Faktor Penting dalam Kebijakan Kredit

7. Sektor pengangkutan, pergudangan dan komunikasi Sektor ini meliputi pengangkutan umum yang meliputi usaha-usaha di bidang pengangkutan darat, laut, maupun udara. Pergudangan yang meliputi usaha-usaha penyediaan fasilitas penyimpananpenyewaan barang dan komunikasi yang meliputi pos, telepon, telegraf, dan telekomunikasi. 8. Sektor jasa-jasa dunia usaha Sektor ini mencakup usaha-usaha membangun gedung dan jasa profesi seperti pengacara, notaris, akuntan dan jasa-jasa individual lainnya, serta jasa garansi makelar, iklan pedagang valuta asing, dan lain-lain. 9. Sektor jasa-jasa sosialmasyarakat Sektor ini mencakup sektor hiburan dan kebudayaan, seperti film, pemancar radio, taman hiburan, dan lain-lain, serta jasa-jasa dokter, rumah sakit, dan poliklinik. 10. Sektor lain-lain Sektor lain-lain yang dimaksud di sini adalah sektor ekonomi yang tidak termasuk dalam sektor ekonomi tersebut di atas, misalnya sektor ekonomi dari kredit konsumsi. Bank Indonesia mengelompokkan sektor ekonomi ke dalam sektor pertanian, pertambangan, perindustrian, perdagangan, jasa-jasa, dan lain-lain. Untuk sektor listrik, gas, dan air, sektor konstruksi, dan sektor pengangkutan dimasukkan ke dalam sektor jasa-jasa. Dalam pelaporan total kredit perbankan yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik melalui Statistik Indonesia, pengelompokkan sektor ekonomi sama seperti yang dilakukan Bank Indonesia, yakni sektor pertanian, pertambangan, perindustrian, perdagangan, jasa-jasa, dan lain-lain.

2.7. Faktor Penting dalam Kebijakan Kredit

Berikut ini adalah faktor penting dalam kebijakan kredit Veithzal, 2006. 1. Kredit yang diberikan bank mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat. 2. Salah satu upaya untuk lebih mengarahkan agar perkreditan bank telah didasarkan pada prinsip yang sehat, yaitu melalui kebijakan perkreditan yang jelas. 3. Kebijakan perkreditan bank berperan sebagai panduan dalam pelaksanaan semua kegiatan perkreditan bank. 4. Untuk memastikan bahwa semua bank telah memiliki kebijakan perkreditan yang disusun dan diterapkan berdasarkan asas-asas perkreditan yang sehat, maka perlu berpedoman pada ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia. 5. Ketentuan kebijakan perkreditan perlu ditetapkan agar setiap bank memiliki dan menerapkan kebijakan kredit yang baik, yang : a. mampu mengawasi portofolio kredit secara keseluruhan dan menetapkan standar dalam proses pemberian kredit secara individual b. memiliki standarukuran dan pengawasan intern pada semua tahapan proses perkreditan 6. Bagi bank yang belum memiliki kebijakan perkreditan, wajib menyusun dan menerapkan kebijakan kredit yang minimal mengandung semua aspek yang tertuang dalam pedoman kebijakan perkreditan. 7. Bagi bank yang telah memiliki kebijakan perkreditan, wajib meneliti kembali apakah semua aspek dalam pedoman kebijakan perkreditan telah tercakup dalam kebijakan perkreditan dan melakukan penyesuaian apabila belum mencakup seluruh aspek yang tertuang dalam pedoman kebijakan perkreditan. 8. Kebijakan perkreditan perbankan dikatakan baik bila minimal dalam kebijakan tersebut mencakup : a. prinsip kehati-hatian perkreditan b. organisasi dan manajemen perkreditan c. kebijakan persetujuan perkreditan d. dokumentasi dan administrasi e. pengawasan kredit f. penyelesaian kredit bermasalah 9. Kebijakan perkreditan bank yang minimal sebagai pedoman dalam penyusunan kebijakan perkreditan. Dalam penyusunan kebijakan perkreditan bank dapat menambah dan memperluas aspek-aspek yang tertuang dalam pedoman kebijakan perkreditan. 10. Kebijakan kredit selanjutnya harus menjadi acuan dan harus tercermin dalam pedoman pelaksanaan kredit yang dipergunakan oleh setiap bank. 11. Bank wajib menyampaikan kebijakan kredit dan wajib mendapat persetujuan dewan komisaris. 12. Bank wajib melaksanakan kebijakan tersebut secara konsisten. 13. Bank Indonesia memantau, mengawasi, dan menilai pelaksanaan kebijakan kredit bank tersebut. 14. Pengertian kredit dalam kebijakan kredit meliputi semua jenis fasilitas keuangan yang disediakan kepada nasabah.

2.8. Analisis Kinerja Perkreditan