dominan disalurkan untuk sektor perindustrian, namun mengalami penurunan dari 34,25 menjadi 29,34; b Sektor jasa-jasa
menempati tempat kedua dominasi alokasi kredit setelah sektor perindustrian, namun juga mengalami penurunan dari 25,87
menjadi 18,80; c Sedangkan sektor lain-lain mengalami peningkatan alokasi kredit dari 10,62 menjadi 25,8, sehingga
sektor ini menggantikan posisi sektor jasa pada periode pemulihan ekonomi sebagai sektor yang mendominasi tempat kedua setelah
sektor perindustrian; d Sektor perdagangan mengalami penurunan alokasi kredit dari 19,85 menjadi 18,70; e Alokasi kredit
dengan persentase relatif kecil kurang dari 8 ditempati oleh sektor pertanian sedangkan sektor pertambangan kurang dari 2 dengan
alokasi kredit yang menurun pada periode pemulihan ekonomi. Peningkatan alokasi kredit untuk sektor lain-lain menunjukkan
dominasi kredit perbankan yang diarahkan untuk sektor tersebut. Meskipun risiko sektor perindustrian cukup besar, namun perbankan
tetap menyalurkan kredit dengan proporsi terbesar ke sektor ini karena prospeknya yang bagus ke depan dan sektor ini pun menyerap
cukup banyak tenaga kerja. Tabel
12. Struktur Total Kredit Perbankan Menurut Sektor Pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005
Sumber: Badan Pusat Statistik, Jakarta data diolah kembali
4.2.3. Pertumbuhan dan Struktur GDP
Kondisi perekonomian selama periode 1997-2005 ditunjukkan oleh pertumbuhan GDP riil seperti tertera pada Tabel 12. Secara
agregat nasional, laju pertumbuhan GDP per tahun menunjukkan angka 6,44. Berdasarkan pada angka tersebut, sektor yang
Sektor Pertumbuhan 1997-2000
2001-2005
1. Pertanian X
1
7,86 5,86
2. Pertambangan X
2
1,54 1,50
3. Perindustrian X
3
34,25 29,34
4. Perdagangan X
4
19,85 18,70
5. Jasa-Jasa X
5
25,87 18,80
6. Lain-Lain X
6
10,62 25,80
Total 100 100
mengalami pertumbuhan di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional adalah sektor perindustrian, perdagangan, jasa, dan sektor
lain-lain, yang masing-masing mengalami pertumbuhan sebesar 7,91, 6,86, 7,43, dan 8,15 per tahun. Sedangkan sektor
pertanian dan pertambangan mengalami pertumbuhan per tahunnya yang relatif lebih kecil, yaitu 2,91 dan 3,82.
Tabel 13. Pertumbuhan GDP Riil Sektor Pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005
1
1
Sektor Pembangunan: X
1
= Pertanian; X
2
= Pertambangan; X
3
= Perindustrian; X
4
= Perdagangan; X
5
= Jasa-Jasa; X
6
= Lain-Lain Sumber: Badan Pusat Statistik, Jakarta data diolah kembali
Dari analisis deskriptif ini terlihat bahwa perkembangan alokasi kredit perbankan dan nilai investasi tidak besar
mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi nasional menurut sektor pembangunan. Sebagai ilustrasi, pertumbuhan ekonomi secara
agregat nasional mencapai 6,44, sedangkan nilai investasi total menurun 22,93 Tabel 5, nilai kredit Bank BNI menurun 8,44
Tabel 7, dan nilai total kredit perbankan menurun 4,58 Tabel 10. Kecuali untuk investasi di sektor pertambangan, kinerja investasi
dinilai kurang efektif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi sektoral setelah krisis ekonomi melanda Indonesia. Keadaan ini
terjadi karena pertumbuhan ekonomi lebih dipengaruhi oleh investasi yang berasal dari investasi internal masyarakat yang menggerakkan
dunia usaha pada sektor-sektor pembangunan yang ada.
dalam miliar rupiah Tahun
X
1
X
2
X
3
X
4
X
5
X
6
Total
1997 75380.15 41463.96
125505.97 74314.85
110001.79 41762.69
468429.48 1998 102677.99
71487.99 141930.25
87179.24 115775.67
48768.30 567819.33
1999 106443.62 54249.32
141081.73 86776.59
102381.19 51796.53
542728.91 2000 103627.67
83351.17 149768.58
94692.73 112169.21
57959.48 601568.79
2001 104376.82 82547.51
159053.10 100545.25
118074.64 61375.07
625972.36 2002 107350.39
61347.79 199458.50
119014.49 144230.80
63132.51 694534.48
2003 109368.54 59935.01
203483.78 119854.22
156469.19 71113.38
720224.11 2004 111652.80
66041.99 215408.32
124384.95 168998.25
79010.07 765496.38
2005 111457.89 86921.95
233540.67 131088.48
185227.88 84041.98
832278.86
Pertumbuhan tahun
2,91 3,82 7,91 6,86 7,43 8,15 6,44
Pertumbuhan output nasional juga cukup dipengaruhi oleh sektor konsumsi. Pada dasarnya, sektor yang mengalami
perkembangan setelah krisis adalah sektor konsumsi. Menurut data yang diperoleh dari Bulletin of Indonesian Economic Studies BIES,
2006: 11, bahwa sektor konsumsi memegang peranan penting dalam pembentukan GDP nasional, sebesar dua per tiga dari total GDP
berasal dari sektor konsumsi. Sektor ini mengalami pertumbuhan yang positif sebesar 4,95 pada tahun 2004 dan 3,95 pada tahun
2005 BIES, 2006: 10. Sehingga pertumbuhan yang positif pada GDP lebih didorong oleh sektor konsumsi dari pada investasi dan
kredit yang disalurkan perbankan. Tabel 14. Struktur GDP Riil Sektor Pembangunan di Indonesia
pada tahun 1997-2005
Sektor Pertumbuhan 1997-2000
2001-2005
1. Pertanian X
1
17,80 14,96
2. Pertambangan X
2
11,49 9,81
3. Perindustrian X
3
25,60 27,78
4. Perdagangan X
4
15,73 16,35
5. Jasa-Jasa X
5
20,19 21,25
6. Lain-Lain X
6
9,19 9,86
Total 100 100
Sumber: Badan Pusat Statistik, Jakarta data diolah kembali Struktur GDP riil yang terbagi ke dalam dua periode analisis
ditampilkan pada Tabel 13. Tabel tersebut dapat menjelaskan beberapa fenomena penting berikut : a Terdapat dua sektor dengan
total output nasional yang dominan, yaitu sektor perindustrian dan jasa; b Dalam dua periode analisis, total output nasional untuk
sektor perindustrian mengalami peningkatan dari 25,6 menjadi 27,78 dan sektor jasa dari 20,19 menjadi 21,25; c Sektor
perdagangan dan sektor lain-lain mengalami peningkatan GDP dari 15,73 menjadi 16,35 dan dari 9,19 menjadi 9,86, dengan
alokasi GDP yang relatif kecil pada sektor lain-lain; d Sektor pertanian dan pertambangan mengalami penurunan pada periode
pemulihan ekonomi dengan alokasi yang relatif kecil untuk sektor
pertambangan, yaitu dari 11,49 menjadi 9,81 dan untuk sektor pertanian dari 17,80 menjadi 14,96.
Dua sektor dengan proporsi GDP yang dominan perindustrian dan jasa, pada dua periode analisis, mengalami laju pertumbuhan
GDP yang positif menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan. Selain itu, pada periode pemulihan ekonomi sektor
perdagangan juga mengalami laju pertumbuhan positif dengan proporsi GDP yang cukup mendominasi perekonomian nasional.
4.3. Validasi Model Dampak Portofolio Kredit 4.3.1. Uji Normalitas