Metode pemecahan masalah dengan pendekatan sistem secara umum aktifitas kerja operasionalnya ditandai dengan dua hal, yaitu 1 Mencari semua
faktor penting yang terdapat dalam sistem untuk memperoleh solusi yang baik untuk menyelesaikan masalah, dan 2 Membuat model kuantitatif untuk
membantu keputusan secara rasional. Dalam metode pemecahan masalah dengan pendekatan sistem terdapat
tahapan yang merupakan kaidah, yaitu : pertama, dilakukan analisis kebutuhan need assessment
dari stakeholders, kedua perumusan permasalahan, ketiga melakukan analisis variabel-variabel faktor-faktor yang yang dominan terhadap
tujuan goal yang dilakukan didalam identifikasi sistem. Keempat, menterjemahkan faktor-faktor yang dominan tersebut kedalam bahasa gambar
yang disebut causal loop sebab akibat yang menyusun struktur model. Kelima membuat diagram alir berdasarkan causal loop. Diagram alir yang akan
disimulasikan dengan menggunakan program model sistem dinamis program powersim
versi tahun 2000. Dari simulasi dinamis tersebut akan didapatkan perilaku dari suatu gejala atau proses yang terjadi didalam sistem, sehingga dapat
dilakukan analisis dan peramalan perilaku atau gejala atau proses tersebut di masa yang akan datang. Oleh karena itu, urutan penyelesaian permasalahan yang
komplek dengan pendekatan sistem, dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
3.3.1. Analisis Kebutuhan
Untuk menjabarkan analisis kebutuhan dari stakeholders perlu didefinisikan dulu tujuan dari penelitian ini. Hal ini sangat penting agar materi
pertanyaan yang disusun didalam lembar-lembar kuesioner, atau pada waktu melakukan diskusi dengan pakar lebih terarah. Dengan demikian analisis
kebutuhan yang diperoleh dari stakeholders pelaku sistem melalui pengisian kuesioner, wawancara, diskusi, didapat elemen-elemen yang berhubungan dengan
maksud tujuan goal secara mendalam. Berdasarkan kajian pustaka dan penelitian di lapangan, stakeholders yang
terlibat dalam permasalahan lahan pasca tambang batubara dan pelaku sistem adalah sebagai berikut :
a. Masyarakat yang tinggalnya disekitar pertambangan. Yang dimaksud
masyarakat yang tinggal disekitar pertambangan adalah yang berjarak tidak lebih dari 1000 meter dari aktifitas eksploitasi tambang batubara,
karena masyarakat ini secara langsung dan tidak langsung terkena dampak.
b. Pemerintah daerah tingkat II dan jajarannya seperti dinas-dinas yang
berkompeten dengan hadirnya pertambangan batubara dan terdapat kaitan dengan tugas pokok didalam instansinya.
c. Lembaga legistatif, sebagai lembaga kontrol yang mewakili rakyat
terhadap aktifitas dan produk-produk pemerintah kabupaten, sekaligus sebagai lembaga pembuat peraturan daerah.
d. Pakar ahli dibidang pertambangan, tanah, kehutanan dan perkebunan.
e. Pelaku bisnis adalah pengusaha atau praktisi di lapangan yang bergerak di
bidang pertambangan batubara. Kebutuhan stakeholders pelaku sistem tersebut diatas biasanya akan
berbanding terbalik dengan kondisi sebenarnya di lapangan. Oleh sebab itu, dari kondisi tersebut dapat disusun formulasi masalah.
3.3.2. Formulasi Masalah.
Menurut Eriyatno 2003 formulasi masalah adalah pernyataan yang bertolak belakang antara kebutuhan pelaku sistem, dalam hal ini adalah para
stakeholders, dengan kondisi di lapangan saat ini existing condition.
Dalam kasus eksploitasi tambang batubara terbuka yang tidak mengindahkan, kaidah-kaidah pembangunan berkelanjutan. Dimana terdapatnya
banyak lahan pasca tambang yang tidak dilakukan rehabilitasi, dan menimbulkan berbagai dampak negatif maka formulasi masalah dapat disusun seperti sebagai
berikut: bagaimana lahan pasca tambang batubara yang telah terdegradasi dapat diupayakan untuk dilakukan rehabilitasi melalui reklamasi dengan biaya
terjangkau, dan dapat berguna bagi kelangsungan lestarinya ekologi tetapi juga dapat sebagai sarana produksi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
pendapatan daerah.
3.3.3. Identifikasi Sistem