9
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pendidikan Karakter
1. Pengertian Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter adalah pendidikan mengajarkan kebiasaan cara berpikir dan perilaku yang membantu individu untuk hidup dan bekerjasama
sebagai keluarga, masyarakat, dan bernegara, dan membantu mereka untuk membuat keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan Khan, 2010:1.
Sedangkan menurut Thomas Lickona, pendidikan karakter merupakan suatu ikhtiar yang secara sengaja untuk membuat seseorang memahami, peduli dan akan
bertindak atas dasar nilai-nilai yang etis. Pendidikan karakter merupakan pendidikan budi pekerti plus yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan
cognitive, perasaan feeling, dan tindakan action Lickona, 2012:82. Lickona menyatakan bahwa karakter berkaitan dengan pengetahuan moral moral
knowing, perasaan moral moral feeling dan tindakan moral moral behavior. Berdasarkan ketiga komponen tersebut dapat dinyatakan bahwa karakter yang
baik didukung oleh pengetahuan tentang kebaikan, keinginan untuk berbuat baik dan melakukan perbuatan kebaikan. Dengan kata lain, komponen-komponen
moral tersebut akan membentuk karakter yang baik, tangguh serta unggul. Pendapat lain dikemukakan oleh Anne Lockwood dalam Nucci dan
Narvaez, 2014:131 yang mengembangkan definisi „sementara‟ tentang pendidikan karakter. Ia mendefinisikan tentang pendidikan karakter sebagai
10 kegiatan berbasis sekolah yang bertujuan untuk secara sistematis membentuk
perilaku siswa sebagaimana ia mengatakan: “Pendidikan karakter didefinisikan sebagai setiap program lembaga sekolah, dirancang dengan bekerja sama dengan
lembaga-lembaga masyakarat lainnya, untuk membentuk secara langsung dan secara sistematis perilaku kaum muda dengan mempengaruhi secara jelas nilai-
nilai non-relativistik yang diyakini secara langsung menghasilkan perilaku tersebut”. Ia merinci tiga proposisi utama: pertama, tujuan pendidikan moral dapat
dikejar, bukan hanya diserahkan kepada kurikulum tersembunyi yang tidak terkendali dan bahwa tujuan tersebut harus memiliki dukungan dan konsensus
publik pada tingkat yang wajar; kedua, tujuan perilaku adalah bagian dari pendidikan karakter; ketiga, perilaku antisosial pada pihak anak adalah akibat dari
tidak adanya nilai-nilai yang mana di sini terdapat anggapan hubungan nilai dengan perilaku.
Larry P. Nucci menambahkan proposisi keempat, bahwa banyak pendidik karakter tidak hanya berusaha untuk mengubah perilaku, tetapi benar-benar
berusaha untuk menghasilkan jenis karakter tertentu, untuk membantu membentuknya dalam berbagai cara. Penggunaan istilah „bentuk‟ dan
„pembentukan‟ di sini tidak dipahami secara pasif, melainkan sebagai partisipasi aktif dan sadar individu dalam membentuk diri mereka sendiri. Pendidikan
karakter menumbuhkan harapan dapat menjadi dapat menjadi pribadi seperti apa seseorang bukannya seperti apa mereka sekarang. Pendidikan karakter tidak sama
dengan pengendalian perilaku, disiplin, pelatihan, atau indoktrinasi, melainkan jauh lebih luas lingkupnya dan memiliki tujuan yang jauh lebih ambisius.
11 Meskipun karakter yang baik dan perilaku yang baik adalah sama Nucci dan
Narvaez, 2014:131-132. Karakter merupakan hal yang penting untuk membangun sumber daya
manusia SDM yang kuat, maka perlunya pendidikan karakter harus dilakukan dengan tepat dan dapat dikatakan bahwa pembentukan karakter tidak bisa
dipisahkan dari kehidupan. Oleh karena itu, diperlukan kepedulian dari berbagai pihak baik oleh pemerintah, sekolah, masyarakat, maupun keluarga Hidayatullah,
2010:2-3. Russel Williams dalam Q-Anees dan Hambali, 2008:99 menggambarkan bahwa karakter adalah ibarat “otot”, dimana “otot-otot” karakter
akan menjadi lembek apabila tidak pernah dilatih, dan akan kuat dan kokoh apabila sering dipakai. Sama halnya dengan seorang binaragawan yang terus-
menerus berlatih membentuk ototnya, “otot-otot” karakter akan terbentuk dengan praktik latihan yang akhirnya akan menjadi sebuah kebiasaan.
Pendidikan karakter memiliki sifat dua arah, dimana arahannya adalah setiap manusia mampu memiliki ketajaman intelektual dan integritas diri sebagai
pribadi yang memiliki karakter kuat Koesoema, 2007:112. Kilpatrick dan Lickona sebagai pencetus utama pendidikan karakter percaya adanya keberadaan
moral absolut yang perlu diajarkan kepada generasi muda agar paham betul mana yang baik dan benar. Kilpatrick dan Lickona menyadari bahwa sesungguhnya
terdapat nilai moral universal yang bersifat absolut yang bersumber dari agama- agama di dunia, yang disebutnya
sebagai “the golden rule”, seperti berkata jujur, menolong orang, hormat orang tua dan bertanggungjawab.
12
2. Nilai Pendidikan Karakter