Perbedaan Postpurchase Dissonance Pada Pembelian Online dan Offline

(1)

PERBEDAAN POSTPURCHASE DISSONANCE PADA PEMBELIAN

SECARA ONLINE DAN OFFLINE

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Skripsi

Oleh:

ELKA PUTRI DESI AMANDA TARIGAN

081301041

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

GANJIL, 2011/2012


(2)

(3)

Perbedaan Postpurchase Dissonance Pada Pembelian Online dan Offline

Elka Putri Desi Amanda Tarigan dan Eka Danta Jaya Ginting

ABSTRAK

Berkembangnya gaya hidup dinamis pada konsumen, membuat strategi pemasaran yang digunakan juga semakin beragam. Salah satunya adalah pembelian secara online. Namun, pembelian secara online memiliki beberapa kekurangan terkait dengan keamanan dan kontak langsung dengan produk. Beberapa risiko membuat individu cenderung lebih memilih untuk melakukan pembelian secara offline. Ketika individu menemukan faktor negatif dari alternatif pilihannya maka hal ini dapat menyebabkan keraguan setelah membeli produk tersebut. Hal ini dikenal dengan istilah postpurchase dissonance. Postpurchase dissonance adalah keraguan yang dialami oleh seorang konsumen setelah melakukan suatu keputusan pembelian yang sulit suatu produk.

Penelitian ini adalah penelitan kuantitatif komparatif dan bertujuan mengetahui perbedaan postpurchase dissonance antara konsumen yang melakukan pembelian secara

online dan offline. Jumlah sampel penelitian ini adalah 200 orang konsumen yang terdiri dari 100 subjek yang membeli online dan 100 subjek yang membeli offline. Teknik pengambilan sampel menggunakan convenient sampling. Data dikumpulkan melalui skala postpurchase dissonance dan dianalisis secara statistik dengan uji t.

Hasil analisa data menunjukkan adanya perbedaan postpurchase dissonance pada pembelian online dan offline. Konsumen yang melakukan pembelian secara online memiliki tingkat postpurchase dissonance yang lebih tinggi dibandingkan dengan konsumen yang melakukan pembelian offline.

Diharapkan penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pihak produsen agar dapat mengetahui bahwa konsumen dapat mengalami suatu keraguan terhadap produk yang telah mereka beli yang pada ujungnya berakibat pada menurunnya tingkat pembelian produk mereka.


(4)

The Difference of Postpurchase Dissonance Between Online And Offline Purchasing

Elka Putri Desi Amanda Tarigan and Eka Danta Jaya Ginting

ABSTRACT

The development of dynamic lifestyle on the consumer, the using of marketing strategy has also increasingly become diversed. One of them is online purchasing. However, online purchasing have some weakness associated to security and direct contact with the products. Some risk make individuals tend to choose offline purchasing. When individuals find the negative factor out of their alternatives of choices, it will cause doubt after purchasing the product. It is known as postpurchase dissonance. Postpurchase dissonance is a doubtful experienced by consumer after making a difficult purchasing decision towards a product.

The study was a comparative quantitative and aims to find out the difference of postpurchase dissonance between online and offline purchasing. The number of samples were 200 consumers consisted of 100 online purchaser and 100 offline purchaser. The sampling technique was used convenient sampling. Data was collected using the the scale of postpurchase dissonance and statistically analysis using t-test.

The results showed that a difference of postpurchase dissonance between online and offline purchasing. The level of postpurchase dissonance on online purchasing was higher than the offline purchasing consumers.

This study is expected to be an input for producers to know that consumers can experience a doubt to products they had bought and eventually gives impact on decreasing of the level of purchases towards their products.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan karunia dan kekuatan yang telah diberikan dalam penyelesaian skripsi ini. Penyusunan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi Fakultas Psikologi USU Medan, dengan judul : postpurchase dissonance pada pembelian secara online dan offline.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Prof. Irmawati, psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi

2. Bapak Eka Danta Jaya Ginting, M.A., psikolog selaku pembimbing skripsi yang telah banyak membantu dalam merampungkan penelitian ini hingga selesai.

3. Ibu Meidriani Ayu Siregar, S.Psi, M.Kes. selaku dosen pembimbing akademik.

4. Bapak Zulkarnain, Ph.D., psikolog selaku dosen penguji yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing saya.

5. Kak Cherly Kemala Ulfa, M.Psi., psikolog selaku dosen penguji yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing saya.

6. Seluruh staff pengajar dan staff pegawai Fakultas Psikologi USU.

7. Mama dan papa tercinta yang telah mendo’akan, mendukung dan mencurahkan segala kasih sayang yang tidak pernah berhenti.

8. Sepupuku Loi, Bi Etha dan seluruh keluarga besar yang selalu ada untuk membantu dan mendengarkan semua cerita saya.

9. Sahabat-sahabat terbaikku Tasya, Puti, Vivi, Stela, Egi dan Dinda yang selalu membantu, memberi semangat dan keceriaan selama kuliah.


(6)

10.Ludi dan Dicky sebagai orang yang selalu mendorongku untuk tetap fokus mengerjakan skripsi, selalu menghibur dan membantu.

11.Teman-teman angkatan 2008 yang selalu bisa memberikan keceriaan semasa kuliah. 12.Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis selama

proses penyelesaian skripsi ini, yang namanya mungkin tidak sengaja terlupakan oleh peneliti, penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya.

Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini tidaklah sempurna dan memiliki kekurangan, oleh sebab itu penulis sangat terbuka terhadap masukan, kritikan, serta saran yang membangun yang dapat digunakan untuk perbaikan proposal skripsi ini di kemudian hari. Akhir kata penulis mengharapkan agar proposal skripsi ini dapat bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya.

Medan, April 2012


(7)

DAFTAR ISI

COVER HALAMAN DEPAN ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

1. Manfaat Teoritis ... 8

2. Manfaat Praktis ... 9

E. Sistematika Penulisan ... 9

BAB II LANDASAN TEORI ... 11

A. Postpurchase Dissonance ... 11

1. Postpurchase Evaluation ... 11

2. Cognitive Dissonance ... 12

3. Teori Postpurchase Dissonance ... 14

3.1. Pengertian Postpurchase Dissonance ... 14

3.2. Aspek-aspek Postpurchase Dissonance ... 16

3.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Postpurchase Dissonance ... 18

B. Pembelian Online Dan Offline ... 23

1. Pembelian Online ... 23

1.1. Pengertian Pembelian Online ... 23

1.2. Manfaat Pembelian Online ... 24


(8)

2. Pembelian Offline ... 26

2.1. Pengertian Pembelian Offline ... 26

2.2. Hambatan dalam Pembelian Offline ... 26

C. Perbedaan Postpurchase Dissonance Pada Orang Yang Melakukan Pembelian Secara Online Dan Offline ... 27

D. Hipotesa Penelitian ... 30

BAB III METODE PENELITIAN ... 31

A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 31

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 32

1. Postpurchase Dissonance ... 32

2. Tipe Pembelian ... 32

2.1. Pembelian Online ... 32

2.2. Pembelian Offline ... 33

3. Rentang Waktu Pembelian Produk ... 33

C. Populasi, Sampel Dan Teknik Pengambilan Sampel ... 33

1. Populasi dan Sampel ... 33

2. Teknik Pengambilan Sampel ... 34

D. Alat Pengumpulan Data ... 35

E. Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 38

1. Uji Validitas... 38

2. Uji Reliabilitas Alat Ukur... 30

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 41

1. Tahap Persiapan Penelitian ... 41

2. Pelaksanaan Penelitian ... 41

3. Pengolahan Data Penelitian ... 42

G. Metode Analisa Data ... 42

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 44

A. Deskripsi Data Penelitian ... 44

B. Hasil Penelitian Utama ... 50


(9)

1.1 Asumsi Normalitas ... 50

1.2 Uji Homogenitas ... 51

2. Uji Hipotesa Penelitian ... 52

3. Kategorisasi Skor Postpurchase Dissonance ... 53

C. Pembahasan ... 55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

A. Kesimpulan ... 59

B. Saran ... 60

1. Saran Metodologis ... 60

2. Saran Praktis ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 64


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 Distribusi Aitem-aitem Skala Postpurchase Dissonance 37

Tabel 2 Penyebaran Subjek yang Membeli Offline Berdasarkan Jenis Kelamin

44 Tabel 3 Penyebaran Subjek yang Membeli Online Berdasarkan

Jenis Kelamin

45 Tabel 4 Penyebaran Subjek yang Membeli Offline Berdasarkan

Usia

45 Tabel 5 Penyebaran Subjek yang Membeli Online Berdasarkan

Usia

46 Tabel 6 Deskripsi Berdasarkan Tingkat Pendidikan Konsumen

Offline

46 Tabel 7 Deskripsi Berdasarkan Tingkat Pendidikan Konsumen

Online

47 Tabel 8 Deskripsi Berdasarkan Pekerjaan Pada Konsumen Offline 47 Tabel 9 Deskripsi Berdasarkan Pekerjaan Pada Konsumen Online 48 Tabel 10 Deskripsi Data Berdasarkan Rentang Waktu Dissonance

PadaKonsumen Offline 48

49 Tabel 11 Deskripsi Data Berdasarkan Rentang Waktu Dissonance

Pada Konsumen Online 48

49 Tabel 12 Deskripsi Berdasarkan Alokasi Dana Pada Konsumen

Offline 49

50 Tabel 13 Deskripsi Berdasarkan Alokasi Dana Pada Konsumen

Online 49

50 Tabel 14 Data Uji Normalitas Sebaran Variabel Penelitian 51 Tabel 15 Uji Homogenitas dengan Levene’s Test 51 Tabel 16 Deskripsi skor Postpurchase Dissonance 52

Tabel 17 Independent Samples Test 53

Tabel 18 Data Empirik dan Hipotetik Variabel Penelitian 54 Tabel 19 Kategorisasi Data Variabel Penelitian 55


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skala Postpurchase Dissonance 70

Lampiran 2. Uji Normalitas 74

Lampiran 3. Uji Hipotesa Penelitian 75


(12)

Perbedaan Postpurchase Dissonance Pada Pembelian Online dan Offline

Elka Putri Desi Amanda Tarigan dan Eka Danta Jaya Ginting

ABSTRAK

Berkembangnya gaya hidup dinamis pada konsumen, membuat strategi pemasaran yang digunakan juga semakin beragam. Salah satunya adalah pembelian secara online. Namun, pembelian secara online memiliki beberapa kekurangan terkait dengan keamanan dan kontak langsung dengan produk. Beberapa risiko membuat individu cenderung lebih memilih untuk melakukan pembelian secara offline. Ketika individu menemukan faktor negatif dari alternatif pilihannya maka hal ini dapat menyebabkan keraguan setelah membeli produk tersebut. Hal ini dikenal dengan istilah postpurchase dissonance. Postpurchase dissonance adalah keraguan yang dialami oleh seorang konsumen setelah melakukan suatu keputusan pembelian yang sulit suatu produk.

Penelitian ini adalah penelitan kuantitatif komparatif dan bertujuan mengetahui perbedaan postpurchase dissonance antara konsumen yang melakukan pembelian secara

online dan offline. Jumlah sampel penelitian ini adalah 200 orang konsumen yang terdiri dari 100 subjek yang membeli online dan 100 subjek yang membeli offline. Teknik pengambilan sampel menggunakan convenient sampling. Data dikumpulkan melalui skala postpurchase dissonance dan dianalisis secara statistik dengan uji t.

Hasil analisa data menunjukkan adanya perbedaan postpurchase dissonance pada pembelian online dan offline. Konsumen yang melakukan pembelian secara online memiliki tingkat postpurchase dissonance yang lebih tinggi dibandingkan dengan konsumen yang melakukan pembelian offline.

Diharapkan penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pihak produsen agar dapat mengetahui bahwa konsumen dapat mengalami suatu keraguan terhadap produk yang telah mereka beli yang pada ujungnya berakibat pada menurunnya tingkat pembelian produk mereka.


(13)

The Difference of Postpurchase Dissonance Between Online And Offline Purchasing

Elka Putri Desi Amanda Tarigan and Eka Danta Jaya Ginting

ABSTRACT

The development of dynamic lifestyle on the consumer, the using of marketing strategy has also increasingly become diversed. One of them is online purchasing. However, online purchasing have some weakness associated to security and direct contact with the products. Some risk make individuals tend to choose offline purchasing. When individuals find the negative factor out of their alternatives of choices, it will cause doubt after purchasing the product. It is known as postpurchase dissonance. Postpurchase dissonance is a doubtful experienced by consumer after making a difficult purchasing decision towards a product.

The study was a comparative quantitative and aims to find out the difference of postpurchase dissonance between online and offline purchasing. The number of samples were 200 consumers consisted of 100 online purchaser and 100 offline purchaser. The sampling technique was used convenient sampling. Data was collected using the the scale of postpurchase dissonance and statistically analysis using t-test.

The results showed that a difference of postpurchase dissonance between online and offline purchasing. The level of postpurchase dissonance on online purchasing was higher than the offline purchasing consumers.

This study is expected to be an input for producers to know that consumers can experience a doubt to products they had bought and eventually gives impact on decreasing of the level of purchases towards their products.


(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Setiap individu memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi. Namun, kemampuan individu untuk memenuhi kebutuhan tersebut terbatas. Hal ini dikarenakan kebutuhan manusia tidak dapat terpuaskan secara permanen. Dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhan tersebut, manusia perlu melakukan pencarian, pembelian, penggunaan, dan evaluasi terhadap suatu produk atau jasa. Disaat itu pula, konsumen mengambil banyak macam keputusan terkait dengan pembelian yang dilakukan setiap hari (Schiffman dan Kanuk, 2007).

Setelah pembelian suatu poduk atau jasa, seringkali konsumen merasakan ketidaksesuaian terhadap produk atau jasa yang dibelinya. Ketidaksesuaian yang timbul bisa disebabkan oleh beberapa hal, seperti pola pikir yang tidak konsisten (karena opini dan pendapat tertentu) dan juga karena pengalaman sebelumnya. Ketidaksesuaian ini menyebabkan perasaan bersalah atau cemas sehingga umumnya konsumen berusaha untuk mengurangi perasaan tidak nyaman ini dengan mengambil beberapa tindakan, seperti mengubah sikap atau memodifikasi perilaku (Solomon, 2007). Festiger (dalam Cornwell, 2007) menyatakan perasaan tersebut sebagai cognitive dissonance yaitu sebuah perasaaan tidak nyaman yang disebabkan oleh tindakan yang tidak konsisten dengan sikap seseorang.

Fenomena ini dalam perilaku membeli disebut juga sebagai postpurchase dissonance. Postpurchase dissonance merupakan suatu tahap dari postpurchase consumer behavior yang terjadi setelah adanya proses pembelian yang membuat konsumen memiliki perasaan yang tidak nyaman mengenai kepercayaan mereka, perasaan yang cenderung diatasi dengan mengubah sikap mereka agar sesuai dengan perilaku mereka (Schiffman dan Kanuk, 2007).


(15)

Postpurchase dissonance juga disebabkan karena setiap alternatif yang dihadapi oleh konsumen mempunyai kelebihan dan kekurangan. Masalah yang dihadapi oleh konsumen setelah keputusan pembelian dibuat adalah alternatif produk yang dipilih menunjukkan kekurangan, sedangkan alternatif produk yang ditolak justru menunjukkan faktor-faktor yang menarik. Hal ini mengindikasikan aspek-aspek negatif dari produk yang terpilih dengan aspek positif dari produk yang ditolak menimbulkan disonansi kognitif bagi pembeli (Loudon & Bitta, 1993).

Faktor penyebab postpurchase dissonance dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu

faktor internal dan faktor eksternal individu. Faktor internal adalah kondisi kepribadian individu yang menyebabkan mereka mudah merasa cemas, sulit untuk memiliki komitmen pada produk yang telah dipilihnya, tingkat pengetahuan dan keberanian mengambil resiko. Sedangkan faktor eksternal adalah kondisi diluar individu, dalam hal ini misalnya adanya sejumlah pilihan dan alternatif produk, bujukan, dan ketersediaan informasi (Hawkins, Mothersbaugh & Best 2007). Dari kedua faktor di atas, maka faktor eksternal akan menjadi hal yang menarik untuk dikaji. Misalnya, bagaimana kinerja produk dan ketersediaan informasi mengenai suatu produk mempengaruhi seorang konsumen setelah dilakukannya pembelian.

Postpurchase dissonance, seperti berita yang dimuat dalam situs KapanLagi.com

menyatakan bahwa rasa bersalah konsumen berhubungan dengan pembelian yang impulsif (lapar mata), pembelian yang selalu mengutamakan merek tanpa peduli berapa pun harganya, hasrat ingin berbelanja serta membeli barang yang ternyata tidak penting. Kemudian, terlalu memanjakan diri dalam berbelanja juga biasanya membuat konsumen menyesal dan merasa bersalah. Ketika konsumen mengalami postpurchase dissonance, maka konsumen akan cenderung lebih peka dan hati-hati terhadap segala macam bentuk komunikasi yang dilakukan pemasar ataupun penjual. Salah satu bentuk komunikasi yang dilakukan pemasar


(16)

untuk menarik konsumen adalah potongan harga atau dikenal dengan sebutan diskon. Pemberian diskon bertujuan untuk menarik minat kosumen agar tergiur dengan harga murah dan membeli produk tersebut. Potongan harga seringkali menjadi godaan bagi para konsumen meskipun produk tersebut tidak dibutuhkannya. Hal tersebut adalah salah satu alasan mengapa postpurchase dissonance terjadi pada diri konsumen (Hawkins, Mothersbaugh & Best, 2007).

Kebanyakan pembelian biasanya diikuti dengan penggunaan produk meskipun

postpurchase dissonance terjadi. Selama atau setelah menggunakan suatu produk, proses pembelian dan produk akan dievaluasi oleh konsumen. Ketika konsumen merasa tidak puas terhadap produk tersebut, maka keluhan dari konsumen juga akan meningkat. Hal ini sesuai hasil penelitian yang dilakukan oleh Keng dan Liao (2009) yang menyebutkan bahwa

postpurchase dissonance secara signifikan memiliki hubungan negatif dengan kepuasan konsumen dan pembelian kembali. Ketika konsumen mengalami ketidaknyamanan secara psikologis karena ketidakkonsistenan antara sikap dan perilaku setelah membeli maka hal tersebut akan berpengaruh negatif terhadap penilaian dan perasaan mereka akan suatu produk/jasa.

Keng dan Liao (2009) juga menambahkan bahwa postpurchase dissonance

mengakibatkan menurunnya keinginan konsumen untuk tetap menggunakan atau memilih produk/jasa tersebut. Postpurchase dissonance juga meningkatkan tingkat komplain seseorang akan produk/jasa itu. Kepuasan konsumen memiliki pengaruh positif terhadap intensitas membeli kembali produk/jasa dan pengaruh negatif dengan tingkat komplain konsumen. Untuk itu, ketika konsumen merasa senang terhadap pembelian yang dilakukan maka mereka cenderung akan tetap menggunakan produk/jasa atau akan membeli kembali produk/jasa atau akan membeli kembali produk/jasa tersebut kedepannya. Namun, ketika konsumen mengalami ketidakkonsistenan antara perilaku dan sikap setelah pembelian, maka


(17)

mereka cenderung akan mencari informasi relevan melalui media eksternal seperti internet, televisi, radio, pendapat keluarga, dan lain-lain untuk memastikan bahwa dirinya telah membuat keputusan yang memuaskan (Hawkins, Mothersbaugh & Best, 2007).

Fenomena disonansi kognitif lain yang tidak bisa diabaikan adalah pembelian online. Hal ini dikarenakan adanya ketidakpastian saat membeli produk atau jasa (Koller, Salzberger, & Streif, 2008). Seiring dengan kemajuan teknologi dalam bidang internet dan komputer, akses jaringan internet dapat dilakukan dengan mudah dan murah. Berdasarkan hasil riset yang dilakukan MarkPlus Insight yang dikutip Kompas.com, populasi pengguna internet di Indonesia yang saat ini mencapai 55.000.000, perlu dipertimbangkan sebagai konsumen potensial oleh para peritel.

Internet telah mengalami pertumbuhan yang signifikan sejak tahun 1995 sebagian besar karena World Web Wide yang mudah digunakan dan lebih aplikatif dari versi sebelumnya (Hanson, 2000). Saat ini penggunaan internet telah menjadi kebutuhan semua orang, khususnya bagi pelaku bisnis sebagai alat promosi. Internet memainkan peran penting sebagai sumber informasi sebelum melakukan pembelian dan juga sarana bagi para konsumen untuk membeli suatu produk yang disebut juga online ritel (Hawkins, Mothersbaugh dan Best, 2007). Pembelian yang dilakukan secara online merupakan bentuk komunikasi baru yang tidak memerlukan komunikasi tatap muka secara langsung melainkan dapat dilakukan secara terpisah dari dan ke seluruh dunia melalui notebook, komputer, ataupun telepon selular yang terhubung dengan layanan akses internet (Hawkins, Mothersbaugh dan Best, 2007).

Berdasarkan UCLA Center for Communication Policy (dalam Cole, 2003), pembelian secara online merupakan salah satu aktivitas internet yang paling populer saat ini. Hal ini terlihat melalui pesatnya perkembangan online shop sekarang ini. Ritel online yang ada cukup beragam mulai dari yang berjualan melalui facebook, twitter dan grup BlackBerry


(18)

Messenger hingga ada yang sengaja membuat website khusus untuk memasarkan produk yang dijualnya.

Online ritel memiliki kelebihan dari segi kenyamanan, harga, waktu, pengiriman barang dan atribut lain daripada yang ditemui di katalog, pasar tradisional ataupun toko lainnya. Constantinides (2004) mengatakan bahwa pembelian secara online dapat mengubah persepsi, sikap dan perilaku klien terhadap ritel tradisional dikarenakan kemudahan yang ditawarkan. Berdasarkan survey yang dilakukan Roper (dalam Hawkins, Mothersbaugh & Best, 2007) didapatkan hasil bahwa konsumen lebih memilih untuk tidak berbelanja langsung ke toko dikarenakan terbatasnya pengetahuan penjual tentang barang yang mereka tawarkan, banyak waktu yang terbuang dan juga suasana toko yang padat. Selain itu, dengan berkembangnya gaya hidup dinamis pada konsumen maka pembelian secara online menjadi salah satu alternatif yang dipilih.

Terlepas dari kelebihan yang ditawarkan dengan pembelian online, terdapat beberapa kekurangan yaitu dari sisi keamanan dalam melakukan pembayaran dengan kartu kredit, tidak adanya kontak langsung dengan produk dan biaya pengiriman yang terlalu mahal. Untuk itu, besar kemungkinan ketika konsumen telah melakukan pembelian secara online, muncul perasaan khawatir dan ragu terhadap kondisi barang dan lamanya proses pengiriman barang (Hawkins, Mothersbaugh dan Best, 2007). Bagi sebagian besar konsumen, pembelian secara

offline dianggap menjadi pilihan yang lebih baik bagi mereka. Dengan cara tersebut, konsumen merasa lebih aman, nyaman, akses dan pilihan produk yang lebih besar, interaktif dan segera. Levin, Levin & Weller (2005) menambahkan bahwa ketika seseorang membutuhkan produk/jasa yang sifatnya pribadi dan kebutuhan untuk melihat produk secara langsung tinggi, maka individu akan lebih memilih untuk melakukan pembelian secara


(19)

Berdasarkan pemaparan di atas, konsumen yang melakukan pembelian secara online

memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk mengalami postpurchase dissonance

dibandingkan dengan konsumen yang melakukan pembelian secara offline. Hal ini disebabkan dengan kurangnya kontak langsung dengan produk yang dibeli sehingga tidak dapat dipastikan apakah barang yang dibeli sesuai dengan apa yang bayangkan. Namun, melakukan pembelian offline tidak menjamin bahwa seorang konsumen bebas dari

postpurchase dissonance. Konsumen bisa saja menemukan alternatif lain yang menyebabkan

postpurchase dissonance. Untuk itu baik pembelian secara online ataupun offline bisa menyebabkan individu mengalami postpurchase dissonance.

Atas dasar pertimbangan tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul “Perbedaan Postpurchase Dissonance pada Pembelian Secara Online dan

Offline.

B. RUMUSAN MASALAH

Apakah terdapat perbedaan postpurchase dissonance pada pembelian secara online

dan offline?

C. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan penelitian ini untuk melihat perbedaan postpurchase dissonance antara pembelian online dengan offline.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi disiplin ilmu Psikologi Industri dan Organisasi, khususnya mengenai perilaku konsumen dan proses-proses yang


(20)

terjadi dalam proses pembelian suatu barang oleh konsumen, dalam hal ini postpurchase dissonance. Selanjutnya, penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar untuk memahami perbedaan postpurchase dissonance yang dialami oleh konsumen yang melakukan pembelian secara online ataupun offline

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

a. Ahli pemasaran secara umum agar dapat menentukan strategi pemasaran yang tepat. Ketika menjual produk yang sifatnya personal dan membutuhkan kontak dengan produk, maka penjualan secara offline akan lebih efektif. Sedangkan produk yang sifatnya tidak berisiko tinggi seperti tiket perjalanan, buku, pakaian, dan lain-lain dapat dijual secara online.

b. Pemasar online dan web site designer memberikan perhatian khusus saat mendesain dan membentuk retail online yang sesuai dengan minat pasar.

c. Para konsumen, dalam melakukan pertimbangan terlebih dahulu sebelum melakukan pembelian.

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Bab I Pendahuluan

Bab ini terdiri dari latar belakang penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penelitian. Dalam bab ini digambarkan berbagai literatur serta beberapa hasil penelitian sebelumnya mengenai postpurchase dissonance, dan dari beberapa literatur dan penelitian sebelumnya tersebut dapat dilihat bagaimana seorang konsumen dihadapkan pada beberapa alternatif produk sejenis yang dapat


(21)

mengakibatkan kecemasan ataupun keraguan atas keputusan membeli yang telah konsumen tersebut lakukan, sehingga para produsen harus dapat memahami gejala tersebut dan menetapkan strategi yang tepat untuk mengatasi hal tersebut.

Bab II Landasan Teori

Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi objek penelitian. Memuat landasan teori mengenai postpurchase dissonance, faktor-faktor yang mempengaruhi dan aspek-aspek postpurchase dissonance. Dalam bab ini juga menjelaskan bagaimana kelebihan dan kekurangan metode pemasaran online dan

offline. Setelah itu, dijelaskan pula hipotesa sebagai jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang menjelaskan perbedaan postpurchase dissonance pada orang yang melakukan pembelian secara online dan offline.

Bab III Metode Penelitian

Bab ini menguraikan identifikasi variabel, definisi operasional variabel, metode pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, uji validitas dan reliabilitas alat ukur, dan metode analisa data yang digunakan untuk mengolah hasil data penelitian. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah tipe pembelian yaitu pembelian online dan pembelian offline, dan variabel tergantungnya adalah postpurchase dissonance. Alat ukur yang digunakan adalah skala postpurchase dissonance.

Bab IV Analisa Data dan Pembahasan

Bab ini berisi tentang hasil penelitian yang disertai dengan interpretasi dan pembahasan.


(22)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. POSTPURCHASE DISSONANCE

1. Postpurchase Evaluation

Postpurchase (pasca pembelian) adalah evaluasi setelah pembelian yang melibatkan sejumlah konsep, antara lain harapan konsumen, kepuasan, keraguan dan mekanisme umpan balik. Kepuasan merupakan emosi penting dari tahap ini dan merupakan penentu untuk perilaku membeli di masa yang akan datang (Loudon & Bitta, 1993). Postpurchase juga merupakan kondisi setelah pembelian (purchase) yang melibatkan kegiatan evaluasi terus menerus dari individu dengan melibatkan sikap dan perasaannya (Solomon, 2007). Ditambahkan pula oleh Hanna & Wozniak, (2001) bahwa postpurchase consideration adalah evaluasi setelah pembelian yang melibatkan perasaan puas atau tidak puas pada konsumen yang akan mempengaruhi untuk membeli ulang suatu produk.

Berdasarkan sejumlah definisi yang dikemukakan di atas maka dapat disimpulkan bahwa postpurchase evaluation adalah suatu aktivitas evaluasi terus menerus terhadap produk yang dibeli dengan melibatkan sikap dan perasaan individu yang nantinya akan menghasilkan perasaan puas atau tidak puas dan mengarah pada keputusan untuk mengulang atau tidak produk yang sama.

2. Cognitive Dissonance

Menurut Solomon (2007), teori cognitive dissonance adalah salah satu dari pendekatan terhadap tingkah laku yang paling penting berdasarkan pada prinsip konsistensi. Teori ini mengemukakan bahwa orang termotivasi untuk mengurangi keadaan negatif dengan cara membuat keadaan sesuai satu sama lainnya. Elemen kognitif adalah sesuatu yang


(23)

dipercayai oleh seseorang bisa berupa dirinya sendiri, tingkah lakunya atau juga pengamatan terhadap sekelilingnya. Pengurangan disonansi dapat timbul baik dengan menghilangkan, menambah, atau mengganti elemen-elemen kognitif. Disonansi kognitif merupakan suatu kondisi yang membingungkan, yang terjadi pada seseorang ketika kepercayaan mereka tidak sejalan bersama dengan kenyataan yang ada. Kondisi ini mendorong mereka untuk merubah pikiran, perasaan dan tindakan mereka agar sesuai dengan pembaharuan. Disonansi dirasakan ketika seseorang berkomitmen pada dirinya sendiri dalam melakukan suatu tindakan yang tidak konsisten dengan perilaku dan kepercayaan mereka yang lainnya (East, 1997).

Menurut Festinger (dalam Loudon & Bitta, 1993) cognitive dissonance adalah pernyataan psikologis yang muncul ketika seseorang menerima dua pemikiran, yang mana keduanya ia yakini benar, namun tidak sesuai sehingga terlihat tidak konsisten. Disonansi menghasilkan ketegangan sehingga individu mencari kesesuaian terhadap ketidakkonsistenannya untuk mengurangi ketegangan secara psikologis.

Disonansi dapat muncul melalui tiga cara, yaitu:

1. Ketidaksesuaian logis (logical inconsistency) dapat memunculkan disonansi. Contoh: Semua permen rasanya manis; permenku rasanya asam.

2. Disonansi muncul ketika seseorang mengalami ketidakkonsistenan antara sikap dengan perilakunya atau antara kedua perilakunya.

Contoh: David sangat tidak menyetujui adanya perjudian, akan tetapi ia ikut berjudi di pertandingan bola. Michael memuji produk sepatu Nike pada setiap kesempatan, namun ia membeli sepatu Adidas.

3. Disonansi muncul ketika harapan kuat individu ditolak.

Contoh: Margaret berharap menemukan barang murah untuk menghemat dipinggir jalan, tapi yang ia temukan hanya barang rongsok.


(24)

Cognitive dissonance terjadi setelah keputusan sudah dibuat. Keputusan tersebut membuat seseorang harus berkomitmen terhadap sikapnya agar terhindar dari disonansi. Untuk itu, terdapat tiga cara yang dilakukan individu untuk mengurangi cognitive dissonance, yaitu:

1. Rasionalisasi,

2. Mencari informasi tambahan yang mendukung atau konsisten terhadap perilakunya, dan

3. Individu dapat mengubah atau menghilangkan elemen disonansi dengan cara melupakan ataupun mengubah sikapnya.

3. Postpurchase Dissonance

3.1. Pengertian Postpurchase Dissonance

Postpurchase dissonance merupakan suatu tahap dari postpurchase consumer behavior yang terjadi setelah adanya proses pembelian. Setelah proses pembelian, konsumen memiliki perasaan yang tidak nyaman mengenai kepercayaan mereka, perasaan yang cenderung untuk memecahkannya dengan mengubah sikap mereka agar sesuai dengan perilaku mereka (Schiffman dan Kanuk, 2007). Postpurchase dissonance juga didefinisikan sebagai suatu keraguan atau kecemasan yang dialami oleh seorang konsumen setelah melakukan suatu keputusan yang sulit dan relatif permanen (Hawkins, Mothersbaugh, dan Best, 2007). Loudon & Bitta (1993) berpendapat bahwa postpurchase dissonance terjadi sebagai hasil dari perbedaan antara keputusan konsumen dengan evaluasi sebelumnya.

Figur di bawah menunjukkan bahwa keraguan yang dialami oleh konsumen setelah melakukan pembelian pada akhirnya akan mempengaruhi motivasi konsumen untuk membeli ulang produk yang sama di kemudian hari, setelah konsumen tersebut melakukan evaluasi terhadap produk yang telah dibelinya.


(25)

Keraguan atau kecemasan ini terjadi karena konsumen berada dalam suatu kondisi yang mengharuskannya membuat komitmen yang relatif permanen terhadap sebuah pilihan alternatif dari pilihan alternatif lainnya yang tidak dipilih. Oleh karena itu kebanyakan limited decision making tidak akan menghasilkan postpurchase dissonance karena konsumen tidak mempertimbangkan tampilan-tampilan yang menarik yang ada dalam merek atau produk yang tidak dipilih yang juga tidak ada dalam produk atau merek yang dipilih. Sedangkan, keputusan yang melibatkan seseorang untuk memilih alternatif yang masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri biasanya menimbulkan respon negatif ketika keputusan akan diambil. Emosi negatif meningkatkan kemungkinan seorang konsumen untuk menghindari atau menunda keputusannya (Hawkins, Mothersbaugh, dan Best, 2007).

Loudon dan Bitta (1993) juga menambahkan bahwa postpurchase dissonance akan semakin tinggi ketika individu memiliki komitmen yang besar terhadap pembeliannya. Komitmen tersebut bukan hanya terhadap sejumlah uang yang telah dia gunakan, tetapi juga


(26)

waktu, usaha dan ego. Selanjutnya, selama keputusan membeli dibuat, disonansi terjadi ketika konsumen menyadari bahwa produk alternatif tersebut memiliki karakteristik positif dan negatif. Untuk itu, setelah pembelian dilakukan, konsumen berusaha untuk mengurangi perasaan bersalah atau disonansi yang muncul dengan beberapa cara, yaitu:

1. Meningkatkan ketertarikan terhadap produk yang ia beli; 2. Mengurangi rasa suka terhadap alternatif yang ditolak;

3. Mengurangi tingkat kepentingan terhadap keputusan membeli; serta 4. Mengembalikan produk ketika belum digunakan.

Berdasarkan sejumlah uraian mengenai postpurchase dissonance maka dapat disimpulkan bahwa postpurchase dissonance adalah keraguan yang dialami oleh seorang konsumen setelah melakukan suatu keputusan pembelian yang sulit dan relatif permanen terhadap suatu produk.

3.2. Aspek-aspek Postpurchase Dissonance

Sweeney, Hausknecht, & Soutar (2000) mengemukakan 3 dimensi yang digunakan untuk mengukur postpurchase dissonance, yaitu:

1. Emotional

Ketidaknyamanan psikologis yang merupakan konsekuensi atas keputusan membeli. Keadaan yang tidak nyaman secara psikologis yang dialami oleh seseorang setelah orang tersebut membeli suatu produk yang dirasakan sebagai produk yang penting bagi dirinya, maka dapat dikatakan orang tersebut mengalami postpurchase dissonance.

2. Wisdom of Purchase

Kesadaran individu setelah pembelian dilakukan apakah mereka telah membeli produk yang tepat atau mereka mungkin tidak membutuhkan produk tersebut. Setelah


(27)

proses pembelian dilakukan individu, individu dihadapkan kepada pertanyaan-pertanyaan seputar keputusan membeli yang telah ia lakukan. Apabila individu merasa bahwa keputusan pembelian yang dilakukan adalah benar dan produk yang telah dibeli adalah tepat dan berguna, maka individu cenderung tidak akan mengalami

postpurchase dissonance.

3. Concern over deal

Kesadaran individu setelah proses pembelian telah dilakukan, apakah mereka telah dipengaruhi oleh agen penjual (sales staff) terhadap keyakinan mereka sendiri terhadap produk yang dibeli. Individu yang melakukan keputusan membeli atas dasar pertimbangan diri sendiri (individu merasa bebas dalam memutuskan pembelian terhadap suatu produk) akan dihadapkan pada informasi-informasi dari luar diri individu tersebut yang dapat membuat individu mengalami postpurchase dissonance.

Ditambahkan pula oleh Sweeney, Hausknecht, & Soutar (2000) bahwa untuk melakukan pengukuran terhadap taraf postpurchase dissonance konsumen maka ada sejumlah karakteristik sampel yang harus dipenuhi:

1. Konsumen menganggap keputusan untuk membeli produk tersebut adalah penting bagi dirinya.

2. Ketika membeli produk tersebut konsumen membelinya atas dasar kemauan sendiri tanpa adanya tekanan atau paksaan dari orang lain.

3. Produk tersebut tidak dapat dikembalikan lagi apabila telah dibeli.

Nadeem (2007) mengatakan bahwa di dalam pengukurannya postpurchase dissonance

haruslah dilakukan dalam rentang waktu yang berdekatan dengan proses pembelian. Hal ini disebabkan bahwa ketika pengukuran dan pembelian dilakukan dalam jangka waktu yang panjang (sekitar sebulan) maka dissonance dan anxiety yang dirasakan konsumen sudah jauh berkurang dibanding jika pengukuran dilakukan segera setelah konsumen membeli.


(28)

3.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Postpurchase Dissonance

Hawkins, Mothersbaugh, dan Best (2007) menjelaskan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi postpurchase dissonance, yaitu:

1. The degree of commitment or irrevocability of the decision

Semakin mudah mengubah keputusan, semakin rendah kemungkinan seorang mengalami kebingungan (dissonance). Hal ini dapat terjadi pada saat membeli suatu produk yang memiliki banyak alternatif lainnya dan masing-masing alternatif memiliki kelebihan ataupun kekurangan yang relatif sama. Dengan demikian keputusan untuk mengubah pembelian terhadap suatu produk seperti di atas tidak akan mengarah kepada postpurchase dissonance. Keputusan yang telah dibuat tidak mungkin lagi diubah oleh konsumen tersebut.

2. The importance of decision to the consumer

Semakin penting keputusan tersebut bagi konsumen, semakin besar kemungkinannya mengalami disonansi. Keputusan seperti ini akan membuat seorang konsumen memikirkan secara matang produk yang hendak dibeli sebelum melakukan pembelian. Oleh karena itu keputusan yang salah dalam membeli suatu produk akan mengarah kepada postpurchase dissonance yang akan dialami oleh konsumen tersebut.

3. The difficulty of choosing among alternatives

Semakin sulit memilih alternatif, semakin tinggi kemungkinan seorang konsumen mengalami disonansi. Hal ini dikarenakan alternatif yang ada tidak menawarkan kelebihan-kelebihan lainnya yang tidak ada pada produk yang hendak dipilih. Atau dengan kata lain alternatif yang ada tidak dapat menutupi kekurangan yang ada pada produk yang hendak dibeli.


(29)

4. The individual’s tendency to experience anxiety

Beberapa individu memiliki tingkatan atau kecenderungan yang berbeda antara satu dengan yang lain dalam mengalami rasa cemas. Kecemasan ini dapat disebabkan oleh salah trait kepribadian yang dimiliki oleh seorang konsumen yang merupakan bawaan dari lahir (nature) ataupun dikarenakan pengaruh lingkungan (nurture). Oleh karena itu, semakin tinggi tingkat kecemasan yang dimiliki oleh seorang individu maka semakin tinggi kemungkinannya mengalami postpurchase dissonance.

Halloway (dalam Loudon & Bitta, 1993) dalam penelitiannya mengenai disonansi yang dialami konsumen menyebutkan bahwa faktor yang menyebabkan postpurchase dissonance adalah : (1). Adanya sejumlah hal yang menarik dari sejumlah alternatif produk yang tadinya ditolak oleh konsumen; (2). Munculnya faktor negatif dari produk alternatif yang menjadi pilihan utama; (3). Banyaknya alternatif produk yang muncul; (4). Kekacauan kognitif yang muncul pada saat melakukan pemilihan; (5). Keterlibatan kognitif pada produk; (6). Bujukan dan pujian; (7). Ketidaksesuaian atau perilaku yang dipandang negatif pada saat membeli; (8). Ketersediaan informasi; (9). Kemampuan mengantisipasi munculnya disonansi; dan (10). Tingkat pengetahuan dan pengenalan produk.

Penelitian mengenai disonansi yang muncul pada konsumen menunjukkan bahwa biasanya disonansi muncul pada kondisi sebagai berikut (Loudon & Bitta, 1993):

1. Jika batas ambang toleransi pada disonansi telah lewat, hal ini terjadi pada konsumen yang sering memiliki pengalaman-pengalaman yang bersifat tidak konsisten dalam kehidupannya.

2. Keputusan yang diambil tidak bisa diubah atau dibatalkan. Sering kali konsumen berharap keputusan yang telah ia ambil dapat dibatalkan dan ia bisa kembali mendapatkan uangnya. Hal ini terjadi pada pembelian dengan alokasi uang yang besar.


(30)

3. Kurang memperhatikan alternatif merek lain pada kategori produk yang sama, padahal semuanya memiliki hal-hal unik yang perlu untuk dipertimbangkan.

4. Alternatif pada merk lain untuk produk yang sama sangat banyak dan semuanya diamati dan dipelajari oleh konsumen. Semakin banyak informasi yang dimiliki konsumen maka semakin sulit untuk memutuskan produk mana yang akan dibeli. 5. Semua alternatif merek untuk produk yang sama memiliki kualitas yang persis sama

pula.

6. Komitmen pada keputusan yang diambil disebabkan oleh kondisi psikologis. Misalnya pada pembelian perabotan untuk ruang tamu yang dianggap penting karena merefleksikan nilai rasa dekoratif, filosofi yang dianut dan gaya hidup konsumen. Hal ini akan semakin penting jika keterlibatan ego juga terjadi pada saat pemilihan.

7. Tidak ada tekanan pada konsumen untuk membuat keputusan.

Dari sejumlah faktor yang dikemukakan (Hawkins, Mothersbaugh & Best 2007; Halloway, dalam Loudon & Bitta, 1993) maka pada dasarnya faktor penyebab keraguan pasca pembelian (postpurchase dissonance) dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal dari diri individu. Eksternal adalah kondisi diluar individu, dalam hal ini misalnya adanya sejumlah pilihan dan alternatif produk, bujukan, dan ketersediaan informasi. Sedangkan faktor internal adalah kondisi kepribadian individu yang menyebabkan mereka mudah merasa cemas, sulit untuk memiliki komitmen pada produk yang telah dipilihnya, keberanian mengambil resiko dan tingkat pengetahuan yang dimiliki.

Dari dua faktor di atas yang memungkinkan seseorang mengalami postpurchase dissonance, maka faktor eksternal menjadi hal yang menarik untuk diteliti lebih jauh. Dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat, pembelian melalui internet (online shopping) menawarkan lingkungan belanja yang menyenangkan. Dengan meningkatnya pertumbuhan


(31)

dibandingkan dengan offline shopping. Begitu banyak dan luasnya informasi yang ditawarkan melalui online sehingga individu dapat memahami produk/jasa yang ia inginkan lebih baik. Namun, dengan kurangnya layanan personal, tidak adanya kontak dengan produk, dan masalah terkait proses pengiriman, konsumen kemudian menyadari kerugian semacam ini yang akan dihadapinya ketika melakukan pembelian online. Hasil penelitian yang dilakukan Levin, Levin & Weller (2005) menunjukkan bahwa keuntungan dan kerugian yang dihadapi saat melakukan pembelian online ataupun offline memainkan peran berbeda berdasarkan jenis produk, konsumen dan situasi. Berdasarkan penelitian tersebut, faktor internal juga tidak dapat diabaikan dalam penelitian ini. Penelitian yang dilakukan Oliver, Westbrook, Havlena & Holbrook (dalam Mooradian & Olver, 1997) memperlihatkan bahwa respon emosi adalah komponen pokok dari pengalaman-pengalaman konsumsi dan hal tersebut berlaku baik pada produk apa saja.

B. PEMBELIAN ONLINE DAN OFFLINE

1. Pembelian Online

1.1. Pengertian Pembelian Online

Pembelian online atau yang akrab disebut online shopping adalah proses pembelian yang dilakukan individu tanpa diperlukannya komunikasi tatap muka secara langsung dengan penjual melainkan dapat dilakukan secara terpisah dari dan ke seluruh dunia melalui

notebook, komputer, ataupun telepon selular yang terhubung dengan layanan akses internet (dalam Hawkins, Mothersbaugh & Best, 2007). Menurut Andam (2003) online shopping

mengacu pada aktivitas bisnis yang meliputi jual beli produk ataupun jasa secara online yang masing-masing pihak berhubungan melalui media elektronik tanpa adanya kontak fisik secara langsung.


(32)

Berdasarkan hasil penelitian, beberapa alasan yang membuat seseorang memilih untuk melakukan pembelian secara online diantaranya adalah faktor kenyamanan, barang yang unik dan hemat waktu. Forrester Research (dalam Hawkins, Mothersbaugh & Best, 2007) membagi produk dan jasa kedalam tiga kelompok berdasarkan karakteristik pembelian melalui internet yaitu:

1. Replenishment goods: harga terjangkau, pembelian dengan frekuensi tinggi. Contohnya adalah produk kesehatan seperti vitamin dan alat kecantikan.

2. Researched items: banyak informasi. Penjualan yang tidak membutuhkan banyak kontak. Contohnya adalah tiket perjalanan, perangkat komputer dan alat elektronik lainnya.

3. Convenience items: barang yang berisiko rendah. Produk yang dijual adalah hal-hal yang sifatnya mudah dikirim. Contohnya adalah buku, kaset dan bunga.

1.2. Manfaat Pembelian Online

Pembelian online memberikan manfaat pada konsumen maupun pemasar (Kotler & Armstrong, 2001), yaitu:

a. Manfaat untuk Konsumen

Pembelian online memberikan kenyamanan dikarenakan individu tidak perlu bergelut dengan lalu lintas, mencari tempat parkir, dan berjalan dari toko ke toko dan lorong ke lorong untuk mencari dan memeriksa produk. Mereka dapat membandingkan merek, memeriksa harga, dan memesan barang dagangan 24 jam sehari dari mana saja. Pembelian online itu mudah dan pribadi sehingga pelanggan menemui lebih sedikit masalah sewaktu membeli dan tidak harus menghadapi wiraniaga atau memberi kesempatan untuk dibujuk.


(33)

Pembelian online menawarkan kepada konsumen beberapa keunggulan tambahan. Jasa online komersial dan Internet memberi konsumen akses ke informasi pembanding yang sangat banyak, informasi tentang perusahaan, produk, dan pesaing. Di samping itu, pembelian online itu interaktif dan segera sehingga konsumen dapat langsung berinteraksi dengan situs penjual untuk mencari informasi, produk, atau jasa yang benar-benar mereka inginkan, kemudian memesan atau men-download

informasi itu di tempat. b. Manfaat untuk Pemasar

Pembelian online merupakan cara yang bagus untuk pembangunan hubungan pelanggan. Hubungan ini membuat perusahaan dan pelanggannya lebih akrab. Perusahaan dapat berinteraksi dengan pelanggan untuk belajar lebih banyak tentang kebutuhan dan keinginan pelanggan yang khusus. Sebaliknya, pelanggan online dapat mengajukan pertanyaan dan umpan balik yang cepat. Berdasarkan interaksi yang sedang berjalan ini, perusahaan dapat meningkatkan nilai dan kepuasan pelanggan melalui perbaikan produk dan jasa.

Pemasaran online dapat mengurangi biaya dan meningkatkan efisiensi. Pemasar

online menghindari pengeluaran untuk merawat toko dan sewa, biaya asuransi, dan listrik serta air yang menyertainya. Biaya yang relatif lebih rendah untuk membangun operasi pemasaran online ini membuat perusahaan kecil maupun besar mampu membangunnya.

Pemasaran online juga menawarkan keluwesan yang lebih baik, yang membuat pemasar dapat membuat penyesuaian yang berkelanjutan pada tawaran dan programnya. Kemudian, katalog yang disiapkan secara online dapat disesuaikan setiap hari atau bahkan setiap jam, yang membuat jenis produk, harga, dan promosi agar sesuai dengan keadaan pasar yang berubah.


(34)

1.3. Hambatan dalam Pembelian Online

Terdapat beberapa hambatan yang ditemui ketika seorang konsumen akan melakukan pembelian online, beberapa di antaranya adalah (Hawkins, Mothersbaugh & Best, 2007):

a. Keamanan dalam penggunaan kartu kredit,

b. Keterbatasan konsumen untuk melihat dan menyentuh produk yang mereka beli, c. Internet hanya digunakan sebagai media mencari informasi, setelah itu ia memilih

membeli offline,

d. Biaya pengiriman yang terlalu tinggi, dan e. Mendengar pengalaman buruk orang lain

2. Pembelian Offline

2.1 Pengertian Pembelian Offline

Pembelian offline adalah proses pembelian yang dilakukan seorang konsumen dengan memilih produk atau jasa yang diinginkan secara langsung dengan melakukan tatap muka dengan penjual untuk memperoleh tanggapan yang segera (Kotler & Armstrong, 2001).

2.2 Hambatan dalam Pembelian Offline

Berdasarkan hasil penelitian, ada beberapa alasan mengapa seorang konsumen tidak menyukai pembelian melalui toko yaitu (Hawkins, Mothersbaugh & Best, 2007):

1. Penjual yang tidak memiliki informasi

2. Menunggu antrian

3. Butuh waktu yang lama untuk menemukan barang yang ia mau

4. Kemacetan

5. Keramaian


(35)

C. PERBEDAAN POSTPURCHASE DISSONANCE PADA ORANG YANG MELAKUKAN PEMBELIAN SECARA ONLINE DAN OFFLINE

Manusia melakukan kegiatan membeli untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Manusia yang melakukan kegiatan membeli disebut sebagai konsumen. Dalam setiap kegiatan yang dilakukannya, konsumen akan melalui beberapa tahapan. Tahapan tersebut antara lain pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan membeli dan tahap terakhir perilaku setelah pembelian (Kotler, 2003). Setiap tahapan tersebut akan menuntun konsumen pada kesesuaian dalam pembelian produk.

Dalam tahap terakhir perilaku setelah pembelian, konsumen terkadang mengalami perasaan bersalah dan cemas akan keputusan pembelian yang dilakukannya. Peristiwa tersebut dikenal dengan istilah postpurchase dissonance. Postpurchase dissonance adalah keraguan atau kecemasan yang dialami oleh seorang konsumen setelah melakukan suatu keputusan yang sulit dan relatif permanen (Hawkins, Mothersbaugh, dan Best, 2007). Keraguan ini dapat dialami oleh seorang konsumen yang harus membuat keputusan di antara banyaknya pilihan alternatif yang tersedia.

Sama halnya ketika individu dihadapkan pada alternatif pembelian secara online

ataupun offline. Masing-masing pilihan tersebut tentu saja memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri. Akibatnya, ketika seseorang mengambil keputusan yang melibatkan seseorang untuk memilih alternatif yang masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri, biasanya akan muncul respon negatif ketika keputusan akan diambil (Hawkins, Mothersbaugh, dan Best, 2007).

Kelebihan pembelian secara online adalah kenyamanan yang didapat konsumen karena bisa membeli kapan saja dan dimana saja melalui seluruh penjuru dunia. Produk yang dipesan dikirim ke alamat yang diinginkan (Levin, Levin & Weller, 2005). Melalui pembelian online, konsumen berperan sebagai subjek aktif dalam memperoleh lebih banyak


(36)

informasi yang bermanfaat sebagai dasar pertimbangan sebelum membeli (Basir, 2011). Dengan cara ini pula, konsumen merasa dirinya terbebas dari tekanan ataupun paksaan dari penjual.

Berbeda dengan pembelian secara online, pembelian secara offline memberikan konsumen keleluasaan untuk memilih barang yang relevan, cepat, dan akurat. Kemudian, dengan pembelian secara offline, seorang konsumen dapat bersentuhan langsung dengan produknya sebelum melakukan pembelian sehingga konsumen yakin atas kualitas produk tersebut. Halloway (dalam Loudon & Bitta, 1993) menyatakan bahwa ketersediaan informasi, dalam hal ini kontak langsung dengan penjual dan produk menjadi salah satu aspek yang mempengaruhi terjadinya disonansi.

Bersamaan dengan semua kelebihan di atas, terdapat pula kekurangan pada masing-masing alternatif tersebut. Adapun kekurangan pembelian online adalah kemungkinan konsumen merasa khawatir terhadap kejujuran penjual dalam memberikan informasi dikarenakan konsumen tidak dapat memeriksa secara langsung kualitas dari produk tersebut (Harridge-March, 2006). Riegelsberger, Sasse, & McCarthy (2003) menyatakan bahwa pembelian secara online berisiko lebih besar akan penipuan dan kerugian materi daripada transaksi secara langsung, dalam hal ini pembelian offline (dalam Harridge-March, 2006; Sarma & Ramesh, 2007). Loudon dan Bitta (1993) menyatakan bahwa postpurchase dissonance akan semakin tinggi ketika individu memiliki komitmen besar berupa sejumlah uang, waktu dan usaha yang telah digunakan terhadap pembeliannya. Untuk itu, bagi sebagian orang, kegiatan online hanya dilakukan untuk melakukan proses pencarian informasi sebanyak mungkin terkait produk/jasa yang diinginkan sebagai upaya untuk menghindari kemungkinan tersebut

Sama halnya dengan pembelian online, pembelian secara offline pun memiliki kekurangan. Sweeney, Hausknecht, & Soutar (2000) menyebutkan bahwa aspek concern over


(37)

deal merupakan salah satu aspek yang menjadi kekurangan dalam pembelian secara offline

yang mana akan meningkatkan kecenderungan individu mengalami postpurchase dissonance.

Hal ini disebabkan oleh perubahan sikap yang dialami konsumen karena pengaruh penjual berupa bujukan dan diskon, sehingga terjadi ketidakkonsistenan atas keyakinan yang dimiliki individu sebelumnya. Forrester Research (Hawkins, Mothersbaugh, dan Best, 2007) menyatakan bahwa tantangan terbesar yang konsumen hadapi ketika melakukan pembelian secara offline adalah penjual memiliki informasi terbatas terhadap produk yang mereka jual, antrian yang panjang, dan waktu yang dibutuhkan untuk menemukan barang yang ia mau.

Dari gambaran di atas dapat dilihat bahwa masing-masing tipe pembelian memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing yang melibatkan munculnya respon negatif ketika keputusan akan diambil yang disebut postpurchase dissonance (Hawkins, Mothersbaugh, dan Best, 2007). Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan

postpurchase dissonance yang dialami oleh seorang konsumen yang melakukan pembelian secara online dan offline.

D. HIPOTESA PENELITIAN

Berdasarkan pemaparan di atas, maka hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah: “Ada perbedaan postpurchase dissonance pada pembelian online dan offline.


(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode komparasi. Pada

hakikatnya penelitian komparasi adalah “ex post facto”, artinya data dikumpulkan setelah

semua peristiwa yang diperhatikan terjadi. Kemudian peneliti memilih satu atau lebih efek (variabel dependen) dan menguji data dengan kembali menelusuri waktu, mencari penyebab, melihat hubungan, dan memahami artinya (Azwar, 2007). Nantinya, subyek ditanyakan apakah dalam rentang satu bulan ia telah melakukan pembelian produk baik secara online

ataupun offline dan mengalami keraguan. Jika subyek mengalami hal tersebut maka subyek merupakan sampel yang sesuai. Selanjutnya skala dan alat tes diberikan kepada subyek tersebut.

A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN

Adapun variabel yang terlibat pada penelitian ini antara lain: Variabel Tergantung : Postpurchase Dissonance

Variabel Bebas : Tipe Pembelian : 1. Pembelian Online

2. Pembelian Offline


(39)

B. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN 1. Postpurchase Dissonance

Postpurchase dissonance adalah keraguan yang dialami oleh seorang konsumen setelah melakukan suatu keputusan pembelian yang sulit dan relatif permanen terhadap suatu produk.

Data mengenai postpurchase dissonance diperoleh melalui skala postpurchase dissonance berdasarkan aspek-aspek postpurchase dissonance yang dikemukakan oleh Sweeney, Hausknecht, & Soutar(2000) yang terdiri dari tiga aspek yaitu emotional, wisdom of purchase dan concern over deal. Skor yang diperoleh menunjukkan tinggi rendahnya

postpurchase dissonance yang dialami oleh seorang individu. Skor tinggi yang diperoleh oleh seorang individu dari skala postpurchase dissonance menunjukkan subjek mengalami

dissonance yang tinggi. Sedangkan skor rendah yang diperoleh oleh seorang individu menunjukkan bahwa subjek tidak mengalami dissonance.

2. Tipe Pembelian 2.1. Pembelian Online

Pembelian online atau yang akrab disebut online shopping adalah proses pembelian yang dilakukan oleh individu tanpa memerlukan komunikasi tatap muka secara langsung dengan penjual melainkan dapat dilakukan secara terpisah dari dan ke seluruh dunia melalui

notebook, komputer, ataupun telepon selular yang terhubung dengan layanan akses internet dan melakukan pembayaran melalui atm.

2.2. Pembelian Offline

Pembelian offline adalah proses pembelian yang dilakukan seorang konsumen dengan cara memilih produk atau jasa yang diinginkan secara langsung dengan melakukan tatap muka dengan penjual untuk memperoleh tanggapan yang segera.


(40)

3. Rentang Waktu Pembelian Produk

Produk yang dibeli oleh subyek penelitian adalah produk yang pembeliannya belum lebih dari satu bulan (30 hari) terhitung dari saat membeli produk sampai dikenakan penelitian ini. Hal ini disebabkan karena postpurchase dissonance akan lebih dirasakan konsumen jika rentang waktu pembeliannya belum terlalu lama (Nadeem, 2007).

C. POPULASI, SAMPEL DAN TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL

1. Populasi dan Sampel

Populasi adalah seluruh objek yang dimaksudkan untuk diteliti. Populasi dibatasi sebagai jumlah subjek atau individu yang paling sedikit memiliki suatu sifat yang sama (Hadi, 2002). Sehubungan dengan hal ini, yang perlu mendapat perhatian bahwa sampel harus mencerminkan keadaan populasinya, agar sampel dapat digeneralisasikan terhadap populasinya. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh konsumen yang melakukan pernah melakukan pembelian online ataupun offline. Mengingat keterbatasan waktu, biaya, dan tenaga yang dimiliki oleh peneliti, maka peneliti hanya meneliti sebagian dari keseluruhan populasi yang dijadikan sebagai subyek penelitian, atau yang dikenal dengan nama sampel. Selain itu tidak mungkin mendapatkan data dari populasi yang jumlahnya ribuan atau jutaan (Sekaran, 2003).

Sampel adalah bagian dari populasi yang dijadikan sebagai bagian dari proses penelitian dan setidaknya memiliki satu sifat populasinya (Hadi, 2002; Sekaran, 2003; Malhotra, 2004). Sampel dalam penelitian ini adalah konsumen yang pernah melakukan pembelian produk secara online ataupun offline dengan keputusan sendiri yang mengalami keraguan (dissonance) dengan jangka waktu pembelian di bawah satu bulan.


(41)

2. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah sampling non probabilitas (non probablity sampling). Sampling non probabilitas adalah kondisi penelitian yang masing-masing elemen atau anggota populasi tidak mempunyai peluang yang sama untuk menjadi sampel (Sekaran, 2003; Ray, 2003; Malhotra, 2004; Burns & Bush, 2005). Alasan metode ini adalah faktor biaya dan waktu yang lebih hemat (Sekaran, 2003).

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah convenient sampling, yaitu pengumpulan informasi dari anggota populasi yang secara nyaman tersedia dan mudah dalam mendapatkan akses ke subyek, hemat biaya, cepat dan nyaman (Sekaran, 2003; Ray, 2003).

Siegel (1997) menyatakan bahwa kekuatan tes statistik meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah sampel. Oleh karena itu mengenai jumlah sampel tidak ada batasan jumlah sampel penelitian yang ideal. Namun menurut Roscoe (dalam Sekaran, 2003) ukuran sampel yang lebih besar dari 30 orang dan kurang dari 500 orang adalah tepat untuk sebagian besar penelitian.

D. ALAT PENGUMPULAN DATA

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan instrumen selfreport berupa skala sikap. Azwar (2005) mengungkapkan skala sikap merupakan kumpulan pernyataan-pernyataan mengenai suatu obyek sikap. Dari respon subyek pada setiap pernyataan-pernyataan tersebut kemudian dapat disimpulkan mengenai arah dan intensitas sikap seseorang. Cronbach (dalam Azwar, 2005) menyatakan bahwa skala suatu bentuk pengukuran terhadap performansi tipikal individu cenderung dimunculkan secara sadar atau tidak sadar dalam bentuk respon terhadap situasisituasi tertentu yang sedang dihadapi.


(42)

1. Pernyataan disusun untuk memancing jawaban yang merupakan refleksi dari keadaan diri subyek yang tidak disadari.

2. Skala digunakan untuk mengukur suatu atribut tunggal.

3. Subyek tidak menyadari arah jawaban sesungguhnya yang diungkap dari pernyataan skala.

Dalam penelitian ini digunakan skala postpurchase dissonance yang diadaptasi berdasarkan penelitian Ginting (2009). Aitem-aitem dalam skala postpurchase dissonance

disusun berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Sweeney, Hausknecht, & Soutar (2000), yang meliputi emotional, wisdom of purchase, dan concern over deal.

Skala tersebut terdiri dari aitem-aitem yang favorable dan unfavorable, dengan skala Likert yang terdiri dari empat pilihan jawaban yakni Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS). Penilaian skala untuk aitem favorable adalah nilai 4 untuk pilihan jawaban Sangat Sesuai, nilai 3 untuk nilai untuk jawaban Sesuai, nilai 2 untuk jawaban Tidak Sesuai, dan nilai 1 untuk jawaban Sangat Tidak Sesuai. Sedangkan penilaian untuk aitem unfavorable adalah nilai 1 untuk jawaban Sangat Sesuai, nilai 2 untuk jawaban Sesuai, nilai 3 untuk jawaban Tidak Sesuai, serta nilai 4 untuk jawaban Sangat Tidak Sesuai.


(43)

Tabel 1. Distribusi Aitem-aitem Postpurchase Dissonance

Aspek Indikator

Aitem

Jumlah

Favorable Unfavorable

Emotional Timbulnya

perasaan tertentu setelah membeli seperti: takut, cemas, kecewa,ragu, gelisah, tidak yakin, marah (1), (2), (3) (4), (5) 5 Wisdom of Purchase Individu merasa bahwa pemilihan produk yang dilakukan telah tepat berdasarkan kebutuhan, manfaat, keuntungan dan kerugian yang diperoleh. Selain itu individu merasa puas dengan pilihannya (9), (10), (6), (7), (8), 5 Concern over Deal Individu merasa pilihan yang dilakukannya berdasarkan keputusan sendiri atau dipengaruhi orang lain (11), (12), (13), (14), (15) 5


(44)

E. Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur

Azwar (2007) mengatakan bahwa tujuan dilakukannya uji coba alat ukuradalah untuk melihat sejauh mana alat ukur dapat mengukur dengan tepat apa yang hendak diukur dan seberapa jauh alat ukur menunjukkan kecermatan pengukuran. Uji coba skala dilakukan dengan menyebarkan skala kepada responden uji coba yang memiliki karakteristik hampir sama dengan karakteristik subjek penelitian. Skala postpurchase dissonance disebarkan, dikumpulkan, dan diuji validitasnya yaitu validitas isi berdasarkan daya beda aitem-aitem dengan menggunakan koefisien korelasi Pearson Product Moment yang diperoleh melalui analisa data dengan menggunakan SPSS version 16.0 for windows. Aitem yang memiliki daya beda cukup tinggi akan dihitung reliabilitasnya dengan menggunakan reliabilitas koefisien alpha yang diperoleh melalui analisis data dengan menggunakan SPSS version 16.0 for windows.

Aitem-aitem dalam skala yang memiliki validitas yang baik dengan daya beda cukup tinggi dan reliabel akan digunakan untuk mengukur postpurchase dissonance.

1. Uji Validitas

Validitas tes atau validitas alat ukur adalah sejauh mana tes itu mengukur apa yang dimaksudkannya untuk diukur, artinya derajat fungsi mengukurnya suatu tes atau derajat kecermatan suatu tes (Azwar, 2007). Untuk mengkaji validitas alat ukur dalam penelitian ini, peneliti melihat alat ukur berdasarkan arah isi yang diukur yang disebut dengan validitas isi (content validity).

Suryabrata (2000) mengatakan bahwa validitas isi menunjukkan kepada sejauh mana item-item yang dilihat dari isinya dapat mengukur apa yang dimaksudkan untuk diukur. Ukuran sejauh mana ini ditentukan berdasar derajat repesentatifnya alat ukur itu bagi isi hal yang akan diukur. Validitas isi alat ukur ditentukan melalui pendapat professional


(45)

ukur yang telah ada, akan dilakukan analisa logis untuk menetapkan apakah item-item yang telah dikembangkan memang mengukur (representatif bagi) apa yang dimaksudkan untuk diukur.

Setelah melakukan validitas isi kemudian dilanjutkan dengan melakukan uji daya beda aitem. Uji daya beda aitem dilakukan untuk melihat sejauh mana item mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki atribut dengan yang tidak memiliki atribut yang akan diukur. Dasar kerja yang digunakan dalam analisis item ini adalah dengan memilih item-item yang fungsi alat ukurnya selaras atau sesuai dengan fungsi ukur tes. Atau dengan kata lain, memilih item yang mengukur hal yang sama dengan yang diukur oleh tes sebagai keseluruhan (Azwar, 2007).

Pengujian daya beda aitem ini dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor pada setiap aitem dengan suatu kriteria yang relevan yaitu distribusi skor skala itu sendiri. Komputasi ini menghasilkan koefisien korelasi item total yang dapat dilakukan dengan menggunakan formula koefisien korelasi Pearson Product Moment (Azwar, 2007). Uji daya beda aitem ini akan dilakukan pada alat ukur yang dalam penelitian ini adalah skala penelitian postpurchase dissonance.

2. Uji Reliabilitas Alat Ukur

Reliabilitas menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran dengan alat tersebut dapat dipercaya (Azwar, 2007). Dari sejumlah aitem yang terpilih memiliki daya beda aitem yang tinggi dilakukan komputasi untuk memperoleh koefisien reliabilitas. Reliabilitas alat ukur yang dapat dilihat dari koefisien reliabilitas merupakan indikator konsistensi aitem-aitem tes dalam menjalankan fungsi ukurnya secara bersama-sama.

Uji reliabilitas alat ukur ini menggunakan pendekatan konsistensi internal yang mana prosedurnya hanya memerlukan satu kali penggunaan tes kepada sekelompok individu


(46)

sebagai subjek. Pendekatan ini dipandang ekonomis, praktis dan berefisiensi tinggi (Azwar, 2007). Teknik yang digunakan adalah teknik koefisien reliabilitas Alpha Cronbach.

Penghitungan daya beda aitem dan koefisien reliabilitas pada skala postpurchase dissonance dilakukan dengan menggunakan program SPSS version 16.0 for Windows. Dari hasil uji coba pada skala postpurchase dissonance oleh Ginting (2009) didapat corrected item-total correlation yang sahih bergerak dari rxx = 0.321 hingga rxx = 0.772 dengan nilai reliabilitas akhir terhadap aitem yang terseleksi sebesar 0.962.

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian 1. Tahap Persiapan Penelitian

Berikut akan dijabarkan tahap-tahap persiapakan yang dilakukan oleh peneliti yang terdiri dari:

1. Mencari informasi

Sebelum peneliti melakukan pengambilan data, terlebih dahulu peneliti melakukan observasi pendahuluan terhadap konsumen yang akan dijadikan subjek dalam penelitian.

2. Uji Coba Alat Ukur

Uji coba skala postpurchase dissonance dilakukan dengan menanyakan 6 orang subjek dengan tujuan melihat sejauh mana bahasa yang digunakan dapat dimengerti oleh subjek penelitian.

3. Revisi Alat Ukur

Setelah peneliti melakukan uji coba alat ukur pada beberapa subjek penelitian, peneliti mengubah beberapa kata yang subjek rasa membingungkan. Setelah itu, peneliti menanyakan kembali mengenai skala yang telah diperbaiki kepada


(47)

profesional dibidangnya (professional judgement). Kemudian skala ini dibentuk ke dalam booklet dan digunakan dalam mengambil data penelitian.

2. Pelaksanaan Penelitian

Setelah alat ukur diujicobakan dan sudah direvisi, maka akan dilaksanakan penelitian. Sebelum menyebarkan skala, peneliti mencari subjek penelitian yang sesuai dengan karakteristik yang telah ditentukan sebelumnya. Setelah mendapatkan subjek penelitian yang memenuhi karakteristik tersebut, kemudian skala diberikan kepada subjek tersebut dengan lebih dahulu memberikan petunjuk pengisian skala yang benar. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 200 orang konsumen yang pernah membeli produk dengan kondisi yang telah dipaparkan sebelumnya yaitu terdiri dari 100 orang konsumen yang melakukan pembelian online dan 100 orang yang melakukan pembelian secara offline.

Penelitian mulai dilaksanakan pada 21 Februari 2012 sampai dengan 11 Maret 2012. Penelitian menggunakan skala yang disebarkan secara online dan langsung. Dari 66 subjek yang mengisi secara online hanya 54 skala yang dapat diolah. Sedangkan melalui skala yang dibagikan secara langsung, dari 250 yang disebar hanya kembali 166 skala. Namun, atas pertimbangan kelengkapan data dan pengisian, maka hanya 146 skala yang dapat diolah.

3. Pengolahan Data Penelitian

Setelah diperoleh hasil skor postpurchase dissonance pada masing-masing subjek penelitian, maka pengolahan data dapat dilakukan dengan menggunakan aplikasi komputer

SPSS version 16.0 for windows.

G. Metode Analisa Data

Data dalam penelitian ini akan dianalisa dengan analisa statistik, yang dapat bekerja dengan angka-angka, bersifat objektif dan universal (Hadi, 2002). Analisa data yang


(48)

digunakan dalam penelitian ini adalah uji statistik t-test untuk melihat perbedaan

postpurchase dissonance ditinjau dari tipe pembelian yang dilakukan yaitu online dan offline. Sebelum dilakukan uji t-test, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi penelitian yang meliputi:

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data penelitian kedua variabel terdistribusi secara normal. Uji normalitas ini dilakukan dengan menggunakan uji one-sample Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan SPSS version 16.0. for Windows. Data dikatakan terdistribusi normal jika nilai ρ > 0,05.

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi dan sampel penelitian adalah homogen. Pengukuran homogenitas dilakukan dengan Anova dengan bantuan SPSS version 16.0 for Windows.


(49)

BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Bab ini akan menguraikan mengenai keseluruhan hasil penelitian, dari analisa data sampai pembahasan hasil sesuai dengan data yang diperoleh.

A. DESKRIPSI DATA PENELITIAN

Penelitian ini melibatkan sebanyak 200 orang konsumen yang pernah melakukan pembelian online ataupun offline, yang terdiri dari 100 konsumen yang melakukan pembelian

offline dan 100 konsumen yang melakukan pembelian online. Berdasarkan hal tersebut didapatkan gambaran subjek penelitian menurut jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, usia, pembelian dan rentang waktu dissonance.

1.1. Deskripsi Data Berdasarkan Jenis Kelamin Subjek Penelitian

Berdasarkan 200 subjek penelitian, 100 subjek yang melakukan pembelian offline

terdiri dari 63 orang perempuan (63%) dan 37 orang laki-laki (37%). Sedangkan 100 subjek penelitian yang melakukan pembelian online terdiri dari 82 orang perempuan (82%) dan 18 orang laki-laki (18%).

Tabel 2 Penyebaran Subjek yang Membeli Offline Berdasarkan Jenis Kelamin Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid perempuan 63 63.0 63.0 63.0

laki-laki 37 37.0 37.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Tabel 3 Penyebaran Subjek yang Membeli Online Berdasarkan Jenis Kelamin Frequency Percent Valid

Percent

Cumulative Percent

Valid Perempuan 82 82.0 82.0 82.0

Laki-laki 18 18.0 18.0 100.0


(1)

2. UJI HIPOTESA PENELITIAN

T-Test

Group Statistics

Jenis N Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

Offline Offline 100 26.91 4.264 .426

Online 100 31.02 5.560 .556

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances

t-test for Equality of Means

F Sig. t df Sig. (2-tailed)

Mean Differenc

e

Std. Error Differe nce

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper Offline Equal

variances assumed

1.948 .164 -5.866 198 .000 -4.110 .701 -5.492 -2.728

Equal variances not assumed

-5.866 185.53 5


(2)

3. DATA MENTAH HASIL PENELITIAN 1. Pada subjek yang melakukan pembelian online

No

Subjek/Aitem 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

1. 2 1 3 2 2 2 2 1 4 2 2 3 2 2 2

2. 1 1 1 2 2 1 1 1 1 1 1 2 3 2 2

3. 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2

4. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 3 2

5. 2 2 3 2 2 2 3 3 2 1 3 3 3 2 2

6. 1 2 1 1 1 2 2 1 2 2 2 3 2 2 1

7. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 1 2

8. 1 1 1 2 2 2 2 2 1 1 1 2 3 2 2

9. 2 2 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 3 3 3

10. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2

11. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2

12. 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2

13. 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 3 3 3 2 3

14. 1 3 1 3 2 2 3 1 2 1 3 3 2 3 3

15. 1 2 1 2 1 1 1 2 3 1 1 3 1 1 1

16. 1 3 2 2 2 3 3 2 2 3 3 3 3 2 2

17. 2 2 2 2 3 2 2 2 3 2 2 3 3 2 2

18. 2 2 3 2 3 2 2 2 3 3 3 3 3 2 2

19. 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 2

20. 1 1 2 1 1 1 2 1 3 1 1 2 1 1 1

21. 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 4 1 1 2

22. 3 4 3 2 3 2 1 1 2 2 3 3 4 1 2

23. 2 2 1 2 2 3 3 2 2 2 2 3 3 2 3

24. 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 2

25. 2 2 2 2 3 3 2 2 3 3 2 2 2 2 2

26. 2 2 2 2 2 3 2 2 3 2 2 3 3 3 3

27. 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2

28. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2

29. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

30. 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2

31. 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 3 3 2 3 2

32. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 4 2 3 4 2 2

33. 2 2 2 2 2 3 2 2 2 3 3 4 4 3 3

34. 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2

35. 1 2 3 4 4 1 3 1 2 1 1 3 1 2 2

36. 1 1 1 2 2 2 2 2 1 1 1 2 1 2 2

37. 2 2 2 2 2 2 3 2 2 3 3 2 2 2 2

38. 1 1 1 1 1 1 1 1 4 1 1 1 1 1 1

39. 1 1 1 2 2 2 2 2 2 1 1 2 1 2 2


(3)

41. 3 3 4 1 2 2 2 2 2 2 3 4 3 1 2

42. 2 2 3 3 1 2 3 1 1 2 2 3 2 2 2

43. 2 2 2 2 3 2 2 2 2 1 1 3 3 2 2

44. 1 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2

45. 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 3

46. 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 1

47. 1 1 4 1 1 3 3 3 2 2 2 2 2 3 3

48. 1 1 2 2 3 2 2 2 2 1 2 3 2 1 2

49. 1 1 1 2 2 2 2 1 1 1 1 1 3 1 1

50. 4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 4 1 1

51. 1 1 2 4 3 3 2 1 2 1 2 3 2 1 1

52. 2 1 1 2 2 2 1 1 1 4 1 4 3 2 2

53. 2 3 2 2 3 2 3 2 2 2 3 2 3 2 2

54. 2 2 1 3 4 1 1 3 3 3 3 3 1 3 3

55. 2 2 3 3 2 2 2 2 1 2 2 3 3 2 2

56. 2 3 2 2 2 4 3 3 3 3 3 2 4 4 3

57. 1 2 2 2 2 2 3 2 3 2 3 3 2 2 2

58. 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 2 2

59. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

60. 2 2 3 3 3 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3

61. 2 2 3 3 3 3 2 2 2 2 2 3 2 2 2

62. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 2

63. 2 2 1 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2

64. 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 1 2 2

65. 1 2 3 1 3 3 2 2 3 1 1 3 1 2 2

66. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

67. 1 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 3 2 3 2

68. 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 3 3 2 2

69. 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3

70. 1 2 2 2 2 1 2 1 2 2 1 3 2 1 2

71. 1 1 2 2 3 3 2 2 2 2 2 3 3 2 3

72. 1 1 2 2 2 2 3 2 2 2 2 3 3 1 2

73. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 2

74. 2 2 2 2 2 3 2 2 3 2 2 3 2 2 2

75. 2 2 2 2 2 1 1 1 2 2 2 3 4 2 2

76. 2 2 2 2 4 3 3 3 1 2 2 2 1 2 2

77. 1 2 2 2 2 2 2 2 3 2 1 3 2 1 2

78. 2 2 1 2 2 3 3 3 2 3 3 3 3 2 2

79. 1 2 2 2 2 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3

80. 1 2 2 2 2 2 2 2 4 2 2 2 2 2 2

81. 1 2 3 1 1 2 2 1 2 1 2 4 3 1 2

82. 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 3 3 2 2 1

83. 2 3 3 2 2 2 2 1 2 1 2 2 3 2 2

84. 1 1 2 1 1 2 1 1 1 2 2 3 3 2 2


(4)

86. 3 2 3 3 3 2 2 2 2 3 2 3 3 3 3

87. 1 2 3 3 3 1 3 1 1 1 1 2 2 2 2

88. 2 2 2 2 3 3 3 2 2 3 3 3 2 2 2

89. 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 2

90. 1 1 1 2 1 1 2 1 1 1 2 3 2 1 1

91. 2 2 2 1 1 2 2 1 1 2 2 3 3 1 1

92. 4 3 4 4 3 4 3 2 2 1 3 2 4 3 3

93. 1 2 2 2 3 1 2 2 2 1 3 3 2 2 1

94. 2 2 3 3 1 3 3 3 2 2 3 2 2 3 3

95. 2 2 2 2 2 2 2 1 2 1 2 2 2 1 2

96. 1 1 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 2 2

97. 1 1 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 2 2

98. 2 2 3 3 3 2 3 3 2 2 3 3 3 3 3

99. 2 3 3 2 3 2 2 1 1 4 2 3 4 3 3

100. 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 3 2 2

2. Pada subjek yang melakukan pembelian offline

No

Subjek/Aitem

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

1. 2 2 1 2 2 1 2 1 2 2 3 3 2 2 1

2. 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3

3. 2 2 2 1 2 1 2 2 1 2 1 2 2 1 2

4. 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

5. 1 1 1 2 2 2 2 2 1 1 1 1 2 2 2

6. 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

7. 1 2 1 2 2 2 2 2 2 1 2 2 1 2 2

8. 2 2 2 2 2 1 2 2 3 3 2 3 1 2 2

9. 1 2 2 2 2 2 1 2 1 2 2 2 2 2 2

10. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3

11. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 3

12. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2

13. 1 1 1 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 3 2

14. 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3

15. 2 2 2 2 2 1 1 2 3 2 2 3 1 2 2

16. 1 1 2 2 2 2 2 2 3 1 2 2 2 2 2

17. 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 2

18. 1 1 2 1 2 2 1 1 2 2 2 3 2 2 2

19. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3

20. 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 2 2 1 2

21. 2 2 2 3 3 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2

22. 2 2 2 3 3 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2


(5)

24. 1 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2

25. 1 1 1 2 3 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2

26. 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

27. 2 2 1 2 2 2 2 2 2 1 2 3 2 3 3

28. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

29. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 2

30. 1 1 1 2 2 2 2 2 3 1 1 3 2 2 2

31. 1 1 1 2 2 2 1 1 2 1 2 2 2 2 2

32. 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2

33. 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2

34. 2 2 2 2 2 1 1 1 2 2 2 3 2 1 1

35. 1 1 2 2 2 2 2 2 3 2 2 3 3 2 2

36. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 4 2 2 2

37. 1 1 2 1 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2

38. 2 2 3 2 3 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2

39. 2 2 3 1 1 2 1 1 2 2 2 2 2 1 1

40. 2 2 2 2 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 1

41. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 3

42. 1 1 1 1 1 2 2 2 2 1 1 2 2 2 2

43. 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

44. 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

45. 1 1 1 2 2 2 2 2 3 2 2 2 3 1 1

46. 1 1 1 2 2 2 2 2 3 2 2 2 3 1 1

47. 1 1 1 2 2 2 2 2 3 2 2 2 3 1 1

48. 1 1 1 2 2 2 2 2 3 2 2 2 3 1 1

49. 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2

50. 1 1 1 2 2 2 1 1 1 1 2 1 1 2 2

51. 1 1 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2

52. 2 2 4 1 1 2 2 1 1 2 2 2 2 1 1

53. 2 2 2 2 2 2 2 1 2 1 2 4 2 2 2

54. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

55. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2

56. 1 1 1 1 1 2 2 2 1 1 1 3 1 2 2

57. 2 1 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2

58. 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2

59. 1 1 1 2 4 1 1 1 1 1 2 2 1 1 1

60. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

61. 1 1 1 1 4 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1

62. 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 3 2 1 1

63. 1 1 2 2 2 1 1 1 3 2 1 2 3 2 2

64. 1 2 2 2 1 1 2 2 2 1 3 3 3 2 1

65. 1 1 3 2 3 2 2 2 2 3 2 2 3 1 1

66. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 1 1 1


(6)

68. 1 2 3 2 2 2 2 2 3 3 2 2 3 2 2

69. 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

70. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2

71. 1 1 1 1 1 1 1 1 4 1 1 1 1 1 1

72. 1 1 2 2 2 2 2 2 1 1 1 2 1 2 2

73. 1 1 1 1 2 2 3 1 1 1 3 2 1 3 1

74. 1 1 1 2 4 1 1 2 1 1 1 2 2 2 1

75. 1 1 1 2 2 1 1 2 1 1 1 1 1 2 2

76. 1 2 3 2 2 1 2 1 2 2 2 2 2 2 2

77. 1 1 2 2 2 2 1 1 4 4 2 2 2 2 2

78. 1 2 1 1 4 2 2 1 2 1 2 2 1 3 1

79. 1 1 2 2 2 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1

80. 1 1 1 2 2 2 2 2 1 2 2 2 1 1 2

81. 1 1 1 2 2 1 2 2 1 1 1 3 2 2 2

82. 1 2 2 2 2 3 1 3 2 3 1 3 3 3 3

83. 1 1 1 1 4 1 1 1 1 4 1 2 1 1 1

84. 2 2 3 2 2 2 2 1 2 2 2 3 2 2 1

85. 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 3 1 1

86. 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2

87. 1 1 1 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 2 2

88. 1 1 1 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 1 2

89. 1 1 1 2 1 2 2 2 1 1 1 1 1 3 3

90. 1 1 2 2 3 1 2 1 3 2 1 2 2 1 1

91. 1 1 1 2 2 2 1 1 1 1 1 1 2 2 2

92. 1 1 2 3 2 2 1 1 1 1 1 2 1 2 1

93. 1 2 3 2 2 2 1 1 1 1 1 3 1 1 2

94. 1 2 2 1 2 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1

95. 2 1 1 2 2 3 3 3 2 3 2 2 2 1 1

96. 2 2 2 1 1 1 2 1 2 1 1 2 2 1 1

97. 1 1 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 2 2

98. 1 1 1 2 2 2 2 1 1 1 2 3 1 2 2

99. 1 2 2 2 2 2 2 2 3 2 3 3 3 2 2