BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rumah sakit merupakan salah satu fasilitas sarana vital bagi masyarakat. Peran rumah sakit sebagai mediafasilitas sosial yang mencakup pelayanan
kesehatan, penelitian, pendidikan dan sebagainya dituntut memiliki sumber daya yang mampu mendukung aktivitasnya.
Peralatan medis merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan kepada pasien. Pelayanan kesehatan yang
saling terintegrasi perlu didukung dengan adanya peralatan yang selalu berada dalam kondisi baik, layak pakai serta aman bagi pasien dan pengguna.
Rumah sakit memiliki berbagai fasilitas kesehatan yang perlu diperbaiki pelayanannya seperti poliklinik. Poliklinik yang biasa terdapat pada rumah sakit
umum berupa poli jantung, penyakit dalam, THT, anak, paru, neuro, gigi, psikiatri, PRU, rematologi, gastro, kulit dan kelamin, mata, VCT, PIH, urologi,
pulmo, psikomatik, hemato, paru, dan akupuntur. Bagian Telinga Hidung Tenggorokan THT merupakan salah satu bagian
dari poliklinik dan memiliki peran penting dalam pelayanan kesehatan. Bagian THT ini menggunakan berbagai peralatan dalam kegiatannya seperti
laryngoscope, citoject sellaco, lampu halogen, tongue spatel, speculum hidung, garputala, ear speculum, dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
Penggunaan alat laryngoscope dapat dilihat pada riset “Effects of a Suction Laryngoscope in a Model with Simulated Severe Airway Hemorrhage” Thomas
MD, 2008 yang menunjukkan penguunaan alat laryngoscope dilakukan untuk memperbaiki intubasi di saluran udara yang sangat sulit dengan pendarahan
laringtenggorokan yang parah. Intubasi menggunakan alat laryngoscope dengan waktu dan penempatan yang tepat perlu dilakukan untuk mengurangi resiko
hipoksia penurunan oksigen pada jaringan tubuh, hiperkapnia peningkatan kadar karbon dioksida dalam tubuh, kurangnya pemberian oksigen dan
hipoventilasi pada pasien. Fungsi alat laryngoscope lainnya yaitu untuk membantu dalam intubasi selama proses anestesi umum atau ventilasi mekanik
dan mendeteksi cedera pada tenggorokan. Permasalahan yang terjadi yaitu adanya kebutuhan emosional dokter muda
co-ass pada umumnya yaitu pada bentuk pegangan alat dan dimensi alat yang tidak sesuai dengan keinginan pengguna. Rekapitulasi kuisioner terhadap keluhan
terhadap penggunaan alat laryngoscope dapat dilihat seperti pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Rekapitulasi Kuisioner Pendahulan Jenis Keluhan
Jumlah Responden
Bentuk Pegangan Alat 10
Pencahayaan 6
Dimensi Alat 10
Sterilisasi Alat 4
Sumber : Pengumpulan Data
Universitas Sumatera Utara
Alat laryngoscope yang digunakan di bagian THT RSU Dr.Pirngadi Medan menggunakan jenis macintosh laryngoscope memiliki panjang pegangan
yaitu 200 mm, jenis lampu senter yaitu welch allyn hpx lamp 0600 dan jenis baterai lampu senter yaitu welch allyn pocket scope handle ini memiliki harga jual
mahal bagi konsumen yaitu Rp. 2.900.000 yang membuat perusahaan perlu memperhatian upaya untuk mereduksi biaya produksi alat tanpa mengurangi nilai
dari alat tersebut. Berdasarkan permasalahan tersebut dilakukan perbaikan rancangan alat
laryngoscope berdasarkan kebutuhan emosional pengguna dengan meggunakan metode Kansei Engineering, yang dintegrasikan dengan metode Quality Functions
Development QFD untuk mengetahui keinginan pengguna, dan metode Value Engineering untuk mengurangi biaya produksi alat.
Penggunaan metode Kansei engineering dapat dilihat pada riset “Methods of Anylysing Images Based on Kansei Engineering” Nazlina Shaari, 2013 yaitu
Kansei Engineering adalah suatu metode yang digunakan untuk mengubah persepsi manusia, perasaan emosional manusia menjadi produk baru. Kansei
engineering telah diperkenalkan dalam beberapa tahun terakhir dan telah diterapkan dalam perusahaan Jepang. Kansei Engineering menjadi penting untuk
desain produk karena elemen kansei yang dirakit menjadi produk telah menarik konsumen untuk membeli produk tersebut.
Pengunaan metode Quality Functions Deployment QFD dapat dilihat pada riset “Organisational Creativity and Productivity” John D. Politis, 2005
yaitu Quality Functions Deployment QFD adalah cara langsung untuk
Universitas Sumatera Utara
mendengar dan mempelajari keinginan pelanggan, dan kemudian menggunakan sistem yang logis untuk menentukan cara terbaik untuk memenuhi kebutuhan
tersebut dengan sumber daya yang tersedia. Penggunaaan metode Value Engineering dapat dilihat dalam riset
“Optimal Selection of Alternatives: Application of Grey Theory to Value Engineering” Hassan Farsijami, 2013 yaitu Value engineering merupakan suatu
metodologi sistematis berdasarkan rencana kerja standar. Proses Value Engineering adalah proses kreatif yang membawa nilai dan peningkatan kualitas.
Proses ini mengidentifikasi kesempatan untuk mengurangi biaya yang tidak perlu atau meningkatkan tingkat kerja yang diinginkan. Value Engineering memiliki
tujuan menghemat uang, mengurangi waktu, meningkatkan kualitas alat, keandalan, kemampuan pemeliharaan, kinerja, kerja tim dan kreativitas.
1.2 Rumusan Masalah