruh akan perbedaan agama, namun mereka semua terikat oleh lembaga adat yang menyebabkan mereka semuanya terikat pada tali Universitas Sumatera Utara 101 kekerabatan. Sehingga terdapat sebuah konsep dasar dari masyarakat Karo bahwa adat lebih berharga daripada agama. 4.6.2 Pandangan Agama Terhadap Pemeluk Aliran Kepercayaan Pemena Pada umumnya bahwa setiap agama resmi menolak ajaran aliran kepercayaan Pemena karena kepercayaan ini dianggap telah menyimpang dari ajaran agama saat ini. Terlihat pada agama Islam yang mengatakan aliran kepercayaan Pemena ini sebagai tindakan yang menduakan Tuhan Musyrik. Sama juga halnya dengan pandangan agama Kristen Protestan dan Katolik yang mengatakan bahwa tindakan yang dilakukan dalam aliran kepercayaan Pemena merupakan tindakan yang menyembah berhala, dan itu salah dalam ajarannya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semua ajaran agama yang ada di desa ini sepenuhnya tidak sepaham dengan aliran kepercayaan Pemena. Namun yang menarik dalam hal ini bahwa para tokoh agama tidak memberi reaksi yang berlebihan terhadap aliran kepercayaan ini, walau ada usaha untuk menyatakan kebenaran ajarannya. Seperti yang dikatakan oleh Bapak Pardi Tarigan, bahwa: “adi bas agama Islam, kiniteken si ndekah e salah. Adi menduakan Tuhan nge ningen. Em ia ikataken Musyrik bas agamanta e. Tapi labo si tuduhken kel ajarennta si menentang si ndekah e, rubat kari kita. Kai ka kita kerina anak kuta enda si kaden-kaden denga. Adi lit kesempaten, ku kataken kang maun-maun adi si ndekah e nggom kurang pasna, tapi carana pe si mehuli lah ban. Labo sipaksa ia, tapi me nggo si kataken kai si benar. Tapi tergantung kalak ah ka lah, adi masuk agama tena, merandal, adi la pe, labo dalih. Adi secara priadiku pe sungkun, terlepas arah ajaren agama, si ndekah e ku akap labo ngelakoken si salah nge, kalak ah mehuli kang kerina. Tapi kinitekenna e nge si ndekah denga, tapi ulihi ka ku kalak ah lah bas nentuken pilihenna”. Hasil wawancara tanggal 27 Januari 2014. Terjemahan: Universitas Sumatera Utara 102 “kalo dalam agama Islam, kepercayaan lama itu sudah pasti salah. Jika menduakan Tuhan dia dikatakan. Itu yang dikatakan Musyrik dalam agama kita. Tapi kita tidak menunjukkan itu dalam masyarakat, karena pasti terjadi masalah nanti. Apalagi kita semua orang desa ini masih terikat persaudaraan juga. Kalo ada kesempatan, aku kadang-kadang mengatakan bahwa kepercayaan lama saat ini memang tidak cocok lagi, tapi caranya memang sangat halus. Tidak pernah kita memaksa mereka, tapi tanggung jawab kita kan sudah kita jalankan untuk mengatakan apa yang benar. Tapi itukan tergantung orang itu juga lah, kalo masuk agama dia, bagus. Tapi kalo tidak juga, tidak apa-apa. Kalo secara pribadi ditanya, terlepas dari ajaran agama, kepercayaan lama ini ku rasa tidak melakukan hal yang salah, orang itu rata-rata baik juga. Tapi kepercayaannya itu masih yang lama, tapi kembali lagi lah ke orang itu dalam menentukan pilihan mereka”. Dalam hal ini, terlihat bahwa ajaran agama menentang yang namanya aliran kepercayaan Pemena. Namun di desa ini tidak terlihat usaha menentang secara langsung aliran kepercayaan Pemena karena pada masyarakat kesukuan pada umumnya juga tidak begitu mempedulikan agama dalam berhubunga, semua masih terikat oleh adat-istiadat mereka. Sehingga mereka akan terlihat lebih takut dikatakan tidak beradat daripada tidak beragama.

4.7 Nilai dan Norma Aliran Kepercayaan Pemena