5. Penggorengan
Proses penggorengan adalah salah satu proses pemasakan yang populer karena masakan hasil penggorengan menjadi lebih gurih, berwarna lebih menarik, nilai
gizi meningkat dan waktu pemasakan yang lebih cepat. Berbeda dengan pengolahan pangan yang lain, pada penggorengan selain berfungsi sebagai media
penghantar panas, minyak juga akan diserap oleh pangan Damayanthi, 1994. Pada umumnya, sistem menggoreng bahan pangan ada dua macam, yaitu
sistem gangsa pan frying dan menggoreng biasa deep frying. Ciri khas dari proses gangsa adalah karena bahan pangan yang digoreng tidak sampai terendam
dalam minyak, sedangkan pada proses penggorengan dengan sistem deep frying, bahan pangan yang digoreng terendam dalam minyak Ketaren, 1986.
C. BUMBU
1. Bawang Putih
Bawang putih Allium sativum L. berfungsi sebagai penambah aroma dan untuk meningkatkan cita rasa produk yang dihasilkan. Bawang putih merupakan
bahan alami yang biasa ditambahkan ke dalam bahan makanan atau produk lain sehingga diperoleh aroma yang khas guna meningkatkan selera makan Palungkun
dan Budhiarti, 1995. Seperti bumbu masakan lainnya, bawang putih harus digunakan dengan hati-hati karena adanya bau yang kuat dan rasa yang kurang
disukai bila digunakan secara berlebihan Farrel, 1990. Bawang putih yang utuh tidak menimbulkan bau atau rasa yang spesifik.
Namun apabila teriris akan terjadi perubahan kimia, yaitu enzim allinase memecahkan allin menjadi allicin, suatu zat yang menyebabkan timbulnya rasa
pada umbinya Ashari, 1995. Allicin yang terbentuk ini berperan memberikan aroma bawang putih dan merupakan salah satu zat aktif yang bersifat anti bakteri,
selain itu terdapat scordinin, senyawa kompleks thioglisidin yang bersifat antioksidan Palungkun dan Budhiarti, 1995. Menurut Barnes et al. 2002,
allicin pada bawang putih menunjukkan aktivitas antibakteri, diantaranya pada spesies Staphylococcus, Escherichia, dan Salmonella.
2. Bawang Merah
Bawang merah Allium cepa L. seperti halnya bawang putih, juga berfungsi sebagai bahan pengawet makanan. Penggunaan bawang merah lebih utama karena
aromanya yang kuat Wibowo, 1991. Karakteristik bau bawang merah dipengaruhi oleh kandungan minyak
volatil yang sebagian besar terdiri dari komponen sulfur. Komponen volatil tidak terdapat dalam sel secara utuh. Ketika sel pecah, terjadi reaksi antara enzim liase
dan komponen flavor seperti metil dan turunan propil Lewis, 1984. Bawang merah juga mengandung allin yang karena suatu hal berubah menjadi allicin,
setelah bereaksi dengan vitamin B1 berubah menjadi allithiamin. Zat ini membentuk vitamin B1 menjadi lebih efisien dimanfaatkan oleh tubuh Wibowo,
1991.
3. Kunyit
Kunyit Curcuma domestica Val. termasuk famili Zingiberaceae, memiliki kandungan minyak atsiri sebesar 5, terdiri dari turmeron, borneol, cineol, cireol.
Felandren, kurkumin dan zingeron Farrel, 1990. Menurut Buckle et al. 1987 minyak Curcumin mengandung 60
“turmerone”. Salah satu komponen lain ialah minyak “Zingiberene” 25, yang keseluruhannya memberi bau yang khas, yaitu bau kunyit. Sifat-sifat minyak
curcumin ialah merupakan bahan antioksidan dan anti bakteri. Di Indonesia, kunyit banyak dimanfaatkan untuk penyedap sekaligus pewarna masakan telur,
daging, ikan, nasi kuning dan sebagainya. Parutan kunyit yang halus dapat menghilangkan bau amis hanyir dari daging ayam maupun ikan.
4. Jahe