Gambaran Gangguan Menstruasi Pada Penderita Kista Ovarium Di RSUP H. Adam Malik Pada Tahun 2012-2013

(1)

GAMBARAN GANGGUAN MENSTRUASI PADA PENDERITA KISTA OVARIUM DI RSUP H. ADAM MALIK PADA TAHUN 2012-2013

Oleh: DILA RISKITA

110100061

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

GAMBARAN GANGGUAN MENSTRUASI PADA PENDERITA KISTA OVARIUM DI RSUP H. ADAM MALIK PADA TAHUN 2012-2013

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh: DILA RISKITA

110100061

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Gambaran Gangguan Menstruasi Pada Penderita Kista Ovarium Di RSUP H. Adam Malik Pada Tahun 2012-2013

Nama : DILA RISKITA

NIM : 110100061

Pembimbing Penguji 1

(dr. Johny Marpaung, M.Ked (OG), Sp.OG) (dr. Yetty Machrina, M.Kes) NIP: 197102242008011007 NIP: 197903242003122002

Penguji 2

(dr. Sake Juli Martina, Sp.FK) NIP: 197807272003122003

Medan, 20 Desember 2014

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH) NIP: 195402201980111001


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti ucapkan kepada Allah S.W.T. yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada peneliti sehingga peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini dengan baik.

Karya Tulis Ilmiah (KTI) dengan judul “Gambaran Gangguan Menstruasi Pada Penderita Kista Ovarium Di RSUP H. Adam Malik Pada Tahun 2012-2013” ini merupakan syarat kelulusan dalam program studi pendidikan kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini, peneliti mendapatkan banyak bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Allah S.W.T. yang telah memberikan kesempatan dan kesehatan dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini.

2. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3. dr. Johny Marpaung, M.Ked (OG), Sp.OG selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan dukungan selama penyusunan Karya Tulis Ilmiah (KTI).

4. dr. Yetty Machrina, M.Kes dan dr. Sake Juli Martina, Sp.FK selaku dosen penguji yang telah memberikan kritikan dan masukan yang berarti demi kebaikan Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini.

5. Para dosen dari Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah membuka wawasan dalam penelitian.

6. Kedua orangtua peneliti yang senantiasa mendoakan dan memberikan

dukungan baik moril maupun materil, serta menjadi motivasi bagi peneliti dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini.


(5)

7. Pihak-pihak yang telah membantu peneliti dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini yang tidak dapat dituliskan satu per satu.

Peneliti menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan kemampuan peneliti. Oleh karena itu, peneliti sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak untuk menyempurnakan Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini. Sehingga Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini dapat memberikan manfaat untuk kita semua.

Medan, 20 Desember 2014

Peneliti


(6)

ABSTRAK

Latar Belakang: Kista ovarium merupakan rongga berbentuk kantong yang berisi cairan di dalam jaringan ovarium. Kista ovarium merupakan masalah reproduksi yang sering ditemukan pada wanita usia reproduksi. Pada penderita kista ovarium selain adanya massa di rongga pelvis, juga bisa ditemukan adanya gangguan menstruasi. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui gambaran gangguan menstruasi pada penderita kista ovarium di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2012-2013.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan studi Cross Sectional. Jumlah sampel penelitian sebanyak 92 orang yang diambil secara total sampling melalui data sekunder yaitu data rekam medis penderita kista ovarium di RSUP H. Adam Malik mulai 1 Januari 2012 sampai 31 Desember 2013 yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.

Hasil: Berdasarkan analisis dari 92 sampel penelitian ditemukan bahwa frekuensi kista ovarium terbanyak pada usia 30-39 tahun (27,2%), jenis kista terbanyak yaitu kistadenoma ovarii serosum (38%), ukuran kista terbanyak yaitu >5 cm (63%), gangguan menstruasi yang ditemukan pada penderita kista ovarium yaitu 13% siklus menstruasi tidak teratur, 4,3% hipermenorea, 2,2% hipomenorea dan 37% dismenorea.

Kesimpulan: Walaupun tidak semua penderita kista ovarium mengalami gangguan menstruasi, tetapi setiap wanita di usia reproduksi perlu memperhatikan riwayat menstruasi untuk mengenali gejala kista ovarium sehingga dapat menghindari terjadinya komplikasi.


(7)

ABSTRACT

Background: Ovarian cyst is a sac-shaped cavity filled with fluid in ovarian tissue. Ovarian cyst is a well known reproductive problem which is found in women on productive age. Patients with ovarian cysts not only has mass in their pelvic cavity, but also will be having menstrual disorderss. This study was conducted to describe menstrual disorders in patients with ovarian cysts in RSUP H. Adam Malik in 2012-2013.

Methode: Descriptive study was chosen with cross sectional design. A total of 92 people was used as samples which were taken using total sampling through secondary data. Data was collected all medical records of patients with ovarian cysts at RSUP H. Adam Malik from 1 January 2012 to 31 December 2013 who met the inclusion criteria and exclusion criteria.

Result: Based on the analysis of 92 samples of the study found that the highest frequency of ovarian cysts at age 30-39 years old (27.2%), most types of ovarian cysts is cystadenoma ovarii serocum (38%), the size of the largest cyst that is larger than 5 cm (63%), menstrual disorders that found in patients with ovarian cysts is 13% irregular menstrual cycles, 4.3% hypermenorrea, 2,2% hypomenorrea and 37% dysmenorrhoea.

Conclusion: It can be concluded that ovarian cysts not always causes menstrual abnormalities. Nevertheless, it is important for women in reproductive age to be more asure on menstruation as a way to detect early ovarian cysts, so as to reduce further complications.


(8)

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ... iii

Kata Pengantar ... iv

Abstrak ... vi

Abstract ... vii

Daftar Isi ... viii

Daftar Tabel ... x

Daftar Gambar ... xi

Daftar Singkatan ... xii

Daftar Lampiran ... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ... ... 1

1.1. Latar Belakang ... ... 1

1.2. Rumusan Masalah . ... ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... ... ... 3

1.3.1. Tujuan Umum ... ... ... 3

1.3.2. Tujuan Khusus ... ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... ... ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Anatomi ... ... ... 4

2.1.1. Uterus ... ... ... 4

2.1.2. Tuba Fallopi ... ... ... 4

2.1.3. Ovarium .... ... 5

2.2.Menstruasi . ... ... 6

2.2.1. Siklus Menstruasi ... ... ... 6

2.2.2. Pengaturan Siklus Menstruasi ... ... ... 10

2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Siklus Menstruasi ... 11

2.2.4. Faktor Risiko Gangguan Menstruasi ... ... 12

2.2.5. Gangguan Menstruasi ... ... 14

2.3.Kista Ovarium ... ... . 16

2.3.1. Definisi ... ... ... 16


(9)

2.3.3. Faktor Risiko ... 18

2.3.4. Patogenesis ... 20

2.3.5. Patofisiologi ... 21

2.3.6. Gejala Klinis ... 22

2.3.7. Diagnosis ... 23

2.3.8. Penatalaksanaan ... 25

2.3.9. Komplikasi ... 26

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISIOPERASIONAL .. ... 27

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... .... ... 27

3.2. Variabel dan Definisi Operasional ... .... ... 28

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 33

4.1. Jenis Penelitian .. .... ... 33

4.2. Waktu Dan Tempat Penelian ... .... ... 33

4.3. Populasi Dan Sampel ... ... ... 33

4.4. Teknik Pengumpulan Data ... .... ... 34

4.5. Pengolahan Dan Analisa Data .... .... ... 34

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN . ... 35

5.1. Hasil Penelitian ... 35

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 35

5.1.2. Karakteristik Individu ... 35

5.1.3. Hasil Analisis Data ... ... 36

5.2. Pembahasan ... ... ... 44

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN . ... 51

6.1. Kesimpulan ... ... 51

6.2. Saran ... ... 51

DAFTAR PUSTAKA . ... 53


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 5.1. Karakteristik Penderita Kista Ovarium

Berdasarkan Kelompok Usia di RSUP H. Adam

Malik pada Tahun 2012-2013 ... 36 Tabel 5.2. Karakteristik Jenis Kista Ovarium Berdasarkan

Jenis Kista Ovarium di RSUP H. Adam Malik pada

Tahun 2012-2013 ... 37 Tabel 5.3. Karakteristik Ukuran Kista Ovarium Berdasarkan

Ukuran Kista Ovarium di RSUP H. Adam Malik pada

Tahun 2012-2013 ... 37 Tabel 5.4. Gambaran Siklus Menstruasi pada Penderita Kista

Ovarium di RSUP H. Adam Malik pada Tahun 2012-2013... 38 Tabel 5.5. Gambaran Gangguan Siklus Menstruasi pada Penderita

Kista Ovarium berdasarkan Jenis Kista Ovarium di RSUP

H. Adam Malik pada Tahun 2012-2013... 39 Tabel 5.6. Gambaran Perdarahan Menstruasi pada Penderita Kista

Ovarium di RSUP H. Adam Malik pada Tahun 2012-2013 ... 40 Tabel 5.7. Gambaran Gangguan Perdarahan Menstruasi pada

Penderita Kista Ovarium berdasarkan Jenis Kista

Ovarium di RSUP H. Adam Malik pada Tahun 2012-2013 ... 41 Tabel 5.8. Gambaran Dismenorea Pada Penderita Kista Ovarium

di RSUP H. Adam Malik pada Tahun 2012-2013 ... 42 Tabel 5.9. Gambaran Dismenorea pada Penderita Kista Ovarium

berdasarkan Jenis Kista Ovarium di RSUP H. Adam


(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1. Alat Reproduksi Interna Wanita ... 5

Gambar 2.2. Siklus Menstruasi Normal ... 10

Gambar 2.3. Regulasi Hormon pada Siklus Menstruasi ... 11

Gambar 2.4. Patogenesis Kista Ovarium ... 21

Gambar 2.5. Penatalaksanaan Kista Ovarium ... 26


(12)

DAFTAR SINGKATAN

AKDR Alat Kontrasepsi Dalam Rahim

AMH Anti-Mullerian Hormone

BMI Body Mass Index

BRCA1 Breast Cancer 1

BRCA2 Breast Cancer 2

CA-125 Cancer Antigen 125

CRH Corticotropin Releasing Hormone

CT Computerized Tomography

DUB Dysfunctional Uterine Bleeding

FSH Follicle Stimulating Hormone

FSHR Follicle Stimulating Hormone Receptor

GnRH Gonadotropin Releasing Hormone

HCG Human Chorionic Gonadotropin

LH Luteinizing Hormone

MRI Magnetic Resonance Imaging

PCOS Polycystic Ovarian Syndrome

TSH Thyroid Stimulating Hormone


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Curriculum Vitae

Lampiran 2 : Surat Ethical Clearance

Lampiran 3 : Surat Izin Studi Pendahuluan

Lampiran 4 : Surat Izin Penelitian

Lampiran 5 : Data Induk Penelitian


(14)

ABSTRAK

Latar Belakang: Kista ovarium merupakan rongga berbentuk kantong yang berisi cairan di dalam jaringan ovarium. Kista ovarium merupakan masalah reproduksi yang sering ditemukan pada wanita usia reproduksi. Pada penderita kista ovarium selain adanya massa di rongga pelvis, juga bisa ditemukan adanya gangguan menstruasi. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui gambaran gangguan menstruasi pada penderita kista ovarium di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2012-2013.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan studi Cross Sectional. Jumlah sampel penelitian sebanyak 92 orang yang diambil secara total sampling melalui data sekunder yaitu data rekam medis penderita kista ovarium di RSUP H. Adam Malik mulai 1 Januari 2012 sampai 31 Desember 2013 yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.

Hasil: Berdasarkan analisis dari 92 sampel penelitian ditemukan bahwa frekuensi kista ovarium terbanyak pada usia 30-39 tahun (27,2%), jenis kista terbanyak yaitu kistadenoma ovarii serosum (38%), ukuran kista terbanyak yaitu >5 cm (63%), gangguan menstruasi yang ditemukan pada penderita kista ovarium yaitu 13% siklus menstruasi tidak teratur, 4,3% hipermenorea, 2,2% hipomenorea dan 37% dismenorea.

Kesimpulan: Walaupun tidak semua penderita kista ovarium mengalami gangguan menstruasi, tetapi setiap wanita di usia reproduksi perlu memperhatikan riwayat menstruasi untuk mengenali gejala kista ovarium sehingga dapat menghindari terjadinya komplikasi.


(15)

ABSTRACT

Background: Ovarian cyst is a sac-shaped cavity filled with fluid in ovarian tissue. Ovarian cyst is a well known reproductive problem which is found in women on productive age. Patients with ovarian cysts not only has mass in their pelvic cavity, but also will be having menstrual disorderss. This study was conducted to describe menstrual disorders in patients with ovarian cysts in RSUP H. Adam Malik in 2012-2013.

Methode: Descriptive study was chosen with cross sectional design. A total of 92 people was used as samples which were taken using total sampling through secondary data. Data was collected all medical records of patients with ovarian cysts at RSUP H. Adam Malik from 1 January 2012 to 31 December 2013 who met the inclusion criteria and exclusion criteria.

Result: Based on the analysis of 92 samples of the study found that the highest frequency of ovarian cysts at age 30-39 years old (27.2%), most types of ovarian cysts is cystadenoma ovarii serocum (38%), the size of the largest cyst that is larger than 5 cm (63%), menstrual disorders that found in patients with ovarian cysts is 13% irregular menstrual cycles, 4.3% hypermenorrea, 2,2% hypomenorrea and 37% dysmenorrhoea.

Conclusion: It can be concluded that ovarian cysts not always causes menstrual abnormalities. Nevertheless, it is important for women in reproductive age to be more asure on menstruation as a way to detect early ovarian cysts, so as to reduce further complications.


(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Gangguan menstruasi merupakan masalah yang cukup sering ditemukan pada pelayanan kesehatan primer. Menstruasi yang tertunda, tidak teratur, nyeri, dan perdarahan yang banyak pada waktu menstruasi merupakan keluhan tersering yang menyebabkan remaja wanita menemui dokter (Sianipar et al., 2009).Cakir M. et al. (2007) dalam Sianipar et al. (2009) mengatakan bahwa dismenorea merupakan gangguan menstruasi dengan prevalensi terbesar (89,5%), diikuti ketidakteraturan menstruasi (31,2%), serta perpanjangan durasi menstruasi (5,3%). Berdasarkan penelitian Mohite R.V. et al. (2013), dari 237 remaja wanita di India ditemukan masalah menstruasi berupa oligomenorea (16,08%), hipermenorea (17,82%), hipomenorea (59,56%), dismenorea (49,13%), dan amenorea primer (0,01%).

Masalah menstruasi ini sering dikaitkan dengan berbagai faktor seperti keadaan fisik, sosial, psikis dan masalah reproduksi (Mohite R.V. et al., 2013). Adapun masalah reproduksi yang sering ditemukan pada wanita usia reproduksi adalah kista ovarium (Yatim, 2005). Menurut Hadibroto (2005), pada penderita kista ovarium selain adanya massa di rongga pelvis, juga bisa ditemukan adanya gangguan menstruasi. Hal ini sesuai dengan penelitian Verma et al. (2012) yang menemukan sebesar 20% Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS), 13,3% hiperprolaktinemia dan 13,3% kista ovarium pada kelompok oligo-hipomenorea.

Kista ovarium merupakan rongga berbentuk kantong yang berisi cairan di dalam jaringan ovarium (Yatim, 2005). Berdasarkan penelitian Yan-min et al. (2010), prevalensi kista ovarium jenis PCOS di Beijing pada bulan Desember 2008 sampai Desember 2009 adalah sebesar 6,11%, sesuai dengan angka kejadian di wilayah Asia lainnya. Menurut Azhar et al. (2014), angka kejadian kista ovarium adalah 2-6,5 kasus per 100.000 wanita setiap tahun di Jepang dan negara Asia.


(17)

Angka kejadian kista ovarium di Indonesia belum diketahui dengan pasti karena pencatatan dan pelaporan yang kurang baik (Berhandus et al., 2012). Namun, berdasarkan penelitian Oemiati et al. (2011), dari 4148 responden didapatkan bahwa jenis kanker/tumor tertinggi di Indonesia adalah kanker ovarium dan serviks uterus.

Menurut Nasdaldy (2009) dalam Siringo et al. (2013), di RSU. Cipto Mangunkusumo terdata sebanyak 428 kasus kista endometriosis pada tahun 2008 dan 20% diantaranya meninggal dunia. Pada tahun 2009 terdata sebanyak 768 kasus endometriosis dan 25% diantaranya meninggal dunia. Di RSU Prof. Dr. R. D. Kandou Manado terdata sebanyak 145 kasus kista ovarium pada tahun 2012 (Berhandus et al., 2012). Di RSUD Pirngadi Medan terdata sebanyak 34 kasus kista ovarium pada tahun 2010. Di RS ST. Elisabeth Medan terdata sebanyak 116 kasus kista ovarium pada tahun 2008 sampai 2012. Di RSUP H. Adam Malik Medan terdata sebanyak 47 kasus kista ovarium pada tahun 2008 sampai 2009 (Siringo et al., 2013) dan berdasarkan survei pendahuluan diketahui bahwa di RSUP H. Adam Malik terdata sebanyak 179 kunjungan penderita kista ovarium pada tahun 2012 sampai 2013.

Berbagai penelitian terkait kista ovarium telah dilakukan sebelumnya, tetapi penelitian yang membahas tentang gambaran gangguan menstruasi pada penderita kista ovarium masih jarang ditemukan. Sehingga, peneliti tertarik untuk meneliti gambaran gangguan menstruasi pada penderita kista ovarium di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2012-2013.

1.2. Rumusan Masalah

Adapun masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran gangguan menstruasi pada penderita kista ovarium di RSUP H. Adam Malik dari 1 Januari 2012 sampai 31 Desember 2013.


(18)

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1.3.1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran gangguan menstruasi pada penderita kista ovarium di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2012-2013.

1.3.2. Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui karakteristik (usia, jenis kista dan ukuran kista) penderita kista ovarium di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2012-2013.

2. Untuk mengetahui gambaran siklus menstruasi pada penderita kista ovarium di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2012-2013.

3. Untuk mengetahui gambaran perdarahan menstruasi pada penderita kista ovarium di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2012-2013.

4. Untuk mengetahui gambaran dismenorea pada penderita kista ovarium di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2012-2013.

5. Untuk mengetahui gambaran gangguan menstruasi pada penderita kista ovarium di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2012-2013.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat:

1.4.1. Memberikan informasi tentang gambaran gangguan menstruasi pada penderita kista ovarium di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2012-2013. 1.4.2. Menjadi pedoman bagi petugas kesehatan dalam mengedukasi penderita

kista ovarium.

1.4.3. Menambah wawasan dan pengetahuan peneliti.

1.4.4. Memberikan informasi dan masukan bagi penelitian selanjutnya yang terkait tentang gangguan menstruasi pada penderita kista ovarium.


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi 2.1.1. Uterus

Uterus terdiri dari fundus uterus, korpus uterus, dan serviks uterus (Pearce, 2009). Menurut Prawirohardjo (2010), secara histologi uterus terdiri dari:

1. Endometrium di korpus uterus dan endoserviks di serviks uterus.

Endometrium mempunyai arti penting dalam siklus menstruasi karena selama masa menstruasi endometrium sebagian besar dilepaskan dan tumbuh kembali dalam masa proliferasi.

2. Miometrium

Otot polos uterus di sebelah dalam berbentuk sirkular dan disebelah luar berbentuk longitudinal. Di antara otot tersebut terdapat lapisan otot oblik yang berbentuk anyaman.

3. Perimetrium, yaitu lapisan serosa.

Uterus diperdarahi oleh arteri uterina kanan dan kiri. Pembuluh darah ini berasal dari arteria iliaka interna. Inervasi uterus terutama terdiri atas sistem saraf simpatetik dan untuk sebagian terdiri atas sistem parasimpatetik dan serebrospinal (Prawirohardjo, 2010).

2.1.2. Tuba Falloppii

Menurut Prawirohardjo (2010), tuba falloppii terdiri dari:

1. Pars interstisialis, yaitu bagian yang terdapat di dinding uterus. 2. Pars ismika, yaitu bagian medial tuba yang sempit.

3. Pars ampullaris, yaitu bagian yang agak lebar, tempat terjadinya konsepsi. 4. Infundibulum, yaitu bagian ujung tuba yang terbuka ke arah abdomen dan

mempunyai fimbria. Fimbria berfungsi untuk menangkap ovum dan menyalurkannya ke dalam tuba.


(20)

2.1.3. Ovarium

Menurut Prawirohardjo (2010), struktur ovarium terdiri dari:

1. Korteks, bagian luar yang diliputi oleh epitelium germinativum berbentuk kubik dan di dalamnya terdiri atas stroma serta folikel-folikel primordial. 2. Medulla, bagian di sebelah dalam korteks terdapat stroma dengan

pembuluh-pembuluh darah, serabut-serabut saraf, dan sedikit otot polos.

Ovarium berisi sejumlah besar ovum yang belum matang, yang disebut oosit primer. Folikel ini akan berkembang menjadi folikel de Graaf. Setiap bulan folikel akan berkembang dan melepaskan sebuah ovum. Ovulasi ini terjadi pada saat pertengahan (hari ke-14) siklus menstruasi (Pearce, 2009). Ovarium juga menghasilkan hormon yaitu progesteron dan estrogen (hormon seks wanita), inhibin, dan relaksin (Tortora & Derrickson, 2009).

Gambar 2.1. Alat Reproduksi Interna Wanita (Sumber: Tortora & Derrickson, 2009)


(21)

2.2. Menstruasi

Menstruasi adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium (Prawirohardjo, 2008). Proses siklus menstruasi sangat kompleks karena dipengaruhi oleh hormonal dan keadaan mikrointra folikel (Manuaba et al., 2010).

Usia remaja wanita pada waktu pertama kalinya mendapat menstruasi (menarche) bervariasi lebar, yaitu antara 10-16 tahun, tetapi rata-ratanya 12,5 tahun. Statistik menunjukan bahwa usia menarche dipengaruhi oleh faktor keturunan, keadaan gizi, dan kesehatan umum (Prawirohardjo, 2008).

Panjang siklus menstruasi adalah jarak antara tanggal mulainya menstruasi yang lalu dan mulainya menstruasi berikutnya (Prawirohardjo, 2008). Panjang siklus menstruasi normal biasanya 21-35 hari. Seorang wanita rata-rata mengalami 400 siklus menstruasi sebelum menopause dan siklus menstruasi rata-rata berlangsung selama 5 hari (Kumar et al., 2013).

Jumlah darah setiap menstruasi rata-rata 50 ± 30 cc (Kumar et al., 2013). Apabila jumlah darah menstruasi lebih dari 80 cc, keadaan tersebut dianggap patologis (Prawirohardjo, 2008). Darah menstruasi normal tidak membentuk bekuan karena adanya fibrinolisin. Apabila perdarahan menstruasi banyak, jumlah fibrinolisin tidak cukup untuk mencegah pembekuan, sehingga terbentuk gumpalan darah. Hal ini merupakan bukti klinis dari adanya kelainan dari uterus (Manuaba et al., 2010).

2.2.1. Siklus menstruasi 1. Siklus Ovarium

Siklus ovarium menurut Guyton & Hall (2007) yaitu: a. Fase folikel

Tahap pertama, pertumbuhan folikel berupa pembesaran sedang dari ovum, diameter ovum menjadi 2-3 kali lipat dan diikuti dengan pertumbuhan lapisan


(22)

sel-sel granulosa tambahan. Folikel ini disebut dengan folikel primer. Sesudah dimulainya menstruasi, konsentrasi Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH) meningkat. Peningkatan FSH sedikit lebih besar dan lebih awal beberapa hari dari LH. Hormon-hormon ini, khususnya FSH, mempercepat pertumbuhan 6-12 folikel primer, hingga terbentuknya teka, yaitu teka interna dan teka eksterna.

Sesudah tahap awal pertumbuhan proliferasi yang berlangsung beberapa hari, masa sel granulosa menyekresi cairan folikular yang mengandung estrogen dalam konsentrasi tinggi. Pengumpulan cairan ini menyebabkan terbentuknya antrum di dalam masa sel granulosa. Apabila antrum sudah terbentuk, sel granulosa dan teka berproliferasi lebih cepat, laju kecepatan sekresinya meningkat, dan masing-masing folikel tumbuh menjadi folikel antral. Peningkatan pertumbuhan secara besar-besaran terjadi di dalam folikel antral, menuju ke arah pembentukan folikel vesikular. Ketika folikel vesikular membesar, ovum tetap tertanam di dalam massa sel granulosa yang terletak di sebuah kutup dari folikel. Ovum bersama sel granulosa di sekelilingnya disebut kumulus ooforus. Setelah pertumbuhan selama satu minggu atau lebih, tetapi sebelum ovulasi, salah satu dari folikel mulai tumbuh melebihi folikel lainnya, sisanya mengalami involusi (atresia) dan sisa folikel ini disebut atretik.

b. Fase Ovulasi

Ovulasi pada wanita dengan siklus menstruasi normal 28 hari terjadi pada hari ke-14 setelah menstruasi. Ovulasi dipengaruhi oleh LH. LH mempunyai efek khusus terhadap sel granulosa dan sel teka, sehingga membuat sel tersebut menyekresikan banyak progesteron. Ada dua paristiwa yang dibutuhkan untuk ovulasi:

1) Teka eksterna, mulai melepaskan enzim proteolitik dari lisozim yang menyebabkan pelarutan dinding kapsul sehingga dinding melemah. Hal


(23)

ini menyebabkan semakin membengkaknya seluruh folikel dan degenerasi stigma.

2) Terjadi pertumbuhan pembuluh darah baru yang berlangsung sangat cepat ke dalam dinding folikel dan sekresi prostaglandin dalam jaringan folikular.

Kedua efek ini menyebabkan transudasi plasma ke dalam folikel, yang berperan dalam pembengkakan folikel. Kombinasi dari pembengkakan folikel dan degenerasi stigma menyebabkan folikel pecah disertai pengeluaran ovum.

c. Fase Luteal

Beberapa jam setelah ovum dikeluarkan dari folikel, sel-sel granulosa dan teka interna yang tersisa berubah menjadi sel lutein. Perubahan sel ini sangat bergantung pada LH yang dihasilkan hipofisis anterior. Diameter sel ini membesar 2 kali atau lebih dan berisi inklusi lipid sehingga memberi tampilan kekuningan, yang disebut korpus luteum. Pada wanita normal, korpus luteum tumbuh menjadi ± 1,5 cm, perkembangan ini dicapai selama 7-8 hari setelah ovulasi. Kemudian, korpus luteum mulai berinvolusi dan akhirnya kehilangan fungsi sekresi, warna kekuningan serta sifat lipidnya dalam waktu ± 12 hari setelah ovulasi. Kemudian, korpus luteum berubah menjadi korpus albikans; selama beberapa minggu korpus albikans akan digantikan oleh jaringan ikat dan diserap dalam hitungan bulan. Pada saat ini, penghentian tiba-tiba sekresi estrogen, progesteron, dan inhibin dari korpus luteum menghilangkan umpan balik halangan kelenjar hipofisis anterior, sehingga meningkatkan sekresi FSH dan LH yang merangsang pertumbuhan folikel baru. Terhentinya sekresi progesteron dan estrogen saat ini menyebabkan menstruasi.


(24)

2. Siklus Endometrium

Menurut Prawirohardjo (2008), fase endometrium selama siklus menstruasi terdiri dari:

a. Fase menstruasi atau fase deskuamasi

Dalam fase ini endometriosis terlepas dari dinding uterus disertai perdarahan, tetapi stratum basale tetap tinggal utuh. Darah menstruasi mengandung darah arteri dan vena, sel-sel epitel dan stroma, serta sekret dari uterus, serviks, dan kelenjar-kelenjar vulva. Fase ini berlangsung selama 3-4 hari.

b. Fase pascamenstruasi atau fase regenerasi

Luka endometrium berangsur-angsur sembuh dan ditutup kembali oleh selaput lendir baru yang tumbuh dari sel-sel epitel endometrium. Pada fase ini tebal endometrium ± 0,5 mm. Fase ini dimulai sejak fase menstruasi dan berlangsung selama ± 4 hari.

c. Fase intermenstruum atau fase proliferasi

Pada fase ini endometrium tumbuh menjadi setebal ± 3,5 mm. Fase ini berlangsung dari hari ke-5 sampai hari ke-14 dari siklus menstruasi.

d. Fase pramenstruasi atau fase sekresi

Fase ini dimulai sesudah ovulasi dan berlangsung dari hari ke-14 sampai hari ke-28. Fase sekresi dibagi menjadi 2 fase, yaitu:

1) Fase sekresi dini, endometrium lebih tipis karena kehilangan cairan. 2) Fase sekresi lanjut, tebal endometrium sekitar 5-6 mm. Endometrium

sangat banyak mengandung pembuluh darah yang berkeluk-keluk dan kaya dengan glikogen. Fase ini ideal untuk nutrisi dan perkembangan ovum. Sitoplasma sel-sel stroma bertambah. Sel stroma menjadi sel desidua jika terjadi kehamilan.


(25)

Gambar 2.2. Siklus Menstruasi Normal (Sumber: Tortora & Derrickson, 2009)

2.2.2. Pengaturan Siklus Menstruasi

Menurut Guyton & Hall (2007), mekanisme ritmik dasar yang menyebabkan terjadinya variasi siklus menstruasi, yaitu:

1. Hipotalamus tidak menyekresikan Gonadotropin Releasing Hormone

(GnRH) secara terus menerus tetapi secara pulsatil selama 5-25 menit setiap 1-2 jam. Pelepasan GnRH secara pulsatil menyebabkan pengeluaran LH secara intermiten setiap 90 menit. Aktivitas saraf yang menyebabkan pelepasan GnRH secara pulsatil terutama terjadi di hipotalamus mediobasal, khususnya di nukleus arkuatus. Banyak pusat saraf dalam sistem limbik otak (sistem yang mengatur psikis) menghantarkan sinyal ke nukleus arkuatus untuk memodifikasi intensitas pelepasan GnRH dan frekuensi pulsasi. Hal inilah yang menyebabkan faktor psikis dapat memodifikasi fungsi seksual wanita.


(26)

2. Estrogen memiliki efek yang kuat dalam menghambat produksi LH dan FSH. Efek penghambatan akan berlipat ganda bila ada progesteron. Efek umpan balik ini bekerja langsung pada hipofisis anterior dan bekerja sedikit pada hipotalamus untuk menurunkan sekresi GnRH, terutama mengubah pulsasi GnRH. Selain itu, hormon inhibin juga berperan dalam menghambat sekresi FSH dan LH. Hormon ini disekresikan bersama hormon seks steroid oleh sel-sel granulosa dari korpus luteum.

3. Efek umpan balik positif dari estrogen untuk merangsang peningkatan LH sebelum ovulasi. Tanpa peningkatan LH sebelum ovulasi yang normal, tidak akan terjadi ovulasi.

Gambar 2.3. Regulasi Hormon pada Siklus Menstruasi (Sumber: Tortora & Derrickson, 2009)

2.2.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Siklus Menstruasi

Faktor-faktor yang memegang peranan dalam siklus menstruasi menurut Prawirohardjo (2008) yaitu:


(27)

1. Faktor enzim

Dalam fase proliferasi estrogen mempengaruhi tersimpannya enzim-enzim hidrolitik dalam endometrium dan merangsang pembentukan glikogen dan asam-asam mukopolisakarida. Pada pertengahan fase luteal sintesis mukopolisakarida terhenti, sehingga meningkatkan permeabilitas pembuluh-pembuluh darah yang sudah berkembang sejak permulaan fase proliferasi. Dengan demikian, zat-zat makanan banyak mengalir ke stroma endometrium sebagai persiapan implantasi ovum apabila terjadi kehamilan. Jika kehamilan tidak terjadi, penurunan kadar progesteron menyebabkan pelepasan enzim-enzim hidrolitik, dan merusak sel-sel yang berperan dalam sintesis protein. Oleh karena itu, timbul gangguan metabolisme endometrium, yang menyebabkan regresi endomentrium dan perdarahan.

2. Faktor vaskuler

Pertumbuhan endometrium diikuti oleh pertumbuhan arteri-arteri, vena-vena dan hubungan diantaranya. Regresi endometrium menyebabkan statis dalam vena serta saluran-saluran yang menghubungkannya dengan arteri, sehingga terjadi nekrosis dan perdarahan dengan pembentukan hematom, baik dari arteri maupun dari vena.

3. Faktor prostaglandin

Endometrium mengandung banyak prostaglandin. Dengan desintegrasi endometrium, prostaglandin terlepas dan menyebabkan kontraksi miometrium sebagai suatu faktor untuk membatasi perdarahan pada menstruasi.

2.2.4. Faktor Risiko Gangguan Menstruasi

1. Berat badan

Berdasarkan penelitian Rakhmawati (2012), pada kelompok subjek yang mengalami obesitas memiliki risiko mengalami gangguan siklus menstruasi sebesar 1,89 kali lebih besar dibandingkan pada kelompok subjek dengan status gizi normal. Menurut Hupitoyo (2011) dalam Adnyani (2013), pada wanita obesitas terjadi peningkatan kadar androgen dan estrogen. Akibatnya, terjadi gangguan fungsi ovarium dan kelainan siklus menstruasi.


(28)

2. Stres

Stres menyebabkan peningkatan kadar Corticotropin Releasing Hormone (CRH) dan Glucocorticoid sehingga menghambat GnRH oleh hipotalamus. Hal ini menyebabkan fluktuasi kadar FSH dan LH sehingga masa proliferasi dan sekresi mengalami pemendekan atau pemanjangan. Wanita yang mengalami stres memiliki risiko gangguan siklus menstruasi 2 kali lebih besar dibandingkan wanita yang tidak mengalami stres (Rakhmawati, 2012). Hal ini sesuai dengan penelitian Mesarini & Astuti (2013) yaitu wanita dengan stres yang berat cenderung mengalami gangguan siklus menstruasi lebih besar. 3. Penggunaan kontrasepsi

Menurut Laely & Fajarsari (2011), kontrasepsi hormonal yang hanya mengandung progesteron dapat menyebabkan gangguan menstruasi. Amenorea yang tinggi disebabkan oleh hormon progesteron menekan LH sehingga endometrium menjadi lebih dangkal dan mengalami kemunduran sehingga kelenjarnya menjadi tidak aktif.

4. Dysfunctional Uterine Bleeding (DUB)

Dysfunctional Uterine Bleeding (DUB) adalah gangguan perdarahan dalam siklus menstruasi yang tidak berhubungan dengan kondisi patologis. DUB meningkat selama proses transisi menopause (Kusmiran, 2011).

5. Mioma uteri

Menurut Kurniasari (2010), hipermenorea dan menometroragia merupakan gejala klasik mioma uteri. Diperkirakan 30% wanita dengan mioma uteri mengalami kelainan menstruasi, menoragia. Hal ini disebabkan oleh perubahan struktur vena pada endometrium dan miometrium sehingga terjadinya venule ectasia.

6. Gangguan endokrin a. Diabetes melitus

Prevalensi amenorea dan oligomenorea lebih sering terjadi pada pasien diabetes (Kusmiran, 2011).


(29)

Hipertiroid berhubungan dengan oligomenorea dan lebih lanjut menjadi amenorea. Sedangkan hipotiroid berhubungan dengan polimenorea dan menoragia (Kusmiran, 2011).

c. Polikistik ovarium

Amenorea dan oligomenorea pada penderita polikistik ovarium berhubungan dengan insensitivitas hormon insulin dan menjadikan wanita tersebut obesitas (Kusmiran, 2011). Resistensi insulin dan obesitas menyebabkan keadaan hiperandrogen pada ovarium, sehingga menghambat perkembangan folikel dan memicu terjadinya siklus anovulatorik (Baziad, 2012).

2.2.5. Gangguan Menstruasi 1. Gangguan Siklus Menstruasi

Menurut Manuaba et al. (2010), gangguan siklus menstruasi dalam masa reproduksi dapat digolongkan sebagai berikut:

a. Polimenorea

Polimenorea adalah siklus menstruasi kurang dari 21 hari. Jumlah dan lama perdarahan sama. Biasanya disebabkan oleh gangguan hormonal, korpus luteum defisiensi. Penyebab lainnya adalah endometriosis dan infeksi ovarium. Gangguan menstruasi ini disebut juga dengan polimenoragia atau epimenoragia.

b. Oligomenorea

Oligomenorea yaitu siklus menstruasi yang lebih dari 35 hari. Perdarahan pada oligomenorea biasanya berkurang dan durasinya semakin pendek. Menurut Guyton & Hall (2007), siklus ovarium yang memanjang disebabkan oleh kegagalan ovulasi akibat insufisiensi sekresi LH pada waktu lonjakan LH praovulasi.

c. Amenorea

Secara fisiologis, wanita mengalami amenorea pada saat sebelum menarche, saat kehamilan dan laktasi, serta setelah menopause. Amenorea dibagi menjadi 2 yaitu :


(30)

1) Amenorea primer, seorang wanita tidak pernah mendapatkan sampai umur 18 tahun. Biasanya disebabkan oleh faktor hormonal, kongenital organ dan kelainan genetik.

2) Amenorea sekunder, pernah beberapa kali mendapat menstruasi sampai umur 18 tahun dan diikuti oleh kegagalan menstruasi dengan melewati waktu 3 bulan atau lebih.

2. Gangguan perdarahan

Menurut Manuaba et al. (2010), gangguan perdarahan menstruasi terdiri dari: a. Hipermenorea yaitu perdarahan yang banyak, melebihi 8 hari dan volume lebih

dari 80 cc. Hal ini disebabkan oleh estrogen dominan sehingga pelepasan endometrium tidak normal atau tidak teratur.

b. Hipomenorea yaitu perdarahan yang sedikit, kurang dari 3 hari. Gangguan ini disebabkan oleh kurangnya reseptor estrogen di uterus.

3. Dismenorea

Menurut Pangulu (2011), dismenorea terdiri dari 2 macam yaitu: a. Dismenorea primer

Dismenorea primer adalah nyeri yang dirasakan saat menstruasi tanpa adanya kelainan anatomis. Nyeri dimulai beberapa jam sebelum menstruasi dan berlangsung selama 2-3 hari. Intensitas nyeri bervariasi. Pada nyeri yang berat, penderita biasanya harus meninggalkan aktivitas sehari-hari.

b. Dismenorea sekunder

Dismenorea sekunder terjadi karena adanya kelainan anatomis dalam pelvis. Nyeri dismenorea sekunder tidak dibatasi masa menstruasi. Nyeri sering dimulai sejak 1-2 minggu sebelum menstruasi dan menetap hingga beberapa hari setelah menstruasi. Hal ini disebabkan oleh peningkatan kadar prostanglandin atau kontraksi uterus yang abnormal akibat adanya obstruksi servikal, massa intrauterus, dan adanya benda asing. Etiologi dismenorea sekunder perlu dievaluasi bila terdapat gejala berupa dispareuni, menoragia,


(31)

dyschezia, perdarahan abnormal pada vagina, perdarahan pascacoitus, dan ketidakteraturan siklus bulanan. Penyebab dismenorea sekunder antara lain: 1) Endometriosis pelvis dan adenomiosis

2) Penyakit radang pelvis kronik seperti salpingitis 3) Uterus miomatoses

4) Kelainan bentuk uterus seperti hipoplasi dan anomali kongenital traktus genital

5) Kelainan letak uterus (retrofleksi atau hiperantefleksi) 6) Stenosis kanalis servikalis

7) Adanya Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) 8) Tumor ovarium

2.3. Kista Ovarium 2.3.1. Definisi

Kista ovarium merupakan rongga berbentuk kantong yang berisi cairan di dalam jaringan ovarium. Kista ovarium disebut juga dengan kista fisiologis karena terbentuk selama siklus menstruasi dan biasanya menghilang setelah 1-3 bulan (Yatim, 2005).

2.3.2. Klasifikasi Kista Fisiologis

1. Kista folikel

Kista ini berasal dari folikel yang tidak ruptur. Kista ini biasanya dapat menghilang secara spontan dan memiliki ukuran kurang dari 6 cm (Umami & Safitri, 2007).

2. Kista korpus luteum

Dalam keadaan normal korpus luteum lambat laun mengecil dan menjadi korpus albikans. Kadang-kadang korpus luteum mempertahankan diri (korpus luteum persistens); perdarahan yang sering terjadi di dalamnya menyebabkan terjadinya kista yang berisi cairan berwarna merah coklat karena darah tua. Kista korpus luteum dapat menimbulkan gangguan menstruasi seperti


(32)

amenorea diikuti oleh perdarahan tidak teratur. Kista ini juga dapat menyebabkan rasa berat di perut bagian bawah (Prawirohardjo, 2008).

3. Kista lutein

Pada kasus mola hidatidosa, ovarium banyak terdapat kista teka lutein yang disebabkan oleh pengaruh HCG yang berlebihan. Kista ini dapat mengalami torsi, infark, dan perdarahan (Leveno et al., 2009).

4. Kista inklusi germinal

Kista ini terjadi karena invaginasi dan isolasi bagian-bagian kecil dari epitel germinativum pada permukaan ovarium. Kista ini lebih banyak terdapat pada wanita yang lanjut usia, dan besarnya jarang melebihi diameter 1 cm (Prawirohardjo, 2008).

5. Kista endometrium

Kista endometrium terbentuk dari jaringan endometrium yang berkembang di luar tempat normalnya, paling sering terdapat di ovarium. Terdapat tiga teori tentang patogenesis dari kista endometrium, yaitu transpor retrograd dan implantasi, transpor retrograd dan transformasi metaplastik pada peritonium yang berdekatan, dan penyebaran limfatik atau hematogen (Graber et al., 2006).

6. Kista Stein-Leventhal atau Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS)

Kelainan ini disebabkan oleh gangguan proses pengaturan ovulasi dan ketidakmampuan enzim yang berperan pada proses sintesis estrogen di ovarium. Pada perempuan dengan PCOS, tidak dijumpai gangguan sintesis estrogen, tetapi justru ditemukan produksi estrogen yang tinggi yang meningkatkan risiko terkena kanker endometrium dan payudara (Baziad, 2012).

Kista Patologis

Menurut Prawirohardjo (2008), kista ovarium yang patologis terdiri dari: 1. Kistoma ovarii simpleks

Kista ini mempunyai permukaan rata dan halus, biasanya bertangkai sehingga dapat terjadi torsi (putaran tangkai), sering bilateral dan dapat membesar.


(33)

Dinding kista tipis dan cairan di dalamnya jernih, serus dan berwarna kuning. Pada dinding kista terlihat lapisan epitel kubik

2. Kistadenoma ovarii serosum

Kista ini berasal dari epitel permukaan ovarium. Ukurannya tidak lebih besar dari kistadenoma musinosum. Permukaannya licin, tetapi dapat pula berbagala sehingga dapat berbentuk multilokuler, meskipun lazimnya berongga satu. Warna kista putih keabu-abuan dan isi kista cair, kuning, dan kadang-kadang cokelat. Ciri khas kista ini adalah potensi pertumbuhan papiler ke dalam rongga kista sebesar 50%, dan keluar pada permukaan kista sebesar 5%.

3. Kistadenoma ovarii musinosum

Asal tumor ini belum diketahui dengan pasti. Menurut Meyer, kista ini berasal dari suatu teratoma di mana dalam pertumbuhannya satu elemen mengalahkan elemen-elemen lainnya. Tumor berbentuk multilokuler sehingga permukaan berbagala (lobulated), dapat mencapai ukuran yang sangat besar, unilateral atau bilateral. Dinding kista agak tebal dan berwarna putih keabu-abuan yang berisi cairan lendir yang khas, kental seperti gelatin, melekat dan berwarna kuning sampai cokelat. Dinding kista dilapisi oleh epitel torak tinggi dengan inti pada dasar sel.

4. Kista endometroid

Kista ini biasanya unilateral dengan permukaan licin. Pada dinding dalam terdapat satu lapisan sel-sel, yang menyerupai lapisan epitel endometrium. 5. Kista dermoid

Kista ini merupakan satu teratoma kistik yang jinak di mana struktur-struktur ektodermal dengan diferensiasi sempurna, seperti epitel kulit, rambut, gigi, dan produk glandula sebasea berwarna putih kuning seperti lemak terlihat lebih menonjol dibandingkan elemen entoderm dan mesoderm.

2.3.3. Faktor Risiko

Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terbentuknya kista ovarium yaitu:


(34)

1. Riwayat Keluarga

Sekitar 10% dari kanker ovarium disebabkan oleh mutasi gen yang diwariskan dalam gen tertentu sehingga dapat meningkatkan risiko kanker ovarium. Misalnya, mutasi pada gen Breast Cancer 1 (BRCA1) dan Breast Cancer 2 (BRCA2) meningkatkan risiko kanker payudara. Kanker payudara pada wanita dapat bermetastasis ke ovarium, sehingga wanita yang memiliki riwayat anggota keluarga dengan kanker payudara dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker ovarium (American Cancer Society, 2013).

2. Usia

Risiko peningkatan kanker ovarium semakin tinggi seiring bertambahnya usia. Kebanyakan kanker ovarium berkembang setelah menopause (American Cancer Society, 2013).

3. Siklus menstruasi

Menurut penelitian Hariyanti (2012) tentang faktor risiko kista ovarium, didapatkan sebesar 80 % wanita mengalami siklus menstruasi tidak teratur. Dari hasil rasio prevalensi menunjukan bahwa siklus menstruasi tidak teratur mempengaruhi kejadian kista ovarium. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya.

4. Obesitas

Beberapa penelitian menemukan bahwa ada hubungan antara obesitas dengan kanker ovarium. Body Mass Index (BMI) yang lebih dari 30 memiliki risiko lebih besar terhadap pekembangan kanker ovarium (American Cancer Society, 2013).

5. Merokok

Beberapa penelitian epidemiologi membuktikan adanya hubungan antara merokok dengan perkembangan kista fungsional. Meskipun mekanisme merokok menyebabkan kista ovarium tidak diketahui, diduga adanya perubahan pada sekresi gonadotropin dan fungsi ovarium (Schorge et al., 2008).


(35)

Beberapa peneliti telah memperkirakan bahwa paparan bahan kimia lingkungan seperti pestisida dan herbisida berhubungan dengan kista ovarium. Hubungan antara atrazine dan tumor ovarium telah diamati dalam dua penelitian di Italia, yang menunjukkan bahwa atrazine adalah karsinogenik pada manusia (Hariyanti, 2012).

7. Hipotiroid

Menurut Shivaprasad et al. (2013), ada beberapa teori yang menjelaskan hubungan hipotiroid dengan kista ovarium yaitu:

a. Kesamaan struktural antara Thyroid Stimulating Hormone (TSH) dengan Follicle Stimulating Hormone Receptor (FSHR), sehingga tingginya level TSH dapat menyebabkan aktivasi sel folikel.

b. Pada pasien hipotiroid yang parah terjadi perubahan kadar gonadotropin. Mereka memiliki tingkat FSH relatif tinggi dan tingkat LH yang rendah. c. FSHR memperkuat efek Human Chorionic Gonadotropin (HCG) atau

TSH pada folikel.

d. TSH memiliki efek pada ovarium untuk menstimulasi gonadotropin dengan stimulasi reseptor nuklir tiroid dalam sel granulosa. Gangguan dalam steroidogenesis oleh jenis myxedematou infiltrasi ovarium hipotiroidisme mempengaruhi perubahan kistik dalam ovarium.

2.3.4. Patogenesis

Kista ovarium terbentuk dari folikel dominan yang tidak berovulasi. Hal ini disebabkan oleh gagalnya memperoleh lonjakan GnRH/LH berikutnya atau lonjakan GnRH/LH yang tidak tepat waktu/tertunda (gambar 2.4.) (Vanholder et al., 2006). Menurut Samsulhadi (2009), pada keadaan tersebut sekresi estrogen tetap ada tetapi tidak ada progesteron. Gejala yang ditimbulkan dapat berupa oligomenorea, amenorea atau DUB

Menurut Schorge et al. (2008), angiogenesis merupakan komponen penting dari folikel dan fase luteal pada siklus ovarium. Itu juga berperan dalam berbagai proses kelainan ovarium, termasuk pembentukan kista folikel, PCOS, sindrom


(36)

hiperstimulasi ovarium, dan neoplasma ovarium baik jinak maupun ganas. Faktor pertumbuhan endotel vaskular berfungsi sebagai mediator utama angiogenesis, dan faktor itu berpengaruh dalam pengembangan neoplasma ovarium.

Gambar 2.4. Patogenesis Kista Ovarium (Sumber:Vanholder et al., 2006) 2.3.5. Patofisiologi

1. Faktor pertumbuhan

Adanya tumor di dalam perut bagian bawah bisa menyebabkan benjolan perut. Tekanan terhadap alat-alat disekitarnya disebabkan oleh besarnya tumor atau posisinya dalam perut. Apabila tumor mendesak kandung kemih, dapat menimbulkan gangguan miksi, sedangkan kista yang lebih besar tetapi terletak bebas di rongga perut kadang-kadang hanya menimbulkan rasa berat dalam perut serta mengakibatkan obstipasi edema pada tungkai. Pada tumor


(37)

yang besar juga dapat terjadi tidak nafsu makan, rasa sesak, dan lain-lain (Prawirohardjo, 2008).

2. Faktor aktivitas hormonal

Penderita kista ovarium juga dapat mengalami gangguan hormonal. Misalnya, peningkatan produksi estrogen dari sel granulosa yang dapat mengganggu menstruasi normal (Schorge et al., 2008). Hal ini sesuai dengan penelitian Yan-min et al. (2010) yaitu menemukan gangguan siklus menstruasi sebesar 76 % pada penderita PCOS di masyarakat dan 92,1 % pada penderita PCOS dirumah sakit, sama dengan tingkat kejadian yang dilaporkan sebelumnya. 3. Faktor inflamasi

Menurut Harada (2013), penyebab nyeri saat menstruasi (dismenorea) pada penderita endometriosis adalah konsentrasi prostaglandin yang tinggi. Bulletti et al. menemukan peningkatan frekuensi, amplitudo, dan tekanan basal kontraksi uterus pada wanita dengan endometriosis. Nyeri juga disebabkan oleh lesi endometriosis yang memicu terjadinya reaksi inflamasi dan mengeluarkan prostaglandin, sitokin, histamin dan kinin. Infiltrasi endometriosis yang dalam menyebabkan kerusakan jaringan dan saraf, serta kista coklat yang pecah dapat mengiritasi peritoneum. Terbentuknya jaringan parut, fibrosis, dan adhesi menyebabkan penurunan mobilitas organ sehingga nyeri dapat terasa selama adanya gerakan atau ovulasi. Bila terjadi adhesi pada usus maka dapat menyebabkan nyeri saat buang air besar (dyschezia).

2.3.6. Gejala Klinis

Kista ovarium biasanya tidak menimbulkan gejala (Gulati & Goyal, 2013). Menurut Sain Mary’s Hospital (2012), gejala kista ovarium dapat ditemukan apabila massa berukuran besar, pecah (splits), atau terjadi torsi. Dalam keadaan seperti itu dapat ditemukan gejala berupa:

1. Nyeri panggul karena ukuran kista yang besar, dan nyeri tajam yang tiba-tiba karena kista pecah atau torsi.

2. Kesulitan mengosongkan perut.


(38)

4. Nyeri panggul selama hubungan seksual. 5. Menstruasi yang tidak teratur.

6. Merasa kenyang dan kembung.

2.3.7. Diagnosis 1. Anamnesis

Setiap mengevaluasi pasien dengan kista ovarium harus mencakup riwayat kesehatan menyeluruh. Mencari tahu faktor risiko dan risiko keganasan pada pasien. Gejala seperti nyeri panggul, perut kembung, cepat kenyang, dan perubahan nafsu makan harus diwaspadai adanya keganasan dan penatalaksanaan yang dipilih harus tepat. Hal ini juga penting untuk mencari gejala yang menunjukkan endometriosis, terutama pada pasien wanita usia reproduksi dengan infertilitas (Rofe et al., 2013).

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaan abdominal dan pemeriksaan pelvis, termasuk pemeriksaan palpasi bimanual untuk mencari massa (Rofe et al., 2013). Bila dijumpai massa, maka karakteristik dari massa harus dievaluasi dengan baik sehingga asal massa dapat diketahui dengan pasti untuk penanganan lebih lanjut. Karakteristik massa yang harus dievaluasi meliputi lokasi, ukuran, konsistensi, bentuk, mobilitas, unilateral atau bilateral dan penemuan lain yang bermakna seperti demam, asites (Hadibroto, 2005). Demam menunjukan proses infeksi atau torsi ovarium (Ross & Kebria, 2013) dan asites menandakan adanya kemungkinan keganasan. Namun, perlu diingat bahwa pemeriksaan fisik memiliki sensitivitas yang buruk untuk mendeteksi massa ovarium (15 % - 51 %) (Rofe et al., 2013).

3. Pemeriksaan Laboratorium

Penanda adanya tumor adalah protein, yang dihasilkan oleh sel-sel tumor atau oleh tubuh sebagai respons terhadap sel-sel tumor. Cancer Antigen 125 (CA-125) adalah antigen penentu glikoprotein dengan berat molekul besar. CA-125 bukan


(39)

antigen spesifik tumor, tetapi penentuan serum CA-125 dapat membantu dan sering digunakan dalam evaluasi kista ovarium (Schorge et al., 2008). Pemeriksaan CA-125 biasanya dilakukan pada wanita yang berisiko memiliki keganasan (Yatim, 2005). CA-125 pada wanita usia reproduksi meningkat dalam berbagai kondisi seperti fibroid, endometriosis, adenomiosis, infeksi panggul dan selama siklus menstruasi normal. CA-125 digunakan untuk membedakan massa jinak dengan massa ganas (Rofe et al., 2013).

Anti-Mullerian Hormone (AMH) adalah penanda yang relatif baru pada cadangan ovarium dan dianggap paling akurat pada saat ini. Serum AMH diatas 0,5 ng/mL menunjukan cadangan ovarium yang baik, sedangkan serum AMH yang rendah menunjukan adanya penurunan folikel ovarium. Tingkat serum AMH dapat memberikan petunjuk manajemen yang tepat untuk pasien kista ovarium. Penurunan AMH mungkin kontraindikasi untuk bedah pada pasien tertentu. AMH juga dapat digunakan sebagai alat untuk mengevaluasi kerusakan ovarium setelah operasi (Rofe et al., 2013).

4. Pemeriksaan penunjang

Pencitraan yang paling banyak digunakan adalah ultrasonography (USG) transvaginal. Pencitraan ini sering digunakan untuk wanita usia reproduksi dan asimtomatik (Rofe et al., 2013). Melalui USG dapat diketahui tempat lesi (unilateral atau bilateral), ukuran, konsistensi (kistik atau solid), struktur internal (septa tipis atau tebal), permukaan kista (rata atau tidak rata) (Edmonds, 2007). Pada USG gambaran khas yang menunjukan adanya lesi jinak adalah dinding yang tipis, tidak adanya eko internal, kurangnya septa internal. Kista sederhana yang berukuran kurang dari 6 cm harus dipantau dengan USG. Jika USG memberikan gambaran yang kurang jelas atau jika terdapat kecurigaan adanya keganasan, maka dapat digunakan Computerized Tomography (CT) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) untuk melihat pencitraan yang lebih akurat (Umami & Safitri, 2007).


(40)

2.3.8. Penatalaksanaan 1. Konservatif

Menurut konsensus yang diterbitkan oleh Society of Radiologists in Ultrasound dalam Levine et al. (2010), kista ovarium dan kista adneksa lainnya pada wanita yang asimtomatik dapat ditatalaksana dengan cara berikut ini:

a. Kista adneksa dengan ukuran fisiologis pada wanita usia reproduksi, atau kista sederhana yang berukuran ≤ 1 cm pa da wanita pascamenopause, cenderung jinak dan tidak berbahaya.

b. Kista sederhana dengan ukuran lebih dari 3 cm pada wanita usia reproduksi atau lebih besar dari 1 cm pada wanita pascamenopause harus diperiksa dengan USG. Meskipun kista sederhana dari berbagai ukuran tidak mungkin menjadi lesi ganas, tetapi perlu dilakukan USG tahunan untuk mengawasi kista yang lebih dari 5 cm pada wanita pramenopause dan 1 cm pada wanita pascamenopause. Batas 5 cm juga digunakan sebagai rekomendasi tindak lanjut untuk kista hemoragik pada wanita pramenopause.

c. Penggunaan pedoman ini bertujuan untuk mengurangi kecemasan pasien dan dokter, serta membatasi kebutuhan tindak lanjut pemeriksaan.

2. Pembedahan

Sebagian besar kista ovarium tidak memerlukan pengobatan, tetapi yang lebih besar dari 5 cm dapat diangkat melalui pembedahan (Tortora & Derrickson, 2009). Bedah laparoskopi merupakan standar baku untuk pengobatan kista ovarium jinak. Ini adalah prosedur yang sangat efektif dan aman (Coccia et al., 2011). Menurut Hadibroto (2005), dengan laparoskopi trauma dinding abdomen lebih minimal, waktu operasi lebih singkat, risiko perlengketan lebih minimal dan masa penyembuhan lebih cepat dibanding dengan prosedur pembedahan laparotomi. Ketika melakukan operasi laparoskopi pada kista ovarium jinak, penghapusan kapsul lengkap harus dilakukan. Apabila hanya melakukan aspirasi, pengobatan menjadi kurang efektif dan tingkat kekambuhan lebih tinggi (46% - 84%) (Rofe et al., 2013).


(41)

Gambar 2.5. Penatalaksanaan Kista Ovarium (Sumber: Ross & Kebria, 2013)

2.3.9. Komplikasi 1. Torsi

Kista ovarium dengan diameter besar dari 4 cm memiliki tingkat torsi sekitar 15%. Torsi menyebabkan obstruksi vena, sehingga aliran arteri dapat mengalami infark. Sebagian besar kasus torsi terjadi pada wanita pramenopause usia subur, tetapi 17% dari kasus terjadi pada wanita prapubertas dan pascamenopause. Torsi ovarium lebih umum di sisi kanan karena kolon sigmoid membatasi mobilitas ovarium kiri. Massa ovarium yang paling umum yang terkait dengan torsi adalah kista dermoid (Helm, 2014).

2. Ruptur

Kista folikular menyebabkan timbulnya nyeri yang akut dan singkat. Kista korpus luteum yang ruptur dapat menyebabkan perdarahan yang mengancam jiwa karena kista tersebut memiliki banyak pembuluh darah. Nyeri akut tidak dapat dibedakan dari kehamilan ektopik yang ruptur tetapi HCG serum negatif. Nyeri tekan pelvis yang difus terdeteksi pada pemeriksaan pelvis dan sering terjadi unilateral pada sisi yang terkena. Suatu massa dapat terdeteksi melalui palpasi (Sinclair, 2009).


(42)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

Keterangan:

= Diteliti = Tidak diteliti

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Obesitas

Siklus mesntruasi: Teratur

Tidak teratur

Stress

Kontrasepsi

DUB

Perdarahan menstruasi: Hipermenorea Hipomenorea Gangguan

menstruasi

Mioma uteri

Diabetes melitus

Penyakit tiroid Dismenorea

Kista Ovarium

Karakteristik penderita: Usia

Jenis kista ovarium Ukuran kista ovarium


(43)

3.2. Variabel dan Definisi Operasional 3.2.1. Variabel

Variabel-variabel yang terlibat dalam penelitian ini adalah usia penderita, jenis kista ovarium, ukuran kista ovarium, siklus menstruasi, perdarahan menstruasi, dan dismenorea.

3.2.2. Definisi Operasional 1. Usia

a. Definisi

Usia adalah usia pasien saat didiagnosis kista ovarium. b. Cara Ukur

Cara pengukuran data penelitian ini adalah melihat dan mencatat data ke dalam tabel hasil yang akan dijadikan parameter penilaian.

c. Alat Ukur

Alat ukur yang digunakan berupa rekam medis. d. Hasil Ukur

1) 20-29 tahun 2) 30-39 tahun 3) 40-49 tahun 4) ≥ 50 tahun e. Skala pengukuran

Skala pengukuran usia dinyatakan dalam skala ordinal.

2. Jenis Kista

a. Definisi

Jenis kista adalah jenis kista ovarium patologis (kistoma ovarii simpleks, kistadenoma ovarii serosum, kistadenoma ovarii musinosum, kista endometroid, dan kista dermoid) berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologi. Apabila jenis kista tidak diketahui maka data tersebut dianggap sebagai kelompok tidak terdata.


(44)

Cara pengukur data penelitian ini adalah melihat dan mencatat data ke dalam tabel hasil yang akan dijadikan parameter penilaian.

c. Alat Ukur

Alat ukur yang digunakan berupa rekam medis. d. Hasil Ukur

1) Kistoma ovarii simpleks 2) Kistadenoma ovarii serosum 3) Kistadenoma ovarii musinosum 4) Kista endometroid

5) Kista dermoid 6) Tidak terdata e. Skala Pengukuran

Skala pengukuran jenis kista dinyatakan dalam skala nominal.

3. Ukuran Kista

a. Definisi

Ukuran kista adalah diameter kista ovarium yang telah dievaluasi dan dinyatakan dalam sentimeter. Apabila ukuran kista tidak diketahui maka data tersebut dianggap sebagai kelompok tidak terukur.

b. Cara Ukur

Cara pengukuran data penelitian ini adalah melihat dan mencatat data ke dalam tabel hasil yang akan dijadikan parameter penilaian.

c. Alat Ukur

Alat ukur yang digunakan berupa rekam medis. d. Hasil Ukur

1) ≤ 5cm 2) > 5cm

3) Tidak terukur e. Skala pengukuran


(45)

4. Siklus menstruasi

a. Definisi

1) Siklus menstruasi adalah jarak antara tanggal mulainya menstruasi yang lalu dan mulainya menstruasi berikutnya.

2) Teratur yaitu siklus menstruasi dalam rentang 21-35 hari

3) Tidak teratur yaitu siklus menstruasi di luar rentang 21-35 hari yang terdiri dari:

a) Polimenorea yaitu siklus menstruasi yang kurang dari 21 hari. b) Oligomenorea yaitu siklus menstruasi yang lebih dari 35 hari.

c) Amenorea yaitu tidak pernah mendapatkan menstruasi sampai umur 18 tahun atau telah menstruasi tetapi diikuti oleh kegagalan menstruasi selama > 3 bulan.

4) Tidak terdata apabila siklus menstruasi penderita kista ovarium tidak diketahui.

b. Cara Ukur

Cara pengukuran data penelitian ini adalah melihat dan mencatat data ke dalam tabel hasil yang akan dijadikan parameter penilaian.

c. Alat Ukur

Alat ukur yang digunakan yaitu rekam medis. d. Hasil Ukur

1) Teratur 2) Tidak teratur 3) Tidak terdata e. Skala pengukuran

Skala pengukuran siklus menstruasi dinyatakan dalam skala ordinal.

5. Perdarahan Menstruasi

a. Definisi

1) Perdarahan menstruasi adalah jumlah darah yang dikeluarkan setiap menstruasi berdasarkan lamanya menstruasi.


(46)

2) Hipermenorea adalah perdarahan yang banyak saat menstruasi, lebih dari 8 hari.

3) Normal adalah menstruasi yang berlangsung selama 3-8 hari.

4) Hipomenorea adalah perdarahan yang sedikit saat menstruasi, kurang dari 3 hari.

5) Tidak terdata apabila perdarahan menstruasi penderita kista ovarium tidak diketahui.

b. Cara Ukur

Cara pengukuran data penelitian ini adalah melihat dan mencatat data ke dalam tabel hasil yang akan dijadikan parameter penilaian.

c. Alat Ukur

Alat ukur yang digunakan yaitu rekam medis. d. Hasil Ukur

1) Hipermenorea 2) Normal 3) Hipomenorea 4) Tidak terdata e. Skala pengukuran

Skala pengukuran perdarahan menstruasi dinyatakan dalam skala ordinal.

6. Dismenorea

a. Definisi

1) Dismenorea adalah nyeri saat menstruasi.

2) Positif apabila penderita kista ovarium mengalami nyeri saat menstruasi

3) Negatif apabila penderita kista ovarium tidak mengalami nyeri saat menstruasi

4) Tidak terdata apabila data dismenorea penderita kista ovarium tidak diketahui.


(47)

Cara pengukuran data penelitian ini adalah melihat dan mencatat data ke dalam tabel hasil yang akan dijadikan parameter penilaian.

c. Alat Ukur

Alat ukur yang digunakan yaitu rekam medis. d. Hasil Ukur

1) Positif 2) Negatif 3) Tidak terdata e. Skala pengukuran


(48)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan gangguan menstruasi pada penderita kista ovarium di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2012-2013. Penelitian ini menggunakan studi Cross Sectional karena peneliti hanya melakukan satu kali pengukuran dengan menggunakan data sekunder yaitu rekam medis.

4.2. Waktu Dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan sejak September sampai November 2014 di RSUP H. Adam Malik, dengan alasan rumah sakit tersebut merupakan pusat pelayanan kesehatan di Medan dan juga merupakan rumah sakit rujukan dari berbagai provinsi di Sumatera dengan jumlah penderita kista ovarium yang cukup banyak mulai dari 1 Januari 2012 sampai 31 Desember 2013.

4.3. Populasi Dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi adalah sekelompok subjek dengan karakteristik tertentu. Populasi dapat dibagi menjadi 2 yaitu:

1. Populasi target ditandai oleh karakteristik klinis dan demografi. Populasi target penelitian ini adalah penderita kista ovarium.

2. Populasi terjangkau adalah bagian dari populasi target yang dibatasi oleh tempat dan waktu. Populasi terjangkau penelitian ini adalah semua penderita kista ovarium di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2012-2013.

4.3.2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu hingga dianggap dapat mewakili populasinya. Dalam penelitian ini sampel ditentukan berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi, yaitu:


(49)

1. Kriteria Inklusi

Kriteria yang dimasukan dalam penelitian ini adalah penderita kista ovarium di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2012-2013 dengan usia ≥ 20 tahun. 2. Kriteria eksklusi

Adanya riwayat penggunaan kontrasepsi, kelainan ginekologi selain kista ovarium, diabetes melitus, dan penyakit tiroid.

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total sampling, yaitu semua penderita kista ovarium di RSUP H. Adam Malik dari 1 Januari 2012 sampai 31 Desember 2013 yang memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian.

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder, yaitu rekam medis penderita kista ovarium di RSUP. H. Adam Malik dari 1 Januari 2012 sampai 31 Desember 2013. Data yang diperlukan dalam penelitian ini dicatat dan diuraikan sesuai dengan kebutuhan penelitian.

4.5. Pengolahan Dan Analisa Data

Data yang telah terkumpul dari hasil pengukuran dalam penelitian ini diolah dengan menggunakan program Statistic Package for Social Science (SPSS). Kemudian data ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.


(50)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di instalasi rekam medis RSUP H. Adam Malik yang berlokasi di jalan Bunga Lau Nomor 17, Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan, Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 355/Menkes/SK/VII/1990, RSUP H. Adam Malik ditetapkan sebagai rumah sakit kelas A. RSUP H. Adam Malik mulai berfungsi secara total sejak tanggal 21 Juli 1993 dan menjadi rumah sakit rujukan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi provinsi Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, dan Riau. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 502/Menkes/IX/1991 tanggal 6 September 1991, RSUP H. Adam Malik ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan untuk mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Pusat pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara secara resmi dipindahkan ke RSUP. H. Adam Malik pada tanggal 11 Januari 1993.

5.1.2. Karakteristik Individu

Sampel penelitian ini adalah semua penderita kista ovarium di RSUP H. Adam Malik dari 1 Januari 2012 sampai 31 Desember 2013. Jumlah sampel yang memenuhi kriteria inklusi adalah sebanyak 92 orang dari 171 orang penderita kista ovarium. Data diperoleh melalui rekam medis penderita kista ovarium. Data yang diambil yaitu karakteristik penderita kista ovarium seperti usia penderita kista ovarium, jenis kista ovarium dan ukuran kista ovarium, serta riwayat menstruasi penderita kista ovarium yang terdiri dari siklus menstruasi, perdarahan menstruasi berdasarkan durasi menstruasi dan dismenorea.


(51)

5.1.3. Hasil Analisis Data

1. Karakteristik Penderita Kista Ovarium berdasarkan Kelompok Usia di RSUP H. Adam Malik pada Tahun 2012-2013

Berdasarkan pengolahan data sekunder terhadap 92 sampel penelitian, diperoleh karakteristik penderita kista ovarium berdasarkan kelompok usia sebagai berikut:

Tabel 5.1. Karakteristik Penderita Kista Ovarium berdasarkan Kelompok Usia di RSUP H. Adam Malik pada Tahun 2012-2013

Kelompok Usia (Tahun) Frekuensi (n) Persentase (%)

20-29 24 26,1

30-39 25 27,2

40-49 23 25,0

≥ 50 20 21,7

Total 92 100,0

Berdasarkan tabel 5.1. di atas diketahui bahwa penderita kista ovarium di RSUP H. Adam Malik mayoritas berusia 30-39 tahun yaitu sebanyak 25 orang (27,2%). Penderita kista ovarium yang minoritas terdapat pada kelompok usia ≥ 50 tahun yaitu sebanyak 20 orang (21,7%). Berdasarkan data usia penderita kista ovarium tersebut diperoleh nilai mean 39,3 tahun, median 38,5 tahun dan standar deviasi 12,5 tahun.

2. Karakteristik Penderita Kista Ovarium berdasarkan Jenis Kista Ovarium di RSUP H. Adam Malik pada Tahun 2012-2013

Berdasarkan pengolahan data sekunder terhadap 92 sampel penelitian, diperoleh karakteristik penderita kista ovarium berdasarkan jenis kista ovarium sebagai berikut:


(52)

Tabel 5.2. Karakteristik Penderita Kista Ovarium berdasarkan Jenis Kista Ovarium di RSUP H. Adam Malik pada Tahun 2012-2013

Jenis Kista Ovarium Frekuensi (n) Persentase (%)

Kistoma ovarii simpleks 0 0,0

Kistadenoma ovarii serosum 35 38,0

Kistadenoma ovarii musinosum 23 25,0

Kista endometroid 16 17,4

Kista dermoid 4 4,3

Tidak terdata 14 15,2

Total 92 100,0

Berdasarkan tabel 5.2. di atas diketahui bahwa jenis kista ovarium yang mayoritas ditemukan di RSUP H. Adam Malik adalah kistadenoma ovarii serosum yaitu sebanyak 35 orang (38%), sedangkan kistoma ovarii simpleks tidak ditemukan dalam panelitian ini.

3. Karakteristik Penderita Kista Ovarium berdasarkan Ukuran Kista Ovarium di RSUP H. Adam Malik pada Tahun 2012-2013

Berdasarkan pengolahan data sekunder terhadap 92 sampel penelitian, diperoleh karakteristik penderita kista ovarium berdasarkan ukuran kista ovarium sebagai berikut:

Tabel 5.3. Karakteristik Penderita Kista Ovarium berdasarkan Ukuran Kista Ovarium di RSUP H. Adam Malik pada Tahun 2012-2013 Ukuran Kista Ovarium (cm) Frekuensi (n) Persentase (%)

≤ 5 10 10,9

> 5 58 63,0

Tidak terukur 24 26,1


(53)

Berdasarkan tabel 5.3. di atas diketahui bahwa ukuran kista ovarium yang ditemukan di RSUP H. Adam Malik mayoritas > 5 cm yaitu sebanyak 58 orang (63,0%), sedangkan ukuran kista ovarium yang ≤ 5 cm ditemukan sebanyak 10 orang (10,9%). Berdasarkan data ukuran kista ovarium tersebut diperoleh nilai mean 8,7 cm, median 7,8 cm dan standar deviasi 7,9 cm.

4. Gambaran Siklus Menstruasi pada Penderita Kista Ovarium di RSUP H. Adam Malik pada Tahun 2012-2013

Berdasarkan pengolahan data sekunder terhadap 92 sampel penelitian, diperoleh gambaran siklus menstruasi pada penderita kista ovarium sebagai berikut:

Tabel 5.4. Gambaran Siklus Menstruasi pada Penderita Kista Ovarium di RSUP H. Adam Malik pada Tahun 2012-2013

Siklus Menstruasi Frekuensi (n) Persentase (%)

Teratur 72 78,3

Tidak teratur 12 13,0

Tidak terdata 8 8,7

Total 92 100,0

Berdasarkan tabel 5.4. di atas diketahui bahwa 72 orang (78,3%) dari penderita kista ovarium di RSUP H. Adam Malik mengalami siklus menstruasi yang teratur, sedangkan penderita kista ovarium yang mengalami siklus menstruasi tidak teratur adalah sebanyak 12 orang (13%). Berdasarkan data siklus menstruasi pada penderita kista ovarium tersebut diperoleh nilai mean 24 hari, median 28 hari dan standar deviasi 14,9 hari.


(54)

5. Gambaran Gangguan Siklus Menstruasi pada Penderita Kista Ovarium berdasarkan Jenis Kista Ovarium di RSUP H. Adam Malik pada Tahun 2012-2013

Berdasarkan pengolahan data sekunder terhadap 92 sampel penelitian, diperoleh gambaran gangguan siklus menstruasi pada penderita kista ovarium berdasarkan jenis kista ovarium sebagai berikut:

Tabel 5.5. Gambaran Gangguan Siklus Menstruasi pada Penderita Kista Ovarium berdasarkan Jenis Kista Ovarium di RSUP H. Adam Malik pada Tahun 2012-2013

Jenis Kista Ovarium

SiklusMenstruasi

Total

Teratur Tidak

teratur

Tidak terdata

Kistoma ovarii simpleks n 0 0 0 0

% 0 0 0 0

Kistadenoma ovarii serosum n 27 4 4 35

% 37,5 33,3 50,0 38,0

Kistadenoma ovarii musinosum n 21 2 0 23

% 29,2 16,7 0,0 25,0

Kista endometroid n 12 3 1 16

% 16,7 25,0 12,5 17,4

Kista dermoid n 2 1 1 4

% 2,8 8,3 12,5 4,3

Tidak terdata n 10 2 2 14

% 13,9 16,7 25,0 15,2

Total n 72 12 8 92

% 100,0 100,0 100,0 100,0

Berdasarkan tabel 5.5. di atas diketahui bahwa penderita kista ovarium yang paling banyak mengalami siklus menstruasi tidak teratur adalah penderita kistadenoma ovarii serosum yaitu sebanyak 4 orang (33,3%).


(55)

6. Gambaran Perdarahan Menstruasi pada Penderita Kista Ovarium di RSUP H. Adam Malik pada Tahun 2012-2013

Berdasarkan pengolahan data sekunder terhadap 92 sampel penelitian, diperoleh gambaran perdarahan menstruasi pada penderita kista ovarium sebagai berikut:

Tabel 5.6. Gambaran Perdarahan Menstruasi pada Penderita Kista Ovarium di RSUP H. Adam Malik pada Tahun 2012-2013

Perdarahan Menstruasi Frekuensi (n) Persentase (%)

Hipermenorea 4 4,3

Normal 72 78,3

Hipomenorea 2 2,2

Tidak terdata 14 15,2

Total 92 100,0

Berdasarkan tabel 5.6. di atas diketahui bahwa sebagian besar penderita kista ovarium mempunyai perdarahan menstruasi normal yaitu sebanyak 72 orang (78,3%), hanya 4 orang (4,3%) mengalami hipermenorea dan 2 orang (2,2%) mengalami hipomenorea. Berdasarkan data perdarahan menstruasi pada penderita kista ovarium tersebut diperoleh nilai mean 4,7 hari, median 5 hari dan standar deviasi 2,6 hari.

7. Gambaran Gangguan Perdarahan Menstruasi pada Penderita Kista Ovarium berdasarkan Jenis Kista Ovarium di RSUP H. Adam Malik pada Tahun 2012-2013

Berdasarkan pengolahan data sekunder terhadap 92 sampel penelitian, diperoleh gambaran gangguan perdarahan menstruasi pada penderita kista ovarium berdasarakan jenis kista ovarium sebagai berikut:


(56)

Tabel 5.7. Gambaran Gangguan Perdarahan Menstruasi pada Penderita Kista Ovarium berdasarkan Jenis Kista Ovarium di RSUP H. Adam Malik pada Tahun 2012-2013

Jenis Kista Ovarium

PerdarahanMenstruasi

Total

Hiperme-norea

Normal

Hipome-norea

Tidak terdata

Kistoma ovarii simpleks n 0 0 0 0 0

% 0 0 0 0 0

Kistadenoma ovarii serosum n 2 29 2 2 35

% 50,0 40,3 100,0 14,3 38,0

Kistadenoma ovarii mucinosum n 1 19 0 3 23

% 25,0 26,4 0,0 21,4 25,0

Kista endometroid n 0 12 0 4 16

% 0,0 16,7 0,0 28,6 17,4

Kista dermoid n 0 3 0 1 4

% 0,0 4,2 0,0 7,1 4,3

Tidak terdata n 1 9 0 4 14

% 25,0 12,5 0,0 28,6 15,2

Total n 4 72 2 14 92

% 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0

Berdasarkan tabel 5.7. di atas diketahui bahwa penderita kista ovarium yang mengalami gangguan perdarahan menstruasi adalah penderita kistadenoma ovarii serosum yaitu sebanyak 2 orang (50%) mengalami hipermenorea dan 2 orang (100%) mengalami hipomenorea.

8. Gambaran Dismenorea pada Penderita Kista Ovarium di RSUP H. Adam Malik pada Tahun 2012-2013

Berdasarkan pengolahan data sekunder terhadap 92 sampel penelitian, diperoleh gambaran dismenorea pada penderita kista ovarium sebagai berikut:


(57)

Tabel 5.8. Gambaran Dismenorea pada Penderita Kista Ovarium di RSUP H. Adam Malik pada Tahun 2012-2013

Dismenorea Frekuensi (n) Persentase (%)

Positif 34 37,0

Negatif 49 53,3

Tidak terdata 9 9,8

Total 92 100,0

Berdasarkan tabel 5.8. di atas diketahui bahwa penderita kista ovarium yang mengalami dismenorea yaitu sebanyak 34 orang (37%), sedangkan yang tidak mengalami dismenorea yaitu sebanyak 49 orang (53,3%).

9. Gambaran Dismenorea pada Penderita Kista Ovarium berdasarkan Jenis Kista Ovarium di RSUP H. Adam Malik pada Tahun 2012-2013

Berdasarkan pengolahan data sekunder terhadap 92 sampel penelitian, diperoleh gambaran dismenorea pada penderita kista ovarium berdasarkan jenis kista ovarium sebagai berikut:


(58)

Tabel 5.9. Gambaran Dismenorea pada Penderita Kista Ovarium berdasarkan Jenis Kista Ovarium di RSUP H. Adam Malik pada Tahun 2012-2013

Jenis Kista Ovarium

Dismenorea

Total

Positif Negatif Tidak

terdata

Kistoma ovarii simpleks n 0 0 0 0

% 0 0 0 0

Kistadenoma ovarii serosum n 10 20 5 35

% 29,4 40,8 55,6 38,0

Kistadenoma ovarii musinosum n 6 17 0 23

% 17,6 34,7 0,0 25,0

Kista endometroid n 11 3 2 16

% 32,4 6,1 22,2 17,4

Kista dermoid n 2 1 1 4

% 5,9 2,0 11,1 4,3

Tidak terdata n 5 8 1 14

% 14,7 16,3 11,1 15,2

Total n 34 49 9 92

% 100,0 100,0 100,0 100,0

Berdasarkan tabel 5.9. di atas diketahui bahwa dismenorea paling banyak ditemukan pada penderita kista endometrioid yaitu sebanyak 11 orang (32,4%).


(59)

5.2.Pembahasan

Kista ovarium merupakan masalah reproduksi yang sering ditemukan pada wanita usia reproduksi karena kista terbentuk selama siklus menstruasi (Yatim, 2005). Pada penelitian ini terbukti bahwa mayoritas penderita kista ovarium di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2012-2013 berada dalam usia reproduksi (30-39 tahun) yaitu sebanyak 25 orang (27,2%) (tabel 5.1.). Hal ini sesuai dengan penelitian Demirci et al. (2014) yang menemukan banyaknya kejadian tumor jinak ovarium pada wanita berusia di bawah 45 tahun. Hasil ini mendukung penelitian Siringo et al. (2013) yang menemukan kasus kista ovarium sebanyak 31 orang (26,7%) pada usia 29-37 tahun, Limbong (2012) menemukan kasus endometriosis sebanyak 19 orang (65,5%) pada usia 31-50 tahun dan Andriana (2010) menemukan sebesar 44,13% penderita endometriosis di RS dr. Saiful Anwar Malang Jawa Timur tahun 2001-2003 berusia 31-40 tahun.

Penderita kista ovarium di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2012-2013 minoritas berusia ≥ 50 tahun yaitu sebanyak 20 orang (21,7%) (tabel 5.1.). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Siringo et al. (2013) yang menemukan kasus kista ovarium di atas usia 55 tahun sebanyak 8 orang (7,8%), Limbong (2012) menemukan angka kasus endometriosis pada kelompok usia > 50 tahun yaitu sebanyak 3 orang (10,3%). Rendahnya kasus kista ovarium pada usia tua disebabkan karena pada usia menopause kelainan ovarium lebih rentan berkembang menjadi kasus keganasan seperti kanker ovarium (American Cancer Society, 2013). Hal ini sesuai dengan penelitian Mehdi et al. (2010) yang menemukan tingginya kasus keganasan ovarium pada usia ± 55 tahun.

Berdasarkan data usia penderita kista ovarium di RSUP H. Adam Malik tersebut diperoleh nilai rata-rata usia sebesar 39,3 tahun. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Terzić M, et al. (2011) yang menemukan nilai rata-rata usia sebesar 38,3 tahun pada penderita tumor jinak ovarium di rumah sakit Institut Ginekologi dan Obstetri Serbia. Mehdi et al. (2010) mendapatkan nilai rata-rata usia penderita tumor jinak ovarium sebesar 38 tahun. Pada penelitian lain, Gowri et al. (2014)


(60)

menemukan sebesar 32,8 tahun pada penderita tumor jinak adneksa di Sultan Qaboos University Hospital sejak januari 2008 sampai Mei 2012.

Setiap kista ovarium memiliki tingkat perkembangan yang berbeda-beda sehingga ukurannya bervariasi. Ukuran kista ovarium itu sendiri penting diketahui untuk memutuskan tindakan yang akan dilakukan karena tidak semua penderita kista ovarium perlu diterapi. Kista ovarium yang berukuran < 5 cm biasanya tidak bergejala dan dapat mengalami pengecilan secara spontan dan menghilang sehingga tidak dibutuhkan tindakan pembedahan (Prawirohardjo, 2008). Sedangkan kista ovarium yang berukuran > 5 cm perlu ditatalaksana lebih lanjut (Rofe, 2013) karena ukuran kista ovarium yang besar rentan terjadinya komplikasi seperti torsi, perdarahan dan penekanan terhadap organ lain (Mirza, 2012). Pada penelitian ini terbukti bahwa mayoritas penderita kista ovarium yang ditatalaksana di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2012-2013 memiliki ukuran kista ovarium > 5 cm yaitu sebanyak 58 orang (63%), sedangkan ukuran kista ovarium ≤ 5 cm ditemukan sebanyak 10 orang (10,9%) (tabel 5.3.). Hal ini sesuai dengan penelitian Siringo et al. (2013) yang menemukan ukuran kista ovarium > 6 cm sebanyak 48 orang (41,8%) pada kasus kista ovarium jinak dan 4 orang (66,7%) pada kasus kista ovarium ganas. Berdasarkan data ukuran kista ovarium tersebut diperoleh nilai rata-rata ukuran kista ovarium sebesar 8,7 cm. Hasil ini mendukung penelitian Attanucci et al. (2004) yang menemukan nilai rata-rata ukuran kista ovarium sebesar 7,8 cm pada penderita tumor jinak ovarium dan Tang et al. (2008) yang menemukan sebesar 13,7 cm pada penderita kanker ovarium.

Berdasarkan jenis kista ovarium, ditemukan empat jenis kista ovarium patologis di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2012-2013 yaitu kistadenoma ovarii serosum, kistadenoma ovarii musinosum, kista endometrioid dan kista dermoid. Adapun jenis kista ovarium yang paling banyak ditemukan adalah kistadenoma ovarii serosum yaitu sebanyak 35 orang (38%) (tabel 5.2.). Menurut Forstner & Kinkel (2007), kistadenoma ovarii serosum merupakan 40% dari seluruh kasus


(1)

HASIL ANALISIS DATA

1.

Karakteristik Penderita Kista Ovarium Berdasarkan Kelompok Usia

Statistics

Usia Penderita Kista Ovarium

N Valid 92

Missing 0

Usia Penderita Kista Ovarium

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

20-29 24 26,1 26,1 26,1

30-39 25 27,2 27,2 53,3

40-49 23 25,0 25,0 78,3

≥50 20 21,7 21,7 100,0

Total 92 100,0 100,0

Statistics

Usia

N Valid 92

Missing 0

Mean 39,27

Median 38,50

Mode 24

Std. Deviation 12,450

Variance 155,013

Range 54

Minimum 20

Maximum 74

2.

Karakteristik Penderita Kista Ovarium Berdasarkan Jenis Kista Ovarium

Statistics

JenisKistaOvarium

N Valid 92

Missing 0

JenisKistaOvarium

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

Kistadenoma ovarii serosum 35 38,0 38,0 38,0

Kistadenoma ovarii musinosum

23 25,0 25,0 63,0

Kista endometroid 16 17,4 17,4 80,4

Kista dermoid 4 4,3 4,3 84,8

Tidak terdata 14 15,2 15,2 100,0


(2)

3.

Karakteristik Penderita Kista Ovarium Berdasarkan Ukuran Kista

Ovarium

Statistics

UkuranKistaOvarium

N Valid 92

Missing 0

UkuranKistaOvarium

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid

≤5 10 10,9 10,9 10,9

>5 58 63,0 63,0 73,9

Tidak terukur kaliper 24 26,1 26,1 100,0

Total 92 100,0 100,0

Statistics

ukurankista

N Valid 92

Missing 0

Mean 8,7028

Median 7,7500

Mode ,00

Std. Deviation 7,96274

Variance 63,405

Range 40,00

Minimum ,00

Maximum 40,00

4.

Gambaran Siklus Menstruasi pada Penderita Kista Ovarium

Statistics

SiklusMenstruasi

N Valid 92

Missing 0

SiklusMenstruasi

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid

Teratur 72 78,3 78,3 78,3

Tidak teratur 12 13,0 13,0 91,3

Tidak terdata 8 8,7 8,7 100,0


(3)

Statistics

siklusmenstuasipasien

N Valid 92

Missing 0

Mean 24,0435

Median 28,0000

Mode 28,00

Std. Deviation 14,96950

Variance 224,086

Range 90,00

Minimum ,00

Maximum 90,00

5.

Gambaran Perdarahan Menstruasi pada Penderita Kista Ovarium

Statistics

PerdarahanMenstruasi

N Valid 92

Missing 0

PerdarahanMenstruasi

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

Hipermenorea 4 4,3 4,3 4,3

Normal 72 78,3 78,3 82,6

Hipomenorea 2 2,2 2,2 84,8

Tidak terdata 14 15,2 15,2 100,0

Total 92 100,0 100,0

Statistics

perdarahanmenstruasipasien

N Valid 92

Missing 0

Mean 4,7391

Median 5,0000

Mode 7,00

Std. Deviation 2,61387

Variance 6,832

Range 9,00

Minimum ,00

Maximum 9,00

6.

Gambaran Dismenorea pada Penderita Kista Ovarium

Statistics

Dismenorea

N Valid 92


(4)

Dismenorea

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent Valid

Dismenorea 34 37,0 37,0 37,0

Tidak dismenorea 49 53,3 53,3 90,2

Tidak terdata 9 9,8 9,8 100,0

Total 92 100,0 100,0

7.

Gambaran Gangguan Siklus Menstruasi pada Penderita Kista Ovarium

berdasarkan Jenis Kista Ovarium

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

JenisKistaOvarium * SiklusMenstruasi

92 100,0% 0 0,0% 92 100,0%

JenisKistaOvarium * SiklusMenstruasi Crosstabulation

SiklusMenstruasi Total

Teratur Tidak teratur Tidak terdata

JenisKista Ovarium

Kistadenoma ovarii serosum

Count 27 4 4 35

% within SiklusMenstruasi

37,5% 33,3% 50,0% 38,0%

Kistadenoma ovarii musinosum

Count 21 2 0 23

% within SiklusMenstruasi

29,2% 16,7% 0,0% 25,0%

Kista endometroid

Count 12 3 1 16

% within SiklusMenstruasi

16,7% 25,0% 12,5% 17,4%

Kista dermoid

Count 2 1 1 4

% within SiklusMenstruasi

2,8% 8,3% 12,5% 4,3%

Tidak terdata

Count 10 2 2 14

% within SiklusMenstruasi

13,9% 16,7% 25,0% 15,2%

Total

Count 72 12 8 92

% within SiklusMenstruasi


(5)

8.

Gambaran Gangguan Perdarahan Menstruasi pada Penderita Kista

Ovarium berdasarkan Jenis Kista Ovarium

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

JenisKistaOvarium * PerdarahanMenstruasi

92 100,0% 0 0,0% 92 100,0%

JenisKistaOvarium * PerdarahanMenstruasi Crosstabulation

PerdarahanMenstruasi Total

Hiperme norea

Normal Hipome norea

Tidak terdata

JenisKista Ovarium

Kistadenoma ovarii serosum

Count 2 29 2 2 35

% within

PerdarahanMenstruasi

50,0% 40,3% 100,0% 14,3% 38,0%

Kistadenoma ovarii musinosum

Count 1 19 0 3 23

% within

PerdarahanMenstruasi

25,0% 26,4% 0,0% 21,4% 25,0%

Kista endometroid

Count 0 12 0 4 16

% within

PerdarahanMenstruasi

0,0% 16,7% 0,0% 28,6% 17,4%

Kista dermoid

Count 0 3 0 1 4

% within

PerdarahanMenstruasi

0,0% 4,2% 0,0% 7,1% 4,3%

Tidak terdata

Count 1 9 0 4 14

% within

PerdarahanMenstruasi

25,0% 12,5% 0,0% 28,6% 15,2%

Total

Count 4 72 2 14 92

% within

PerdarahanMenstruasi


(6)

9.

Gambaran Dismenorea pada Penderita Kista Ovarium berdasarkan Jenis

Kista Ovarium

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

JenisKistaOvarium * Dismenorea 92 100,0% 0 0,0% 92 100,0%

JenisKistaOvarium * Dismenorea Crosstabulation

Dismenorea Total

Dismenorea Tidak dismenorea

Tidak terdata

JenisKista Ovarium

Kistadenoma ovarii serosum

Count 10 20 5 35

% within Dismenorea

29,4% 40,8% 55,6% 38,0%

Kistadenoma ovarii musinosum

Count 6 17 0 23

% within Dismenorea

17,6% 34,7% 0,0% 25,0%

Kista endometroid

Count 11 3 2 16

% within Dismenorea

32,4% 6,1% 22,2% 17,4%

Kista dermoid

Count 2 1 1 4

% within Dismenorea

5,9% 2,0% 11,1% 4,3%

Tidak terdata

Count 5 8 1 14

% within Dismenorea

14,7% 16,3% 11,1% 15,2%

Total

Count 34 49 9 92

% within Dismenorea