Fungsi dan Tujuan Periklanan Periklanan dan Kebenaran

2.1.3. Fungsi dan Tujuan Periklanan

Langkah pertama dalam membuat program periklanan adalah menetapkan tujuan periklanan. Tujuan perikanan adalah membujuk konsumen untuk melakukan sesuatu, biasanya untuk membeli suatu produk Lee Johnson, 2007:108. Tujuan utama dari sebuah iklan bukanlah untuk menyebarkan fakta- fakta yang dimiliki suatu produk melainkan untuk menjual solusi atau mimpi Kotler, 2004:2. Adapun fungsi periklanan menurut Shimp 2003:157 sebagai berikut: a. Informing memberi informasi Periklanan membuat konsumen sadar aware akan merek-merek baru, membidik mereka tentang berbagai fitur dan mamfaat merek, serta memfasilitasi penciptaan citra merek yang positif b. Persuading mempersuasi Iklan yang efektif akan mampu mempersuasi membujuk pelanggan untuk mencoba produk dan jasa yang diiklankan. Terkadang persuasi membentuk dan mempengaruhi permintaan primer yakni menciptakan permintaan bagi keseluruhan kategori produk. c. Reminding mengingatkan Iklan menjaga agar merek perusahaan tetap segar dalam ingatan para konsumen. d. Adding Value memberikan nilai tambah Terdapat tiga cara dimana perusahaan bisa memberi nilai tambah bagi penawaran-penawaran mereka yaitu inovasi, penyempurnaan kualitas, dan Universitas Sumatera Utara mengubah persepsi konsumen. Periklanan memberi nilai tambah pada merek dengan mempengaruhi persepsi konsumen

2.1.4. Periklanan dan Kebenaran

Pada umunya periklanan tidak mempunyai reputasi baik sebagai pelindung atau pejuang kebenaran. Sebaliknya, kerap sekali iklan terkesan suka membohongi, menyesatkan, dan bahkan menipu publik. Periklanan hampir apriori disamakan dengan tidak bisa di percaya. Tentu saja pembohongan, penyesatan, dan penipuan merupakan perbuatan yang sekurang-kurangnya tidak etis. Jika kita ingin menyelidiki moralitas periklanan, perlu kita perhatikan secara khusus unsur “maksud” dalam perbuatan berbohong. Bisa saja iklan mengatakan maksud yang tidak benar, tetapi dalam hal ini tidak ada kesengajaan. Misalnya, tentang obat baru dikatakan dalam iklan bahwa produk itu aman, padahal kemudian tampak efek samping yang tidak terduga sebelumnya. Iklan itu tidak berbohong, karena tidak dengan sengaja mengatakan sesuatu yang tidak benar. Disamping itu iklan juga mengandung unsur promosi. Iklan merayu konsumen. Iklan ingin mengiming-iming calon pembeli. Karena itu bahasa periklanan mempergunakan retorika tersendiri. Ia menandaskan bahwa produknya adalah yang terbaik atau nomor satu dibidangnya. mereknya adalah “bintang segala bir”, “detergent ini membersihkan paling bersih”, dan contoh lainnya. Disini si pengiklan tidak bermaksud agar publik percaya begitu saja. Dan publik konsumen tahu bahwa retorika itu tidak perlu di mengerti secara harafiah. Universitas Sumatera Utara Maksudnya bukan memberi informasi yang belum diketahui, melainkan menarik perhatian supaya dapat memikat calon pembeli. Iklan tidak hanya menyesatkan dan berbohong, tetapi juga dengan tidak mengatakan seluruh kebenaran, misalnya karena mendiamkan sesuatu yang sebenarnya penting untuk diketahui. Selain karena berbohong, iklan bisa bersifat tidak etis juga karena menipu. Dalam konteks ini berbohong dan menipu itu berbeda. Berbohong selalu berlangsung dalam rangka bahasa, entah lisan maupun tulisan. Cakupan penipuan lebih luas. Penipuan bisa berlangsung dalam rangka bahasa, tetapi juga bisa dilakukan dengan cara lain, yaitu perbuatan. Setelah menyelediki masalah sekitar periklanan dan kebenaran, perlu kita simpulkan, sulit sekali dibedakan dengan jelas anatra iklan yang etis dan tidak etis. Sulit untuk ditarik garis perbatasan yang tajam antar “melebih-lebihkan” dan “berbohong”. Masalah kebenaran dalam periklanan tidak bisa di pecahkan dengan cara hitam putih. Tergantung pada situasi konkret dan kesediaan publik untuk menerima atau tidak.

2.1.5. Defenisi Etika