Rumusan Masalah Manfaat Penelitian Jenis Penelitian

Universitas Sumatera Utara Angka kejadian kista ovarium di Indonesia belum diketahui dengan pasti karena pencatatan dan pelaporan yang kurang baik Berhandus et al., 2012. Namun, berdasarkan penelitian Oemiati et al. 2011, dari 4148 responden didapatkan bahwa jenis kankertumor tertinggi di Indonesia adalah kanker ovarium dan serviks uterus. Menurut Nasdaldy 2009 dalam Siringo et al. 2013, di RSU. Cipto Mangunkusumo terdata sebanyak 428 kasus kista endometriosis pada tahun 2008 dan 20 diantaranya meninggal dunia. Pada tahun 2009 terdata sebanyak 768 kasus endometriosis dan 25 diantaranya meninggal dunia. Di RSU Prof. Dr. R. D. Kandou Manado terdata sebanyak 145 kasus kista ovarium pada tahun 2012 Berhandus et al., 2012. Di RSUD Pirngadi Medan terdata sebanyak 34 kasus kista ovarium pada tahun 2010. Di RS ST. Elisabeth Medan terdata sebanyak 116 kasus kista ovarium pada tahun 2008 sampai 2012. Di RSUP H. Adam Malik Medan terdata sebanyak 47 kasus kista ovarium pada tahun 2008 sampai 2009 Siringo et al., 2013 dan berdasarkan survei pendahuluan diketahui bahwa di RSUP H. Adam Malik terdata sebanyak 179 kunjungan penderita kista ovarium pada tahun 2012 sampai 2013. Berbagai penelitian terkait kista ovarium telah dilakukan sebelumnya, tetapi penelitian yang membahas tentang gambaran gangguan menstruasi pada penderita kista ovarium masih jarang ditemukan. Sehingga, peneliti tertarik untuk meneliti gambaran gangguan menstruasi pada penderita kista ovarium di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2012-2013.

1.2. Rumusan Masalah

Adapun masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran gangguan menstruasi pada penderita kista ovarium di RSUP H. Adam Malik dari 1 Januari 2012 sampai 31 Desember 2013. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1.3.1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran gangguan menstruasi pada penderita kista ovarium di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2012- 2013. 1.3.2. Tujuan Khusus Yang menjadi tujuan khusus penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui karakteristik usia, jenis kista dan ukuran kista penderita kista ovarium di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2012- 2013. 2. Untuk mengetahui gambaran siklus menstruasi pada penderita kista ovarium di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2012-2013. 3. Untuk mengetahui gambaran perdarahan menstruasi pada penderita kista ovarium di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2012-2013. 4. Untuk mengetahui gambaran dismenorea pada penderita kista ovarium di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2012-2013. 5. Untuk mengetahui gambaran gangguan menstruasi pada penderita kista ovarium di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2012-2013.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat: 1.4.1. Memberikan informasi tentang gambaran gangguan menstruasi pada penderita kista ovarium di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2012-2013. 1.4.2. Menjadi pedoman bagi petugas kesehatan dalam mengedukasi penderita kista ovarium. 1.4.3. Menambah wawasan dan pengetahuan peneliti. 1.4.4. Memberikan informasi dan masukan bagi penelitian selanjutnya yang terkait tentang gangguan menstruasi pada penderita kista ovarium. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi 2.1.1. Uterus Uterus terdiri dari fundus uterus, korpus uterus, dan serviks uterus Pearce, 2009. Menurut Prawirohardjo 2010, secara histologi uterus terdiri dari: 1. Endometrium di korpus uterus dan endoserviks di serviks uterus. Endometrium mempunyai arti penting dalam siklus menstruasi karena selama masa menstruasi endometrium sebagian besar dilepaskan dan tumbuh kembali dalam masa proliferasi. 2. Miometrium Otot polos uterus di sebelah dalam berbentuk sirkular dan disebelah luar berbentuk longitudinal. Di antara otot tersebut terdapat lapisan otot oblik yang berbentuk anyaman. 3. Perimetrium, yaitu lapisan serosa. Uterus diperdarahi oleh arteri uterina kanan dan kiri. Pembuluh darah ini berasal dari arteria iliaka interna. Inervasi uterus terutama terdiri atas sistem saraf simpatetik dan untuk sebagian terdiri atas sistem parasimpatetik dan serebrospinal Prawirohardjo, 2010.

2.1.2. Tuba Falloppii

Menurut Prawirohardjo 2010, tuba falloppii terdiri dari: 1. Pars interstisialis, yaitu bagian yang terdapat di dinding uterus. 2. Pars ismika, yaitu bagian medial tuba yang sempit. 3. Pars ampullaris, yaitu bagian yang agak lebar, tempat terjadinya konsepsi. 4. Infundibulum, yaitu bagian ujung tuba yang terbuka ke arah abdomen dan mempunyai fimbria. Fimbria berfungsi untuk menangkap ovum dan menyalurkannya ke dalam tuba. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 2.1.3. Ovarium Menurut Prawirohardjo 2010, struktur ovarium terdiri dari: 1. Korteks, bagian luar yang diliputi oleh epitelium germinativum berbentuk kubik dan di dalamnya terdiri atas stroma serta folikel-folikel primordial. 2. Medulla, bagian di sebelah dalam korteks terdapat stroma dengan pembuluh- pembuluh darah, serabut-serabut saraf, dan sedikit otot polos. Ovarium berisi sejumlah besar ovum yang belum matang, yang disebut oosit primer. Folikel ini akan berkembang menjadi folikel de Graaf. Setiap bulan folikel akan berkembang dan melepaskan sebuah ovum. Ovulasi ini terjadi pada saat pertengahan hari ke-14 siklus menstruasi Pearce, 2009. Ovarium juga menghasilkan hormon yaitu progesteron dan estrogen hormon seks wanita, inhibin, dan relaksin Tortora Derrickson, 2009. Gambar 2.1. Alat Reproduksi Interna Wanita Sumber: Tortora Derrickson, 2009 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 2.2. Menstruasi Menstruasi adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan deskuamasi endometrium Prawirohardjo, 2008. Proses siklus menstruasi sangat kompleks karena dipengaruhi oleh hormonal dan keadaan mikrointra folikel Manuaba et al., 2010. Usia remaja wanita pada waktu pertama kalinya mendapat menstruasi menarche bervariasi lebar, yaitu antara 10-16 tahun, tetapi rata-ratanya 12,5 tahun. Statistik menunjukan bahwa usia menarche dipengaruhi oleh faktor keturunan, keadaan gizi, dan kesehatan umum Prawirohardjo, 2008. Panjang siklus menstruasi adalah jarak antara tanggal mulainya menstruasi yang lalu dan mulainya menstruasi berikutnya Prawirohardjo, 2008. Panjang siklus menstruasi normal biasanya 21-35 hari. Seorang wanita rata-rata mengalami 400 siklus menstruasi sebelum menopause dan siklus menstruasi rata-rata berlangsung selama 5 hari Kumar et al., 2013. Jumlah darah setiap menstruasi rata-rata 50 ± 30 cc Kumar et al., 2013. Apabila jumlah darah menstruasi lebih dari 80 cc, keadaan tersebut dianggap patologis Prawirohardjo, 2008. Darah menstruasi normal tidak membentuk bekuan karena adanya fibrinolisin. Apabila perdarahan menstruasi banyak, jumlah fibrinolisin tidak cukup untuk mencegah pembekuan, sehingga terbentuk gumpalan darah. Hal ini merupakan bukti klinis dari adanya kelainan dari uterus Manuaba et al., 2010.

2.2.1. Siklus menstruasi 1. Siklus Ovarium

Siklus ovarium menurut Guyton Hall 2007 yaitu: a. Fase folikel Tahap pertama, pertumbuhan folikel berupa pembesaran sedang dari ovum, diameter ovum menjadi 2-3 kali lipat dan diikuti dengan pertumbuhan lapisan Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara sel-sel granulosa tambahan. Folikel ini disebut dengan folikel primer. Sesudah dimulainya menstruasi, konsentrasi Follicle Stimulating Hormone FSH dan Luteinizing Hormone LH meningkat. Peningkatan FSH sedikit lebih besar dan lebih awal beberapa hari dari LH. Hormon-hormon ini, khususnya FSH, mempercepat pertumbuhan 6-12 folikel primer, hingga terbentuknya teka, yaitu teka interna dan teka eksterna. Sesudah tahap awal pertumbuhan proliferasi yang berlangsung beberapa hari, masa sel granulosa menyekresi cairan folikular yang mengandung estrogen dalam konsentrasi tinggi. Pengumpulan cairan ini menyebabkan terbentuknya antrum di dalam masa sel granulosa. Apabila antrum sudah terbentuk, sel granulosa dan teka berproliferasi lebih cepat, laju kecepatan sekresinya meningkat, dan masing-masing folikel tumbuh menjadi folikel antral. Peningkatan pertumbuhan secara besar-besaran terjadi di dalam folikel antral, menuju ke arah pembentukan folikel vesikular. Ketika folikel vesikular membesar, ovum tetap tertanam di dalam massa sel granulosa yang terletak di sebuah kutup dari folikel. Ovum bersama sel granulosa di sekelilingnya disebut kumulus ooforus. Setelah pertumbuhan selama satu minggu atau lebih, tetapi sebelum ovulasi, salah satu dari folikel mulai tumbuh melebihi folikel lainnya, sisanya mengalami involusi atresia dan sisa folikel ini disebut atretik. b. Fase Ovulasi Ovulasi pada wanita dengan siklus menstruasi normal 28 hari terjadi pada hari ke-14 setelah menstruasi. Ovulasi dipengaruhi oleh LH. LH mempunyai efek khusus terhadap sel granulosa dan sel teka, sehingga membuat sel tersebut menyekresikan banyak progesteron. Ada dua paristiwa yang dibutuhkan untuk ovulasi: 1 Teka eksterna, mulai melepaskan enzim proteolitik dari lisozim yang menyebabkan pelarutan dinding kapsul sehingga dinding melemah. Hal Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara ini menyebabkan semakin membengkaknya seluruh folikel dan degenerasi stigma. 2 Terjadi pertumbuhan pembuluh darah baru yang berlangsung sangat cepat ke dalam dinding folikel dan sekresi prostaglandin dalam jaringan folikular. Kedua efek ini menyebabkan transudasi plasma ke dalam folikel, yang berperan dalam pembengkakan folikel. Kombinasi dari pembengkakan folikel dan degenerasi stigma menyebabkan folikel pecah disertai pengeluaran ovum. c. Fase Luteal Beberapa jam setelah ovum dikeluarkan dari folikel, sel-sel granulosa dan teka interna yang tersisa berubah menjadi sel lutein. Perubahan sel ini sangat bergantung pada LH yang dihasilkan hipofisis anterior. Diameter sel ini membesar 2 kali atau lebih dan berisi inklusi lipid sehingga memberi tampilan kekuningan, yang disebut korpus luteum. Pada wanita normal, korpus luteum tumbuh menjadi ± 1,5 cm, perkembangan ini dicapai selama 7- 8 hari setelah ovulasi. Kemudian, korpus luteum mulai berinvolusi dan akhirnya kehilangan fungsi sekresi, warna kekuningan serta sifat lipidnya dalam waktu ± 12 hari setelah ovulasi. Kemudian, korpus luteum berubah menjadi korpus albikans; selama beberapa minggu korpus albikans akan digantikan oleh jaringan ikat dan diserap dalam hitungan bulan. Pada saat ini, penghentian tiba-tiba sekresi estrogen, progesteron, dan inhibin dari korpus luteum menghilangkan umpan balik halangan kelenjar hipofisis anterior, sehingga meningkatkan sekresi FSH dan LH yang merangsang pertumbuhan folikel baru. Terhentinya sekresi progesteron dan estrogen saat ini menyebabkan menstruasi. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 2. Siklus Endometrium Menurut Prawirohardjo 2008, fase endometrium selama siklus menstruasi terdiri dari: a. Fase menstruasi atau fase deskuamasi Dalam fase ini endometriosis terlepas dari dinding uterus disertai perdarahan, tetapi stratum basale tetap tinggal utuh. Darah menstruasi mengandung darah arteri dan vena, sel-sel epitel dan stroma, serta sekret dari uterus, serviks, dan kelenjar-kelenjar vulva. Fase ini berlangsung selama 3-4 hari. b. Fase pascamenstruasi atau fase regenerasi Luka endometrium berangsur-angsur sembuh dan ditutup kembali oleh selaput lendir baru yang tumbuh dari sel-sel epitel endometrium. Pada fase ini tebal endometrium ± 0,5 mm. Fase ini dimulai sejak fase menstruasi dan berlangsung selama ± 4 hari. c. Fase intermenstruum atau fase proliferasi Pada fase ini endometrium tumbuh menjadi setebal ± 3,5 mm. Fase ini berlangsung dari hari ke-5 sampai hari ke-14 dari siklus menstruasi. d. Fase pramenstruasi atau fase sekresi Fase ini dimulai sesudah ovulasi dan berlangsung dari hari ke-14 sampai hari ke-28. Fase sekresi dibagi menjadi 2 fase, yaitu: 1 Fase sekresi dini, endometrium lebih tipis karena kehilangan cairan. 2 Fase sekresi lanjut, tebal endometrium sekitar 5-6 mm. Endometrium sangat banyak mengandung pembuluh darah yang berkeluk-keluk dan kaya dengan glikogen. Fase ini ideal untuk nutrisi dan perkembangan ovum. Sitoplasma sel-sel stroma bertambah. Sel stroma menjadi sel desidua jika terjadi kehamilan. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Gambar 2.2. Siklus Menstruasi Normal Sumber: Tortora Derrickson, 2009

2.2.2. Pengaturan Siklus Menstruasi

Menurut Guyton Hall 2007, mekanisme ritmik dasar yang menyebabkan terjadinya variasi siklus menstruasi, yaitu: 1. Hipotalamus tidak menyekresikan Gonadotropin Releasing Hormone GnRH secara terus menerus tetapi secara pulsatil selama 5-25 menit setiap 1-2 jam. Pelepasan GnRH secara pulsatil menyebabkan pengeluaran LH secara intermiten setiap 90 menit. Aktivitas saraf yang menyebabkan pelepasan GnRH secara pulsatil terutama terjadi di hipotalamus mediobasal, khususnya di nukleus arkuatus. Banyak pusat saraf dalam sistem limbik otak sistem yang mengatur psikis menghantarkan sinyal ke nukleus arkuatus untuk memodifikasi intensitas pelepasan GnRH dan frekuensi pulsasi. Hal inilah yang menyebabkan faktor psikis dapat memodifikasi fungsi seksual wanita. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 2. Estrogen memiliki efek yang kuat dalam menghambat produksi LH dan FSH. Efek penghambatan akan berlipat ganda bila ada progesteron. Efek umpan balik ini bekerja langsung pada hipofisis anterior dan bekerja sedikit pada hipotalamus untuk menurunkan sekresi GnRH, terutama mengubah pulsasi GnRH. Selain itu, hormon inhibin juga berperan dalam menghambat sekresi FSH dan LH. Hormon ini disekresikan bersama hormon seks steroid oleh sel- sel granulosa dari korpus luteum. 3. Efek umpan balik positif dari estrogen untuk merangsang peningkatan LH sebelum ovulasi. Tanpa peningkatan LH sebelum ovulasi yang normal, tidak akan terjadi ovulasi. Gambar 2.3. Regulasi Hormon pada Siklus Menstruasi Sumber: Tortora Derrickson, 2009

2.2.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Siklus Menstruasi

Faktor-faktor yang memegang peranan dalam siklus menstruasi menurut Prawirohardjo 2008 yaitu: Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 1. Faktor enzim Dalam fase proliferasi estrogen mempengaruhi tersimpannya enzim-enzim hidrolitik dalam endometrium dan merangsang pembentukan glikogen dan asam-asam mukopolisakarida. Pada pertengahan fase luteal sintesis mukopolisakarida terhenti, sehingga meningkatkan permeabilitas pembuluh- pembuluh darah yang sudah berkembang sejak permulaan fase proliferasi. Dengan demikian, zat-zat makanan banyak mengalir ke stroma endometrium sebagai persiapan implantasi ovum apabila terjadi kehamilan. Jika kehamilan tidak terjadi, penurunan kadar progesteron menyebabkan pelepasan enzim- enzim hidrolitik, dan merusak sel-sel yang berperan dalam sintesis protein. Oleh karena itu, timbul gangguan metabolisme endometrium, yang menyebabkan regresi endomentrium dan perdarahan. 2. Faktor vaskuler Pertumbuhan endometrium diikuti oleh pertumbuhan arteri-arteri, vena-vena dan hubungan diantaranya. Regresi endometrium menyebabkan statis dalam vena serta saluran-saluran yang menghubungkannya dengan arteri, sehingga terjadi nekrosis dan perdarahan dengan pembentukan hematom, baik dari arteri maupun dari vena. 3. Faktor prostaglandin Endometrium mengandung banyak prostaglandin. Dengan desintegrasi endometrium, prostaglandin terlepas dan menyebabkan kontraksi miometrium sebagai suatu faktor untuk membatasi perdarahan pada menstruasi.

2.2.4. Faktor Risiko Gangguan Menstruasi

1. Berat badan Berdasarkan penelitian Rakhmawati 2012, pada kelompok subjek yang mengalami obesitas memiliki risiko mengalami gangguan siklus menstruasi sebesar 1,89 kali lebih besar dibandingkan pada kelompok subjek dengan status gizi normal. Menurut Hupitoyo 2011 dalam Adnyani 2013, pada wanita obesitas terjadi peningkatan kadar androgen dan estrogen. Akibatnya, terjadi gangguan fungsi ovarium dan kelainan siklus menstruasi. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 2. Stres Stres menyebabkan peningkatan kadar Corticotropin Releasing Hormone CRH dan Glucocorticoid sehingga menghambat GnRH oleh hipotalamus. Hal ini menyebabkan fluktuasi kadar FSH dan LH sehingga masa proliferasi dan sekresi mengalami pemendekan atau pemanjangan. Wanita yang mengalami stres memiliki risiko gangguan siklus menstruasi 2 kali lebih besar dibandingkan wanita yang tidak mengalami stres Rakhmawati, 2012. Hal ini sesuai dengan penelitian Mesarini Astuti 2013 yaitu wanita dengan stres yang berat cenderung mengalami gangguan siklus menstruasi lebih besar. 3. Penggunaan kontrasepsi Menurut Laely Fajarsari 2011, kontrasepsi hormonal yang hanya mengandung progesteron dapat menyebabkan gangguan menstruasi. Amenorea yang tinggi disebabkan oleh hormon progesteron menekan LH sehingga endometrium menjadi lebih dangkal dan mengalami kemunduran sehingga kelenjarnya menjadi tidak aktif. 4. Dysfunctional Uterine Bleeding DUB Dysfunctional Uterine Bleeding DUB adalah gangguan perdarahan dalam siklus menstruasi yang tidak berhubungan dengan kondisi patologis. DUB meningkat selama proses transisi menopause Kusmiran, 2011. 5. Mioma uteri Menurut Kurniasari 2010, hipermenorea dan menometroragia merupakan gejala klasik mioma uteri. Diperkirakan 30 wanita dengan mioma uteri mengalami kelainan menstruasi, menoragia. Hal ini disebabkan oleh perubahan struktur vena pada endometrium dan miometrium sehingga terjadinya venule ectasia. 6. Gangguan endokrin a. Diabetes melitus Prevalensi amenorea dan oligomenorea lebih sering terjadi pada pasien diabetes Kusmiran, 2011. b. Hipertiroid dan hipotiroid Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Hipertiroid berhubungan dengan oligomenorea dan lebih lanjut menjadi amenorea. Sedangkan hipotiroid berhubungan dengan polimenorea dan menoragia Kusmiran, 2011. c. Polikistik ovarium Amenorea dan oligomenorea pada penderita polikistik ovarium berhubungan dengan insensitivitas hormon insulin dan menjadikan wanita tersebut obesitas Kusmiran, 2011. Resistensi insulin dan obesitas menyebabkan keadaan hiperandrogen pada ovarium, sehingga menghambat perkembangan folikel dan memicu terjadinya siklus anovulatorik Baziad, 2012.

2.2.5. Gangguan Menstruasi 1. Gangguan Siklus Menstruasi

Menurut Manuaba et al. 2010, gangguan siklus menstruasi dalam masa reproduksi dapat digolongkan sebagai berikut: a. Polimenorea Polimenorea adalah siklus menstruasi kurang dari 21 hari. Jumlah dan lama perdarahan sama. Biasanya disebabkan oleh gangguan hormonal, korpus luteum defisiensi. Penyebab lainnya adalah endometriosis dan infeksi ovarium. Gangguan menstruasi ini disebut juga dengan polimenoragia atau epimenoragia. b. Oligomenorea Oligomenorea yaitu siklus menstruasi yang lebih dari 35 hari. Perdarahan pada oligomenorea biasanya berkurang dan durasinya semakin pendek. Menurut Guyton Hall 2007, siklus ovarium yang memanjang disebabkan oleh kegagalan ovulasi akibat insufisiensi sekresi LH pada waktu lonjakan LH praovulasi. c. Amenorea Secara fisiologis, wanita mengalami amenorea pada saat sebelum menarche, saat kehamilan dan laktasi, serta setelah menopause. Amenorea dibagi menjadi 2 yaitu : Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 1 Amenorea primer, seorang wanita tidak pernah mendapatkan sampai umur 18 tahun. Biasanya disebabkan oleh faktor hormonal, kongenital organ dan kelainan genetik. 2 Amenorea sekunder, pernah beberapa kali mendapat menstruasi sampai umur 18 tahun dan diikuti oleh kegagalan menstruasi dengan melewati waktu 3 bulan atau lebih.

2. Gangguan perdarahan

Menurut Manuaba et al. 2010, gangguan perdarahan menstruasi terdiri dari: a. Hipermenorea yaitu perdarahan yang banyak, melebihi 8 hari dan volume lebih dari 80 cc. Hal ini disebabkan oleh estrogen dominan sehingga pelepasan endometrium tidak normal atau tidak teratur. b. Hipomenorea yaitu perdarahan yang sedikit, kurang dari 3 hari. Gangguan ini disebabkan oleh kurangnya reseptor estrogen di uterus.

3. Dismenorea

Menurut Pangulu 2011, dismenorea terdiri dari 2 macam yaitu: a. Dismenorea primer Dismenorea primer adalah nyeri yang dirasakan saat menstruasi tanpa adanya kelainan anatomis. Nyeri dimulai beberapa jam sebelum menstruasi dan berlangsung selama 2-3 hari. Intensitas nyeri bervariasi. Pada nyeri yang berat, penderita biasanya harus meninggalkan aktivitas sehari-hari. b. Dismenorea sekunder Dismenorea sekunder terjadi karena adanya kelainan anatomis dalam pelvis. Nyeri dismenorea sekunder tidak dibatasi masa menstruasi. Nyeri sering dimulai sejak 1-2 minggu sebelum menstruasi dan menetap hingga beberapa hari setelah menstruasi. Hal ini disebabkan oleh peningkatan kadar prostanglandin atau kontraksi uterus yang abnormal akibat adanya obstruksi servikal, massa intrauterus, dan adanya benda asing. Etiologi dismenorea sekunder perlu dievaluasi bila terdapat gejala berupa dispareuni, menoragia, Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara dyschezia, perdarahan abnormal pada vagina, perdarahan pascacoitus, dan ketidakteraturan siklus bulanan. Penyebab dismenorea sekunder antara lain: 1 Endometriosis pelvis dan adenomiosis 2 Penyakit radang pelvis kronik seperti salpingitis 3 Uterus miomatoses 4 Kelainan bentuk uterus seperti hipoplasi dan anomali kongenital traktus genital 5 Kelainan letak uterus retrofleksi atau hiperantefleksi 6 Stenosis kanalis servikalis 7 Adanya Alat Kontrasepsi Dalam Rahim AKDR 8 Tumor ovarium 2.3. Kista Ovarium 2.3.1. Definisi Kista ovarium merupakan rongga berbentuk kantong yang berisi cairan di dalam jaringan ovarium. Kista ovarium disebut juga dengan kista fisiologis karena terbentuk selama siklus menstruasi dan biasanya menghilang setelah 1-3 bulan Yatim, 2005.

2.3.2. Klasifikasi Kista Fisiologis

1. Kista folikel Kista ini berasal dari folikel yang tidak ruptur. Kista ini biasanya dapat menghilang secara spontan dan memiliki ukuran kurang dari 6 cm Umami Safitri, 2007. 2. Kista korpus luteum Dalam keadaan normal korpus luteum lambat laun mengecil dan menjadi korpus albikans. Kadang-kadang korpus luteum mempertahankan diri korpus luteum persistens; perdarahan yang sering terjadi di dalamnya menyebabkan terjadinya kista yang berisi cairan berwarna merah coklat karena darah tua. Kista korpus luteum dapat menimbulkan gangguan menstruasi seperti Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara amenorea diikuti oleh perdarahan tidak teratur. Kista ini juga dapat menyebabkan rasa berat di perut bagian bawah Prawirohardjo, 2008. 3. Kista lutein Pada kasus mola hidatidosa, ovarium banyak terdapat kista teka lutein yang disebabkan oleh pengaruh HCG yang berlebihan. Kista ini dapat mengalami torsi, infark, dan perdarahan Leveno et al., 2009. 4. Kista inklusi germinal Kista ini terjadi karena invaginasi dan isolasi bagian-bagian kecil dari epitel germinativum pada permukaan ovarium. Kista ini lebih banyak terdapat pada wanita yang lanjut usia, dan besarnya jarang melebihi diameter 1 cm Prawirohardjo, 2008. 5. Kista endometrium Kista endometrium terbentuk dari jaringan endometrium yang berkembang di luar tempat normalnya, paling sering terdapat di ovarium. Terdapat tiga teori tentang patogenesis dari kista endometrium, yaitu transpor retrograd dan implantasi, transpor retrograd dan transformasi metaplastik pada peritonium yang berdekatan, dan penyebaran limfatik atau hematogen Graber et al., 2006. 6. Kista Stein-Leventhal atau Polycystic Ovarian Syndrome PCOS Kelainan ini disebabkan oleh gangguan proses pengaturan ovulasi dan ketidakmampuan enzim yang berperan pada proses sintesis estrogen di ovarium. Pada perempuan dengan PCOS, tidak dijumpai gangguan sintesis estrogen, tetapi justru ditemukan produksi estrogen yang tinggi yang meningkatkan risiko terkena kanker endometrium dan payudara Baziad, 2012. Kista Patologis Menurut Prawirohardjo 2008, kista ovarium yang patologis terdiri dari: 1. Kistoma ovarii simpleks Kista ini mempunyai permukaan rata dan halus, biasanya bertangkai sehingga dapat terjadi torsi putaran tangkai, sering bilateral dan dapat membesar. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Dinding kista tipis dan cairan di dalamnya jernih, serus dan berwarna kuning. Pada dinding kista terlihat lapisan epitel kubik 2. Kistadenoma ovarii serosum Kista ini berasal dari epitel permukaan ovarium. Ukurannya tidak lebih besar dari kistadenoma musinosum. Permukaannya licin, tetapi dapat pula berbagala sehingga dapat berbentuk multilokuler, meskipun lazimnya berongga satu. Warna kista putih keabu-abuan dan isi kista cair, kuning, dan kadang-kadang cokelat. Ciri khas kista ini adalah potensi pertumbuhan papiler ke dalam rongga kista sebesar 50, dan keluar pada permukaan kista sebesar 5. 3. Kistadenoma ovarii musinosum Asal tumor ini belum diketahui dengan pasti. Menurut Meyer, kista ini berasal dari suatu teratoma di mana dalam pertumbuhannya satu elemen mengalahkan elemen-elemen lainnya. Tumor berbentuk multilokuler sehingga permukaan berbagala lobulated, dapat mencapai ukuran yang sangat besar, unilateral atau bilateral. Dinding kista agak tebal dan berwarna putih keabu-abuan yang berisi cairan lendir yang khas, kental seperti gelatin, melekat dan berwarna kuning sampai cokelat. Dinding kista dilapisi oleh epitel torak tinggi dengan inti pada dasar sel. 4. Kista endometroid Kista ini biasanya unilateral dengan permukaan licin. Pada dinding dalam terdapat satu lapisan sel-sel, yang menyerupai lapisan epitel endometrium. 5. Kista dermoid Kista ini merupakan satu teratoma kistik yang jinak di mana struktur-struktur ektodermal dengan diferensiasi sempurna, seperti epitel kulit, rambut, gigi, dan produk glandula sebasea berwarna putih kuning seperti lemak terlihat lebih menonjol dibandingkan elemen entoderm dan mesoderm.

2.3.3. Faktor Risiko

Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terbentuknya kista ovarium yaitu: Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 1. Riwayat Keluarga Sekitar 10 dari kanker ovarium disebabkan oleh mutasi gen yang diwariskan dalam gen tertentu sehingga dapat meningkatkan risiko kanker ovarium. Misalnya, mutasi pada gen Breast Cancer 1 BRCA1 dan Breast Cancer 2 BRCA2 meningkatkan risiko kanker payudara. Kanker payudara pada wanita dapat bermetastasis ke ovarium, sehingga wanita yang memiliki riwayat anggota keluarga dengan kanker payudara dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker ovarium American Cancer Society, 2013. 2. Usia Risiko peningkatan kanker ovarium semakin tinggi seiring bertambahnya usia. Kebanyakan kanker ovarium berkembang setelah menopause American Cancer Society, 2013. 3. Siklus menstruasi Menurut penelitian Hariyanti 2012 tentang faktor risiko kista ovarium, didapatkan sebesar 80 wanita mengalami siklus menstruasi tidak teratur. Dari hasil rasio prevalensi menunjukan bahwa siklus menstruasi tidak teratur mempengaruhi kejadian kista ovarium. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya. 4. Obesitas Beberapa penelitian menemukan bahwa ada hubungan antara obesitas dengan kanker ovarium. Body Mass Index BMI yang lebih dari 30 memiliki risiko lebih besar terhadap pekembangan kanker ovarium American Cancer Society, 2013. 5. Merokok Beberapa penelitian epidemiologi membuktikan adanya hubungan antara merokok dengan perkembangan kista fungsional. Meskipun mekanisme merokok menyebabkan kista ovarium tidak diketahui, diduga adanya perubahan pada sekresi gonadotropin dan fungsi ovarium Schorge et al., 2008. 6. Faktor lingkungan Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Beberapa peneliti telah memperkirakan bahwa paparan bahan kimia lingkungan seperti pestisida dan herbisida berhubungan dengan kista ovarium. Hubungan antara atrazine dan tumor ovarium telah diamati dalam dua penelitian di Italia, yang menunjukkan bahwa atrazine adalah karsinogenik pada manusia Hariyanti, 2012. 7. Hipotiroid Menurut Shivaprasad et al. 2013, ada beberapa teori yang menjelaskan hubungan hipotiroid dengan kista ovarium yaitu: a. Kesamaan struktural antara Thyroid Stimulating Hormone TSH dengan Follicle Stimulating Hormone Receptor FSHR, sehingga tingginya level TSH dapat menyebabkan aktivasi sel folikel. b. Pada pasien hipotiroid yang parah terjadi perubahan kadar gonadotropin. Mereka memiliki tingkat FSH relatif tinggi dan tingkat LH yang rendah. c. FSHR memperkuat efek Human Chorionic Gonadotropin HCG atau TSH pada folikel. d. TSH memiliki efek pada ovarium untuk menstimulasi gonadotropin dengan stimulasi reseptor nuklir tiroid dalam sel granulosa. Gangguan dalam steroidogenesis oleh jenis myxedematou infiltrasi ovarium hipotiroidisme mempengaruhi perubahan kistik dalam ovarium.

2.3.4. Patogenesis

Kista ovarium terbentuk dari folikel dominan yang tidak berovulasi. Hal ini disebabkan oleh gagalnya memperoleh lonjakan GnRHLH berikutnya atau lonjakan GnRHLH yang tidak tepat waktutertunda gambar 2.4. Vanholder et al., 2006. Menurut Samsulhadi 2009, pada keadaan tersebut sekresi estrogen tetap ada tetapi tidak ada progesteron. Gejala yang ditimbulkan dapat berupa oligomenorea, amenorea atau DUB Menurut Schorge et al. 2008, angiogenesis merupakan komponen penting dari folikel dan fase luteal pada siklus ovarium. Itu juga berperan dalam berbagai proses kelainan ovarium, termasuk pembentukan kista folikel, PCOS, sindrom Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara hiperstimulasi ovarium, dan neoplasma ovarium baik jinak maupun ganas. Faktor pertumbuhan endotel vaskular berfungsi sebagai mediator utama angiogenesis, dan faktor itu berpengaruh dalam pengembangan neoplasma ovarium. Gambar 2.4. Patogenesis Kista Ovarium Sumber: Vanholder et al., 2006 2.3.5. Patofisiologi 1. Faktor pertumbuhan Adanya tumor di dalam perut bagian bawah bisa menyebabkan benjolan perut. Tekanan terhadap alat-alat disekitarnya disebabkan oleh besarnya tumor atau posisinya dalam perut. Apabila tumor mendesak kandung kemih, dapat menimbulkan gangguan miksi, sedangkan kista yang lebih besar tetapi terletak bebas di rongga perut kadang-kadang hanya menimbulkan rasa berat dalam perut serta mengakibatkan obstipasi edema pada tungkai. Pada tumor Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara yang besar juga dapat terjadi tidak nafsu makan, rasa sesak, dan lain-lain Prawirohardjo, 2008. 2. Faktor aktivitas hormonal Penderita kista ovarium juga dapat mengalami gangguan hormonal. Misalnya, peningkatan produksi estrogen dari sel granulosa yang dapat mengganggu menstruasi normal Schorge et al., 2008. Hal ini sesuai dengan penelitian Yan-min et al. 2010 yaitu menemukan gangguan siklus menstruasi sebesar 76 pada penderita PCOS di masyarakat dan 92,1 pada penderita PCOS di rumah sakit, sama dengan tingkat kejadian yang dilaporkan sebelumnya. 3. Faktor inflamasi Menurut Harada 2013, penyebab nyeri saat menstruasi dismenorea pada penderita endometriosis adalah konsentrasi prostaglandin yang tinggi. Bulletti et al. menemukan peningkatan frekuensi, amplitudo, dan tekanan basal kontraksi uterus pada wanita dengan endometriosis. Nyeri juga disebabkan oleh lesi endometriosis yang memicu terjadinya reaksi inflamasi dan mengeluarkan prostaglandin, sitokin, histamin dan kinin. Infiltrasi endometriosis yang dalam menyebabkan kerusakan jaringan dan saraf, serta kista coklat yang pecah dapat mengiritasi peritoneum. Terbentuknya jaringan parut, fibrosis, dan adhesi menyebabkan penurunan mobilitas organ sehingga nyeri dapat terasa selama adanya gerakan atau ovulasi. Bila terjadi adhesi pada usus maka dapat menyebabkan nyeri saat buang air besar dyschezia.

2.3.6. Gejala Klinis

Kista ovarium biasanya tidak menimbulkan gejala Gulati Goyal, 2013. Menurut Sain Mary’s Hospital 2012, gejala kista ovarium dapat ditemukan apabila massa berukuran besar, pecah splits, atau terjadi torsi. Dalam keadaan seperti itu dapat ditemukan gejala berupa: 1. Nyeri panggul karena ukuran kista yang besar, dan nyeri tajam yang tiba-tiba karena kista pecah atau torsi. 2. Kesulitan mengosongkan perut. 3. Peningkatan frekuensi buang air kecil. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 4. Nyeri panggul selama hubungan seksual. 5. Menstruasi yang tidak teratur. 6. Merasa kenyang dan kembung.

2.3.7. Diagnosis 1. Anamnesis

Setiap mengevaluasi pasien dengan kista ovarium harus mencakup riwayat kesehatan menyeluruh. Mencari tahu faktor risiko dan risiko keganasan pada pasien. Gejala seperti nyeri panggul, perut kembung, cepat kenyang, dan perubahan nafsu makan harus diwaspadai adanya keganasan dan penatalaksanaan yang dipilih harus tepat. Hal ini juga penting untuk mencari gejala yang menunjukkan endometriosis, terutama pada pasien wanita usia reproduksi dengan infertilitas Rofe et al., 2013.

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaan abdominal dan pemeriksaan pelvis, termasuk pemeriksaan palpasi bimanual untuk mencari massa Rofe et al., 2013. Bila dijumpai massa, maka karakteristik dari massa harus dievaluasi dengan baik sehingga asal massa dapat diketahui dengan pasti untuk penanganan lebih lanjut. Karakteristik massa yang harus dievaluasi meliputi lokasi, ukuran, konsistensi, bentuk, mobilitas, unilateral atau bilateral dan penemuan lain yang bermakna seperti demam, asites Hadibroto, 2005. Demam menunjukan proses infeksi atau torsi ovarium Ross Kebria, 2013 dan asites menandakan adanya kemungkinan keganasan. Namun, perlu diingat bahwa pemeriksaan fisik memiliki sensitivitas yang buruk untuk mendeteksi massa ovarium 15 - 51 Rofe et al., 2013.

3. Pemeriksaan Laboratorium

Penanda adanya tumor adalah protein, yang dihasilkan oleh sel-sel tumor atau oleh tubuh sebagai respons terhadap sel-sel tumor. Cancer Antigen 125 CA-125 adalah antigen penentu glikoprotein dengan berat molekul besar. CA-125 bukan Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara antigen spesifik tumor, tetapi penentuan serum CA-125 dapat membantu dan sering digunakan dalam evaluasi kista ovarium Schorge et al., 2008. Pemeriksaan CA-125 biasanya dilakukan pada wanita yang berisiko memiliki keganasan Yatim, 2005. CA-125 pada wanita usia reproduksi meningkat dalam berbagai kondisi seperti fibroid, endometriosis, adenomiosis, infeksi panggul dan selama siklus menstruasi normal. CA-125 digunakan untuk membedakan massa jinak dengan massa ganas Rofe et al., 2013. Anti-Mullerian Hormone AMH adalah penanda yang relatif baru pada cadangan ovarium dan dianggap paling akurat pada saat ini. Serum AMH diatas 0,5 ngmL menunjukan cadangan ovarium yang baik, sedangkan serum AMH yang rendah menunjukan adanya penurunan folikel ovarium. Tingkat serum AMH dapat memberikan petunjuk manajemen yang tepat untuk pasien kista ovarium. Penurunan AMH mungkin kontraindikasi untuk bedah pada pasien tertentu. AMH juga dapat digunakan sebagai alat untuk mengevaluasi kerusakan ovarium setelah operasi Rofe et al., 2013.

4. Pemeriksaan penunjang

Pencitraan yang paling banyak digunakan adalah ultrasonography USG transvaginal. Pencitraan ini sering digunakan untuk wanita usia reproduksi dan asimtomatik Rofe et al., 2013. Melalui USG dapat diketahui tempat lesi unilateral atau bilateral, ukuran, konsistensi kistik atau solid, struktur internal septa tipis atau tebal, permukaan kista rata atau tidak rata Edmonds, 2007. Pada USG gambaran khas yang menunjukan adanya lesi jinak adalah dinding yang tipis, tidak adanya eko internal, kurangnya septa internal. Kista sederhana yang berukuran kurang dari 6 cm harus dipantau dengan USG. Jika USG memberikan gambaran yang kurang jelas atau jika terdapat kecurigaan adanya keganasan, maka dapat digunakan Computerized Tomography CT dan Magnetic Resonance Imaging MRI untuk melihat pencitraan yang lebih akurat Umami Safitri, 2007. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 2.3.8. Penatalaksanaan 1. Konservatif Menurut konsensus yang diterbitkan oleh Society of Radiologists in Ultrasound dalam Levine et al. 2010, kista ovarium dan kista adneksa lainnya pada wanita yang asimtomatik dapat ditatalaksana dengan cara berikut ini: a. Kista adneksa dengan ukuran fisiologis pada wanita usia reproduksi, atau kista sederhana yang berukuran ≤ 1 cm pa da wanita pascamenopause, cenderung jinak dan tidak berbahaya. b. Kista sederhana dengan ukuran lebih dari 3 cm pada wanita usia reproduksi atau lebih besar dari 1 cm pada wanita pascamenopause harus diperiksa dengan USG. Meskipun kista sederhana dari berbagai ukuran tidak mungkin menjadi lesi ganas, tetapi perlu dilakukan USG tahunan untuk mengawasi kista yang lebih dari 5 cm pada wanita pramenopause dan 1 cm pada wanita pascamenopause. Batas 5 cm juga digunakan sebagai rekomendasi tindak lanjut untuk kista hemoragik pada wanita pramenopause. c. Penggunaan pedoman ini bertujuan untuk mengurangi kecemasan pasien dan dokter, serta membatasi kebutuhan tindak lanjut pemeriksaan.

2. Pembedahan

Sebagian besar kista ovarium tidak memerlukan pengobatan, tetapi yang lebih besar dari 5 cm dapat diangkat melalui pembedahan Tortora Derrickson, 2009. Bedah laparoskopi merupakan standar baku untuk pengobatan kista ovarium jinak. Ini adalah prosedur yang sangat efektif dan aman Coccia et al., 2011. Menurut Hadibroto 2005, dengan laparoskopi trauma dinding abdomen lebih minimal, waktu operasi lebih singkat, risiko perlengketan lebih minimal dan masa penyembuhan lebih cepat dibanding dengan prosedur pembedahan laparotomi. Ketika melakukan operasi laparoskopi pada kista ovarium jinak, penghapusan kapsul lengkap harus dilakukan. Apabila hanya melakukan aspirasi, pengobatan menjadi kurang efektif dan tingkat kekambuhan lebih tinggi 46 - 84 Rofe et al., 2013. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Gambar 2.5. Penatalaksanaan Kista Ovarium Sumber: Ross Kebria, 2013

2.3.9. Komplikasi

1. Torsi

Kista ovarium dengan diameter besar dari 4 cm memiliki tingkat torsi sekitar 15. Torsi menyebabkan obstruksi vena, sehingga aliran arteri dapat mengalami infark. Sebagian besar kasus torsi terjadi pada wanita pramenopause usia subur, tetapi 17 dari kasus terjadi pada wanita prapubertas dan pascamenopause. Torsi ovarium lebih umum di sisi kanan karena kolon sigmoid membatasi mobilitas ovarium kiri. Massa ovarium yang paling umum yang terkait dengan torsi adalah kista dermoid Helm, 2014.

2. Ruptur

Kista folikular menyebabkan timbulnya nyeri yang akut dan singkat. Kista korpus luteum yang ruptur dapat menyebabkan perdarahan yang mengancam jiwa karena kista tersebut memiliki banyak pembuluh darah. Nyeri akut tidak dapat dibedakan dari kehamilan ektopik yang ruptur tetapi HCG serum negatif. Nyeri tekan pelvis yang difus terdeteksi pada pemeriksaan pelvis dan sering terjadi unilateral pada sisi yang terkena. Suatu massa dapat terdeteksi melalui palpasi Sinclair, 2009. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah: Keterangan: = Diteliti = Tidak diteliti Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Obesitas Siklus mesntruasi: • Teratur • Tidak teratur Stress Kontrasepsi DUB Perdarahan menstruasi: • Hipermenorea • Hipomenorea Gangguan menstruasi Mioma uteri Diabetes melitus Penyakit tiroid Dismenorea Kista Ovarium Karakteristik penderita: • Usia • Jenis kista ovarium • Ukuran kista ovarium Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 3.2. Variabel dan Definisi Operasional

3.2.1. Variabel

Variabel-variabel yang terlibat dalam penelitian ini adalah usia penderita, jenis kista ovarium, ukuran kista ovarium, siklus menstruasi, perdarahan menstruasi, dan dismenorea.

3.2.2. Definisi Operasional 1. Usia

a. Definisi Usia adalah usia pasien saat didiagnosis kista ovarium. b. Cara Ukur Cara pengukuran data penelitian ini adalah melihat dan mencatat data ke dalam tabel hasil yang akan dijadikan parameter penilaian. c. Alat Ukur Alat ukur yang digunakan berupa rekam medis. d. Hasil Ukur 1 20-29 tahun 2 30-39 tahun 3 40-49 tahun 4 ≥ 50 tahun e. Skala pengukuran Skala pengukuran usia dinyatakan dalam skala ordinal.

2. Jenis Kista

a. Definisi Jenis kista adalah jenis kista ovarium patologis kistoma ovarii simpleks, kistadenoma ovarii serosum, kistadenoma ovarii musinosum, kista endometroid, dan kista dermoid berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologi. Apabila jenis kista tidak diketahui maka data tersebut dianggap sebagai kelompok tidak terdata. b. Cara Ukur Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Cara pengukur data penelitian ini adalah melihat dan mencatat data ke dalam tabel hasil yang akan dijadikan parameter penilaian. c. Alat Ukur Alat ukur yang digunakan berupa rekam medis. d. Hasil Ukur 1 Kistoma ovarii simpleks 2 Kistadenoma ovarii serosum 3 Kistadenoma ovarii musinosum 4 Kista endometroid 5 Kista dermoid 6 Tidak terdata e. Skala Pengukuran Skala pengukuran jenis kista dinyatakan dalam skala nominal.

3. Ukuran Kista

a. Definisi Ukuran kista adalah diameter kista ovarium yang telah dievaluasi dan dinyatakan dalam sentimeter. Apabila ukuran kista tidak diketahui maka data tersebut dianggap sebagai kelompok tidak terukur. b. Cara Ukur Cara pengukuran data penelitian ini adalah melihat dan mencatat data ke dalam tabel hasil yang akan dijadikan parameter penilaian. c. Alat Ukur Alat ukur yang digunakan berupa rekam medis. d. Hasil Ukur 1 ≤ 5cm 2 5cm 3 Tidak terukur e. Skala pengukuran Skala pengukuran ukuran kista dinyatakan dalam skala ordinal. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 4. Siklus menstruasi a. Definisi 1 Siklus menstruasi adalah jarak antara tanggal mulainya menstruasi yang lalu dan mulainya menstruasi berikutnya. 2 Teratur yaitu siklus menstruasi dalam rentang 21-35 hari 3 Tidak teratur yaitu siklus menstruasi di luar rentang 21-35 hari yang terdiri dari: a Polimenorea yaitu siklus menstruasi yang kurang dari 21 hari. b Oligomenorea yaitu siklus menstruasi yang lebih dari 35 hari. c Amenorea yaitu tidak pernah mendapatkan menstruasi sampai umur 18 tahun atau telah menstruasi tetapi diikuti oleh kegagalan menstruasi selama 3 bulan. 4 Tidak terdata apabila siklus menstruasi penderita kista ovarium tidak diketahui. b. Cara Ukur Cara pengukuran data penelitian ini adalah melihat dan mencatat data ke dalam tabel hasil yang akan dijadikan parameter penilaian. c. Alat Ukur Alat ukur yang digunakan yaitu rekam medis. d. Hasil Ukur 1 Teratur 2 Tidak teratur 3 Tidak terdata e. Skala pengukuran Skala pengukuran siklus menstruasi dinyatakan dalam skala ordinal.

5. Perdarahan Menstruasi

a. Definisi 1 Perdarahan menstruasi adalah jumlah darah yang dikeluarkan setiap menstruasi berdasarkan lamanya menstruasi. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 2 Hipermenorea adalah perdarahan yang banyak saat menstruasi, lebih dari 8 hari. 3 Normal adalah menstruasi yang berlangsung selama 3-8 hari. 4 Hipomenorea adalah perdarahan yang sedikit saat menstruasi, kurang dari 3 hari. 5 Tidak terdata apabila perdarahan menstruasi penderita kista ovarium tidak diketahui. b. Cara Ukur Cara pengukuran data penelitian ini adalah melihat dan mencatat data ke dalam tabel hasil yang akan dijadikan parameter penilaian. c. Alat Ukur Alat ukur yang digunakan yaitu rekam medis. d. Hasil Ukur 1 Hipermenorea 2 Normal 3 Hipomenorea 4 Tidak terdata e. Skala pengukuran Skala pengukuran perdarahan menstruasi dinyatakan dalam skala ordinal.

6. Dismenorea

a. Definisi 1 Dismenorea adalah nyeri saat menstruasi. 2 Positif apabila penderita kista ovarium mengalami nyeri saat menstruasi 3 Negatif apabila penderita kista ovarium tidak mengalami nyeri saat menstruasi 4 Tidak terdata apabila data dismenorea penderita kista ovarium tidak diketahui. b. Cara Ukur Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Cara pengukuran data penelitian ini adalah melihat dan mencatat data ke dalam tabel hasil yang akan dijadikan parameter penilaian. c. Alat Ukur Alat ukur yang digunakan yaitu rekam medis. d. Hasil Ukur 1 Positif 2 Negatif 3 Tidak terdata e. Skala pengukuran Skala pengukuran dismenorea dinyatakan dalam skala nominal. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara BAB 4 METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan gangguan menstruasi pada penderita kista ovarium di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2012-2013. Penelitian ini menggunakan studi Cross Sectional karena peneliti hanya melakukan satu kali pengukuran dengan menggunakan data sekunder yaitu rekam medis.

4.2. Waktu Dan Tempat Penelitian