umum, warna, aroma, tekstur dan rasa. Skala yang digunakan adalah 1 tidak suka, 2 agak tidak suka, 3 netral atau biasa, 4 suka dan 5 sangat suka. Uji
ini dilakukan untuk mengetahui perlakuanpengolahan lanjutan apa yang lebih disukai oleh panelis.
1. Warna
Penentuan mutu bahan makanan pada umumnya tergantung dari beberapa faktor seperti cita rasa, tekstur dan nilai gizi. Tetapi sebelum faktor lain
dipertimbangkan secara visual faktor warna akan tampil lebih dahulu dan sangat menentukan. Suatu bahan yang dinilai bergizi, enak dan teksturnya sangat baik
tidak akan dimakan bila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau memberi kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya. Warna juga dapat
digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan suatu bahan. Baik tidaknya pengolahan dapat ditandai dengan adanya warna yang seragam
Winarno, 1991. Oleh karena itu, warna memiliki peranan penting dalam menentukan penerimaan konsumen terhadap produk.
Menurut Soekarto 1985, warna mempunyai arti dan peranan dalam produk pangan, yaitu sebagai tanda kerusakan, petunjuk tingkat mutu, dan
pedoman proses pengolahan. Warna merupakan atribut yang pertama kali diterima oleh indera manusia, dan perbedaan warna meskipun sedikit memberikan efek
yang berbeda terhadap penerimaan setiap individu. Nilai rata-rata warna pada cumi-cumi setelah pengolahan lanjutan berkisar antara 3,04 - 3,88 biasa sampai
suka. Nilai rata-rata tertinggi pada produk goreng selama 5 menit. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan tersebut paling disukai oleh panelis pada
parameter warna. Uji Kruskal-Wallis yang dilakukan menunjukkan bahwa pengolahan dan
waktu yang digunakan tidak mempengaruhi persepsi panelis terhadap warna P0,05. Hasil uji dapat dilihat pada Lampiran 7.
2. Aroma
Aroma makanan banyak menentukan kelezatan bahan makanan tersebut. Untuk pengukuran dan identifikasi aroma, cara yang paling sering dan mudah
digunakan adalah dengan memanfaatkan alat indera manusia Winarno, 1991.
Aroma merupakan salah satu parameter yang menentukan rasa enak suatu makanan. Dalam banyak hal aroma menjadi daya tarik tersendiri untuk
menentukan rasa enak dari produk makanan itu sendiri. Dalam industri pangan, uji terhadap aroma dianggap penting karena dengan cepat dapat memberikan
penilaian terhadap hasil produksinya, apakah produknya disukai atau tidak disukai konsumen Soekarto, 1985.
Nilai rata-rata aroma hasil uji hedonik pada cumi-cumi yang telah mengalami pengolahan lanjutan berkisar antara 3 - 4,4 biasa sampai suka. Nilai
rata-rata tertinggi pada produk cumi goreng selama 7 menit. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan tersebut paling disukai panelis pada parameter aroma. Uji
Kruskal-Wallis yang dilakukan menunjukkan bahwa pengolahan dan waktu yang digunakan mempengaruhi persepsi panelis terhadap aroma P0,05. Hasil uji
dapat dilihat pada Lampiran 7 dan uji lanjut multiple comparison pada Lampiran 8.
3.Tekstur
Tekstur dan konsistensi suatu bahan akan mempengaruhi citarasa yang ditimbulkan. Perubahan tekstur bahan dapat mengubah rasa dan aroma yang
timbul karena dapat mempengaruhi kecepatan timbulnya rangsangan terhadap sel reseptor Winarno, 1991.
Nilai rata-rata untuk parameter tekstur pada cumi-cumi setelah mengalami pengolahan lanjutan adalah 3,04 - 4,42 biasa sampai suka. Nilai rata-rata
tertinggi pada produk cumi kukus selama 2 menit. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan tersebut paling disukai panelis pada parameter tekstur. Uji Kruskal-
Wallis yang dilakukan menunjukkan bahwa pengolahan dan waktu yang digunakan mempengaruhi persepsi panelis terhadap tekstur P0,05. Hasil uji
dapat dilihat pada Lampiran 7 dan uji lanjut multiple comparison pada Lampiran 8.
4. Rasa