FAKTOR FAKTOR PEMILIHAN ORIENTASI SEKSUAL (Studi Kasus Pada Lesbian)

(1)

FAKTOR-FAKTOR PEMILIHAN ORIENTASI SEKSUAL

(Studi Kasus Pada Lesbian)

SKRIPSI

disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi

oleh Dhea Marthilda

1511409057

JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


(2)

i

FAKTOR-FAKTOR PEMILIHAN ORIENTASI SEKSUAL

(Studi Kasus Pada Lesbian)

SKRIPSI

disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi

oleh Dhea Marthilda

1511409057

JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


(3)

ii

PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor Pemilihan Orientasi Seksual (Studi Kasus pada Lesbian)” telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang pada tanggal 10 Juli 2014 Panitia:

Ketua Sekretaris,

Drs. Sutaryono, M. Pd Dr. Drs. Edy Purwanto, M.Si NIP.195708281983031005 NIP. 196301211987031001

Penguji Utama

Anna Undarwati, S.Psi. M.A. NIP. 198205202006042002

Penguji I/ Pembimbing I Penguji II/ Pembimbing II

Moh. Iqbal Mabruri. S.Psi., M.Si Rulita Hendriyani, S.Psi., M.Si NIP.197503092008011008 NIP. 197202042000032001


(4)

iii

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis didalam skripsi ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, 10 Juli 2014

Dhea Marthilda NIM. 1511409057


(5)

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto:

Mengapa kamu mendatangi laki-laki untuk (memenuhi) nafsu (mu), bukan (mendatangi) wanita? Sebenarnya kamu adalah kaum yang tidak mengetahui (akibat perbuatanmu). (QS. An-Naml: 55)

Bukan karena semua baik maka aku tersenyum, tetapi karena aku tersenyum maka semua menjadi baik. (Penulis)

PERSEMBAHAN

Untuk Ibu, Bapa dan Keluargaku tersayang yang selalu memberiku dukungan, doa, dan cinta yang tulus kepadaku


(6)

v

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah S.W.T. yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan skripsi dengan judul Faktor-faktor Pemilihan Orientasi Seksual (studi kasus pada Lesbian). Berkat kemurahan-Nya penulis mampu melaksanakan penelitian skripsi ini dengan baik dan lancar.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, skripsi ini tidak dapat tersusun. Oleh karena itu penulis sampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Drs. Hardjono, M.Pd, Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan ijin penelitian untuk penyusunan skripsi ini. 2. Dr. Drs. Edy Purwanto. M.Si, selaku Ketua Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu

Pendidikan, Universitas Negeri Semarang.

3. Moh. Iqbal Mabruri, S.Psi., M.Si. selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, saran serta masukan dalam penyusunan skripsi ini. 4. Rulita Hendriyani, S.Psi., M.Si, selaku Dosen Pembimbing II yang telah

memberikan bimbingan, saran serta masukan dalam penyusunan skripsi ini. 5. Anna Undarwati, S.Psi. M.A. selaku Penguji Utama yang telah memberikan

masukan serta kritikan dalam rangka penyempurnaan skripsi.

6. Seluruh dosen pengajar jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan, UNNES, yang telah memberikan banyak ilmu dan pengalaman kepada penulis.


(7)

vi

7. Orangtuaku tercinta, Ibu Iswahyuni dan Bapak Suparyono, Kakak, serta Adiku yang tidak pernah lelah menyayangi, membimbing sampai kapanpun, dan mendoakan semua kebaikan untukku.

8. Teman-teman psikologi UNNES angkatan 2009 (Khususnya Trias, Rahil, Medya, Bella, Ai, Happy, Anistya, Singgih, Yule, Anisa), kakak angkatan (Khususnya Kak Belina, dan Kak Merdita, Mba Ina, Mba Alma, Budhe), adek angkatan (Ocyd, Kotino), dan teman-teman kos Nur Asri (khususnya Mba Amel, Mba Dinik, Mba Oky, Melidha, Ika, Intan dan Arai), kakak-kakak S2 Unika (Khususnya Rahma, Mba Wenty, Mas Ryan), sahabat tercinta (Anisa, Osi, dan Titin) yang selalu motivasi, bantuan, keceriaan dan kebersamaannya.

9. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung.

Harapan penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi diri penulis khususnya maupun pembaca pada umumnya.

Semarang, Juli 2014


(8)

vii

ABSTRAK

Marthilda, Dhea. 2014. Faktor-faktor Pemilihan Orientasi Seksual (Studi Kasus Pada Lesbian). Skripsi, Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang. Skripsi ini dibawah bimbingan Moh. Iqbal Mabruri, S.Psi., M.Si. dan Rulita Hendriyani, S.Psi., M.Si

Kata Kunci: orientasi seksual, lesbian

Orientasi seksual adalah fokus ketertarikan seksual, romantik, dan kasih sayang yang konsisten, bisa jadi bersifat heteroseksual, homoseksual, atau biseksual. Homoseksual pada wanita disebut sebagai lesbian. saat ini di Indonesia dapat dipastikan sudah banyak orang yang memiliki orientasi homoseksual, walaupun belum dapat dipastikan angkanya secara statistik.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kulitatif dengan pendekatan studi kasus. Penelitian ini melibatkan 2 subjek wanita lesbian, narasumber penelitian ini adalah teman dekat subjek. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik wawancara, observasi serta tes grafis. Pemeriksaan keabsahan data menggunakan triangulasi sumber.

Hasil penelitian menunjukan faktor-faktor pemilihan orientasi seksual pada individu lesbian dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu adanya beberapa faktor yaitu faktor psikologis, faktor lingkungan, dan faktor ekonomi. Ketertarikan sesama jenis muncul semenjak masa remaja. Adanya trauma pelecehan seksual, konsep diri tentang lelaki dan perempuan yang kabur semasa kecil, dan pengalaman menjalin hubungan dengan lawan jenis yang kurang menyenangkan menjadi faktor pendorong subjek menjadi lesbian.

Saran bagi masyarakat diharapkan masyarakat dapat lebih mengenal mengenai seksualitas terutama berkaitan dengan orientasi seksual lesbian. Kajian menurut agama, budaya, dan norma sosial menganggap lesbian adalah orientasi seksual yang menyimpang


(9)

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... ... i

LEMBAR PENGESAHAN……….. ... ii

LEMBAR PERNYATAAN... ... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN……….. ... iv

PRAKATA……… ... v

ABSTRAK... ... vii

DAFTAR ISI... ... viii

DAFTAR TABEL... ... xiii

DAFTAR GAMBAR……… ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN………. ... xv

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Kontribusi Penelitian ... 8

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lesbian ... 9


(10)

ix

2.1.2 Jenis-jenis Lesbian... 13

2.1.3 Faktor-faktor Penyebab Lesbian... 16

2.2 Pemilihan Orientasi Seksual ... 18

3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Desain Penelitian ... 20

3.2 Unit Analisis ... 23

3.3 Narasumber Penelitian ... 25

3.4 Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 27

3.4.1 Wawancara ... 27

3.4.2 Observasi ... 29

3.4.3 Dokumentasi ... 32

3.5 Keabsahan Data... 32

3.6 Metode Analisis Data ... 36

4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1.Proses Penelitian ... 37

4.2.Identitas Subjek dan Informan ... 39

4.2.1 Keterangan Identitas………..39

4.2.2 Keterangan Koding………... 41

4.3.Temuan Penelitian ... 43

4.3.1 Pemilihan Orientasi Seksual pada Subjek Satu ... 43

4.3.1.1 Latar Belakang Subjek………... 43


(11)

x

4.3.1.3 Relasi dengan Pasangan Homoseksual………. 45

4.3.1.4 Pengelolaan Hubungan Sosial……….. 46

4.3.2 Pemilihan Orientasi Seksual pada Subjek Dua ... 47

4.3.2.1 Latar Belakang Subjek……….. 47

4.3.2.2 Faktor-Faktor Penyebab Pendorong Menjadi Lesbian ... 47

4.3.2.3 Relasi dengan Pasangan Homoseksual………. 48

4.3.2.4 Pengelolaan Hubungan Sosial………... 50

4.3.3 Hasil Observasi Subjek Satu………. 51

a). Kondisi umum subjek………. 51

1. Kondisi fisik subjek………. 51

2. Kondisi tempat tinggal subjek………. 51

3. Lokasi kegiatan subjek………. 52

b). Aktivitas subjek………52

c). Dinamika psikologis subjek………. 52

1. Karakter subjek……… 52

2. Kecenderungan perilaku yang tampak atau kebiasaan subjek ... 52

3. Sikap yang ditampilkan subjek saat wawancara ... 53

d). Interaksi sosial subjek………. 53

1. Hubungan subjek dengan teman kos……….. 53

2. Hubungan subjek dengan keluarga……….. 53

3. Hubungan subjek diluar teman kos……….. 53


(12)

xi

a). Kondisi umum subjek………..……… 54

1. Kondisi fisik subjek……… 54

2. Kondisi tempat tinggal subjek………. 54

3. Lokasi kegiatan subjek……… 55

b). Aktivitas subjek……….. 55

c). Dinamika psikologis subjek………. 55

1. Karakter subjek……… 55

2. Kecenderungan perilaku yang tampak atau kebiasaan subjek ... 55

3. Sikap yang ditampilkan subjek saat wawancara ... 55

d). Interaksi sosial subjek……….. 56

1. Hubungan subjek dengan teman kos……… 56

2. Hubungan subjek diluar teman kos……….. 56

4.4.Tes Grafis ... 56

4.4.1. Hasil Tes Grafis Subjek Satu (SB)……….. 56

4.4.2. Hasil Tes Grafis Subjek Dua (AA)……….. 57

4.5 Pembahasan Hasil Penelitian………... 58

4.5.1 Gambaran Faktor-faktor Pemilihan Orientasi Lesbian pada Subjek Satu..59

4.5.1.1 Latar Belakang Subjek………... 60

4.5.1.2 Faktor-faktor Pendorong Penyebab Menjadi Lesbian ... 60

4.5.1.3 Relasi dengan Pasangan Homoseksual……… 61

4.5.1.4 Pengelolaan Hubungan Sosial……….. 63 4.5.2 Gambaran Faktor-faktor Pemilihan Orientasi Lesbian pada Subjek Dua. 63


(13)

xii

4.5.1.1 Latar Belakang Subjek……….. 63

4.5.1.2 Faktor-faktor Pendorong Penyebab Menjadi Lesbian ... 64

4.5.1.3 Relasi dengan Pasangan Homoseksual……….. 65

4.5.1.4 Pengelolaan Hubungan Sosial……….. 67

4.6 Pembahasan Hasil Penelitian Secara Umum………. 68

4.6.1 Dinamika faktor-faktor Orientasi Seksual Subjek Satu (SB) ... 68

4.6.2 Dinamika Faktor-faktor Orientasi Seksual Subjek Dua (AA) ... 72

4.7 Kelemahan Penelitian……….74

5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan……….. 75

5.2 Saran……… 76 DAFTAR PUSTAKA


(14)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel

3.1 Unit Analisis Dinamika Pemilihan Orientasi Seksual pada Lesbian ... 25 3.2 Kriteria dan Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 33


(15)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar

4.1. Dinamika Pemilihan Orientasi Seksual SB………. 71 4.2. Dinamika Pemilihan Orientasi Seksual AA………. 73


(16)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Pedoman Observasi……….. 80

2. Pedoman Wawancara……… 81

2.1 Wawancara Subjek Primer………... 81

2.2 Wawancara Subjek Sekunder……….. 83

3. Catatan Lapangan………. 86

3.1 Subjek Pertama (SB)……….86

3.2 Subjek Kedua (AA)………. 95

4. Verbatim ………. 101

4.1 Subjek Pertama (SB)……… 101

4.2 Informan Subjek Pertama (OS)……… 120

4.3 Subjek Kedua (AA) ……… 138

4.4 Informan Subjek Kedua (EM) ……… 170

5. Tes Grafis ……… 185

5.1 Subjek Pertama (SB)……….185

5.2 Subjek Kedua (AA)……….. 189

6. Surat Pernyataan Kesediaan ……… 192

6.1 Subjek Pertama (SB)……….. 192


(17)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Masalah

Kehidupan manusia tidak pernah statis, dimulai dari pembuahan sampai kematian selalu terjadi perubahan, baik dalam kemampuan fisik maupun kemampuan psikologis. Perubahan inilah yang disebut sebagai perkembangan dalam rentang kehidupan manusia. Manusia memiliki tahapan perkembangan dengan tugas-tugas perkembangan yang penting untuk berbagai tahapan rentang kehidupan. Salah satu tahapan dalam rentang kehidupan manusia adalah masa dewasa awal atau dewasa dini.

Masa dewasa awal atau dewasa dini merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Individu yang berada pada masa dewasa awal atau dewasa dini diharapkan memainkan peran baru, seperti peran suami/isteri, orangtua, dan pencari nafkah, dan mengembangkan sikap-sikap baru, keinginan-keinginan dan nilai-nilai baru sesuai dengan tugas-tugas baru ini. Masa dewasa awal atau dewasa dini memiliki beberapa tugas perkembangan, salah satu diantaranya adalah memilih pasangan. (Hurlock, 1992: 246).

Berdasarkan teori perkembangan psikososial Erikson (dalam Papalia, Olds, et. al, 2008: 684), masa dewasa awal (young adulthood) ditandai dengan adanya kecenderungan intimacy versus isolation. Kalau pada masa sebelumnya, individu


(18)

memiliki ikatan yang kuat dengan kelompok sebaya, namun pada masa ini ikatan kelompok sudah mulai longgar. Mereka sudah mulai selektif dan membina hubungan yang intim hanya dengan orang-orang tertentu yang sepaham. Jadi pada tahap ini timbul dorongan untuk membentuk hubungan yang intim dengan orang-orang tertentu, dan kurang akrab atau renggang dengan yang lainnya.

Individu dewasa awal atau dewasa dini mencari keintiman emosional dan fisik kepada pasangan romantis. Hubungan ini mensyaratkan ketrampilan seperti kesadaran diri, empati, kemampuan mengkomunikasikan emosi, pembuatan keputusan seksual, penyelesaian konflik dan kemampuan mempertahankan komitmen. Ketrampilan tersebut sangat penting ketika individu dewasa awal atau dewasa dini memutuskan untuk menikah, membentuk pasangan yang tidak terikat pernikahan, atau hidup seorang diri, atau memiliki atau tidak memiliki anak (Lambeth&Hallet dalam Papalia, 2008: 684). Namun menjadi suatu hal yang tidak lazim ketika pernikahan itu terjadi antara sesama jenis yaitu wanita dengan wanita atau pria dengan pria. Pernikahan sesama jenis tentu menjadi hal yang kontroversial karena menikahi orang yang berjenis kelamin sama.

Pada tahun 1960-an terjadi revolusioner seksual di Amerika Serikat, sebuah pergerakan yang menentang nilai-nilai tradisional terkait dengan seksualitas dan peran gender, bahwa laki-laki dan perempuan tidak harus dipasangkan dan bahwa ketertarikan sesama jenis adalah realita yang harus diterima. Istilah LGBTIQ pada mulanya hanya terdiri dari LGB, sebagai simbolisasi dari orientasi seksual di luar “normal”. Homoseksual adalah orientasi dimana seseorang memiliki ketertarikan


(19)

3

seksual kepada jenis kelaminnya. Lesbian merupakan istilah untuk homoseks perempuan, gay untuk homoseks laki-laki, dan biseksual adalah orientasi seksual dimana seseorang memiliki ketertarikan baik kepada lawan jenis maupun sesama jenis. Istilah LGB yang digunakan pada tahun 1990-an kemudian berkembang dengan hadirnya pergerakan hadirnya waria (transgender) sehingga istilahnya menjadi LGBT. Saat ini, istilah umum yang digunakan LGBTIQ, dengan tambahan interseks yang merujuk pada keadaan dimana seseorang secara fisik maupun psikologis berada diantara dua jenis kelamin, questioning untuk orang-orang yang masih mempertanyakan identitas seksual dan gendernya, dan queer yang merupakan istilah yang memayungi semua label seksual dan gender minoritas lainnya seperti panseksual (ketertarikan seksual kepada semua gender, termasuk kepada transgender), demiseksual (ketertarikan seksual kepada orang yang memiliki kedekatan secara emosional), dan aseksual (tidak memiliki ketertarikan seksual sama sekali) (Saragih, 2012: 3).

Orientasi seksual adalah fokus ketertarikan seksual, romantis, dan kasih sayang yang konsisten, bisa jadi bersifat heteroseksual, homoseksual, atau biseksual (Papalia, 2008: 595). Pada tahun 1973, American Physiciatric Association (APA) sudah mengeluarkan homoseksualitas dari kategori gangguan kejiwaan. Indonesia pun turut mengadopsi PPDGJ (Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa) II dan III yang menyatakan hal serupa: gay dan lesbian bukanlah gangguan kejiwaan (Yulius, 2012: 2).


(20)

Orientasi seksual berhubungan dengan arah ketertarikan seseorang terhadap anggota gendernya sendiri atau gender lawan. Lesbian bukan merupakan gangguan identitas gender. Lesbian adalah disorientasi seksual. Perbedaan gangguan identitas gender melibatkan kebingungan seseorang seseorang akan perasaannya secara psikologis sebagai pria atau wanita dan anatomi seksnya (Nevid, 2002: 100) . Kaum lesbian tidak meragukan identitas gendernya. Ia menyadari dan menerima bahwa dirinya seorang wanita. Lesbian lebih mengarah pada pemilihan orientasi seksual. Untuk menentukan besarnya angka insidensi dan angka prevalensi penyimpangan perilaku lesbian secara akurat memang sangat sulit. Penelitian yang dilakukan oleh banyak pakar dari banyak negara belum mampu menentukan secara tepat besarnya angka insidensi dan prevalensi lesbian. Namun, secara umum, diperkirakan jumlah kaum lesbian dan homoseksual didalam masyarakat adalah 1% hingga 10% dari jumlah populasi. Seorang ahli seksologi terkenal, Kinsey, bahkan menyebutkan bahwa setidaknya 2% hingga 5% wanita adalah lesbian. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Kinsey pada remaja berusia 20 tahun, terdapat 17% perempuan mempunyai pengalaman lesbian. Pada penelitian yang dilakukan terhadap remaja berusia 16-19 tahun, terdapat 6% wanita lesbian. Ada pula pakar melaporkan bahwa 10,7% murid SMA berusia 12-18 tahun tidak yakin dengan orientasi seksual mereka, sekitar 5-6% dari murid-murid ini dideskripsikan sebagai lesbian (Soewandi, 2012: 1).

Cinta seorang lesbian itu sangat mendalam dan lebih hebat daripada cinta heteroseksual. Meskipun pada relasi lesbian, tidak didapatkan kepuasan seksual yang


(21)

5

wajar. Cinta lesbian juga biasanya lebih hebat daripada cinta homoseksual diantara kaum pria.

Cinta seorang lesbian pada pasangan wanitanya membuat ia gelap mata. Pada Juli 2014, di Indramayu terjadi percobaan pembunuhan yang dilakukan oleh seorang lesbian terhadap pasangannya yang sedang menggelar pesta pernikahan. Pelaku (RO) diduga sakit hati karena pasangan lesbiannya (ER) menikah dengan lelaki (SA). RO terbukti berusaha melakukan pembunuhan terhadap ER. Peristiwa penusukan terjadi di rumah ER di Blok Serpati Sedadap Juntinyuat saat ER dan SA usai menjalani akad nikah. Saat itu ER sedang beristirahat di kamarnya, tiba-tiba RO menerobos masuk pintu kamar belakang rumah dan langsung menyerang menggunakan pisau dapur. RO diduga sakit hati karena pasangan menikah secara normal dengan laki-laki. ER dan RO menjalin hubungan sesama jenis saat menjadi TKW di Dubai setahun yang lalu (Wahid, 2014: 1)

Pada 15 Mei 2010, berlangsung pernikahan antara 2 perempuan di Surabaya, pernikahan secara Islam antara pasangan lesbian itu dihadiri seorang ulama. Kepada sebuah situs, Sang Pemuka Agama Moderat tersebut menyatakan dirinya hanya memfasilitasi saja. Perkembangan ini menunjukan bahwa generasi lesbian dan gay sekarang mulai ingin menikah (Rnw.nl-Indonesia, 2010).

Saat ini dapat dipastikan sudah banyak orang yang memiliki orientasi homoseksual, walaupun belum dapat dipastikan angkanya secara statistik. Sebagai contoh, sebut saja SB (22), ia menjadi lebian selama 4 tahun terakhir. Dalam hubungan percintaannya dengan kekasih lesbiannya, SB berperan sebagai femme.


(22)

Femme ialah sebutan untuk lesbian yang berperan sebagai perempuan. SB kuliah di salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Semarang. SB adalah anak pertama dari 2 bersaudara, adiknya yang juga perempuan berbeda 4tahun darinya. Dalam kehidupan sehari-harinya SB terlihat seperti wanita normal. SB mengaku kalau dirinya menjadi lesbian karena terpengaruh oleh temannya yang bernama R (21). R adalah lesbian yang berperan sebagai lelaki atau yang lebih dikenal sebagai butchi.

Berbeda dengan SB, AA (26) mengaku bahwa ia sudah menyukai wanita sejak ia mulai bisa mengingat. AA bercerita bahwa sejak ia masih kecil ia sudah menaruh hati dengan wanita. Namun ia masih memilah-milah apa yang sebenarnya terjadi di dalam dirinya sampai ia duduk di bangku SMA. Saat ini AA sudah pernah berpacaran dengan wanita sebanyak 4 kali.

Fenomena lesbian ini seperti gunung es, yaitu hanya puncaknya saja yang terlihat, tetapi dasarnya tidak terjamah jauh didalam sana. Semakin merebaknya kaum lesbian di Indonesia tentu saja membuat peneliti tertarik untuk menelusuri lebih lanjut apa yang mendasari individu memutuskan untuk menjadi seorang lesbian. Oleh karena itu peneliti mengambil judul ”Faktor-Faktor Pemilihan Orientasi Seksual (Studi Kasus Pada Lesbian)”.

1.2.

Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut, bagaimanakah faktor-faktor pemilihan orientasi seksual pada wanita lesbian.


(23)

7

1.3.

Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah diatas, penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui faktor-faktor pemilihan orientasi seksual pada wanita lesbian.

1.4.

Kontribusi Penelitian

Penelitian faktor-faktor pemilihan orientasi seksual pada lesbian ini akan diperoleh hasil sebagai berikut :

1.4.1. Secara Teoritis

Manfaat yang diperoleh secara teoritis dari penelitian ini adalah :

1. Memberi sumbangan pengayaan wacana pengetahuan umum mengenai faktor-faktor pemilihan orientasi seksual pada wanita lesbian

2. Menambah khasanah keilmuan dibidang psikologi pada umumnya dan dibidang psikologi klinis pada khususnya yang berkaitan dengan faktor-faktor pemilihan orientasi seksual pada wanita lesbian

1.4.2. Secara Praktis

1. Bagi Masyarakat

Memberikan informasi pada masyarakat luas mengenai faktor-faktor pemilihan orientasi seksual pada wanita lesbian.


(24)

Sebagai salah satu referensi dan dapat menjadi sumber inspirasi untuk penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor pemilihan orientasi seksual pada wanita lesbian.


(25)

9

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Lesbian

2.1.1. Definisi Lesbian

Lesbian berasal dari kata Lesbos yang artinya pulau ditengah lautan Egeis yang pada zaman dahulu dihuni oleh kaum perempuan (Kartono, 2006: 249). Pada masyarakat Barat Lesbianisme dikenal melalui Sappho yang hidup di Pulau Lesbos pada abad ke-6 SM. Dia adalah tokoh yang memperjuangkan hak-hak wanita sehingga banyak pengikut-pengikutnya. Akan tetapi, dia kemudian jatuh cinta kepada beberapa pengikutnya dan menulis puisi-puisi yang bernadakan cinta. Menurut Sappho, maka kecantikan wanita itu tidak mungkin dipisahkan dari aspek seksualnya. Oleh karena itu, kepuasan seksual juga mungkin diperolehnya dari sesama wanita (Lewiston dalam Soekanto, 2004: 103).

Lesbian adalah wanita yang mencintai atau merasakan rangsangan seksual sesama jenisnya (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008: 820). Martin dan Lyon (dalam Crooks, 1983: 291) berpendapat bahwa lesbian adalah sebutan untuk perempuan yang tampil erotik, psikologis, emosional dan minat sosialnya pada sesama jenis, meskipun kadang tidak terlihat.

Kartono menjelaskan bahwa kecenderungan homoseksual (lesbian pada wanita) dan biseksual ini bisa terus berlangsung dari masa remaja hingga usia dewasa. Pada


(26)

masa remaja masih terdapat kecenderungan jatuh cinta pada wanita, dan muncul keinginan untuk menolak cinta heteroseksual dari pria. Objek yang dicintai bisa berganti kadang seorang wanita, kadang seorang pria. Akan tetapi pada masa dewasa (kelanjutan biseksual masa remaja), obyek erotisnya benar-benar seorang wanita (Kartono, 2009: 267).

Penjelasan secara sosiologis mengenai homoseksual/lesbianisme bertitik tolak pada asumsi kebutuhan untuk menyalurkan ketegangan. Oleh karena itu, baik tujuan maupun objek dorongan seksual diarahkan oleh faktor sosial. Artinya, arah penyaluran ketegangan dipelajari dari pengalaman sosial, dengan demikian tidak ada pola seksual alamiah, karena yang ada adalah pola pemuasnya yang dipelajari dari adat istiadatnya lingkungan sosial. Lingkungan sosial akan menunjang atau mungkin menghalangi sikap-tindak dorongan-dorongan seksual tertentu (Soekanto, 2004: 105). Cinta homoseksual itu bersifat lebih mendalam daripada cinta heteroseksual, bentuk homoseksual yang lebih hebat biasanya ada pada homoseksual wanita (lesbian) daripada homoseksual pada pria. Dalam hubungan homoseksual ini sering tidak diperoleh pemuasan seksual secara nyata (Kartono, 2009: 268).

Pasangan homoseksual wanita atau lesbian ini biasanya adalah kedua partner yang selalu berganti peranan. Yang pertama berperan sebagai lelaki yang bersikap aktif dan sadis. Individu bisa memainkan peran ini karena dirinya didorong keinginan untuk menuntut hak untuk “menjadi laki-laki”, ataupun sederajat dengan kaum pria. Yang kedua berperan sebagai wanita feminine yang bersikap pasif masochis, karena bisa dengan mudah melakukan identifikasi terhadap jenis kelamin yang sama


(27)

11

(misalnya identifikasi terhadap ibunya dimasa kanak-kanan dan masa pra-pubertas) (Kartono, 2009: 269).

Seringnya relasi homoseksual ini berlangsung dalam hubungan segitiga yang kesemua anggotanya adalah wanita. Biasanya wanita homoseksual itu setia pada salah satu partnernya (partner tetap/pertama). Pada partner tetapnya ia memainkan peran yang agresif-sadistis karena didorong oleh pola identifikasi yang amat kuat terhadap ayahnya. Sedangkan partner yang kedua selalu berganti ganti pasangan dan memainkan peran sebagai wanita yang bersikap tunduk dan menyerah. Biasanya mereka memanggil dengan nama kesayangan lelaki dengan nada mesra yang mengandung cinta seksual (Kartono, 2009: 269).

Pada relasi-relasi homoseksual, biasanya terdapat unsur-unsur emosi yang berkebalikan, seperti secara sekaligus merasa benar-benar wanita; tetapi juga merasa berbeda (merasa sebagai laki-laki), merasa identik sebagai wanita sekaligus tidak identik, merasa takut dan bimbang; tetapi merasa aman-terlindungi karena bisa memiliki obyek cintanya serta bisa melakukan relasi seks, ada unsur sadism yang berbarengan dengan masochisme, merasa asing sekaligus merasa intim dengan obyek cintanya. Tidaklah mengherankan, kiranya bahwa karena adanya elemen-elemen afeksi yang saling bertentangan itu, yaitu ada keinginan-keinginan untuk menolak dan hasrat-hasrat untuk meraih, maka terjadilah bermacam-macam gangguan emosional. Dan pada akhirnya akan menjurus pada gejala yang neurotis (Kartono, 2009: 270). Kinsey (1948) menyadari bahwa lebih dari setengah abad yang lalu perilaku seksual dan pengalaman yang muncul pada heteroseksual dan homoseksual


(28)

berkelanjutan dalam sebuah rangkaian yang jelas. Beberapa heteroseksual telah terikat didalam perilaku homoseksual atau pengalaman ketertarikan dengan sesama jenis, seperti kebanyakan gay dan lesbian yang pernah mempunyai pengalaman dengan lawan jenis dan beberapa individu menjadi bingung atau tidak yakin tentang orientasi seksualnya. Karena stigma homoseksualitas, orang tersebut mungkin mengalami kecemasan karena di cap sebagai gay atau lesbian, yang mereka wujudkan dalam permusuhan atau agresi terang-terangan terhadap orang-orang homoseksual. (Herek, 2000: 3)

Gelora nafsu homoseksual itu sering timbul pada anak gadis pada usia puber, menurut analisa psikologi. Hal ini ini dimulai dengan fantasi cinta heteroseksual yang penuh nafsu, namun selalu mengalami kegagalan, sehingga nafsu-nafsu seksualnya tidak terpuaskan. Fantasi-fantasi itu berlangsung secara terus menerus, akan tetapi kemudian berubah memanifestasikan diri dalam dua gejala, yaitu (Kartono, 2009: 270) :

- Pertama : harapan pasif untuk dicintai, kemudian dirubah menjadi bentuk keinginan-keinginan yang aktif untuk mencintai.

- Kedua : untuk pengganti dari pasangan sebagai obyek cinta yang pasif, lalu ia mengidentifikasikan diri sebagai subjek aktif, tokoh seorang pria. Dalam khayalan idenya, ia kini menjadi laki-laki. Lalu ia memilih seorang gadis atau seorang wanita menjadi obyek cintanya.

Pemuasan seksual pada pasangan lesbian itu melalui mulut dan alat kelamin bagian luar. Menurut psikoanalisa hal ini ada sangkut pautnya dengan pemuasan


(29)

13

seksual yang merangsang zona mulut (oral) yaitu pemuasan dorongan menyusu pada bayi yang terulang kembali pada relasi homoseksual pada usia dewasa, yang bisa menyebabkan timbulnya abnormalitas psikis dan neurotis. Pelaksanaan pemuasan seksual diantara pasangan lesbian ini antara lain adalah dengan cara: saling memeluk mesra, berdekap-dekapan, menyusu putting partner masing-masing, melakukan mastrubasi anal dan mastrubasi genital, saling membelai dan mencium, terkadang mereka menggunakan semacam celana atau sabuk yang berpenis, lalu mereka berganti peran memainkan peran sebagai lelaki (Kartono, 2009: 271).

Dipandang dari bentuk dan isinya, homoseksualitas wanita itu merupakan kelanjutan daripada pengalaman-pengalaman biseksual masa pubertas; yaitu peningkatan atau intensifikasi daripada pengalaman-pengalaman pubertas, pada usia dewasa.

2.1.2. Jenis-jenis Lesbian

Kartono (2009: 263) membagi dua kelompok lesbian, yaitu :

a. Kelompok Pertama

- Kelompok perempuan yang memiliki banyak ciri kelaki-lakian, baik dati susunan jasmani dan perilakunya, maupun pada pemilihan objek erotisnya. Biasanya tipe ini memiliki bentuk tubuh lelaki pada umumnya.

- Kelompok perempuan yang memiliki bentuk tubuh sempurna wanita. Namun memiliki beberapa bagian yang mirip dengan pria, misalnya dari


(30)

pita suara yang berat seperti laki-laki, pertumbuhan rambut dan bulu yang panjang, tumbuhnya kumis dan jenggot, tidak memiliki buah dada, dll. b. Kelompok Kedua

Adalah dari para wanita homoseks yang tidak memiliki tanda-tanda kelainan fisik. Jadi mereka memiliki tubuh sempurna wanita. Penyebabnya dikarenakan dari faktor psikhogin. Hal ini dijelaskan sebagai berikut:

Masa pubertas merupakan faktor terpenting bagi pemastian seksualitas seorang wanita; yaitu gadis puber ini akan menjadi wanita dewasa yang homoseksual atau heteroseksual (mencintai seks dari lain jenis). Adanya gejala-gejala biseksual pada usia remaja itu bisa menyebabkan individu menjadi homoseksual di masa dewasa. Penyebabnya adalah sebagai berikut: objek-objek seksual itu tidak selalu berwujud seorang pria saja, akan tetapi bisa juga berwujud seorang wanita. Misalnya saja dalam wujud kecintaan seorang anak gadis yang ditunjukan kepada seorang teman wanita. Maka dalam periode biseksual (yaitu periode mencintai seorang kawan pria dan sekaligus mencintai seorang kawan putri pada usia puber) itu sering terdapat gejala kelaki-lakian/kejantanan pada diri seorang gadis, yang diperkuat oleh faktor-faktor psikhis. Faktor-faktor psikhis ini antara lain berwujud : identifikasi yang terlalu ketat terhadap ayah, dorongan kompulsif untuk mengimitir kakak laki-laki, ketakutan pada heteroseksualitas, dan sebagainya.


(31)

15

Homoseksual yang muncul di usia dewasa itu pada umumnya merupakan kelanjutan daripada gejala gejala di masa pubertas yang disebabkan oleh ketidakmampuan diri wanita tersebut untuk mengubah kecenderungan biseksual menjadi kecenderungan yang heteroseksual (Kartono, 2009: 264).

Selain itu ada lagi type wanita homoseksual yang memiliki bakat biseksualitas yang besar. Pada umumnya, wanita type ini mempunyai minat cukup besar terhadap interesse dari kaum pria. Mereka juga suka memilih profesi yang biasanya dijabat oleh kaum laki-laki. Ciri-ciri kejantanannya sangat menonjol, dan biasanya mereka memiliki kehidupan perasaan yang bersifat jantan pula. Akan tetapi type wanita ini cenderung untuk selalu memilih obyek-seksuilnya seorang wanita. Para wanita ini, proses homoseksualitasnya lebih banyak bersifat biologis (Kartono, 2009: 265).

Jenis homoseksualitas lain yang memiliki kecenderungan-kecenderungan

kejantanan yang disebabkan oleh pengaruh-pengaruh psikologis, contohnya

dipaparkan sebagai berikut (Kartono, 2009: 265) :

Ada seorang wanita yang memiliki tubuh normal wanita. Akan tetapi ia lebih suka memakai pakaian laki-laki. Dan secara terbuka ia menjalankan kegiatan homoseksualitas. Jelasnya, ia adalah lesbian. Hanya suaranya saja yang mirip dengan suara laki-laki. Oleh karena sudah sejak usia sangat muda ia memiliki suara yang berat besar, maka tumbuhlah anggapan pada diri sendiri, bahwa ia itu seharusnya menjadi seorang laki-laki, dan bukan jadi seorang perempuan seperti sekarang ini. Dikemudian hari, setelah terjelang masa puber dan usia dewasa, timbulah ide-ide yang salah bahwa tidak ada seorang pemuda pun yang mencintai dirinya, karena ia memiliki suara seperti seorang pria. Lebih-lebih oleh pengalaman sehari-hari yang dirasakan cukup pahit, karena ia sering diolok-olok disebabkan oleh suaranya yang berat-serak, lalu ia mendepresiir (menilai rendah) sifat-sifat dan ciri kewanitaannya. Ia kemudian berusaha melenyapkan semua


(32)

sifat kewanitaannya, dan bertekad bulat menjadi seorang laki-laki. Dengan begitu, homoseksualitasnya itu tidak disebabkan oleh adanya kelainan organis pada dirinya, akan tetapi ditimbulkan oleh faktor psikologis. Dalam hal ini kebutuhan emosional pada gadis/wanita tadi untuk mencintai dan dicintai, serta untuk mengatasi perasaan-perasaan inferioritasnya sebagai seorang wanita. Sehingga ia berusaha dengan segenap daya dan upaya untuk menonjolkan tendens kelaki-lakiannya, lalu memilih obyek cintanya seorang wanita.

2.1.3. Faktor-faktor Penyebab Lesbian

Supratiknya (1995: 96) mengungkapkan beberapa faktor yang dapat menyebabkan individu menjadi lesbian adalah :

a. Kekurangan hormon kewanitaan pada saat masa pertumbuhan.

b. Mendapatkan pengalaman homoseksual yang menyenangkan pada saat masa remaja atau setelahnya.

c. Memandang perilaku heteroseksual sebagai sesuatu yang menakutkan atau tidak menyenangkan.

d. Dibesarkan di tengah keluarga di mana ayah dominan sedangkan ibu lemah, atau tidak ada.

Menurut Kartono, (2006: 248) penyebab individu menjadi bagian kaum lesbian dikarenakan beberapa hal sebagai berikut :

a. Faktor hereditas

Adanya ketidakseimbangan hormon-hormon seks dalam tubuh. b. Pengaruh lingkungan


(33)

17

Pengaruh lingkungan yang kurang menguntungkan bagi perkembangan seksual yang normal, misalnya pola asuh dan lingkungan terdekat yang mempengaruhi individu untuk merangsang munculnya perilaku homoseksual. c. Pengalaman traumatis

Adanya pengalaman buruk di masa lalu yang terus melekat dalam benaknya sehingga menimbulkan kebencian tertentu.

d. Mencari kepuasan relasi homoseksual

Individu mencari kepuasan homoseksual dikarenakan dirinya pernah menghayati pengalaman homoseksual yang menggairahkan dan berkesan pada masa remaja.

Tan (2005: 56), mengungkapkan beberapa penyebab menjadi lesbian adalah sebagai berikut:

a. Pengaruh keadaan keluarga

Hubungan antara ayah dan ibu yang sering cekcok. Antara orang tua dan dengan anak-anak yang tidak harmonis atau bermasalah. Juga ibu yang terlalu dominan di dalam hubungan keluarga (sehingga meminimalis peran ayah). b. Pengalaman seksual buruk pada masa kanak-kanak

Pelecehan seksual dan kekerasan yang dialami seorang perempuan pada masa kanak-kanak bisa menyebabkan anak tersebut menjadi seorang lesbian pada waktu dewasanya.


(34)

Pengaruh lingkungan yang buruk dapat mempengaruhi seseorang untuk bertingkah laku seperti orang-orang dimana dia berada.

Homoseksual wanita (lesbianisme) itu banyak disebabkan oleh faktor-faktor eksogen atau lingkungan. Baik terhadap homoseksual maupun lesbianisme, orang tidak bisa berbuat banyak untuk kesembuhannya (Kartono, 2009: 250).

2.2.

Pemilihan Orientasi Seksual

Menurut Kartono (2006: 249), pada usia pubertas bisa muncul kecenderungan biseksual yaitu untuk mencintai sesama jenisnya maupun lawan jenisnya. Namun dalam proses menuju dewasa kecenderungan ini bisa berubah, perubahannya dapat menjadi individu yang homoseksual ataupun heteroseksual.

Biseksualitas pada remaja akan berkembang menjadi heteroseksual pada proses perkembangan anak remaja yang normal. Namun, prosesnya akan menjadi abnormal jika disebabkan oleh faktor-faktor eksogin atau endogen tertentu. Biseksual itu akan berkembang menjadi homoseksual, yang objek erotiknya adalah benar-benar seorang wanita (Kartono, 2006: 249).

Cinta wanita lesbian sangat mendalam, dan lebih hebat daripada cinta heteroseksual dan cinta homoseksual daripada cinta homoseksual pada pria. Pada relasi lesbian tersebut sering tidak diperoleh kepuasan seksual yang wajar (Kartono, 2009: 250).


(35)

19

Biasanya, peristiwa prevensi heteroseksual berupa lesbianisme itu akan mengarah pada bentuk yang patologis. Gejala pervensi tadi antara lain disebabkan karena (Kartono, 2006: 250) :

1). Wanita yang bersangkutan terlalu mudah menjadi jenuh dalam relasi heteroseksual dengan suaminya atau seorang pria.

2). Ia tidak pernah merasakan orgasme.

Bisa juga disebabkan oleh pengalaman traumatis dari wanita yang bersangkutan dengan seorang pria atau suami yang kejam, sehingga timbul rasa benci dan antipati terhadap setiap lelaki. Lalu ia lebih suka melakukan relasi seks dan hidup bercinta dengan seorang wanita lain. Jadi relasi heteroseksual tersebut tidak bisa membuat pribadi wanita tadi menjadi bahagia; sehingga dia ingin melakukan relasi seks dengan seorang wanita sebagai kompensasi dari rasa tidak bahagia. Ringkasnya, homoseksualitas pada laki-laki dan lesbianisme (homoseksualitas wanita) itu banyak distimulir oleh faktor-faktor eksogin atau faktor lingkungan (Kartono, 2006: 250).


(36)

20

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1.

Jenis dan Desain Penelitian

Metode penelitian memiliki peranan yang sangat penting dalam suatu penelitian. Prosedur pelaksanaan suatu penelitian harus didasari dengan metode penelitian ilmiah agar hasil yang diperoleh dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya dan diterima secara objektif.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif karena memiliki makna penelitian tersendiri dan hasil yang tidak dapat diungkapkan melalui angka-angka tetapi memerlukan pendekatan kepada subjek untuk mencapai hasil yang ingin diungkapkan peneliti. Bogdan dan Taylor (dalam Nurastuti, 2007: 90) mendefinisikan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.

Pendekatan kualitatif lebih menekankan kepada analisisnya pada proses penyimpulan deduktif dan induktif serta pada analisis terhadap dinamika hubungan antar fenomena yang diamati, dengan menggunakan logika ilmiah (Azwar, 2012: 5).

Alasan menggunakan metode kualitatif yaitu karena dalam penelitian ini tidak berusaha untuk memanipulasi setting penelitian. Data dikumpulkan dari latar yang alami (natural setting) sebagai sumber data langsung. Selain itu, permasalahan yang


(37)

21

akan dibahas tidak berkenaan dengan angka-angka seperti pada penelitian eksperimen maupun kuantitatif, melainkan melakukan studi secara mendalam terhadap suatu fenomena dengan mendeskripsikan masalah secara terperinci dan jelas berdasarkan data yang diperoleh sesuai dengan fokus penelitian. Adapun masalah yang diambil dalam penelitian ini adalah faktor-faktor pemilihan orientasi seksual pada lesbian, dengan tujuan mendeskripsikan faktor-faktor orientasi seksual yang berkaitan dengan kriteria, penyebab, dan mengapa ia memilih menjadi seorang lesbian. Oleh karena itu, penelitian kualitatif ini diarahkan pada latar dan karakteristik individu tersebut secara menyeluruh sehingga individu atau organisasi dipandang sebagai bagian dari suatu keutuhan, bukan dikategorisasikan ke dalam variabel atau hipotesis. Hasil penelitian diarahkan dan ditekankan pada upaya memberi gambaran seobyektif dan sedetail mungkin tentang keadaan yang sebenarnya dari objek studi.

Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus (case study). Studi kasus itu sendiri menurut Poerwandari (2007: 65) merupakan fenomena khusus yang hadir dalam suatu konteks yang terbatasi (bounded context), meski batas-batas antara fenomena dan konteks tidak sepenuhnya tidak jelas. Kasusnya dapat berupa kasus individu, peran, kelompok kecil, organisasi komunitas, atau bahkan suatu bangsa. Penelitian ini menggunakan studi kasus karena peneliti berupaya menelaah sebanyak mungkin data mengenai subjek yang diteliti dan menguraikan suatu kasus secara terinci.


(38)

Yin (2004: 46) menjelaskan empat desain studi kasus, yaitu (1) desain kasus tunggal holistik, (2) desain kasus tunggal terjalin (embedded), (3) desain kasus multikasus holistik, dan (4) desain multikasus terjalin. Yin (2004: 47-49) menjelaskan bahwa studi kasus tunggal merupakan suatu desain yang cocok untuk beberapa keadaan. Pertama, kasus yang diteliti menyatakan kasus penting dalam menguji suatu teori yang telah disusun dengan baik. Kedua, kasus tersebut menyajikan suatu kasus ekstrem atau unik, dimana suatu luka atau kelainan spesifik demikian langka sehingga kasus tunggal cukup berharga untuk didokumentasikan dan dianalisis. Ketiga, kasus penyingkapan itu sendiri atau berkaitan dengan tujuan penyingkapan itu sendiri. Situasi ini muncul manakala peneliti mempunyai kesempatan untuk mengamati dan menganalisis suatu fenomena yang tak mengizinkan penelitian ilmiah. Studi kasus tunggal holistik merupakan desain yang digunakan jika studi kasus hanya mengkaji sifat umum program yang bersangkutan. Studi kasus tunggal terjalin merupakan desain yang digunakan bilamana di dalam kasus tunggal, perhatian diberikan kepada satu atau beberapa subunit analisis.

Ringkasan dari paparan diatas, yakni penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan desain penelitian studi kasus tunggal holistik. Adapun kasus yang akan dikaji dalam penelitian ini yakni kasus mengenai wanita lesbian, memberikan gambaran mengenai latar belakang, hal-hal yang menyebabkan dan mempengaruhi seorang wanita memilih orientasi seksual lesbian dalam setting latar yang ilmiah dan dilihat dari sudut pandang subjek itu sendiri. Gejala khusus yang


(39)

23

hendak dikaji akan digali dalam situasi dimana subjek mengalami pengalaman tersebut sehingga subjek dapat menggambarkan seperti yang sebenarnya terjadi.

3.2.

Unit Analisis

Moleong (2005: 225) mengungkapkan penetapan sampel, besarnya dan strategi sampling bergantung pada penetapan satuan kajian (unit analisis). Adapun pengertian dari unit analisis adalah informasi yang ingin digali berdasarkan konteks penelitian dan fokus kajian yang telah ditentukan (Moleong, 2005: 225).

Sehubungan dengan penjelasan mengenai karakteristik unit analisis, Moleong (2005: 224) menjelaskan bahwa:

Sampling digunakan untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari pelbagai macam sumber dan bangunannya (constructions). Dengan demikian tujuannya bukanlah memusatkan ke dalam generalisasi. Tujuannya adalah untuk merinci kekhususan yang ada ke dalam ramuan konteks yang unik. Maksud kedua dari sampling ialah menggali informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan dan teori yang muncul. Oleh sebab itu, pada penelitian kualitatif tidak ada sampel acak, tetapi sampel bertujuan (purposive sample). Berkenaan dengan hal tersebut, selain sampling juga terdapat adanya satuan kajian dimana mengenai satuan kajian tersebut, Moleong (2005: 225) menjelaskan bahwa:

Satuan kajian biasanya ditetapkan juga dalam rancangan penelitian. Keputusan tentang penentuan sampel, besarnya dan strategi sampling pada dasarnya bergantung pada penetapan satuan kajian. Kadang-kadang satuan kajian itu bersifat perseorangan seperti siswa, klien, pasien yang menjadi satuan kajian. Bila seseorang itu sudah ditetapkan sebagai satuan kajian, maka pengumpulan data dipusatkan di sekitarnya. Yang dikumpulkan ialah apa


(40)

yang terjadi dalam kegiatannya, apa yang mempengaruhinya, bagaimana sikapnya dan semacamnya.

Pada penelitian ini yang menjadi unit analisis adalah faktor-faktor pemilihan orientasi seksual pada lesbian. Sedangkan yang menjadi sub unit analisis adalah pelaku lesbian yang merupakan subjek dalam penelitian sebagai informan utama, teman subjek sebagai informan pendukung. Melalui sub unit analisis tersebut akan digali berbagai informasi yang berkaitan dengan orientasi seksual lesbian. Hal tersebut berupa faktor yang mempengaruhi bagaimana kriteria, penyebab, dan mengapa ia memilih menjadi lesbian. Adapun tabel unit analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1 Unit Analisis Faktor-faktor Pemilihan Orientasi Seksual pada Lesbian

Unit

Analisis Sub Unit Analisis

Sumber Informasi Informan Utama (Pelaku Lesbian) Informan Pendukung (Teman Subjek) Faktor-faktor Pemilihan Orientasi Seksual Penyebab:

- Faktor-faktor pendorong penyebab menjadi lesbian

 Biologis  Psikologis

V V

Relasi dengan pasangan homoseksual:

1. pembagian peran dalam berhubungan

2.ada/tidakya hubungan segitiga

3.emosi yang kontradiktif 4.pemuasan seksual

V V V V Pengelolaan hubungan sosial :


(41)

25

keluarga

2. interaksi sosial dalam masyarakat

3. interaksi sosial dengan sesama pelaku lesbian

V V V

V V

3.3.

Narasumber Penelitian

Cara pemilihan narasumber dalam penelitian ini menggunakan teknik

purposive sample. Hal tersebut sesuai dengan Moleong (2005: 224) yang mengatakan bahwa pada penelitian kualitatif tidak ada sampel acak, tetapi sampel bertujuan (purposive sample).

Berdasarkan pada fokus kajian penelitian yaitu faktor-faktor orientasi lesbian, maka responden sebagai narasumber yang diambil dalam penelitian ini adalah pelaku lesbian yang memiliki karakteristik dan pertimbangan tertentu mengingat tidak semua pelaku lesbian yang bersedia dan senang kehidupannya diekspos untuk dijadikan bahan penelitian. Penelitian dilakukan terhadap dua orang pelaku lesbian yang memiliki karakteristik tertentu yaitu lesbian yang pernah menjalin hubungan (berpacaran) dengan lelaki. Alasan pengambilan narasumber berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu yang telah disesuaikan dengan tema penelitian dimana responden merupakan mahasiswi pada sebuah perguruan tinggi di Semarang yang pernah menjalin hubungan dengan lelaki.

Subjek yang pertama bernama SS. Ia berusia 21 tahun dan saat ini sedang menempuh pendidikan S-1 di salah satu Universitas Swasta di kota Semarang.


(42)

Perannya dalam berhubungan dengan kekasih perempuannya adalah sebagai femme. Saat ini ia sudah 3 kali berganti kekasih perempuan.

Subjek yang kedua bernama AR. Ia berusia 23 tahun. Saat ini menjadi mahasiswi di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Kota Semarang. Dalam hubungan percintaannya dengan kekasih perempuannya, ia berperan menjadi butchi atau lesbian laki-laki.

Pemilihan responden dilakukan dengan cara menggunakan studi pendahuluan terhadap pelaku lesbian di Semarang, kemudian memilih responden sesuai dengan kriteria yang merupakan pelaku homoseksual (lesbian). Informasi atau data yang diperoleh juga berasal dari informan yang dapat memberikan informasi seputar fokus kajian penelitian yang berhubungan dengan responden penelitian. Informan yang dapat diambil informasinya sebagai data pendukung sesuai dengan kondisi subyek yang sebenarnya adalah individu yang memiliki hubungan kedekatan serta mengenal dekat subyek.

Informan pertama bernama OS, OS adalah teman dekat SB semenjak duduk di bangku SMP. Tetapi mereka berpisah di SMA dan baru bertemu lagi setelah kuliah di Semarang. Walaupun mereka tidak satu Universitas, tetapi mereka masih sering bertemu dan bermain bersama. Diharapkan dengan kedekatan mereka OS dapat memberikan informasi yang lengkap dan mendalam.


(43)

27

Informan kedua bernama EM. EM adalah teman satu kos AA, walaupun AA dan EM tidak satu kamar, tetapi AA kerap bercerita mengenai masalah pribadinya dengan EM. EM lebih muda 4 semester dibawah AA. EM diharapkan dapat memberikan informasi dan data yang lengkap mengenai AA.

3.4.

Metode dan Alat Pengumpul Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan metode observasi dan wawancara. Sebagai tehnik dan pengumpulan data pelengkap, dilakukan penggunaan alat tes psikologi. Alat tes psikologi yang digunakan berupa tes grafis, berupa DAP (Draw a Person), BAUM, dan HTP (House Tree Person). Alat tes psikologi digunakan dalam penelitian dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana tipe kepribadian subjek yang secara tidak langsung mempengaruhi perilakunya, terutama yang berkaitan dengan pemilihan orientasi seksual.

3.4.1. Wawancara

Moleong (2005: 186) menjelaskan bahwa wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Pendapat lain diutarakan oleh Hadi (dalam Rahayu dan Ardhani dan Ardani, 2004: 63) yang mengemukakan pengertian wawancara sebagai sebuah metode pengumpulan data dengan jalan tanya jawab sepihak yang dikerjakan dengan sistematik dan berlandaskan kepada tujuan penyelidikan. Sepihak yang dimaksud menerangkan perbedaan tingkat kepentingan antara kedua belah pihak. Wawancara berupa percakapan langsung dan tatap muka (face to face) dengan maksud tertentu.


(44)

Percakapan dilakukan oleh kedua pihak yakni pewawancara (interviewer) dan yang diwawancarai (interviewee).

Metode wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara terbuka atau wawancara semi terstruktur. Wawancara terbuka dilakukan agar subjek penelitian mengetahui maksud dan tujuan mereka diwawancarai, serta secara sukarela tanpa paksaan menyetujui pelaksaan wawancara. Wawancara semi terstruktur menggunakan seperangkat pertanyaan yang telah baku (terstruktur) namun tidak menutup kemungkinan pertanyaan disesuaikan dengan kondisi maupun situasi subjek. Peneliti juga menggunakan alat bantu recorder, pena, dan kertas untuk memudahkan proses wawancara.

Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengungkap beberapa hal yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Hal tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

a).Identitas subjek 1). Nama

2). Usia Saat Wawancara

3). Usia Awal Berpacaran dengan Laki-laki

4). Usia Awal Berpacaran dengan Sesama Perempuan 5). Alamat

6). Tinggal Bersama 7). Hobi


(45)

29

8). Pendidikan b).1. Riwayat Subjek

a. Masa Kecil b. Masa Remaja c. Masa Sekarang

d. Hubungan dengan Orangtua e. Masalah yang Timbul

2. Persepsi Subjek Terhadap Situasi yang Dialami

Wawancara dalam penelitian ini dilakukan pada subjek penelitian langsung atau si pelaku lesbian sebagai narasumber primer penelitian. Sedangkan narasumber sekunder yaitu berasal dari teman subjek digunakan sebagai cross check terhadap data-data yang diperoleh dari subjek penelitian. Narasumber primer dalam penelitian ini akan diambil sebanyak 2 orang, sedangkan narasumber sekunder ada 2 orang. 3.4.2. Observasi

Observasi digunakan untuk melengkapi instrumen utama pengambilan data. Menurut Rahayu dan Tristiadi (2004: 1), observasi adalah pengamatan yang bertujuan untuk mendapatkan data tentang suatu masalah, sehingga akan diperoleh suatu pemahaman atau sebagai alat re-checking atau pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya.

Observasi yang dilakukan oleh peneliti bertujuan untuk mendeskripsikan mengenai setting yang dipelajari, aktivitas-aktivitas yang berlangsung, orang-orang


(46)

yang terlibat dalam aktivitas tersebut, serta untuk mengetahui makna kejadian yang akan dilihat dari perspektif individu-individu yang terlibat dalam kejadian yang sedang diamati. Pendeskripsian mengenai kejadian-kejadian ini haruslah kuat, faktual sekaligus teliti tanpa tercemari oleh berbagai hal yang tidak relevan dengan penelitian yang dilakukan. Jadi, melalui observasi peneliti ingin mempelajari setting, aktivitas, lingkungan dan perspektif kaum lesbian yang sebelumnya sudah pernah berpacaran dengan laki-laki.

Terdapat beberapa alasan penggunaan observasi atau pengamatan dalam penelitian kualitatif yaitu sebagai berikut (Guba dan Lincoln dalam Moleong 2005: 174):

a. Observasi didasarkan atas pengalaman secara langsung.

b. Observasi memungkinkan melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan yang sebenarnya. c. Memungkinkan peneliti mencatat peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan

pengetahuan proporsional maupun pengetahuan yang diperoleh dari data.

d. Digunakan sebagai pelengkap wawancara karena terkadang terjadi keraguan atau kekeliruan sehingga observasi dapat digunakan untuk mengecek hal tersebut. e. Memungkinkan peneliti mampu memahami situasi-situasi yang rumit.

f. Dapat digunakan untuk kasus-kasus tertentu yang tidak dapat menggunakan metode lain.

Observasi dilaksanakan ketika peneliti berinteraksi dengan narasumber, baik sebelum wawancara, saat proses wawancara, setelah wawancara maupun waktu


(47)

31

khusus untuk mengamati keseharian narasumber di lokasi kegiatan. Penelitian ini menggunakan jenis observasi non-partisipan dimana observer tidak turut ambil bagian sepenuhnya dalam kehidupan observee (Rahayu dan Ardhani, 2004: 11).

Adapun observasi yang dilakukan terhadap subjek antara lain :

a). Kondisi Umum (penampilan fisik dan kondisi lingkungan tempat tinggal dan lokasi kegiatan

b). Aktivitas narasumber (kegiatan dikampus, kegiatan ekstrakulikuler narasumber, aktivitas sehari-hari diluar jam kampus)

c). Dinamika psikologis narasumber (karakter narasumber, kecenderungan perilaku yang tampak atau kebiasaan responden, dan sikap yang ditampilkan responden pada saat wawancara)

d). Interaksi sosial narasumber (hubungan responden dengan sesama teman dikampus, dan hubungan responden dengan teman kos)

Alat observasi yang digunakan adalah catatan lapangan, dimana peneliti mencatat secara deskriptif hal-hal yang dianggap penting saat observasi. Dalam hal ini, peneliti bebas membuat catatan. Pencatatan tidak dilakukan langsung pada saat di lapangan karena dapat mempengaruhi perilaku alamiah narasumber sehingga pencatatan dilakukan segera mungkin setelah peneliti meninggalkan lapangan.

Bodgan dan Biklen dalam Moleong (2006: 209) mengartikan Catatan Lapangan sebagai catatan tertulis tentang apa yang didengar, dilihat, dialami dan dipikirkan dalam rangka pengumpulan data dan refleksi terhadap data dalam penelitian


(48)

kualitatif. Penemuan pengetahuan ataupun teori harus didukung dengan data yang kongkret dan bukan ditopang oleh yang berasal dari ingatan observer saja.

3.4.3. Dokumentasi

Dokumentasi dilakukan untuk mendukung dan menunjang tehnik wawancara dan observasi dalam mengumpulkan data. Adapun dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa penggunaan alat tes psikologis berupa DAP (Draw a Person),BAUM dan HTP (House Tree Person).

3.5.

Keabsahan Data

Keabsahan data merupakan derajat kepercayaan data. Menurut Moleong (2005:

320-321), yang dimaksud dengan keabsahan data adalah setiap keadaan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

(1) Mendemonstrasikan nilai yang benar.

(2) Menyediakan dasar agar hal itu dapat diterapkan.

(3) Memperbolehkan keputusan luar yang dapat dibuat tentang konsistensi dari prosedur dan kenetralan dari temuan dan keputusan-keputusannya.

Dalam penelitian kualitatif, untuk menetapkan keabsahan data diperlukan kriteria dan teknik pemeriksaan. Adapun kriteria dan teknik pemeriksaan keabsahan data sebagai berikut (Moleong, 2005: 327) :


(49)

33

Kriteria Teknik Pemeriksaan

Kredibilitas (derajat kepercayaan) 1. Perpanjangan keikutsertaan 2. Ketekunan pengamatan 3. Triangulasi

4. Pengecekan sejawat 5. Kecukupan referensial 6. Kajian kasus negatif 7. Pengecekan anggota

Keteralihan 8. Uraian rinci

Kebergantungan 9. Audit kebergantungan

Kepastian 10.Audit kepastian

Berdasarkan teknik-teknik pemeriksaan keabsahan data tersebut, penelitian ini hanya menggunakan teknik ketekunan pengamatan di lapangan dan teknik triangulasi. Menurut Moleong (2005: 329), ketekunan pengamatan bermaksud menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci.

Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (Rahayu dan Ardhani, 2004: 142). Peneliti membandingkan dengan data-data yang diperoleh melalui narasumber dan informan dalam triangulasi tersebut. Moleong, (2005: 330) menjelaskan bahwa triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Patton (dalam Moleong, 2005: 330) menyatakan bahwa triangulasi dengan sumber


(50)

berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif.

Peneliti berusaha untuk tekun selama melakukan pengamatan di lapangan. Hal ini dilakukan untuk memastikan keabsahan data yang diperoleh. Data yang diperoleh peneliti melalui wawancara dan observasi pada SB dan AA akan di crosschek dengan data-data yang diperoleh dari kedua informan, OS, EM. Hal tersebut sebagai pembanding data yang diperoleh dari SB dan AA dengan menggunakan sesuatu yang lain di luar data itu. Pengecekan dilakukan untuk menghindari adanya bias dan kesalahan dalam menginterpretasikan data yang diperoleh.

Pembanding data yang digunakan diharapkan dapat memperkuat keabsahan data yang diperoleh selama proses penelitian berlangsung. Peneliti menggunakan informan OS dan EM dikarenakan keduanya memiliki hubungan dan kedekatan dengan SB dan AA. OS dan EM diharapkan dapat menjadi pembanding data yang tepat untuk setiap informasi yang diperoleh dari SB dan AA. Hal-hal yang akan di-crosscheck kepada kedua informan sesuai dengan unit analisis penelitian ini.

3.6.

Metode Analisis Data

Apabila data yang diperoleh di lapangan sudah terkumpul, maka dilakukan analisis data. Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang diperoleh dalam penelitian yang meliputi wawancara yang dilakukan dengan subjek, pengamatan atau observasi, serta hasil rekaman dari wawancara yang telah dilakukan.


(51)

35

Menurut Sugiyono (2012: 89), analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.

Peneliti melakukan analisis data pada saat pengumpulan data berlangsung serta setelah pengumpulan data pada periode tertentu. data yang diperoleh dalam penelitian seperti hasil wawancara dan observasi yang dianalisis. Sugiyono (2012: 91) mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data, yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing / verification.

a. Data Reduction atau reduksi data

Data yang diperoleh di lapangan seperti hasil dari wawancara dan observasi yang jumlahnya cukup banyak, perlu dicatat secara rinci dan teliti. Menurut Sugiyono (2012: 92), mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Peneliti melakukan reduksi data untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas serta mempermudah untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya (apabila diperlukan). Reduksi data yang dilakukan oleh peneliti adalah dengan merangkum dan memilih hal-hal yang penting dari hasil observasi dan wawancara sehngga dapat menjawab rumusan masalah.


(52)

Langkah selanjutnya setelah melakukan reduksi data adalah melakukan penyajian data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya (Sugiyono, 2012: 95). Penyajian data yang paling sering digunakan dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif seperti halnya yang digunakan oleh peneliti. Apabila peneliti melakukan penyajian data, maka akan mempermudah untuk memahami apa yang terjadi serta merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah diahami tersebut.

c. Conclusion Drawing/Verification

Langkah selanjutnya yang dilakukan dalam menganalisis data adalah melakukan conclusion drawing/verification atau penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada (Sugiyono, 2012: 99). Hasil temuan yang ditemukan oleh peneliti dapat berupa gambaran dari suatu objek yang sebelumnya masih belum jelas, sehingga setelah diteliti menjadi jelas.


(53)

37

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1.

Proses Penelitian

Observasi awal terhadap subyek sebagai narasumber dalam penelitian dilakukan terlebih dahulu sebelum melakukan penelitian. Observasi awal dilakukan untuk mengetahui lebih jelas gambaran kondisi subyek sehingga akan lebih memudahkan proses pelaksanaan penelitian. Hal ini dilakukan juga sebagai bentuk pendekatan dan penyesuaian sejak awal terhadap subyek agar terbina hubungan yang baik selama penelitian berlangsung.

Observasi dan identifikasi awal dilakukan dengan diawali pernyataan ketersediaan sebagai subjek penelitian, hal ini diperlukan untuk membangun kepercayaan yang kuat oleh subyek terhadap peneliti.

Peneliti melakukan pengamatan, dan wawancara awal yang dilakukan selama observasi awal. Kegiatan tersebut dilakukan terhadap subyek dan sejumlah informan pendukung untuk memperoleh data-data informasi penelitian. Awalnya peneliti mengalami kesulitan dalam memperoleh data dalam penelitian. Selain itu berbagai kesibukan yang dimiliki subyek menjadi kesulitan bagi peneliti untuk melakukan interaksi selama penelitian berlangsung.

Berdasarkan pertimbangan dan informasi yang diperoleh melalui observasi awal maka dipilih SB dan AA sebagai subyek utama dalam penelitian. Subyek SB


(54)

merupakan seorang mahasiswi jurusan Sistem Informasi di salah satu Universitas Swasta di Semarang yang digali informasinya sehubungan dengan tema penelitian. Pada penelitian ini juga diperoleh informasi data dari subyek sekunder/informan yaitu OS yang nantinya akan sangat membantu dalam proses pengolahan data. Peneliti menggunakan satu orang informan untuk melakukan pengecekan pada data yang diperoleh dari SB. Subyek kedua adalah AA seorang mahasiswi semester 10 di salah satu Universitas Negeri di Semarang. Dan peneliti menggunakan satu orang informan yaitu EM untuk melakukan pengecekan pada data yang diperoleh dari AA.

Metode pengumpulan data yang digunakan untuk mendukung penelitian adalah wawancara dan observasi. Sebagai teknik pengumpulan data pelengkap, dilakukan perekaman dan juga alat tes psikologi. Penggunaan metode tersebut diharapkan dapat merinci fenomena yang diteliti. Alat yang digunakan untuk merekam proses wawancara melalui media telepon genggam peneliti. Tidak terdapat kendala yang begitu berarti menyangkut penggunaan alat perekam saat proses wawancara. Pada penelitian ini juga digunakan alat tes psikologi berupa tes grafis. Alat tes grafis yang digunakan berupa DAP (Draw A Person), BAUM, dan HTP (House Tree Person). Alat tes psikologi digunakan dalam penelitian dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana tipe kepribadian subyek secara umum yang secara tidak langsung mempengaruhi perilakunya, terutama yang berkaitan dengan pemilihan orientasi seksual subjek.

Pelaksanaan wawancara mendalam dan observasi yang intens berlangsung pada bulan Desember 2013 dan Maret 2014. Proses wawancara terhadap subyek dilakukan


(55)

39

beberapa kali pertemuan agar diperoleh lebih banyak informasi dan dan lebih mendalam. Wawancara dengan subyek pertama SB berlangsung pada hari Jumat, 27 Desember 2013 dan 12 Maret 2014. Wawancara dengan subyek kedua AA berlangsung pada hari Rabu, 25 Desember 2013 dan 13 Maret 2014. Selain itu, peneliti juga melakukan pengecekan data melalui masing-masing satu orang informan yang merupakan teman terdekat subyek. Wawancara dengan informan pertama OS berlangsung pada hari Rabu, 26 Maret 2014. Wawancara dengan informan kedua EM berlangsung pada hari Jumat, 21 Maret 2014.

Secara keseluruhan proses wawancara dengan subyek berjalan dengan baik walau ada beberapa penghambat proses tersebut berlangsung. Beberapa hal yang menjadi penghambat antara lain:

(1) Beberapa kali subyek mendapat telepon atau sms yang terkadang sedikit mengganggu proses wawancara.

(2) Subyek memiliki aktivitas yang cukup menyita waktunya, subyek pertama sedang disibukkan dengan kegiatannya menyelesaikan skripsi, bahkan setelah lulus subjek sibuk mencari pekerjaan. Lalu subyek yang kedua sedang sibuk melakukan penelitian skripsinya. Praktis waktu untuk melakukan wawancara juga terbatas.

4.2.

Identitas Subjek dan Informan


(56)

Penelitian ini melibatkan berbagai pihak yang mempunyai peranan penting untuk mendukung penelitian ini, agar mendapatkan hasil yang baik. Berbagai data informasi diperoleh melalui subjek utama dan informan penelitian. Berikut ini merupakan identitas dari subjek primer dan subjek sekunder/informan :

(1) Subyek Primer Pertama

Nama : SB

Kode : A

Usia : 23 tahun Pekerjaan : Mahasiswi Domisili : Semarang Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam (2) Subyek Primer Kedua

Nama : AA

Kode : B

Usia : 26 tahun Pekerjaan : Mahasiswi Domisili : Semarang Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam (3) Informan Pertama


(57)

41

Kode : C

Usia : 24 tahun Pekerjaan : Mahasiswi Domisili : Semarang Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam (4) Informan Kedua

Nama : EM

Kode : D

Usia : 20 tahun Pekerjaan : Mahasiswi Domisili : Semarang Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam

Informasi yang diperoleh peneliti dari SB dan AA akan di crosscheck dengan informasi dari OS dan EM. Hal tersebut dilakukan untuk memenuhi syarat keabsahan data penelitian yang diperoleh.

4.2.2. Keterangan Koding

Setelah data diperoleh maka tahap selanjutnya yang dikerjakan adalah analisis data. Tahap analisis data pada penelitian kualitatif memerlukan beberapa tahap pengolahan. Tahap pertama sebelum melakukan analisis data adalah melakukan


(58)

koding dengan membubuhkan kode-kode pada data yang diperoleh. Hal ini bertujuan untuk mengorganisasi dan mensistemasi data secara lengkap dan mendetail sehingga data dapat memunculkan gambaran tentang topik yang dipelajari. Tahap selanjutnya yaitu mempelajari data dan menandai kata-kata kunci serta gagasan yang ada dalam data, menemukan tema-tema yang berasal dari data, kemudian melakukan penafsiran data yaitu berpikir dengan jalan membuat agar kategori data itu mempunyai makna, mencari dan menemukan pola-pola hubungan serta membuat temuan-temuan umum. Penguat data diperoleh dari pernyataan subyek. Sesekali subyek menggunakan bahasa Indonesia yang baku namun tidak jarang subyek juga menggunakan bahasa atau istilah-istilah pergaulan dan bahasa jawa daerahnya. Istilah-istilah tersebut diketik dengan cetak miring untuk membantu mempermudah dalam membedakan istilah bahasa. Adapun kode yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

(1) Kode A : data subyek satu

(2) Kode A1 : wawancara pertama dengan subyek satu (3) Kode A2 : wawancara kedua dengan subyek satu (4) Kode B : data subyek dua

(5) Kode B1 : wawancara pertama dengan subyek dua (6) Kode B2 : wawancara kedua dengan subyek dua (7) Kode C : data informan dari subyek satu

(8) Kode C1 : wawancara dengan informan dari subyek satu (9) Kode D : data informan dari subyek dua


(59)

43

(11) Kode W : pertanyaan

(12) Kode W1 : pertanyaan pertama (13) Kode W2 : pertanyaan kedua…dst (14) Kode O : observasi

(15) Kode enam digit angka menunjukkan tanggal pelaksanaan wawancara.

Berikut ini adalah uraian temuan-temuan yang diperoleh mulai dari proses penelitian sampai dengan data hasil penelitian dari masing-masing kasus, baik dari hasil wawancara, dan observasi, maupun tes grafis.

4.3.

Temuan Penelitian

4.3.1. Pemilihan Orientasi Seksual pada Subjek Satu 4.3.1.1. Latar Belakang Subjek

Sehari-hari ibu SB jarang dirumah karena bekerja hingga malam. SB menilai keluarganya saat ini harmonis dan baik-baik saja, tidak seperti masa kecil SB, keluarganya kurang bahagia karena tidak memiliki uang.

….tapi mamaku….. jarang dirumah. Paling kalo malem. Soalnya dia kerja sampe sore. (A2-W40:120314)

4.3.1.2. Faktor-Faktor Penyebab Pendorong Menjadi Lesbian

Awal mula SB menjadi lesbian karena dekat dengan R. SB memilih menjadi lesbian karena SB merasa lebih nyaman dengan wanita. SB merasa wanita lebih pengertian. Dan jika berpacaran dengan lelaki SB merasa was-was takut hamil, seperti yang terjadi pada tahun 2012 SB mempunyai pengalaman hamil sampai usia 2


(60)

bulan dengan lelaki bernama X yang bukan kekasihnya, lalu SB gugurkan berdua dengan obat penggugur yang diberikan oleh X. Sejak saat itu SB enggan mempunyai kekasih lelaki.

Ya ga ada ceritanya, sebenernya kan awalan tuh aku deket ama si R (wanita) itu. aku tau dia lesbi, waktu itu aku pacaran ama siapa yah… hmmm, D (lelaki) kalo ga salah. Aku tetep maen ama si R, terus R tuh intens sms aku ada sebulan-an, aku kan gemes yah waktu main di kosnya R, aku cium aja bibirnya R, eh dia diem aja yauda akhirnya aku makin deket terus jadian ama dia. Ehh… sampe sekarang malah keterusan. Hahaha (A1:W16-271213)

Aku lebih nyaman ama cewe. Terus kalo minta apa-apa dikasih. Terus lebih ngertiin. Kalo ama cowo dikasih sih, cuman kalo cowo pasti kan dia minta imbalan balik. Nah kalo pacaran ama cowo itu juga was-was aku takut hamil. Aku pernah sekali hamil sampai usia 2 bulan sama cowok padahal dia bukan pacarku. Kira-kira waktu tahun 2012 sama X, terus itu aku gugurin bareng sama dia, minum obat yang dibeliin dia. Gara-gara itu terus aku males punya pacar cowok lagi. Padahal sebelum kejadian itu walaupun aku punya pacar cewe aku tetep pacaran sama cowo. Nek sama cewe kan engga. Jadi lebih sreg ama cewe hehehe (A1:W14-271213)

SB mempunyai pengalaman buruk sewaktu bermain dengan teman-teman lelaki. Teman lelaki SB tidak menghargai SB dan terkadang kurangajar. Sewaktu SB mabuk, SB digerayangi dan diajak ke hotel. SB bercerita bahwa ketika dihotel dalam keadaan setengah sadar SB diajak berhubungan dengan lebih dari satu orang.

Bedanya kalo main ama cowo… kadang cowo suka kurangajar.. ga ngehargain aku.(A2:W62-120314)

Iya pernah.. pas lagi dugem digrepe-grepe terus diajakin ke hotel… (A2:W64 -120314)

……Aku gatau gimana ceritanya pokoknya waktu itu kan abis dugem terus aku mabok eh tau-tau aku diajakin ke hotel. Pas dihotel itu kan aku setengah sadar, kayanya sih ya aku berhubungan nggak cuman sama satu orang. (A2:W66-120314)

Senada dengan SB, OS pun mengatakan penyebab SB menjadi lesbian adalah karena ingin mengimbangi gaya hidup teman-teman SB yang glamour, lalu SB


(61)

45

meminta uang dari kekasih wanita SB. Menurut OS, SB mencari kekasih wanita karena bila berpacaran dengan pria SB takut hamil.

Kayanya sih karena dia pingin mengimbangi gaya hidup glamour dari temen-temennya mba, tapi juga dia ga bisa minta lebih sama orang tua. Makanya dia minta uang dari pacarnya. Dia cari pacar cewe, soalnya kalo dia pacaran sama cowo kan barangkali hamil mba. Mungkin itu alasan dia milih jadi lesbian. (C1:W74-260314)

4.3.1.3. Relasi dengan Pasangan Homoseksual

Pemuasan seksual SB dengan kekasih wanita SB hampir sama seperti hubungan antara lelaki dengan perempuan tetapi menggunakan tangan. Intensitas SB berhubungan tergantung intensitas pertemuan mereka, dalam sebulan minimal satu kali SB mengunjungi kekasih wanita SB. SB merasa melakukan hubungan intim dengan perempuan terasa lebih enak daripada dengan lelaki karena lelaki mudah ejakulasi.

…..Kalo ama cewe aku uda pacaran 4 kali….. (A1:W32-271213)

Hahahahahaha.. ya gitu, hampir sama aja kaya kalo cewe sama cowo…. Hahaha…Cuma kan pake tangan lah sampe klimaks. Kalo uda senut-senut tuh berenti ahahaha. (A2:W94-120314)

Menurutku tuh enakan sama cewe lhoo. Kalo sama cowo aku gak pernah puas. Hahahahhaa. Soalnya cowo tuh dikit-dikit pasti udah keluar kalo cewe kan bisa lama. (A2:W100-120314)

SB mengaku dirinya menjadi lebih possesiv, lebih kasar, dan lebih egois semenjak menjalin hubungan dengan sesama jenis daripada dahulu berpacaran dengan lelaki.


(62)

Kegiatan SB sehari-hari dirumah saat ini hanya beres-beres rumah, mencari pekerjaan, dan membantu orangtua. Jika sedang berkumpul dirumah SB sering dinasehati untuk segerta mencari pacar, bekerja, dan menikah. Saat ini SB sering menghabiskan waktunya dirumah dengan adik SB.

Kedua orangtua SB tidak mengetahui jika SB lesbian. Saat ini SB belum ingin memberitahu karena takut diusir dan tidak mendapat warisan. Namun SB berkeinginan suatu saat kedua orangtua mengetahui kalau SB lesbian karena sudah serius dan nyaman dengan kekasih SB saat ini.

Harapannya….. aku bisa coming out. Pengin coming out tapi aku tuh mikir, aduhhhh ntar aku diusir. Ya, ntar aku ga dapet warisan. Kan mikirnya gitu. (A2:W104-120314)

Menurut OS, interaksi dalam keluarga SB baik-baik saja, ayah SB sudah sangat memperhatikan SB, hanya ibu SB saja yang kurang memperhatikan secara mendalam sehingga tidak mengetahui perubahan kelakuan SB.

Tetangga SB tidak mengetahui SB adalah lesbian. Status SB sebagai lesbian tidak menghalangi SB berinteraksi dengan dunia luar. Teman-teman SB yang mengetahui SB lesbian pun tidak menjauhi SB.

Berbeda dengan SB, OS menganggap pengakuan SB sebagai lesbian mengganggu interaksi sosial SB karena orang akan memandang SB minus, akan tetapi SB terkesan cuek. Setelah mengaku lesbian diantara teman-temannya, OS bercerita bahwa SB semakin mencintai kekasih lesbian SB dan mencintai dirinya sebagai lesbian, bahkan SB berniat menikah dengan kekasih wanita SB saat ini.


(63)

47

Justru dia semakin mencintai pacar wanitanya, semakin mencintai dirinya sebagai lesbian. (C1:W66-260314)

Justru malah semakin menjadi. Dia malah bertujuan buat nikah sama pacar cewe nya kok. (C1:W60-260314)

OS merasa terganggu jika SB memajang foto dengan kekasih lesbian SB di BBM dengan pose yang mengganggu. OS berharap SB tidak terlalu sering memajang foto dengan pasangan lesbian SB agar oranglain tidak memandang SB negative.

Sejauh ini sih gak terlalu ya. Tapi kalo dia pasang foto berdua sama pacar cewe nya di BBM, terus fotonya tuh yang posenya gitu yah agak ganggu. Agak risih Aku sih ngeliatnya antara seneng dan sedih gitu, … (C1:W70-260314)

4.3.2. Pemilihan Orientasi Seksual pada Subjek Dua 4.3.2.1. Latar Belakang Subjek

Sebagai anak terakhir, AA paling dimanja oleh ibu AA. AA paling dekat dengan kakak terakhir yang berusia tidak berbeda jauh dengan AA. Ayah AA adalah seorang petani di sawah dan di kebun, dan ibu AA adalah ibu rumah tangga yang kadang berjualan. Semasa AA kecil ibu AA masih aktif berjualan kesana kemari mencari barang dagangan sehingga jarang berada dirumah.

4.3.2.2. Faktor-Faktor Pendorong Penyebab Menjadi Lesbian

AA merasa kehidupan heteroseksual bukanlah kehidupan yang AA inginkan. Dalam keluarga AA tidak ditemukan riwayat lesbian.

Aku ga punya alasan. Aku ki ga pernah memilih yoo.. aku cuma njalani naluri ku. Aku be my self, wes gedi wes tuo ngene aku wegah ngapusi, berpura-pura. (B1:W24-251213)


(64)

Aku ketoke ndelok kehidupan yang heteroseksual ki piye yo, aneh banget kayae bukan diriku banget. Kayae susah banget merefleksikan dalam diriku ahahahaha. Bukan yang saya inginkan.(B2:W134-130314)

AA tidak mempunyai trauma sewaktu kecil maupun trauma dengan lelaki. AA tidak membenci lelaki. AA mencintai lelaki, AA hanya tidak bisa jatuh cinta dengan lelaki. Sedari kecil AA sudah menginginkan wanita. Sewaktu SD kelas 1 AA menyukai teman perempuannya, tetapi AA merasa bersalah karena konsep yang AA ketahui jika lelaki berpasangan dengan perempuan. Namun semenjak AA remaja dia mendapatkan banyak informasi tentang homoseksual dari buku-buku.

…….Aku kit ndisik rak seneng karo cowok. Piye yoo bukannya aku benci ama cowok. (B1:W10-251213)

…Aku selalu melihat cewe. Bener-bener menginginkan cewe. (B1:W24-251213) …Aku seneng cewe kit kelas 1 SD. Ono koncoku SD sing lucu manis banget hahaha. (B1:W24-251213)

4.3.2.3. Relasi dengan Pasangan Homoseksual

Semasa SMA, AA tidak memiliki kekasih, AA masih memilah-milah apa yang terjadi dalam diri AA. Selepas SMA, AA bekerja selama 3 tahun di 3 tempat berbeda, yaitu di Batam, Singapore, dan Malaysia sebelum akhirnya memutuskan untuk berkuliah. Semasa berkerja di Malaysia, AA pernah berpacaran dengan seorang lelaki dari Vietnam, namun hal itu tidak berlangsung lama karena mereka hanya berpacaran selama 6 bulan karena AA merasa tidak memiliki koneksi dengan kekasih AA.

Nek hubungan koyo pacaran ki kan memerlukan koneksi ya, tapi aku ki rak iso dekat secara emosi sama cowo. Ya bisa dikatakan ga nyaman, dan saya berusaha berpura-pura memalsukan diri saya sendiri. (B1:W42-251213)


(65)

49

Sampai saat ini AA sudah 4 kali berpacaran dengan wanita, yang pertama sekitar tahun 2008 akhir AA berpacaran dengan perempuan asal Malaysia berinisial L yang satu kantor dengan AA, AA putus dengan L karena AA menganggap L adalah orang yang aneh. Pacar kedua AA berinisial A, AA dan A berpacaran sekitar tahun 2009. A berasal dari Semarang. Mereka berpisah karena A lebih memilih bersama lelaki lain. Pacar wanita AA yang ketiga ini berasal dari Amerika, berinisial DC. AA dan DC berpacaran pada tahun 2012. AA menganggap bahwa DC adalah cinta sejati AA. Sampai saat ini AA masih merasa sesak dan sangat menyesal jika mengingat DC. Pacar wanita AA yang terakhir berinisial M. Mereka berpacaran sejak bulan September 2013. M tinggal di Jogja tetapi M berencana pindah kerja di Kalimantan. Sekarang hubungan M dengan AA sedang break.

Intensitas berhubungan AA dengan kekasih wanita AA tergantung dari pertemuan karena menjalani hubungan jarak jauh. AA belum pernah melakukan hubungan seksual dengan pria. Dalam pemuasan seksual dengan kekasih wanita, AA melakukan oral seks.

…….Yo sampe ke hubungan intim.……Oral seks…. Pake tangan juga kadang -kadang. Yo campur aduk lah ga monoton. Sui yooo, sak mareme ahahahaa.. (B2:110-130314)

AA dengan kekasih wanita AA, tidak pernah berganti-ganti peran. AA selalu berperan melindungi. Dalam hubungan percintaan AA dengan kekasih wanita AA tidak pernah ada orang ketiga, baik dari pihak AA maupun kekasih wanita AA


(66)

Kegiatan sehari-hari AA adalah pergi ke kampus, bimbingan, lalu dikos bersama teman-teman kos dan chatting dengan kekasih wanita AA, jika sedang berada dirumah sehari-hari hanya didepan TV karena AA anak terakhir dan semua kakak AA sudah berkeluarga.

AA sadar bahwa tetangga di daerah tempat tinggal AA mengetahui bahwa AA seorang lesbian. AA menganggap bahwa lebih baik berperilaku apa adanya daripada menutupi status lesbian. Karena AA beranggapan bahwa jika AA bahagia dengan hidup yang sekarang sebagai lesbian, maka orangtua AA pun akan ikut berbahagia.

AA tidak dijauhi oleh teman-teman dekat karena menjadi seorang lesbian. AA beranggapan bahwa lesbian tidak menghalangi AA berinteraksi dengan dunia luar. Pada awalnya AA beranggapan bahwa teman-teman dekat AA memasang standar untuk AA. Namun semakin lama AA menyadari bahwa teman-teman AA sudah mulai terbiasa.

Hal ini sependapat dengan pengakuan EM, bahwa teman kos AA sering meminta AA untuk mencari kekasih lelaki, namun EM tidak memaksa, EM memberikan kebebasan pilihan untuk AA. Dampak AA mengaku sebagai lesbian kepada teman AA adalah terjadinya banyak pro dan kontra. Tetapi itu semua tidak berpengaruh kepada diri AA karena ia menerima diri AA sebagai lesbian. AA tidak mengikuti komunitas perkumpulan para lesbian. Sekalipun bertemu dengan para lesbian AA hanya sekedarnya saja.


(67)

51

EM menganggap bahwa penampilan AA yang sangat maskulin terkadang mengganggu teman-teman. EM juga bercerita bahwa kegiatan AA berpacaran dengan kekasih wanita AA lewat Skype terkadang mengganggu EM dan teman-teman kos.

4.3.3. Hasil Observasi Subjek Satu

a). Kondisi umum subjek 1. Kondisi fisik subjek

SB memiliki ciri fisik secara umum berkulit putih langsat dengan rambut panjang lurus yang selalu terurai. Tinggi badan SB sekitar 158 cm dengan berat badan kira-kira 53 kg. Badan SB tidak terlalu gemuk. Dalam berpenampilan, SB selalu memakai pakaian yang seksi dan menunjukan lekuk tubuh. Dalam keseharian dikampus, SB memakai jilbab yang sangat modis, namun diluar kampus tidak mengenakan jilbab. SB selalu terlihat cerah dengan memakai make-up tipis di wajah.

2. Kondisi tempat tinggal subjek

Pada awal penelitian SB adalah mahasiswi semester akhir di salah satu Universitas Swasta di Semarang. SB tinggal di dekat kampus. Lokasi kos SB dengan kampus hanya berjarak 5 menit menggunakan kendaraan bermotor. Kos SB nampak sederhana dengan memiliki 8 kamar.

Namun saat ini SB sudah lulus dan sedang mencari pekerjaan. SB tinggal di Tegal bersama kedua orangtua dan adik. Rumah SB terletak di sebuah gang kecil dengan rumah yang sederhana.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)