Defenisi Etika Penilaian Etis Terhadap Iklan

Maksudnya bukan memberi informasi yang belum diketahui, melainkan menarik perhatian supaya dapat memikat calon pembeli. Iklan tidak hanya menyesatkan dan berbohong, tetapi juga dengan tidak mengatakan seluruh kebenaran, misalnya karena mendiamkan sesuatu yang sebenarnya penting untuk diketahui. Selain karena berbohong, iklan bisa bersifat tidak etis juga karena menipu. Dalam konteks ini berbohong dan menipu itu berbeda. Berbohong selalu berlangsung dalam rangka bahasa, entah lisan maupun tulisan. Cakupan penipuan lebih luas. Penipuan bisa berlangsung dalam rangka bahasa, tetapi juga bisa dilakukan dengan cara lain, yaitu perbuatan. Setelah menyelediki masalah sekitar periklanan dan kebenaran, perlu kita simpulkan, sulit sekali dibedakan dengan jelas anatra iklan yang etis dan tidak etis. Sulit untuk ditarik garis perbatasan yang tajam antar “melebih-lebihkan” dan “berbohong”. Masalah kebenaran dalam periklanan tidak bisa di pecahkan dengan cara hitam putih. Tergantung pada situasi konkret dan kesediaan publik untuk menerima atau tidak.

2.1.5. Defenisi Etika

Menurut Bertens 2000:33 etika dibedakan menjadi dua arti yaitu etika sebagai praksis dan etika sebagai refleksi. Etika sebagai praksis adalah apa yang dilakukan sejauh sesuai atau tidak sesuai dengan nilai dan norma moral. Sedangkan etika sebagai refleksi adalah pemikiran moral dimana kita berpikir tentang apa yang dilakukan dan tidak boleh dilakukan. Etika memiliki beberapa sifat dasar yang berlaku universal, yaitu: Universitas Sumatera Utara 1. Punya nilai moral baik buruk, benar salah. 2. Punya nilai sosial melindungi kepentingan orang yang lebih banyak. 3. Bersifat relatif sesuatu yang dianggap baikbenar pada kelompokera tertentu belum tentu baikbenar pada kelompokera lainnya. 4. Buatan manusia dibuat karena suatu kebutuhan untuk mengatur perilaku sesama demi kepentingan masyarakat banyak. 5. Melestarikan tujuan bersama kelanggengan eksistensi kebersamaan untuk mencapai tujuan kelompok. Etika adalah suatu studi mengenai apa yang benar dan yang salah serta pilihan moral yang dilakukan seseorang Saiman, 2009:293. Etika ethics adalah studi penilaian normatif tentang apa yang benar dan apa yang salah serta apa yang baik dan apa yang buruk secara moral Mowen Minor, 2002:22.

2.1.6. Penilaian Etis Terhadap Iklan

Etika sebagai refleksi adalah pemikiran moral. Dalam etika sebagai refleksi kita berfikir tentang apa yang dilakukan dan khususnya tentang apa yang harus dilakukan. Etika sebagai refleksi berbicara tentang etika sebagai praksis atau mengambil praksis etis sebagai objeknya. Etika sebagai refleksi menyoroti dan menilai baik buruknya perilaku orang. Etika dalam arti ini dapat dijalankan dalam taraf populer maupun ilmiah. Refleksi tentang masalah-masalah etis di sekitar praktek periklanan merupakan contoh bagus mengenai kompleksitas pemikiran moral, disini prinsip- prinsip etis memang penting, tapi tersedianya prinsip-prinsip etis ternyata tidak Universitas Sumatera Utara cukup menilai moralitas sebuah iklan. Dalam penerapannya banyak faktor lain yang ikut berperan. Refleksi tentang etika periklanan ini mengingatkan bahwa penalaran moral selalu harus bernuansa dengan menyimak dan menilai situasi konkret. Prinsip-prinsip etis dalam periklanan yakni tidak berbohong dan otonomi manusia harus dihormati. Etika Periklanan adalah Suatu ketentuan normatif yang menyangkut profesi dan usaha periklanan yang telah di sepakati untuk di hormati, ditaati, dan ditegakkan oleh semua asosiasi dan lembaga pegembannya www.pppi.com. Untuk menerapkan prinsip-prinsip tersebut, jika kita ingin membentuk penilaian etis yang seimbang tentang iklan, maka yang perlu kita perhatikan Bertens, 2000:277 adalah sebagai berikut : 1. Maksud si pengiklan Yaitu apa yang menjadi maksud sipengiklan. Jika maksud si pengiklan tidak baik, dengan sendirinya moralitas iklan itu tidak baik juga. Jika si pengiklan tahu bahwa produk yang diiklankan merugikan konsumen atau dengan sengaja ia menjelekkan produk dari pesaing, iklan menjadi tidak etis. Sebaliknya juga demikian, jika si pengiklan mengeluarkan iklan yang menyesatkan, tetapi maksudnya tidak demikian, iklan itu barangkali tidak profesional tetapi tidak bisa dinyatakan kurang etis. 2. Isi iklan Menurut isinya iklan harus benar dan tidak boleh mengandung unsur yang menyesatkan. Misalnya iklan tentang obat di televisi yang pura-pura ditayangkan oleh tenaga medis yang memakai baju putih dan stetoskop. Universitas Sumatera Utara Iklan menjadi tidak etis pula, bila mendiamkan sesuatu yang sebenarnya penting. Namun demikian, kita tidak boleh melupakan bahwa iklan diadakan dalam rangka promosi. Karena itu informasinya tidak perlu selengkap dan subyektif seperti laporan dari instansi netral. Bisa dibenarkan, jika sebuah produk dalam iklan dipresentasikan dari segi yang paling menguntungkan. 3. Keadaan publik yang tertuju Dalam uraian tentang etika konsumen kita sudah berkenalan dengan pepatah caveat emptor, “Hendaklah si pembeli berhati-hati”. Sikap berhati-hati sebelum membeli memang merupakan sikap dasar bagi calon pembeli. Demikian juga dalam konteks periklanan. Publik sebaliknya mempunyai skepsis yang sehat terhadap persuasi dari periklanan. Keganasan periklanan harus diimbangi dengan sikap kritis publik. Publik dalam hal ini adalah orang dewasa yang normal yang mempunyai informasi yang cukup tentang produk atau jasa yang diiklankan. Dalam setiap masyarakat terdapat orang naif, tetapi janganlah mereka diambil sebagai patokan untuk menilai moralitas periklanan. Namun demikian, perlu diakui juga bahwa mutu publik sebagai keseluruhan bisa sangat berbeda. Dalam masyarakat dimana taraf pendidikan rendah terdapat banyak orang sederhana yang mudah tertipu, tentu harus dipakai standard lebih ketat daripada dalam masyarakat dimana mutu pendidikan rata-rata lebih tinggi atau standard ekonomi lebih maju. Universitas Sumatera Utara 4. Kebiasaan dibidang periklanan Periklanan selalu dipraktekkan dalam rangka suatu tradisi. Dalam tradisi itu orang sudah biasa dengan cara tertentu disajikannya iklan. Sudah ada aturan main yang disepakati secara implisit atau eksplisit dan seringkali tidak dapat dipisahkan dari etos yang menandai masyarakat itu. Seperti halnya juga di bidang bidang lain, tradisi itu menentukan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan.

2.1.7. Masalah Etika Dalam Periklanan