Lokasi dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Pengumpulan Data Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW

19

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Cagar Biosfer Cibodas Provinsi Jawa Barat Gambar 3. Pelaksanaan penelitian dimulai pada Agustus 2011 sampai dengan Desember 2011. Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian

3.3. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Citra Landsat tahun 1999 dan 2011, Peta Rupa Bumi Indonesia RBI skala 1 : 25.000, Peta Administrasi Skala 1 : 25.000, Peta Tanah, Peta Lereng, Peta Elevasi, Peta Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Provinsi Jawa Barat Skala 1 : 250.000, dan data Potensi Desa Podes. Alat yang digunakan adalah GPS, kamera digital dan seperangkat komputer yang dilengkapi dengan software : Idrisi, ArcGIS, Google Earth, dan Microsoft Excel. 20

3.4. Metode Pengumpulan Data

Sumber data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Pengambilan data sekunder didapat dari instansi terkait yaitu : Laporan Tahunan Tahun 2010 dan Statistik Tahun 2010 Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Review Cagar Biosfer Cibodas MAB – LIPI, Peta RBI, Peta Lereng, Peta Jenis Tanah, Peta Ketinggian dan Peta RTRW Pemerintah Daerah, dan Data Potensi Desa BPS. Data primer terkait ketepatan hasil analisis citra Landsat dengan kondisi sesungguhnya di lapangan didapat melalui pemeriksaan lapangan. Untuk memperoleh data informasi persepsi masyarakat mengenai perubahan penggunaanpenutupan lahan yang dapat ditoleransi di area Cagar Biosfer Cibodas dilakukan melalui metode wawancara mendalam danatau kuesioner. Responden yang dipilih merupakan pihak yang berkepentingan stakeholder terkait dengan Cagar Biosfer Cibodas yang terdiri dari akademisi, pemerintah daerah, pengelola taman nasional, dan lembaga swadaya masyarakat yang berkecimpung di Cagar Biosfer Cibodas dengan jumlah responden sebanyak 8 delapan orang. Tujuan, Jenis Data dan Metode Analisis yang digunakan ditampilkan pada Tabel 1.

3.5. Analisis Data

3.5.1. Analisis Spasial Perubahan PenggunaanPenutupan Lahan

3.5.1.1. Interpretasi PenggunaanPenutupan Lahan

Interpretasi penggunaanpenutupan lahan dilakukan secara visual dengan pendekatan unsur yang meliputi : rona berkaitan dengan warnaderajat keabuan suatu obyek, tekstur frekuensi perubahan rona, pola susunan keruangan spasial arrangement obyek, ukuran, bentuk berkaitan langsung terhadap bentuk umum, konfigurasi atau kerangka dari obyek tunggal, bayangan dan situs lokasi suatu obyek terhadap obyek-obyek yang lain. Kombinasi citra Landsat yang digunakan adalah 5 4 2 RGB karena memiliki informasi terbaik dalam klasifikasi penggunaanpenutupan lahan. Tumpang tindih hasil interpretasi yang dilakukan pada citra Landsat tahun 1999 dan 2011 dihasilkan peta penggunaanpenutupan lahan tahun 1999 dan 2011 Tabel 1. Tujuan, Jenis Data dan Metode Analisis. No. Tujuan Jenis Data Metode Analisis Output 1. - Analisa perubahan penggunaan lahan pada dua titik tahun 1999 dan 2011. - Faktor yang mempengaruhi perubahan penutupan lahan berdasarkan persepsi masyarakat. - Citra Landsat Multitemporal - Kuesioner - Interpretasi Citra didukung dengan pemeriksaan lapang - Overlay - Analytical Hierarchy Proccess AHP Peta penggunaan lahan 2 titik tahun Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan penggunaan lahan 2. Mengidentifikasi bobot perubahan penggunaan penutupan lahan yang dapat ditoleransi berdasarkan persepsi masyarakat. - Kuesioner - Analytical Hierarchy Proccess AHP Bobot Perubahan PenggunaanPenutupan Lahan yang dapat ditoleransi 3. Memprediksi pengalokasian penggunaan penutupan lahan dengan pendekatan Cellular Automata CA. - Peta Penutupan Lahan pada t - Peta Perubahan Penutupan Lahan . - Bobot Perubahan PenggunaanPenutupan Lahan yang dapat ditoleransi - Cellular Automata CA Prediksi Penggunaan Lahan 4. Menyusun skenario dan arahan kebijakan pengendalian perubahan penggunaan penutupan lahan di Cagar Biosfer Cibodas terkait keberlanjutan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. - Bobot Perubahan Penggunaan Penutupan Lahan yang dapat ditoleransi - Rencana Tata Ruang Wilayah - Peraturan Perundangan Yang Berlaku - Overlay - Analisa Deskriptif Kebijakan Skenario dan Arahan Kebijakan pengendalian Perubahan penggunaan penutupan lahan 21 22 didukung pengecekan lapang. Analisis perubahan penggunaanpenutupan lahan tahun 1999 dan 2011 menghasilkan matriks transformasi perubahan penggunaanpenutupan lahan dengan contoh matriks ditampilkan pada tabel 2. Tabel 2. Contoh Matriks Transformasi Perubahan PenggunaanPenutupan Lahan Tipe Penutupan Penggunaan Lahan Tahun t Jumlah 1 T ahu n t Hutan o Kebun Campur an Semak Belukar Rump ut Saw ah Pemuki man Tubuh Air Hutan - - - - - - - Hutan t Kebun Campuran - - - - - - - Kebun Campuran t Semak Belukar - - - - - - - Semak Belukar t Rumput - - - - - - - Rumput t Sawah - - - - - - - Sawah t Pemukiman - - - - - - - Pemukiman t Tubuh Air - - - - - - - Tubuh Air t Jumlah Hutan t Kebun Campur an t 1 Semak Belukar t 1 Rump ut t 1 Saw ah t 1 Pemuki man t 1 Tubuh Air t 1 1 Keterangan : = tidak berubah = berubah

3.5.1.2. Pengujian Hasil Interpretasi

Pengujian kualitas hasil interpretasi penggunaanpenutupan lahan yaitu dengan melakukan pengecekan lapangan ground truth untuk mengecek kebenaran, ketepatan atau kenyataan di lapangan. Verifikasi dilakukan dengan memeriksa penggunaanpenutupan lahan pada wilayah yang dijadikan sebagai contoh. Dalam hal ini dilakukan dengan bantuan Google Earth sebagai citra referensi dengan menentukan beberapa titik pada hasil klasifikasi penggunaanpenutupan lahan dan dibandingkan dengan citra Google Earth. Validasi yang sering digunakan untuk menguji kualitas hasil interpretasi penggunaan lahan berbasis data penginderaan jauh ini adalah overall accuracy dan kappa accuracy. Overall accuracy hanya mempertimbangkan commission 23 diagonal sedangkan kappa accuracy sudah mempertimbangkan commission dan omission. Hal ini menyebabkan nilai overall accuracy memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan kappa accuracy. Adapun rumus kappa accuracy adalah sebagai berikut Jensen, 1986 : Dimana : X ii X : Nilai diagonal dari matrik kontingensi baris ke-i dan kolom ke-i i+ X : jumlah pixel dalam baris ke-i +i N : banyaknya pixel dalam contoh : jumlah pixel dalam kolom ke-i r : Jumlah tipe penggunaan lahan Pengujian hasil klasifikasi diharapkan mendapatkan nilai overall accuracy diatas 85 Jensen, 1986.

3.5.2. Analisis Faktor-faktor Penyebab Perubahan PengunaanPenutupan

Lahan Faktor penyebab perubahan penggunaanpenutupan lahan diperoleh berdasarkan persepsi masyarakat dengan menggunakan pendekatan AHP. Struktur hirarki dalam penentuan faktor-faktor penyebab perubahan penggunaan penutupan lahan ditampilkan pada Gambar 4.

3.5.3. Prediksi Perubahan PenggunaanPenutupan Lahan

Prediksi perubahan penggunaanpenutupan lahan dilakukan dengan menentukan penggunaanpenutupan lahan dengan pendekatan hasil kuesioner AHP yang menghasilkan alokasi penggunaanpenutupan lahan. Dengan alokasi, penggunaanpenutupan lahan tahun 1999 dan tahun 2011, yang diperoleh dari matriks perubahan penggunaanpenutupan lahan yang didapat dari modul Cellular Automata Markov CA Markov maka dapat dihasilkan peta prediksi penggunaan penutupan lahan tahun 2023. Prediksi perubahan penggunaan lahan pada penelitian ini mengacu pada penelitian Munibah 2008 yang dilakukan 24 menggunakan software IDRISI dengan modul Cellular Automata Markov CA- Markov. Data yang diperlukan yaitu peta penggunaan lahan tahun 2011, alokasi penggunaan lahan berdasarkan hasil persepsi masyarakat mengenai perubahan perubahanpenutupan lahan yang dapat ditoleransi, matriks transisi perubahan transitional probabilityarea matrix, TPM dan moving filter. Moving filter yang digunakan adalah default dalam software Idrisi 32 dengan ukuran 5 x 5 dimana 1 grid penggunaan lahan akan ditentukan perubahannya oleh 24 grid penggunaan lahan tetangganya. Gambar 4. Hirarki Penentuan Faktor Penyebab Perubahan Penggunaan Penutupan Lahan.

3.5.4. Analisis Perubahan PenggunaanPenutupan Lahan Yang Dapat

Ditoleransi dengan pendekatan Analytical Hierarchy Prosess AHP Metode AHP merupakan suatu metode yang digunakan dalam pengambilan keputusan, sekaligus alat bantu untuk memahami kondisi suatu sistem dan melakukan prediksi melalui suatu proses. AHP juga sangat berguna dan penting sekali untuk menentukan prioritas dari beberapa faktor atau alternatif yang ada dan akan diterapkan. Analisis AHP dilakukan melalui beberapa proses yaitu : 1. Identifikasi system : proses untuk menemukan pokok permasalahan yang akan diselesaikan, menentukan tujuan yang ingin dicapai, kriteria-kriteria Faktor Penyebab Perubahan PenggunaanPenutupan Kemiringan Lereng Ketinggian Jenis Tanah Jumlah Penduduk Sumber Pendapatan Faktor Penyebab Perubahan PenggunaanPenutupan 25 yang akan digunakan untuk menentukan pilihan alternatif-alternatif yang akan dipilih. 2. Penyusunan hirarki dengan melakukan abstraksi antara komponen dan dampak-dampaknya pada sistem. Bentuk abstraksi ini mempunyai bentuk yang saling berkaitan, tersusun dari puncak atau sasaran utama turun ke sub- sub tujuan, kemudian turun ke pelaku aktor yang memberi dorongan, turun ke tujuan-tujuan pelaku, kemudian kebijakan-kebijakan, strategi-strategi dan akhirnya memberikan hasil dari strategi tersebut. Penyusunan atas struktur keputusan dilakukan untuk menggambarkan elemen sistem atas alternatif keputusan yang teridentifikasi. 3. Penyusunan matriks pendapat individu untuk setiap kriteria dan alternatif dilakukan melalui perbandingan berpasangan, yaitu perbandingan setiap elemen sistem dengan elemen lainnya pada setiap tingkat hirarki secara berpasangan sehingga diperoleh nilai tingkat kepentingan elemen dalam bentuk pendapat kuantitatif. Skala penilaian digunakan untuk mengkuantifikasikan pendapat kualitatif tersebut sehingga akan diperoleh nilai pendapat dalam bentuk angka kuantitatif sebagaimana ditampilkan pada Tabel 3. Nilai-nilai perbandingan relatif kemudian diolah untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh alternatif. Baik kriteria kualitatif maupun kriteria kuantitatif dapat dibandingkan sesuai dengan judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas. Tabel 3. Skala pengisian matriks perbandingan berpasangan. Skala Definisi Penjelasan 1 Sama penting Kedua pilihan berkontribusi sama penting terhadap tujuan 3 Moderat lebih penting Salah satu pilihan sedikit lebih diminati dibandingkan pilihan lainnya 5 Lebih penting Salah satu pilihan lebih diminati dibandingkan pilihan lainnya 7 Sangat lebih penting Sangat nyata lebih penting dan terbukti dari beberapa fakta sangat lebih penting dibandingkan pilihan lainnya 9 Amat sangat lebih penting Jelas dan sangat meyakinkan jauh lebih penting dibandingkan dengan pilihan lainnya 2,4,6,8 Kondisi diantara dua pilihan Dipilih jika perlu kompromi antara 2 pilihan yang dibandingkan 26 Kebalik an Jika pilihan i berbobot salah satu dari pilihan di atas dibandingkan pilihan j, maka jika perbandingan dibalik, maka menjadi nilai kebalikannya Sumber : Saaty 1993 Nilai-nilai perbandingan yang telah dilakukan harus diperoleh tingkat konsistensinya, misalnya bila dalam melakukan perbandingan, hasil yang didapat AB dan BC, maka secara logis seharusnya AC. Untuk menghitung tingkat konsistensi ini analisis AHP menggunakan rumus consistency Ratio yaitu : dimana Dengan CR = Consistency Index CI = Consistency Index RI = Random Index λ = Akar Ciri n = jumlah ordo matriks 4. Penyusunan matriks gabungan, pengolahan vertikal menentukan vektor prioritas sistem. Setelah consistency ratio memenuhi, dilakukan penyusunan matriks gabungan responden. Selanjutnya dilakukan pengolahan vertikal dan menentukan vektor prioritas sistem. Metode AHP ini untuk mendapatkan bobot perubahan penggunaan penutupan lahan yang dapat ditoleransi berdasarkan persepsi dari setiap stakeholder dengan mempertimbangkan beberapa kriteria perubahan penggunaan penutupan lahan yang ada. Metode yang dipakai adalah purposive sampling dengan jumlah responden sebanyak 8 orang yang merupakan stakeholder pengelolaan Cagar Biosfer Cibodas yang terdiri dari unsur pemerintah pusat, pemerintah daerah, akademisi dan masyarakat. Data yang digunakan dalam perhitungan Perbandingan Berpasangan adalah data hasil rata-rata geometrik dari seluruh responden untuk tiap perubahan penggunaan lahan. Nilai yang diperoleh selanjutnya distandarisasinormalisasi menjadi interval 0 hingga 1. Para responden akan diukur tingkat konsistensinya yaitu harus kurang dari 10 atau 0,1, jika lebih dari itu maka hasil kuesionernya tidak akan digunakan. Pola pikir untuk menggambarkan perubahan penggunaan lahan yang dapat ditoleransi di Cagar Biosfer Cibodas ditampilkan pada Gambar 5. 27 Gambar 5. Skema Hirarki Penentuan Bobot Perubahan PenggunaanPenutupan Lahan di Cagar Biosfer Cibodas yang Dapat Ditoleransi.

3.5.5. Analisis Deskriptif Penyusunan Skenario dan Arahan Kebijakan

Pengendalian Perubahan PenggunaanPenutupan Lahan Penyusunan skenario pengendalian perubahan penggunaanpenutupan lahan Cagar Biosfer Cibodas dilakukan dengan analisi deskriptif yaitu melihat hasil perubahan penggunaanpenutupan lahan yang terjadi dalam wilayah Cagar Biosfer Cibodas dan menentukan beberapa asumsi dalam pengendalian perubahan penggunaan penutupan lahan. Selain itu, arahan kebijakan pengendalian perubahan penggunaanpenutupan lahan dilakukan dengan menelusuri kebijakan-kebijakan yang telah ada untuk mengendalikan perubahan penggunaanpenutupan lahan pada wilayah Cagar Biosfer Cibodas sehingga perubahan penggunaanpenutupan lahan tersebut dapat mendukung keberadaan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Perubahan PenggunaanPenutupan Lahan Pemerintah Masyarakat P er uba ha n Menjad i K ebun C am pur an P er uba ha n Menjad i Hut an P er uba ha n Menjad i R um put P er uba ha n Menjad i S aw ah P er uba ha n Menjad i P em uki m an Akademisi Bobot Perubahan PenggunaanPenutupan Lahan Yang Dapat Ditoleransi IV. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

4.1. Karakteristik Wilayah

4.1.1. Topografi

Kemiringan lereng di wilayah Cagar Biosfer Cibodas cukup bervariasi antara 0 - 40. Zona inti Cagar Biosfer Cibodas yaitu Taman Nasional Gunung Gede Pangrango didominasi oleh kemiringan lereng 26 – 40 curam dengan luasan mencapai 60,90 dari luas zona inti, sedangkan zona transisi didominasi kemiringan lereng 0 – 15 atau datar hingga landai dengan luasan mencapai 92,21 dari luas zona transisi. Pada zona penyangga, kemiringan lereng yang dominan yaitu kemiringan lereng 8 -15 atau landai dengan luasan mencapai 37,04 dari luas wilayah zona penyangga. Secara keseluruhan wilayah Cagar Biosfer Cibodas didominasi oleh kemiringan lereng 0 – 8 dengan luasan mencapai 36,49, dan sebaliknya kemiringan lereng 40 hanya mencapai 2,32 dari luas wilayah. Kemiringan lereng pada wilayah Cagar Biosfer Cibodas ditampilkan pada Tabel 4 sedangkan sebaran spasial ditampilkan pada Gambar 7. Tabel 4. Kemiringan Lereng di Wilayah Cagar Biosfer Cibodas. No. Kelas Lereng Zona Inti ha Zona Penyang ga ha Zona Transisi ha Jumlah ha 1. 8 162,6 0,7 2.177,4 15,9 25.391,9 66,76 27.732 36,49 2. 8 - 15 1.383,8 5,7 5.075,1 37 9.679,9 25,45 16.138,7 21,24 3. 16 - 25 6.218,1 25,6 4.799,6 35 2.566,5 6,75 13.584,3 17,88 4. 26 - 40 14.772,2 60,9 1.614,2 11,9 385 1,01 16.771,4 22,07 5. 40 1.720,3 7,1 34,5 0,2 12 0,03 1.766,8 2,32 Jumlah 24.256,9 100 13.700,8 100 38.035,5 100 75.993,2 Sumber : diolah dari peta Bentuk topografi wilayah Cagar Biosfer Cibodas pada umumnya landai dan berombak pada zona transisi, sedangkan pada zona inti pada umumnya berberbukit-bukit dan bergunung. Pada zona penyangga, topografi wilayah terlihat berombak, bergelombang dan berbukit. Ketinggian wilayah Cagar Biosfer Cibodas sebagian besar berada pada 500 – 1.000 meter di atas permukaan laut dengan luasan mencapai 52,55. Pada ketinggian 500 mdpl mencapai 11,29, pada ketinggian 1.001 – 1.500 mdpl mencapai 22,87, dan pada ketinggian 1.500 mdpl mencakup luasan 13,29. Tabel 11 memperlihatkan ketinggian berdasarkan zonasi cagar biosfer cibodas, dimana pada setiap zona inti didominasi oleh ketinggian 1.500 mdpl dengan luasan 38,94 sedangkan pada zona penyangga dan transisi didominasi oleh ketinggian 500 – 1.000 mdpl. Sebaran elevasi di wilayah Cagar Biosfer Cibodas ditampilkan pada Tabel 5 sedangkan sebaran secara spasial ditampilkan pada Gambar 8. Tabel 5. Kelas Elevasi di Wilayah Cagar Biosfer Cibodas. No. Kelas Elevasi mdpl Zona Inti ha Zona Penyang ga ha Zona Transisi ha Jumlah ha 1. 500 21,2 0,09 650,0 4,74 7.909,9 20,8 8.581,1 11,29 2. 500 - 1000 6.701,4 27,6 6.815,1 49,74 26.414,6 69,5 39.931,1 52,55 3. 1001-1500 8.088,4 33,3 5.600,5 40,88 3.690,4 9,7 17.379,3 22,87 4. 1500 9.445,9 38,9 635,1 4,64 20,7 0,05 10.101,7 13,29 Jumlah 24.256, 9 100 13.700,8 100 38.035,5 100 75.993,2 Sumber : diolah dari peta.

4.1.2. Tanah

Jenis tanah yang terdapat di daerah penelitian adalah inceptisol dan ultisol. Jenis tanah inceptisol merupakan jenis tanah yang paling dominan berada di Cagar Biosfer Cibodas yaitu seluas 99,79 dari luas Cagar Biosfer Cibodas, sedangkan jenis tanah ultisol merupakan jenis tanah yang paling sedikit dengan luasan hanya 0,21. Luas jenis tanah di Cagar Biosfer Cibodas ditampilkan pada Tabel 6, sedangkan sebaran spasialnya ditampilkan pada Gambar 9. Tabel 6. Luas Jenis Tanah di Wilayah Cagar Biosfer Cibodas. No. Jenis Tanah Zona Inti ha Zona Penyang ga ha Zona Transisi ha Jumlah ha 1. Inceptisol 24.256,9 100 13.700,8 100 37.879,2 99,59 75.836,8 99.79 2. Ultisol 156,3 0,41 156,4 0.21 Jumlah 24.256,9 100 13.700,8 100 38.035,5 100 75.993,2 100 Sumber : diolah dari peta

4.2. Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW

Wilayah cagar biosfer Cibodas terletak pada 4 empat kabupatenkota yaitu Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bogor dan Kota Sukabumi di Provinsi Jawa Barat. Rencana tata ruang wilayah Cagar Biosfer Cibodas berdasarkan pada RTRW Provinsi Jawa Barat yang telah ditetapkan melalui Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 22 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat. Pola pemanfaatan ruang penggunaan lahan Cagar Biosfer Cibodas berdasarkan RTRW Jawa Barat sebagaimana ditampilkan pada Tabel 7, sedangkan sebaran spasial ditampilkan pada Gambar 10. Sesuai dengan informasi dari Tabel 7, alokasi penutupan penggunaan lahan untuk hutan konservasi seluas 23.777,5 ha atau 31,29, hutan lindung 1.689 ha 2,22, hutan produksi 327,3 ha 0,43, permukiman 9.530,8 ha 12,54, sawah irigasi 5.623,5 ha 7,40, sawah tadah hujan 4.690,8 ha 6,17, dan budidaya lain termasuk enclave 30353,9 ha 39,94.

4.3. Administrasi