IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PROSES PENGOLAHAN CUMI SEGAR
Cumi olahan merupakan cumi yang diberi bumbu dan telah mengalami pemasakan sehingga memiliki penampakan yang menarik dan aroma yang khas.
Pada pengolahan cumi segar menjadi cumi olahan dilakukan beberapa proses yaitu pencucian dan pembuangan bagian yang tidak dapat dikonsumsi,
penambahan bumbu dan pengolahan menggunakan panas. Pencucian yang dilakukan pada cumi segar bertujuan menghilangkan
kotoran yang terdapat pada bahan agar produk yang dihasilkan terjamin kebersihannya. Pada proses ini juga dilakukan pembuangan bagian yang tidak
dapat dikonsumsi, diantaranya benda seperti plastik yang terdapat pada tubuh cumi serta kantung tinta sehingga warna produk yang dihasilkan tetap menarik
tidak dipengaruhi warna hitam dari tinta. Penambahan bumbu pada proses pengolahan ini mempunyai tujuan untuk
mengubah rasa dan meningkatkan penerimaan konsumen terhadap makanan tersebut. Penambahan bumbu yang dilakukan berupa bumbu bubuk yang terdiri
dari cabai merah, bawang merah, bawang putih, kunyit, jahe, gula, garam dan santan, serta bumbu halus berupa kemiri. Bumbu yang dicampurkan pada cumi
dapat membangkitkan selera makan karena mutu bahan makanan yang meliputi warna, aroma dan tekstur akan meningkat. Garam dan gula selain berfungsi untuk
menambah cita rasa, juga dapat berfungsi sebagai pengawet. Masakan yang ditambahkan kemiri dan santan akan menjadi lebih gurih dan lebih kental.
Pengolahan cumi segar dilakukan untuk mendapatkan produk cumi yang aman untuk dimakan sehingga nilai gizi yang dikandung cumi tersebut dapat
dimanfaatkan secara maksimal. Selain itu produk cumi olahan tersebut dapat diterima oleh konsumen berdasarkan penampakannya aroma, rasa dan
teksturnya kekerasan, kelembutan, konsistensi, kekenyalan, kerenyahan. Pengolahan yang sering dilakukan terhadap cumi segar yaitu pemasakan dengan
menggunakan panas. Selama pemasakan akan terjadi perubahan warna, tekstur dan rasa, meningkatkan daya cerna komponen pangan, terjadi destruksi
mikroorganisme dan toksin serta inaktivasi enzim yang tidak dikehendaki. Pemasakan dilakukan menggunakan kompor gas dengan tingkat perapian 1
tingkat yang paling rendah pada suhu + 100
o
C. Selama pemasakan daging cumi akan melunak empuk, warna daging cumi menjadi kuning serta rasa yang
meningkat akibat penambahan bumbu. Pengolahan dengan pemanasan dapat meningkatkan nilai gizi bahan
pangan, misalnya karena terjadinya destruksi senyawa anti-nutrisi, terjadinya denaturasi molekul sehingga meningkatkan daya cerna dan ketersediaan zat gizi.
Tetapi proses pengolahan dengan suhu tinggi bila tidak terkontrol dengan baik justru akan menurunkan nilai gizi bahan pangan, misal terjadinya reaksi antar
molekul nutrien, hancurnya nutrien yang tidak tahan panas atau terbentuknya molekul kompleks yang tidak dapat diuraikandicerna oleh enzim tubuh.
Pemasakan cumi tidak dilakukan sampai air bumbu mengental. Pengentalan sisa air bumbu dilakukan setelah cumi diangkat dan ditiriskan karena
jika cumi mengalami pemasakan dalam waktu yang terlalu lama akan menyebabkan daging cumi menjadi liat tidak empuk saat dikonsumsi.
Pengentalan sisa air bumbu dilakukan selama + 5 menit pada suhu 100
o
C. B.
KARAKTERISTIK CUMI SEGAR DAN OLAHAN
Karakterisasi ini diperlukan untuk mengetahui mutu awal cumi segar dan cumi olahan sebelum dilakukan pengolahan lebih lanjut. Karakterisasi yang
dilakukan meliputi warna, tekstur, kadar protein kasar, lemak, air, besi, fosfor, dan uji mikroba. Hasil karakterisasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.
Pengukuran terhadap warna cumi dilakukan pada dua sisi, yaitu sisi bagian dalam dan sisi bagian luar. Nilai chroma menunjukkan intensitas warna sampel.
Semakin tinggi nilai chroma maka warna akan terlihat semakin tua. Derajat Hue digunakan untuk mengidentifikasikan warna sampel, menunjukkan posisi warna
dalam diagram warna. Nilai warna
o
Hue untuk cumi segar adalah 63,6 bagian dalam dan 68,32 bagian luar menunjukkan warna cenderung kemerahan karena pada cumi segar
terdapat selaput tipis yang berwarna merah-ungu berbintik, dengan intensitas nilai chroma 30,35 bagian dalam dan 52,02 bagian luar. Warna
o
Hue cumi
olahan adalah 73,14 bagian dalam dan 82,55 bagian luar menunjukkan warna kuning pada intensitas nilai chroma 48,91 bagian dalam dan 53,72 bagian
luar, karena pada proses pengolahan diberikan bumbu diantaranya kunyit yang merupakan bahan pewarna alami untuk makanan sehingga menyebabkan warna
cumi olahan menjadi kuning.
Tabel 3. Karakteristik Cumi Segar dan Cumi Olahan
Analisa Cumi segar
Cumi olahan
Warna
o
Hue Dalam 63,6
Dalam 73,14 Luar 68,32
Luar 82,55 Chroma
Dalam 30,35 Dalam 48,91
Luar 52,02 Luar 53,72
Tekstur mmg.dt 0,75
1,36 Kadar Air
84,54 72,57
Kadar Protein bk 8,24
14,54 Kadar Lemak bk
0,57 1,98
Kadar Fosfor bk 1,10
1,37 Kadar Besi mgkg
8,21 2,31
Uji mikroba : - Salmonella 4,7 x 10
2
koloni - E. Coli 9,1 x 10
2
- total mikroba 3,8 x 10
4
Berdasarkan analisis ragam pada tingkat signifikansi α=0,05 menunjukkan
bahwa pengolahan yang dilakukan terhadap cumi segar menghasilkan cumi olahan dengan warna yang berbeda. Hal ini berarti terjadi perubahan yang
signifikan pada warna cumi dan menunjukkan bahwa pengolahan yang dilakukan memberikan pengaruh terhadap warna. Analisis statistik warna cumi segar dan
olahan disajikan pada Lampiran 4. Warna cumi segar dan olahan dapat lebih jelas dilihat dengan diagram warna yang ditunjukkan pada Gambar 4.
Tekstur dan konsistensi suatu bahan akan mempengaruhi citarasa yang ditimbulkan oleh bahan Winarno, 1991. Nilai keempukan cumi segar lebih kecil
yaitu 0,75 mmg.dt daripada cumi olahan 1,36 mmg.dt. Pengolahan dengan pemanasan menyebabkan terjadinya perubahan tekstur yang semula liatkenyal
menjadi lebih lunak. Panas yang diberikan pada cumi mengakibatkan otot daging cumi yang banyak mengandung protein diantaranya kolagen mengalami
perubahan sifat fisik sehingga daging cumi empuk. Selain itu, penambahan bumbu diantaranya jahe juga menyebabkan tekstur cumi menjadi lebih lunak setelah
mengalami pemasakan. Berdasarkan analisis ragam pada tingkat signifikansi α=0,05 menunjukkan bahwa pengolahan yang dilakukan terhadap cumi segar
menghasilkan cumi olahan dengan tekstur yang tidak berbeda nyata. Analisis statistik nilai tekstur cumi segar dan olahan disajikan pada Lampiran 4.
Gambar 4. Diagram Warna untuk Cumi Segar dan Cumi Olahan
Kadar air menunjukkan kualitas produk. Kadar air yang terlalu tinggi akan menyebabkan produk menjadi cepat rusak. Menurut Sudarmadji et al. 1989,
apabila kandungan air dalam bentuk bebas tinggi, maka dapat membantu terjadinya proses kerusakan bahan makanan misalnya proses mikrobiologis,
kimiawi, enzimatik bahkan aktivitas serangga perusak. Pengukuran kadar air cumi segar dan olahan menunjukkan bahwa kadar air
cumi segar lebih tinggi dibandingkan cumi olahan. Kadar air cumi segar sebesar 84,54, sedangkan cumi olahan sebesar 72,57. Berdasarkan analisis ragam
pada tingkat signifikansi α=0,05 menunjukkan bahwa pengolahan yang dilakukan
terhadap cumi segar menghasilkan cumi olahan dengan kadar air yang berbeda. 2
1 cumi segar luar
cumi segar dalam 3 cumi olahan dalam
4 cumi olahan luar
Pemanasan mengunakan wadah terbuka mengakibatkan sejumlah air pada bahan berkurang sejumlah air mengalami penguapan sehingga menurunkan kadar air.
Selain itu, penambahan bumbu seperti gula karena memiliki daya larut yang tinggi dapat mengikat air suatu bahan dan garam yang bersifat higroskopis dapat
menyerap air pada bahan yang digarami sehingga menurunkan kadar air. Analisis statistik kadar air cumi segar dan olahan disajikan pada Lampiran 4.
Pengolahan terhadap cumi segar menghasilkan cumi olahan mengakibatkan terjadinya perubahan kandungan gizi termasuk protein. Kadar protein cumi segar
sebesar 8,24 , sedangkan cumi olahan memiliki kadar protein sebesar 14,54 . Menurut Sudarmadji et al. 1989, kandungan N yang terukur tidak hanya
menunjukkan kadar protein tetapi senyawa-senyawa lain yang mengandung unsur N yang jumlahnya lebih sedikit dari protein seperti asam amino bebas dan
amoniak. Berdasarkan analisis ragam pada tingkat signifikansi
α=0,05 menunjukkan bahwa pengolahan yang dilakukan terhadap cumi segar menghasilkan cumi
olahan dengan kadar protein yang tidak berbeda. Penambahan bumbu diantaranya santan, jahe, cabai merah dan kemiri yang mengandung protein akan menambah
kadar protein terukur. Analisis statistik kadar protein cumi segar dan olahan disajikan pada Lampiran 4.
Pengukuran kadar lemak dilakukan untuk mengetahui nilai gizi lemak yang terdapat pada cumi segar dan olahan. Pengukuran kadar lemak terhadap cumi
segar dan cumi olahan menunjukkan hasil 0,57 dan 1,98 . Berdasarkan analisis ragam pada tingkat signifikansi 0,05 menunjukkan bahwa pengolahan
yang dilakukan terhadap cumi segar menghasilkan cumi olahan dengan kadar lemak yang berbeda. Hal ini berarti terjadi perubahan signifikan dan menunjukkan
bahwa pengolahan memberikan pengaruh terhadap kadar lemak, karena pada pengolahan dilakukan penambahan bumbu yang mengandung minyak atau lemak
seperti kemiri dan santan sehingga menambah kandungan lemak terukur. Analisis statistik kadar lemak cumi segar dan olahan disajikan pada Lampiran 4.
Sumber fosfor yang utama adalah bahan makanan dengan kadar protein tinggi seperti daging, unggas, ikan dan telur. Bahan pangan yang kaya protein dan
kalsium biasanya juga kaya akan fosfor Winarno,1991. Hasil pengukuran
menunjukkan bahwa kadar fosfor pada cumi segar sebesar 1,10 , sedangkan pada cumi olahan sebesar 1,37 . Berdasarkan analisis ragam pada tingkat
signifikansi α=0,05 menunjukkan bahwa pengolahan yang dilakukan terhadap
cumi segar menghasilkan cumi olahan dengan kadar fosfor yang tidak berbeda. Hal ini berarti tidak terjadi perubahan yang signifikan dan menunjukkan bahwa
pengolahan tidak memberikan pengaruh terhadap perubahan kadar fosfor. Analisis statistik kadar fosfor cumi segar dan olahan disajikan pada Lampiran 4.
Berdasarkan Gaman dan Sherrington 1981, fungsi zat besi adalah sebagai salah satu pembentuk sel darah merah. Kandungan zat besi cumi segar lebih
tinggi dibandingkan cumi olahan. Cumi segar memiliki kandungan zat besi sebanyak 8,21 mgkg, sedangkan cumi olahan sebesar 2,31 mgkg.
Berdasarkan analisis ragam pada tingkat signifikansi α=0,05 menunjukkan
bahwa pengolahan yang dilakukan terhadap cumi segar menghasilkan cumi olahan dengan kadar besi yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa pengolahan
dengan pemanasan pemasakan menyebabkan zat besi dalam cumi mengalami penurunan. Berdasarkan Bender 1987, hilangnya zat besi akibat pemasakan bisa
mencapai 32. Analisis statistik kadar besi cumi segar dan olahan disajikan pada Lampiran 4.
Uji mikroba dilakukan untuk mengetahui tingkat cemaran mikroorganisme cumi segar dan cumi olahan. Uji yang dilakukan adalah uji total mikroba TPC,
uji Escherichia coli, dan uji Salmonella. Perhitungan TPC bertujuan untuk menghitung semua mikroba yang tumbuh dalam produk. Adanya bakteri dalam
bahan pangan dapat mengakibatkan pembusukan, menimbulkan penyakit yang ditularkan melalui makanan dan terjadinya fermentasi Buckle et al.,1987. E. coli
merupakan bakteri yang sering digunakan sebagai indikator kontaminasi kotoran. Salmonella
merupakan bakteri yang dapat menyebabkan gangguan pada perut juga menyebabkan demam tifus dan paratifus.
Hasil yang didapat menunjukkan bahwa cumi segar tercemar oleh bermacam-macam mikroba, di antaranya adalah Escherichia coli dan Salmonella.
Pengujian yang dilakukan terhadap cumi olahan menunjukkan bahwa tidak terdapat cemaran mikroba. Hal ini menunjukkan bahwa proses pengolahan cumi
sudah cukup baik dan higienis. Selain itu, bahan tambahan berupa bumbu yang
digunakan pada saat pengolahan, antara lain bawang putih dan bawang merah yang memiliki senyawa anti mikroba allicin serta kunyit yang mengandung
curcumin merupakan senyawa antioksidan dan antibakteri.
C. KARAKTERISTIK CUMI SETELAH PENGOLAHAN LANJUTAN