Proses  pembelajaran  matematika  dalam  penelitian  ini  mengacu  pada Kurikulum  Sekolah  Menengah  Pertama  Kelas  VIII  yang  memuat  standar
kompetensi memahami persamaan garis lurus.
2. Zone of Proximal Development
Vygotsky  berpendapat  mengenai  konsepnya  tentang  Zone  of  Proximal Development, yaitu:
“…the  zone  of  proximal  development.  It  is  the  distance  between  the actual  developmental  level  as  determined  by  independent  problem
solving  and  the  level  of  potential  development  as  determined  through problem  solving  under  adult  guidance,  or  in  collaboration  with  more
capable peers
.”. Menurutnya,  bahwa  zona  perkembangan  proksimal  ialah  jarak  antara
tingkat  perkembangan  aktual  yang  ditentukan  melalui  pemecahan  masalah secara  mandiri  dan  tingkat  perkembangan  potensial  ditentukan  melalui
pemecahan  masalah  di  bawah  bimbingan  orang  dewasa,  atau  bekerja  sama dengan  teman-teman  yang  lebih  mampu  Vygotsky.  1978:  86.  Jarak  antara
keduanya,  yaitu  tingkat  perkembangan  aktual  dan  tingkat  perkembangan potensial  ini  disebut  zona  perkembangan  proksimal  atau  yang  kita  kenal
dengan Zone of Proximal Development ZPD. Ilustrasi  konsep  Vygotsky  mengenai    ZPD  dikemukakan  oleh  Ibrahim
2012:91 disajikan dalam Gambar 2.1.
Area  yang  diarsir  menggambarkan  daerah  perkembangan  yang diperoleh  seseorang  apabila  belajar  sendiri  tanpa  bantuan  orang  lain.  ZPD
setiap  individu  selalu  berkembang  namun  tentu  perkembangan  tersebut  ada Gambar 2.1 Ilustrasi konsep ZPD
commit to user
keterbatasannya.  ZPD  bersifat  individual  sehingga  di  dalam  kelas  akan terdapat  ZPD  yang  bervariasi  dikarenakan  tingkat  kemampuan  peserta  didik
yang berbeda.
3. Scaffolding
Satu  ide  penting  dari  teori  Vygotsky  adalah  scaffolding.  Scaffolding merupakan  penyediaan  berbagai  jenis  dan  tingkatan  bantuan  oleh  pendidik
kepada peserta didik guna memfasilitasi anak agar mereka dapat memecahkan permasalahan  yang  dihadapinya  Budiningsih,  2008:  105.  Pemberian
bantuandukungan ini sejalan dengan pengertian ZPD dari Vygotsky. Dimana peserta  didik  yang  lebih  banyak  mengandalkan  pemberian  bantuan  dari
pendidik  untuk  mendapatkan  pemahaman  berada  di  luar  daerahnya  ZPD, sedangkan  peserta  didik  yang  terlepas  dari  bantuan  pendidik  berarti  telah
berada  dalam  daerahnya  ZPD.  Sedangkan  menurut  Van  de  Pol 2010:  274
menyatakan bahwa: “
scaffolding  is  construed  as  support  given  by  a  teacher  to  a  student when performing a task that the student might otherwise not be able to
accomplish. ”.
Scaffolding  yang  ditafsirkan  sebagai  dukungan  yang  diberikan  oleh pendidik  kepada  peserta  didik  ketika  melakukan  suatu  pekerjaantugas
dimana peserta didik dinyatakan mungkin tidak dapat mencapai.
Hal  ini,  menunjukkan  bahwa  pemberian  dukungan  bantuan  kepada peserta  didik  pada  saat  yang  tepat  akan  menciptakan  proses  pembelajaran
matematika menjadi lebih baik, hal ini tidak terlepas dari peserta didik  yang aktif dan pendidik hanya sebagai fasilitator. Pemberian scaffolding yang tidak
tepat  akan  menimbulkan  interferensi.  Seringkali  langsung  muncul  keinginan pendidik
untuk datang
membantu anak
menyelesaikan tugas
perkembangannya.  Dampaknya,  bantuan  akan  menginterferensi  proses pembelajaran peserta didik. Keinginan tersebut sesungguhnya hal yang wajar
dan  sering  terjadi,  karena  merupakan  ungkapan  kekhawatiran  pendidik terhadap  peserta  didik.  Namun,  sebenarnya  apabila  dengan  porsi  yang  tepat,
tidak  akan  menjadi  interferensi  dan  tidak  akan  merebut  peran  scaffolding perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
yang  lebih  dibutuhkan  anak.  Berdasarkan  hal  tersebut,  ini  sesuai  dengan pendapat  Walqui  2006:  165  yang  dipublikasikan  pada  jurnal  internasional
yang  berjudul  “Scaffolding  Instruction  for  English  Language  Learners:  A Conceptual Framework
”. Yang menyatakan bahwa: scaffolding  is  premised  upon  the  notion  of  handing  over  by  the
teacher  and  taking  over  by  the  student,  assistance  provided  should always be only „just enough‟ and „just in time‟. As the students are able
to  do  more  and  gradually  come  to  be  more  in  charge  of  their  own learning,  the  upper-level  macro  scaffolds  are  changed,  transformed,
restructured or dismantled. Scaffolding  didasarkan  pada  gagasan  menyerahkan  oleh  guru  dan
mengambil alih dari siswa, bantuan yang diberikan harus selalu hanya cukup  dan  tepat  pada  waktunya  . Sehingga siswa dapat berbuat  lebih
banyak  dan  secara  bertahap  untuk  menjadi  lebih  bertanggung  jawab atas  pembelajaran  mereka  sendiri,  tingkat  atas  makro  Scaffolding
berubah, direstrukturisasi atau dibongkar. Berdasarkan  beberapa  pengertian  tersebut  dapat  disimpulkan  bahwa
Scaffolding adalah pemberian bantuan oleh pendidik kepada peserta didik di saat  mengalami  kesulitan  pada  proses  pembelajaran  dan  menghentikan
bantuan tersebut dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengambil  alih  tanggung  jawab  setelah  peserta  didik  mampu  untuk
menyelesaikan permasalahan
sehingga dapat
mencapai tujuannya.
Dengan  demikian  dalam  penelitian  ini,  proses  scaffolding  dapat  diartikan sebagai  serangkaian  proses  pemberian  bantuan  yang  dapat  berupa  isyarat-
isyarat,  petunjuk,  peringatan-peringatan,  dorongan,  menguraikan  masalah  ke dalam  langkah-langkah  pemecahan  sehingga  peserta  didik  dapat  mencapai
tujuannya.
4. Tujuan dan Karakteristik Scaffolding