HASIL DAN PEMBAHASAN PERKEMBANGAN EMBRIO MENCIT YANG DICEMARI ESCHERICHIA COLI K99 SETELAH PERLAKUAN TRIPSIN

blastosis ekspan Gilbert 1988. Tingkat perkembangan embrio dihitung dari jumlah embrio yang berkembang ke tahap lebih lanjut per jumlah embrio yang dikultur.

5.3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh cemaran E.coli K99 terhadap persentase perkembangan in vitro embrio mencit setelah dilakukan pembasuhan dengan pronase, tripsin, atau mPBS ditampilkan pada Tabel 5.1. Tingkat perkembangan embrio sesaat setelah embrio dicemari dan diinkubasi selama satu jam dalam inkubator 37 C, tidak menunjukkan perbedaan nyata Tabel 5.1; Lampiran 5. Pada pengamatan jam ke-6 dan ke-12 setelah embrio dikultur dalam medium KSOM dalam inkubator CO 2 5, 37 C, tingkat perkembangan ketiga kelompok embrio tidak menunjukkan perbedaan nyata. Pada jam ke-18 setelah kultur, tampak mulai adanya perbedaan dalam tingkat perkembangan embrio antar perlakuan. Pengamatan pada jam ke-18 menunjukkan bahwa embrio yang mendapatkan perlakuan pronase berkembang lebih lambat dibandingkan embrio yang dibasuh dengan mPBS dan perlakuan tripsin yang ditunjukkan dari persentase embrio yang berkembang ke blastosis Lampiran 5. Namun pada inkubasi lebih lanjut, pada jam ke-24 perkembangan embrio kelompok perlakuan dengan pronase mengalami perkembangan yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok embrio yang mendapatkan perlakuan tripsin. Tetapi, pada jam ke-30, justru perkembangan embrio yang mendapatkan perlakuan tripsin lebih baik dibandingkan embrio yang mendapatkan perlakuan lainnya. Selanjutnya pada pengamatan jam ke-36, ke-42, dan jam ke-48 tingkat perkembangan embrio yang mendapatkan perlakuan pronase lebih baik dibandingkan dengan embrio yang dicuci dengan mPBS atau yang mendapatkan perlakuan tripsin Tabel 5.1; Lampiran 6;. Hal ini ditunjukkan oleh embrio yang berkembang mencapai tahap hatching dan hatched lebih tinggi dibandingkan kedua perlakuan lainnya Gambar 5.1; Tabel 5.1. Pronase menyebabkan zona pelusida mencit meluruh zonalysin sehingga memudahkan proses hatching dan hatched. Tabel 5.1. Perkembangan embrio delapan sel yang dicemari E.coli K99, kemudian dibasuh dengan pronase, tripsin, atau mPBS Perkembangan embrio setelah inkubasi jam Perla- kuan Tahap perkem bangan 1 6 12 18 24 30 36 42 48 Pronase 8 Sel 92 Morula 8 88 K.morula 0 12 100 52 12 4 4 4 4 Blastosis 0 48 44 8 8 4 0 Blas eksp 0 44 40 40 40 20 Hatching 0 48 48 28 40 Hatched 0 24 36 Tripsin 8 Sel 92 Morula 8 88 K.morula 0 12 100 36 8 4 0 0 0 Blastosis 0 64 52 20 8 8 8 Blas eksp 40 64 60 48 28 Hatching 12 32 36 44 Hatched 0 0 8 20 mPBS 8 Sel 92 17 Morula 8 61 4 K.morula 0 22 87 48 22 4 0 0 0 Blastosis 0 9 39 35 26 13 4 0 Blas eksp 13 43 70 74 48 48 Hatching 13 48 35 Hatched 0 0 0 17 Embrio yang mendapatkan perlakuan pencemaran E.coli K99 kemudian dicuci dengan mPBS, tripsin, atau pronase, semuanya berkembang dengan baik selama 48 jam masa pengamatan. Pada semua perlakuan ada embrio-embrio yang setelah dikultur dalam KSOM mampu berkembang sampai ke tingkat hatching bahkan hatched. Namun demikian dari ke tiga perlakuan tersebut, yang dapat mencapai tahapan hatching atau hatched paling besar adalah kelompok embrio yang dicuci dengan pronase Tabel 5.2. Pengamatan embrio yang mendapat perlakuan pencemaran E.coli K99 dan dikultur selama satu jam, kemudian dibasuh dengan pronase dapat dilihat seperti pada Gambar 5.2. Gambar 5.2A, terlihat jumlah sel embrio perlakuan jumlahnya lebih dari delapan sel, namun sebenarnya secara keseluruhan rataan jumlah sel embrio pada awal perlakuan jumlah selnya tidak berbeda nyata Lampiran 5. 20 40 60 80 100 120 Blastosis Blas ekspan Hatching Hatched Tahap Perkem bangan P e rk e m ba nga n Pronase Tripsin mPBS Gambar 5.1. Tahapan perkembangan embrio setelah dicemari E.coli K99 dan dikultur in vitro selama 48 jam kultur. Tabel 5.2. Tingkat perkembangan embrio yang dicemari E.coli K9 pasca perlakuan pembasuhan, pada saat 48 jam inkubasi Tahap perkembangan embrio n Perlakuan Jumlah embrio Blastosis Blastosis Ekspan Hatching Hatched Total Pronase 25 0 520 1040 936 2496 Tripsin 25 0 728 1144 520 2392 mPBS 23 0 1668 315 417 23100 Gambar 5.2B. merupakan hasil pengamatan perkembangan embrio pada 24 jam pasca inkubasi, menunjukkan pertumbuhan yang mencapai tahap blastosis ekspan, setelah dibasuh dengan pronase, perkembangan yang mirip juga dicapai oleh embrio yang dibasuh dengan tripsin dan mPBS. Tingkat perkembangan embrio yang dicuci dengan mPBS selama inkubasi 24 jam, tidak berbeda nyata dengan pronase, akan tetapi lebih baik dibandingkan dengan embrio yang dicuci dengan tripsin. Hasil pengamatan embrio 42 jam pasca inkubasi memperlihatkan bahwa embrio tercemar yang dibasuh pronase, mampu berkembang hingga mencapai tahap hatching Gambar 5.2C, begitu pula yang dibasuh mPBS. Sedangkan pada perlakuan tripsin perkembangan embrio mencapai tahap blastosis ekspan, atau rongga blastosul dalam embrio terlihat sangat meluas. Pada pengamatan 42 jam pascainkubasi tersebut, tingkat perkembangan embrio yang dicuci dengan pronase, berkembang lebih lanjut dibandingkan yang dicuci dengan mPBS dan tripsin Lampiran 5. Berbagai jenis mikroorganisma seperti virus, bakteri, mikoplasma, dan parasit, mampu mencemari embrio. Untuk menekan pengaruh mikroorganisma tersebut terhadap embrio, lembaga The International Embryo Transfer Society IETS telah mengeluarkan petunjuk baku, yakni dengan pencucian berulang dan memberikan perlakuan tripsin terhadap embrio Stringfellow Seidel 1990. Pencucian berulangkali seperti yang disyaratkan oleh IETS tidak sepenuhnya efektif untuk membebaskan embrio dari mikroorganisma, seperti bovine viral diarrhea virus BVDV, namun pencucian ini mampu menurunkan jumlah virus kontaminan pada embrio Bielanski Jordan 1996. Hal itu diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Trachte et al. 1998, bahwa perlakuan pencucian dengan mPBS mau pun dengan perlakuan tripsin tidak dapat menghilangkan virus BVD dari permukaan zona pelusida utuh pada embrio sapi. Dari hasil penelitian ini, perlakuan pencucian dengan tripsin, maupun pronase terhadap embrio yang dicemari dengan bakteri E.coli K99 mampu menekan keberadaan bakteri tersebut. Hal ini terbukti dari minimnya akibat yang ditimbulkan pada perkembangan embrio yang telah dicemari bakteri dan kemudian mendapat perlakuan tripsin atau pronase. Bakteri E.coli biasanya dengan mudah dapat diisolasi pada vagina sapi dara dan dapat menyebabkan penurunan tingkat keberhasilan kebuntingan, setelah dilakukan embrio transfer nirbedah non surgical. Adanya bakteri patogen maupun bakteri komensal di dalam saluran reproduksi sangat berpeluang mencemari embrio, sehingga mempengaruhi perkembangannya Cottel et al. 1996. Infeksi pada saluran reproduksi hewan betina dapat terjadi karena mendapat limpahan bakteri dari saluran pencernaan yang ada di atasnya. D C B A Gambar 5.2 Morfologi embrio tercemar E.coli K99 setelah dibasuh pronase. A Embrio tahap morula non kompak, yang telah dicemari E.coli K99 selama 1 jam dan dibasuh dengan pronase. B Embrio tahap morula, dicemari E.coli K99, setelah dibasuh pronase. Berkembang ke tahap blastosis ekspan dalam 24 jam. C Embrio tahap morula, dicemari E.coli K99, setelah dibasuh pronase. Berkembang ke tahap hatching dalam 42 jam. D Embrio tahap morula, dicemari E.coli K99, setelah dibasuh pronase. Berkembang ke tahap hatched dalam 48 jam. Bar=20µm. Embrio dapat mengalami pencemaran atau infeksi oleh mikroorganisma pada saat masih berbentuk ovum karena berkontak dengan jaringan atau cairan folikel ovarium yang mengalami infeksi. Infeksi dapat juga terjadi setelah ovulasi karena dibuahi oleh spermatozoa yang tercemari atau oviduknya mengalami infeksi Bielanski Jordan 1996. Untuk mengatasi cemaran pada embrio, maka terhadap embrio itu dilakukan pemrosesan berupa pembasuhan atau perlakuan dengan tripsin. Aplikasi perlakuan pembasuhan dalam pemrosesan mudah dilakukan dalam rangkaian produksi embrio, untuk menghilangkan berbagai cemaran patogen secara in vitro, baik yang berasal dari induk berpenyakit mau pun embrio yang tercemar Stringfellow Givens 2000. Pada penelitian pencemaran embrio yang dilakukan oleh Otoi et al. 1992; 1993, menunjukkan bahwa embrio sapi yang dicemari dengan E.coli sebanyak 10 9 CFUml selama satu jam ternyata tidak dapat dihilangkan dengan pembasuhan dengan tripsin, demikian halnya pencemaran dengan jumlah bakteri 10 5 CFUml selama 18 jam. Dalam penelitian ini, embrio mencit yang dicemari dengan bakteri E.coli K99 sebanyak 10 3 CFUml dan diinkubasi selama satu jam mampu disingkirkan dengan perlakuan tripsin dan pronase. Dilaporkan sebelumnya bahwa tripsin dapat dipakai secara efektif menyingkirkan atau menginaktivasi patogen-patogen tertentu yang melekat ke permukaan zona pelusida Stringfellow Siedel 1990. Tetapi kurang efektif untuk pencucian cemaran E.coli K99, mungkin disebabkan oleh konsentrasi E.coli K99 yang terlalu tinggi. Tripsin merusak reaksi perlekatan mikroorganisma pada zona pelusida Otoi et al. 1993. Perlekatan E.coli K99 ke permukaan sel epitel difasilitasi oleh fimbriae Vazquez et al.1996, dan perlekatan bakteri tersebut ke permukaan zona pelusida embrio bersifat spesifik Batan et al. 2006. Reseptor E.coli berdasarkan bobotnya, 19 mengandung asam amino dan 81 karbohidrat. Unsur karbohidratnya terdiri dari glukosa, manosa, galaktosa dan fukosa Dean Isaacson 1985. Sedangkan unsur protein pada reseptor E.coli K99 berdasarkan beratnya terdiri dari tiga unsur, yang memiliki bobot 17 kDa, 29,3 kDa, dan 30,9 kDa Vazquez et al. 1996. Adanya unsur protein dan karbohidrat inilah yang membuat ikatan terjadi antara bakteri dan reseptor pada zona pelusida. Pengaruh pembasuhan dengan tripsin atau pronase dapat mempengaruhi ikatan tersebut. Dalam penelitian pencemaran E.coli K99 ke embrio mencit, dilakukan untuk mencari model agen infeksius seperti bakteri E.coli K99 yang melekat pada permukaan zona pelusida dan dapatkah agen-agen tersebut dieliminasi dengan pembasuhan. Dengan melakukan pencemaran E.coli K99 sebanyak 10 3 CFUml, menunjukkan bahwa embrio tetap bertahan hidup secara in vitro dalam medium yang dicemari bakteri tersebut selama tiga hari Batan et al, data tidak dipublikasikan. Pada saat pembuahan oosit oleh spermatozoa, embrio yang terbentuk melintas dalam saluran oviduk menuju uterus. Selama perlintasan tersebut pada permukaan zona pelusida dan ruang perivitelin tertumpuk glikoprotein seperti musin yang berasal dari oviduk Buhi 2002. Embrio yang melintasi oviduk tersebut mengalami pengerasan hardening zona pelusida. Kejadian tersebut membuat zona pelusida lebih resisten terhadap reaksi kimia dan enzimatik. Namun, perubahan resistensi proteolitik zona pelusida tidak mempengaruhi perlekatan patogen ke permukaannya Bielanski et al. 2003; Buhi 2002. Penelitian-penelitian mendalam yang telah dilakukan menunjukkan bahwa zona pelusida merupakan barier yang efektif guna menahan penetrasi beberapa patogen hewan, dan ada bakteri mau pun virus yang mampu melekat erat ke permukaan zona pelusida Bielanski 1997. Tingkat perkembangan embrio tercemar E.coli K99 setelah 30 jam diinkubasi menunjukkan tingkat perkembangan lebih lambat dibandingkan dengan embrio yang diberi perlakuan tripsin atau pun pronase. Selanjutnya tingkat perkembangan embrio yang mendapatkan perlakuan tripsin, tingkat perkembangannya tidak berbeda nyata, tetapi bila dibandingkan dengan embrio yang mendapat perlakuan pronase lebih lambat. Tingkat perkembangan embrio setelah 48 jam diinkubasi menunjukkan bahwa embrio yang mendapat perlakuan pronase skor perkembangannya paling tinggi dibandingkan kelompok embrio yang mendapat perlakuan tripsin, atau mPBS Lampiran 6. Enzim pronase dilaporkan lebih efektif mencerna zona pelusida dibandingkan dengan tripsin. Dalam melakukan pencernaan tersebut enzim pronase menghidrolisis protein ZP1 dan ZP2 dari zona pelusida Kolbe Holtz 2005. Proses pencernaan oleh enzim pronase yang lebih efektif membuat bakteri yang melekat pada permukaan zona pelusida lebih banyak pula yang disingkirkan. Embrio yang mengalami hatching dan hatched pada perlakuan pronase menunjukkan persentase yang paling tinggi, yakni 76 dan 36 pada perlakuan tripsin menunjukkan 64 dan 20, sedangkan pada mPBS adalah 52,15 dan 17,4, Ganbar 5.1. Menurut Gilbert 1988, embrio pada stadium blastosis ekspan menghasilkan stripsin suatu bahan sejenis tripsin pada sel-sel trofoblas yang bersinggungan dengan zona pelusida. Adanya perlakuan tripsin dari luar embrio pada pembasuhan embrio menyebabkan zona pelusida lebih mudah ditembus oleh embrio yang ukurannya terus membesar. Begitu pula dengan enzim pronase, selain menginaktivasi reseptor E.coli 987P dengan merusak ikatan bagian asam amino dan karbohidratnya Dean Isaacson 1985, enzim pronase bekerja mengikis permukaan zona pelusida beserta bakteri E.coli yang melekat padanya, juga mencerna zona pelusida sehingga membuat zona pelusida menipis disamping merapuh. Embrio yang terus berkembang dan meluas akan lebih mudah mendesak zona pelusida, membuat embrio yang mendapat perlakuan pronase paling banyak mengalami hatching dan hatched.

5.4 SIMPULAN