Kesenian Sikambang ditampilkan ketika upacara perkawinan adat Sumando, ketika penyambutan tamu yang dihormati, ketika memasuki rumah baru dan semua
aktivitas kehidupan masyarakat pesisir ditampilkan kesenian Sikambang, terkecuali pada upacara keagamaan.Akan tetapi, seiring perubahan zaman dan perkembangan teknoligi
lambat laun kesenian sikambang mulai redup. Untuk masyarakat pesisir yang ada di Kota Sibolga dan Kabupaten Tapanuli Tengah penggunaan adat sumando dan kesenian
sikambang sudah mulai jarang. Hal itu terlihat jelas pada setiap acara pernikahan dan acara-acara sakral lainnya. Kesenian Sikambang mulai ditinggalkan dan digantikan
dengan alat musik keyboart, inilah awal kemunduran Kesenian Sikambang di Pesisir Barat Tapanuli. Adapun penyebab kemundurannya akan dibahas di bawah ini.
3.1 Proses Kemunduran
Pada tahun 1990 sikambang masih menjadi hiburan dalam peresmian pernikahan. Bahkan hampir setiap ada perayaan sikambang selalu ditampilkan. Untuk sekarang ini
kesenian sikambang sudah tidak nampak lagi, baik itu pada acara pernikahan, turun katanah, saat memasuki rumah baru dan acara sunat rasul khitanan. Kegiatan-kegiatan
yang bersifat adat masih menggunakan sikambang. Namun seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, seiring perubahan waktu dan zaman kesenian sikambang mulai pudar dari
hadapan masyarakat pesisir Tapanuli. Apalagi ditahun 1998 Indonesia mengalami krisisi ekonomi. Dampak yang ditimbulkan oleh krisis 1998 selain pada bidang industri juga
pada kebudayaan, sehingga krisis ini sering disebut krisis multi dimensial. Sebagai bahagian dari Indonesia, pesisir barat Tapanuli juga mengalami dampak dari krisis
Universitas Sumatera Utara
tersebut terutama pada perkembagan budaya sikambang. Sejak 1999 sampai 2000 keberadaan budaya sikambang sangat kritis hal ini karena finansial atau pengupahan
seniman sikambang yang mahal. Sejak itu masyarakat pesisir Sibolga dan Tapanuli Tengah mulai beralih pada alat musik keyboart sebagai alat hiburan. Pemakaian keyboart
semakin luas pada masyarakat Pesisir Barat Tapanuli, khususnya di Kota Sibolga dan Tapanuli Tengah dari pada memakai alat musik tersebut dari pada sikambang. Hal ini
karena, musik keyboart dianggap lebih efisian dan bisa menghemat pengeluaran. Hampir setiap hari minggu pada acara perkawinan yang terdapat di Kota Sibolga dan Tapanuli
Tengah menggunakan musik keyboart sebagai sarana hiburan, bahkan tak jarang penikmat musik keyboart menyewa sampai malam. Melihat kondisi ini akan sangat
memprihatinkan pada perkembangan sikambang. Secara tidak langsung hal ini akan mengikis kebudayaan sikambang dari ingatan masyarakat dan lambat laun akan hilang.
Perubahan budaya yang terjadi di dalam masyarakat tradisional Kota Sibolga dan Tapanuli Tengah, yakni perubahan dari masyarakat tertutup menjadi masyarakat yang
lebih terbuka, dari nilai-nilai yang bersifat homogen menuju pluralisme nilai dan norma sosial merupakan salah satu dampak dari adanya globalisasi.
3.2 Faktor-Faktor Kemunduran