Kendala yang Dihadapi dalam Penerapan Pendidikan Karakter di

74 tidaklah mudah dan dapat diatasi oleh setiap orang. Dibutuhkan mental dan kesabaran yang kuat serta intelektual yang memadai untuk membawa pondok pesantren menjadi lebih baik dan maju.

4. Kendala yang Dihadapi dalam Penerapan Pendidikan Karakter di

Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang Dalam pendidikan karakter perlu adanya evaluasi guna mengetahui kekurangan-kekurangan apa saja yang perlu diperbaiki. Biasanya kekurangan tersebut berupa kendala-kendala yang muncul selama proses pelaksanaan pendidikan karakter. Kendala tersebut dapat berupa kendala dalam kelembagaan, tenaga pendidik ataupun santri itu sendiri. Contoh dari kendala- kendala yang sering muncul antara lain terkait dengan sumber dana operasional, jumlah tenaga pendidik, ataupun karakter dan kebiasaan individu santri. Sejauh ini tidak ada kendala yang berarti terkait dengan sumber dana operasional di dalam pondok pesantren. Sumber dana operasional dalam setiap kegiatan santri diambil dari iuran wali santri yang dibayarkan setiap bulan. Untuk menghindari terganggunya pelaksanaan kegiatan santri terkait dengan keterlambatan dalam pembayaran iuran wali santri, pondok pesantren biasanya memberikan informasi terlebih dahulu sehingga wali santi dapat menyiapkan dana yang ditetapkan jauh-jauh hari. Berikut hasil wawancara dengan Afni Mudzakiroh 20 tahun yang mengungkapkan: 75 “Kalau disini kan ada bulanan santri. Itu sudah mencakup semuanya seperti untuk sekolah, pondok, fasilitas kesehatan, syariat pondok, itu semua sudah dijadikan satu. ” wawancara tanggal 19 Agustus 2015 Sama halnya dengan sumber dana operasional, terkait dengan tenaga pendidik tidak ada kendala yang berarti. Meskipun jumlah tenaga pendidik sedikit, namun berkat pengaturan jadwal pengajaran dan penggunaan metode pembelajaran yang sistematis maka tidak ada kendala terkait dengan jumlah tenaga pendidik. Dalam hal ini kendala yang mungkin muncul adalah dituntutnya kesabaran tenaga pendidik dalam menghadapi para santri yang jumlahnya kurang lebih 900 orang dengan karakternya masing-masing. Berikut hasil wawancara dengan Masichah 24 tahun yang mengungkapkan: “Kalau kebutuhan tenaga pendidik ketika mengaji kalau disini kan bervariasi mbak. Jadi sudah terkoordinasi. Semisal kalau menggunakan model mengaji kalau malam pemaparan itu kan santri masuk ke kelas masing-masing seperti ketika pagi. Tapi ketika binadhor, mengaji Al- Qur‟an itu setiap satu jam di ambil masing-masing dua orang, jadi semisal SMP dua orang, mts dua orang, SMK dua orang, seperti itu nanti untuk satu ustadzustadzah biasanya mengampu sekitar 8-10 santri. Mungkin kendalanya itu kalau misalnya menghadapi santri yang nakal, ustadz atau ustadzahnya harus ekstra sabar, mbak. ” wawancara tanggal 20 Agustus 2015 Berdasarkan pengamatan penulis, salah satu kendala dalam pelaksanaan pendidikan karakter santri adalah dari individu santri tersebut. Biasanya di semester awal santri masuk pondok pesantren santri masih membawa karakter dan kebiasaannya masing-masing sehingga masih sulit untuk mengubah karakter santri tersebut menjadi lebih baik. Bagi santri yang secara pribadi ingin masuk ke pondok pesantren biasanya akan lebih mudah beradaptasi dengan kehidupan pondok pesantren. Lain halnya dengan santri yang pada 76 awalnya masuk ke pondok pesantren atas dorongan atau permintaan keluarga, biasanya lebih sulit beradaptasi dan baru dapat bersosialisasi dan bermasyarakat dengan santri yang lain setelah beberapa bulan. Selain itu kendala yang muncul adalah dalam ketepatan waktu santri dalam menjalankan kewajibannya di pondok pesantren. Salah satu contohnya adalah dalam menyetor hafalan santri sering tidak melaksanakannya sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Hal tersebut sependapat dengan pernyataan Defi Hidayatan Naja 16 tahun yang mengungkapkan: “Untuk setoran itu hafalan ada jadwalnya, biasanya itu ba‟da Isya. Kalau masalah keterlambatan pasti pernah, tidak mungkin setiap orang disiplin terus. Saya juga pernah telat, dihukum juga pernah mbak. ” wawancara tanggal 20 Agustus 2015 Untuk mengatasi karakter buruk santri, pondok pesantren melakukan beberapa cara. Salah satunya adalah memisahkan pergaulan santri yang berkelakuan buruk dalam satu kamar. Hal tersebut dimaksudkan agar santri tidak semakin terpengaruh dalam sifat-sifat buruk antara yang satu dengan lainnya. Hal tersebut diperkuat dengan pendapat Aulia Syifa 14 tahun yang mengungkapkan: “Untuk anak-anak yang agak bermasalah tidak dijadikan satu kamar. Kemudian setiap satu tahun sekali itu ada rolling kamar, jadi tidak terus-menerus dengan teman kamar yang sama selama 3 tahun. ” wawancara tanggal 20 Agustus 2015 Selain itu untuk menghindari kebiasaan-kebiasaan buruk yang dibawa oleh santri dari lingkungan luar, pondok pesantren melakukan interview 77 terlebih dahulu agar mengetahui seperti apa karakter calon santri yang akan ma suk ke pondok pesantren. Biasanya tes interview dilakukan oleh para ustadz dan ustadzah agar pada saat nanti mereka mendampingi dan membimbing dalam suatu kegiatan, sang ustadz dan ustadzah telah memahami bagaimana harus menghadapi santri tersebut. Berikut hasil wawancara dengan Nur Chamidah 16 tahun yang mengungkapkan: “Biasanya kalo disini setiap anak yang ingin masuk itu ada tes wawancara dengan ustadzustadzahnya mbak. Nanti anak tersebut akan ditanya apakah pernah memakai semisal narkoba atau obat-obatan terlarang kemudian dilakukan penyaringan. Nah kalau untuk anak yang pindahan itu seleksinya lebih ketat, soalnya kan biasanya kalau pindahan itu kemungkinan karena ada sesuatu. ” wawancara tanggal 20 Agustus 2015 Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut, dapat diketahui bahwa pondok pesantren telah menyiapkan atau mengantisipasi berbagai kendala yang kemungkinan dapat timbul dalam pelaksanaan pendidikan di pondok pesantren. Hal tersebut dilakukan mengingat bahwa tidak mudah bagi pondok pesantren untuk mengubah setiap santri menjadi pribadi yang sepenuhnya baik mengingat bahwa terdapat kurang lebih 900 santri di dalam Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang.

C. Pembahasan