keperluan transfer embrio guna meningkatan produksi ternak, sebagai bahan penelitian secara
in vitro, dan penyelamatan plasma nutfah hewan-hewan liar dalam menunjang konservasi atau hewan yang bernilai ekonomis tinggi.
Di samping itu dalam proses vitrifikasi embrio, carrier kriolup yang dipakai
umumnya secara komersial terbuat dari bahan nilon. Namun pada penelitian ini, kriolup yang dipakai dibuat dari filamen kawat tembaga yang merupakan hasil
modifikasi, dan diupayakan mendekatkan situasinya dengan kriolup yang umum dipakai di negara-negara maju.
2.6 Embrio transfer dan penularan penyakit
Kultur embrio kini mampu mendukung teknologi reproduksi, dan semakin banyak diterapkan pada ternak. Kultur embrio tidak saja mampu secara cepat
memperbanyak produksi embrio dengan kualitas genetik sangat bagus, tetapi juga dipakai untuk memproduksi
clone dan hewan transgenik. Embrio tersebut agar dapat berkembang lebih lanjut harus ditransfer ke induk resipien, dan
tingkat keberhasilan embrio transfer berdasarkan suatu studi yang dilakukan sangat beragam, mulai dari 9 hingga 47 Peterson Lee 2003.
Semenjak penyakit sapi gila bovine spongyform enchephalopaties BSE
beserta penyakit mulut dan kuku mewabah di Eropa tahun 2001, perekonomian mengalami tekanan, di samping adanya persaingan internasional yang semakin
berat. Akibat kesulitan ekonomi tersebut, pemanfaatan teknik-teknik reproduksi dikurangi pada ternak. Peningkatan produksi ternak tidak lagi menjadi prioritas,
dan sumberdaya diarahkan ke pertanian ramah lingkungan yang berkelanjutan dan kesejahteraan hewan
animal welfare. Dalam suasana seperti tersebut, arah dan penggunaan teknologi embrio tidak lagi oleh peternak, tetapi oleh
perusahan-perusahan yang bergerak dalam bidang genetik dan usaha pembibitan
breeder yang mengharapkan keuntungan dari penjualan semen, embrio, dan hewan. Masalah ke dua yang dihadapi Eropa adalah sikap khawatir
masyarakatnya terhadap produk bioteknologi, dan salah satunya adalah teknologi embrio Galli
et al. 2003. Ketakutan masyarakat terhadap produk-produk bioteknologi tersebut
karena adanya kemungkinan bahan makanan asal hewan tercemar oleh agen penyakit sapi gila yang bersifat fatal pada manusia. Untuk memotong penularan
penyakit ke keturunannya, dapat dilakukan dengan mencuci embrio yang kemungkinan tertular, kemudian ditransfer ke induk resipien yang sehat. Anak-
anak hewan ternak yang dihasilkan terbebas dari penyakit yang diderita induknya, seperti kejadian penyakit virus
bovine viral diarrhea Bak et al. 1992. Kekhawatiran yang berlebihan masyarakat Eropa terhadap infeksi penyakit hasil
embrio transfer, seharusnya dapat dikaji dengan penyakit sapi gila. Terhadap agen penyakit yang mampu melekat ke permukaan embrio dan
tidak terbilas dengan menggunakan mPBS atau tripsin seperti yang disarankan IETS Otoi
et al. 1992; 1993, penelitian perlu dilakukan untuk melihat kemungkinan agen seperti
E.coli K99 tersebut ikut ditularkan pada saat embrio transfer, baik menggunakan embrio segar mau pun embrio yang telah dibekukan.
Pengawetan embrio salah satunya dapat dilakukan dengan metode vitrifikasi, dan selanjutnya dievaluasi secara
in vitro dan in vivo Lane et al. 1999. Dalam penelitian yang dilakukan kemungkinan dapat dievaluasi perkembangan embrio
yang divitrifikasi, baik tercemar atau tidak. Begitu pula evaluasi terhadap perkembangan agen yang mencemari.
Dalam industri peternakan, kriopreservasi embrio mendorong percepatan proses seleksi genetik dan juga menekan biaya program pembibitan karena
embrio selalu tersedia pada saat induk resipien secara alami tersedia. Hal ini juga menekan biaya yang diperlukan untuk melakukan penyerentakan birahi
pada ternak. Akhirnya teknik kriopreservasi embrio dimanfaatkan pada manusia dalam rangka reproduksi bantuan untuk menyimpan kelebihan produksi embrio,
sebagai upaya untuk melakukan kehamilan. Di samping itu kriopreservasi tidak saja berhasil dilakukan pada mencit, manusia dan sapi, tetapi juga pada anjing,
kambing, kuda, domba, kelinci, tikus, babi, dan beberapa spesies hewan liar Wood
et al. 2004 Keberhasilan teknik kriopreservasi di negara-negara maju tersebut, perlu
dilakukan penelitian di negara berkembang seperti Indonesia dengan segala keterbatasannya untuk memetik manfaat yang mungkin diperoleh seperti
penyelamatan plasma nutfah, memproduksi ternak asli indonesia yang secara genetik unggul, dan mengoptimalkan teknik-teknik pencegahan cemaran
organisme tropik terhadap embrio.
3. PENGUNGKAPAN PERLEKATAN ESCHERICHIA COLI K99 PADA ZONA PELUSIDA DENGAN TEKNIK ELISA DAN SEM