TESIS ahyu Nofiansyah
ANALISIS PROSES SCAFFOLDING PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI KELAS VIII SMP NEGERI 4 KARANGANYAR
TAHUN PELAJARAN 2013/2014
TESIS
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh
WAHYU NOFIANSYAH S851202055
PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2015 commit to user
(2)
ii
(3)
iii
(4)
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS
Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa:
1. Tesis yang berjudul: “ANALISIS PROSES SCAFFOLDING PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI KELAS VIII SMP NEGERI 4 KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2013/2014” ini adalah karya penelitian saya sendiri dan bebas plagiat, serta tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis digunakan sebagai acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber acuan serta daftar pustaka. Apabila ini dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (permendiknas No. 17, tahun 2010)
2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author dan Program Pascasarjana Kependidikan FKIP UNS sebagai institusinya. Apabila dalam waktu sekurang-kurangnya satu semester (enam bulan sejak pengesahan Tesis) saya tidak melakukan publikasi dari sebagian atau keseluruhan Tesis ini, maka Prodi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Kependidikan FKIP UNS berhak mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Prodi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Kependidikan FKIP UNS. Apabila saya melakukan pelanggaran dari ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia mendapatkan sanksi akademik yang berlaku.
Surakarta, 6 Agustus 2015 Mahasiswa,
Wahyu Nofiansyah S851202055
iii
(5)
MOTO
“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga
mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”. (QS. Ar-Ra’d : 11)
”Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”
(Q.S. Al Insyiraah : 6)
“Penyesalan tidak ada yang datang didepan, bahagia akan kamu dapat
saat kamu memperbaiki kesalahan yang telah membuatmu menyesal” (Nasehat Orang tua)
v
(6)
PERSEMBAHAN
Karya sederhana ini saya persembahkan kepada:
Ibu tercinta, sebagai wujud bakti saya atas kasih sayang dan doa yang selalu diberikan.
Kakak tercinta, atas doa dan dukungan yang selalu diberikan.
Sahabat-sahabatku tercinta atas motivasi dan dukungannya.
vi commit to user
(7)
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penulis ucapkan karena atas limpahan rahmat dan karunia Allah SWT, serta atas izin-Nya tesis ini dapat terselesaikan. Tesis
dengan judul “ANALISIS PROSES SCAFFOLDING PADA
PEMBELAJARAN MATEMATIKA DIKELAS VIII SMP NEGERI 4 KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2013/2014”. Tesis ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Sebelas Maret.
Dalam penyusunan tesis ini, penulis banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Joko Nurkamto, M.Pd., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan rekomendasi penelitian.
2. Dr. Mardiyana, M.Si., Kepala Program Studi Magister Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Kependidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret.
3. Dr. Imam Sujadi, M.Si., Dosen Pembimbing I yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis dengan penuh kesungguhan dan kesabaran hingga penyusunan tesis ini selesai.
4. Prof. Drs. Tri Atmojo Kusmayadi, M.Sc., Ph.D., Dosen Pembimbing II yang telah dengan sabar dan penuh rasa tanggung jawab memberikan pengarahan dan semangat kepada penulis dalam penyusunan tesis ini.
5. Seluruh Dosen Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Kependidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bimbingan dan ilmu yang bermanfaat kepada penulis.
6. Larno, S.Pd., MM., Kepala SMP Negeri 4 Karanganyar, yang telah memberikan ijin untuk terlaksananya penelitian ini.
vii
(8)
7. Adif Muchtar, S.Pd., Pendidik matematika kelas VIII SMP Negeri 4 Karanganyar, yang telah membantu penulis.
8. Teman-teman Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Kependidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dari semua angkatan, atas bantuan dan motivasi yang diberikan kepada penulis.
9. Semua pihak yang telah mendukung dan membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
Penulis berharap semoga bantuan dan motivasi yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT, dan tesis ini dapat bermanfaat untuk semua khususnya dalam bidang pendidikan.
Surakarta, 6 Agustus 2015
Penulis
viii
(9)
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iii
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS ... iv
MOTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
ABSTRAK ... xv
ABSTRACT ... xvii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A.Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C.Tujuan Penelitian ... 7
D.Manfaat Penelitian ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9
A.Kajian Teori ... 9
1. Proses Pembelajaran Matematika ... 9
a. Pengertian Pembelajaran ... 9
b. Pengertian Matematika ... 11
2. Zone of Proximal Development ... 13
3. Scaffolding ... 14
4. Tujuan dan Karakteristik Scaffolding ... 15
5. Proses Scaffoding pada Pembelajaran Matematika ... 17
6. Pengetahuan Konseptual dan Prosedural ... 20
ix
(10)
7. Proses Pelaksanaan Pembelajaran ... 22
B. Penelitian yang Relevan ... 25
C.Kerangka Berpikir ... 27
BAB III METODE PENELITIAN ... 30
A.Tempat dan Waktu Penelitian ... 30
B. Pendekatan Penelitian ... 31
C.Subjek Penelitian ... 31
D.Data dan Sumber Data ... 31
E. Teknik Sampling ... 32
F. Teknik Pengumpulan Data ... 32
G.Instrumen Penelitian ... 34
H.Teknik Keabsahan Data ... 34
I. Teknik Analisis Data ... 35
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 38
A.Hasil Penelitian ... 38
1. Prosedur Pengumpulan Data ... 38
2. Hasil Analisis Data ... 39
a. Data Proses Scaffolding yang diberikan Pendidik pada Pembelajaran Matematika untuk Pengetahuan Konseptual ... 40
b. Data Proses Scaffolding yang diberikan Pendidik pada Pembelajaran Matematika untuk Pengetahuan Prosedural ... 64
B. Pembahasan ... 97
1. Data Proses Scaffolding yang Diberikan Pendidik pada Pembelajaran Persamaan Garis Lurus untuk Pengetahuan Konseptual ... 97
2. Data Proses Scaffolding yang Diberikan Pendidik pada Pembelajaran Persamaan Garis Lurus untuk Pengetahuan Konseptual ... 98
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ... 101
A.Simpulan ... 101
B. Implikasi ... 101
x
(11)
C.Saran ... 102 DAFTAR PUSTAKA ... 104 LAMPIRAN
xi
(12)
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Halaman Gambar 2.1 Ilustrasi Konsep ZPD ... 13 Gambar 2.1 Diagram Alur Penelitian ... 29 Gambar 4.1 Salah satu contoh menggambar grafik persamaan garis lurus
yang belum tepat... 41 Gambar 4.2 Pertanyaan pendidik titik perpotongan antara sumbu x dan y .. 48 Gambar 4.3 Kesalahan Pd mensubstitusikan titik koordinat ke rumus
untuk mencari gradien garis ... 50 Gambar 4.4 Kesalahan Pd mengubah bentuk persamaan... 56 Gambar 4.5 Pendidik menunjukkan konsep operasi hitung bentuk aljabar
sifatpengurangan kedua ruas dan sifat mengalikan kedua ruas persamaan dengan menggunakan contoh sederhana ... 57 Gambar 4.6 Kesalahan Pd mengubah bentuk persamaan... 59 Gambar 4.7 Pendidik menyajikan konsep hitung bentuk aljabar sifat
pengurangan kedua ruas persamaan dari soal ... 59 Gambar 4.8 Pertanyaan pendidik mencari titik koordinat A ... 71 Gambar 4.9 Penugasan pendidik untuk menyelesaiakan soal dibuku paket 74 Gambar 4.10 Kesulitan Pd menyelesaikan menentukan gradien garis ... 80 Gambar 4.11 Pendidik menugasi Pd untuk maju kedepan memperhatikan
penjelasan pendidik ... 81 Gambar 4.12 Kesalahan hitung bentuk aljabar sifat distributif perkalian
terhadap penjumlahan oleh Pd... 86 Gambar 4.13 Kesalahan operasi hitung bilangan bulat negatif ... 88 Gambar 4.14 Kesalahan operasi hitung bentuk aljabar ... 91
xii
(13)
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman Tabel 4.1 Data proses scaffolding yang diberikan pendidik pada
pembelajaran persamaan garis lurus untuk pengetahuan konseptual disetiap observasi ... 63 Tabel 4.2 Data proses scaffolding yang diberikan pendidik pada
pembelajaran persamaan garis lurus untuk pengetahuan konseptual ... 64 Tabel 4.3 Data proses scaffolding yang diberikan pendidik pada
pembelajaran persamaan garis lurus untuk pengetahuan prosedural disetiap observasi ... 95 Tabel 4.4 Data proses scaffolding yang diberikan pendidik pada
pembelajaran persamaan garis lurus untuk pengetahuan prosedural ... 96
xiii
(14)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul Halaman
Lampiran 1. Transkipsi Kegiatan Proses Pembelajaran Pertemuan 1 ... 108
Lampiran 2. Transkipsi Kegiatan Proses Pembelajaran Pertemuan 2 ... 118
Lampiran 3. Transkipsi Kegiatan Proses Pembelajaran Pertemuan 3 ... 130
Lampiran 4. Transkipsi Kegiatan Proses Pembelajaran Pertemuan 4 ... 146
Lampiran 5. Daftar Pertanyaan untuk Pendidik Pertemuan 1 ... 158
Lampiran 6. Daftar Pertanyaan untuk Pendidik Pertemuan 2 ... 160
Lampiran 7. Daftar Pertanyaan untuk Pendidik Pertemuan 3 ... 162
Lampiran 8. Daftar Pertanyaan untuk Pendidik Pertemuan 4 ... 164
Lampiran 9. Transkipsi Wawancara dengan Pendidik Pertemuan 1 ... 166
Lampiran 10. Transkipsi Wawancara dengan Pendidik Pertemuan 2 ... 170
Lampiran 11. Transkipsi Wawancara dengan Pendidik Pertemuan 3 ... 175
Lampiran 12. Transkipsi Wawancara dengan Pendidik Pertemuan 4... 180
Lampiran 13. Daftar Pertanyaan untuk Peserta Didik Pertemuan 1 ... 184
Lampiran 14. Daftar Pertanyaan untuk Peserta Didik Pertemuan 2 ... 186
Lampiran 15. Daftar Pertanyaan untuk Peserta Didik Pertemuan 3 ... 188
Lampiran 16. Daftar Pertanyaan untuk Peserta Didik Pertemuan 4 ... 190
Lampiran 17. Transkipsi Wawancara dengan Peserta Didik Pertemuan 1 ... 192
Lampiran 18. Transkipsi Wawancara dengan Peserta Didik Pertemuan 2 ... 199
Lampiran 19. Transkipsi Wawancara dengan Peserta Didik Pertemuan 3 ... 208
Lampiran 20. Transkipsi Wawancara dengan Peserta Didik Pertemuan 4 ... 218
Lampiran 21. Catatan Lapangan Pertemuan 1 ... 222
Lampiran 22. Catatan Lapangan Pertemuan 2 ... 226
Lampiran 23. Catatan Lapangan Pertemuan 3 ... 230
Lampiran 24. Catatan Lapangan Pertemuan 4 ... 236
Lampiran 25. Lembar Observasi ... 239
Lampiran 26. Surat ijin pra penelitian dari PPs UNS ... 250
Lampiran 27. Surat keterangan telah melaksanakan penelitian di SMP Negeri 4 Karanganyar ... 252
xiv
(15)
Wahyu Nofiansyah. S851202055. 2015. Analisis Proses Scaffolding pada Pembelajaran Matematika Di kelas VIII SMP Negeri 4 Karanganyar Tahun Pelajaran 2013/2014. TESIS. Pembimbing I: Dr. Imam Sujadi, M.Si, II: Prof. Drs. Tri Atmojo Kusmayadi, M.Sc., Ph.D. Program Studi Pendidikan Matematika, Program Pascasarjana, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses scaffolding pada pembelajaran matematika materi pokok persamaan garis lurus di kelas VIII SMP Negeri 4 Karanganyar tahun pelajaran 2013/2014 untuk pengetahuan konseptual dan untuk pengetahuan prosedural. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Subjek utama dalam penelitian ini adalah satu orang pendidik matematika kelas VIII SMP Negeri 4 Karanganyar. Subjek bantu dalam penelitian ini adalah peserta didik yang menerima scaffolding oleh pendidik pada proses pembelajaran. Pemilihan subjek dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Data utama dalam penelitian ini adalah proses scaffolding yang diberikan pendidik pada proses pembelajaran. Data pendukung berupa hasil wawancara terhadap subjek utama dan subjek bantu. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan observasi partisipasif pasif dengan merekam menggunakan alat perekam berupa handycam yang dilakukan sebanyak 4 kali. Dari 4 rekaman tersebut selanjutnya dianalisis secara mendalam. Pengambilan data pendukung dilakukan dengan melakukan wawancara tak terstruktur yang direkam menggunakan alat perekam handycam. Penelitian ini mengikuti tiga tahapan analisis data kualitatif yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Dalam penelitian ini teknik keabsahan data menggunakan triangulasi teknik, yaitu untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan instrumen yang berbeda.
Hasil penelitian menunjukkan sebagai berikut. Proses scaffolding pada kegiatan pembelajaran materi persamaan garis lurus untuk pengetahuan konseptual yang diberikan oleh pendidik ialah mengarahkan pekerjaan peserta didik, dan menyajikan rincian dengan jelas dan mengurangi kebingungan peserta didik merupakan proses scaffolding yang sering diberikan oleh pendidik, sedangkan untuk menyajikan pertanyaan mengarahkan, mengevaluasi hasil pekerjaan untuk mengklarifikasi kebenarannya, dan menyajikan penjelasan berupa penyampaian informasi merupakan proses scaffolding yang hanya sesekali diberikan oleh pendidik. Proses scaffolding pada kegiatan pembelajaran materi persamaan garis lurus untuk pengetahuan prosedural yang diberikan oleh pendidik ialah menyajikan penjelasan berupa penyampaian informasi, dan menyajikan pertanyaan mengarahkan merupakan proses scaffolding yang sering diberikan pendidik, sedangkan untuk mengarahkan peserta didik terhadap referensi, mengarahkan pekerjaan peserta didik, melibatkan partisipasi peserta didik, menyajikan rincian dengan jelas dan mengurangi kebingungan peserta didik, dan mengevaluasi hasil
xv
(16)
pekerjaan untuk mengklarifikasi kebenarannya merupakan karakteristik scaffolding yang hanya sesekali diberikan pendidik.
Kata kunci : scaffolding, pengetahuan konseptual, pengetahuan prosedural
xvi
(17)
Wahyu Nofiansay. S851202055. 2015. Analysis of Scaffolding Process in Mathematics Learning at Grade VIII Junior High School Number 4 in Karanganyar Regency in The Academic Year of 2013/2014. Thesis. First Counselor: Dr. Imam Sujadi, M.Si, Second Counselor: Prof. Drs. Tri Atmojo Kusmayadi, M.Sc., Ph.D. Mathematics Education Study Program, Faculty of Teacher Training and Education, Sebelas Maret University, Surakarta.
ABSTRACT
This research was aimed to describe scaffolding process in mathematics learning in the learning material of straight line equation at grade VIII Junior High School Number 4 in Karanganyar Regency in the Academic Year of 2013/2014 for conceptual and procedural knowledge. This research was a descriptive qualitative research.
The main subject of this research was a mathematics teacher grade VIII Junior High School Number 4 in Karanganyar Regency. Meanwhile, the minor subject in this research was students getting scaffolding from teachers in the learning process. The selection of research subject was by purpossive sampling technique. The main data of this research was scaffolding process given by teacher in the learning process. Support data was interview result towards main and minor subjects. In this research, researcher used passive participation observation recorded by handycam that was done four times. From that recorded will be analyzed deeply. The support data taking was done by not structured interview recorded by using handycam. In this research, researcher was followed three steps of qualitative data analysis namely, the reduction of the data, the presentation of data, and the withdrawal of conclusion. In this research, the data validity technique was triangulation technique used to test the data credibility by checking the data with the same sources and the different instrument.
The result of research showed as follows: 1) The scaffolding process of learning activities in the learning material of straight line equation for conceptual knowledge that given by teacher was to keep students on task, and provide clear direction and reduce students confusion. It was scaffolding process given often by teachers. While the scaffolding process given occasionally by teachers was presenting the conducting questions, clarifies expectations and incorporates assessment, and presented the information clearly. 2) The scaffolding process of learning activities in the learning material of straight line equation for procedural knowledge given by teachers was to present the information clearly and present the conducting questions. It was scaffolding process given often by teachers. While the scaffolding process given occasionally by teachers was directed students against reference, keeps students on task, involved student‟s participation, provides clear direction and reduces students confusion, and clarifies expectations and incorporates assessment.
Keywords: scaffolding, conceptual knowledge, procedural knowledge
xvii
(18)
1
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting bagi kelangsungan kehidupan manusia. Berawal dari kesuksesan di bidang pendidikan suatu bangsa menjadi maju dan berkembang. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab I Pasal 1 ayat (1) menegaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Pendidikan yang mampu mendukung pembangunan di masa mendatang adalah pendidikan yang mampu mengembangkant potensi peserta didik, sehingga yang bersangkutan mampu menghadapi dan memecahkan problema kehidupan yang dihadapi (Trianto, 2010: 1). Sistem pendidikan nasional senantiasa dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan yang terjadi. Salah satu komponen penting dari sistem pendidikan adalah kurikulum, karena kurikulum merupakan komponen pendidikan yang dijadikan acuan oleh setiap satuan pendidikan, baik oleh pengelola maupun penyelenggara khususnya oleh pendidik dan kepala sekolah (Mulyasa, 2011: 4). Pembelajaran di Indonesia ini masih ada yang berpegang pada kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP).
KTSP merupakan kurikulum yang proses pembelajarannya lebih berpusat pada peserta didik dan pendidik hanya sebagai fasilitator. Kurikulum ini ialah hasil dari penyempurnaan yang berkelanjutan dan berkala dari kurikulum yang sebelumnya guna mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Proses pembelajaran pada kurikulum ini berpusat pada peserta didik dan pendidik hanya sebagai fasilitator. Pembelajaran yang menuntut pendidik tidak commit to user
(19)
lagi hanya mentransfer ilmu pengetahuan, tetapi peserta didik sendiri yang harus membangun pengetahuannya. Peserta didik harus mengkonstruksi pengetahuan sendiri dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Sesuai dengan konstruktivisme, peserta didik dibiasakan untuk memunculkan ide-ide baru, memecahkan masalah dan menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya. Adapun salah satu kriteria suatu proses pembelajaran dikatakan berhasil yaitu apabila peserta didik mencapai tujuan yang telah ditentukan (Oemar Hamalik, 2008: 75). Demikian pula pada proses pembelajaran matematika akan lebih baik apabila peserta didik berperan aktif dan peserta didik ditempatkan sebagai subyek pembelajaran serta pendidik sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran. Keberhasilan kegiatan belajar mengajar pada pembelajaran matematika dapat diukur dari keberhasilan peserta didik dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Keberhasilan itu dapat dilihat dari pemahaman peserta didik, penguasaan materi serta hasil belajar peserta didik pada proses pembelajaran tersebut.
Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah. Matematika memiliki karakteristik yang berbeda dengan mata pelajaran yang lain, dimana pada dasarnya obyek matematika adalah abstrak (Herry Sukarman. 2002: 9), sehingga peserta didik tak jarang menemui permasalahan dalam memahami suatu materi pada pembelajaran matematika. Peserta didik umumnya memiliki pengetahuan awal yang berbeda-beda sehingga permasalahan yang dihadapi setiap peserta didik tidaklah selalu sama. Retno Dewi Tanjung dkk (2012) mengatakan bahwa kesulitan belajar tidak hanya dialami oleh peserta didik yang berkemampuan di bawah rata-rata, tetapi bisa juga dialami oleh peserta didik dengan tingkat kemampuan yang lain.
Pengetahuan matematika yang dimiliki peserta didik merupakan bagian dari kemampuan berpikir matematis yang berperan penting dalam pemecahan masalah. Proses pembelajaran matematika terdapat keterkaitan antara pengetahuan konseptual dan prosedural. Sebagaimana penjelasan dari tujuan mata pelajaran matematika, memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep (pengetahuan konseptual) dan mengaplikasikan commit to user
(20)
konsep atau algoritma (pengetahuan prosedural), secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
Johnson et al (2001) menjelaskan bahwa hubungan antara pengetahuan konseptual dan pengetahuan prosedural adalah berlaku secara timbal balik. Peningkatan pengetahuan prosedural akan mendorong peningkatan pengetahuan konseptual dan sebaliknya. Pengetahuan konseptual dan prosedural ini dibangun secara pengulangan (iteratively) dan juga saling bergantungan antara satu sama lain (hand-over-hand process). Berdasarkan uraian tersebut tampak bahwa terdapat hal yang hendaknya menjadi pusat perhatian pendidik, yaitu kemampuan atau keterampilan pemecahan masalah perlu dilatihkan dengan perencanaan pengajaran yang tepat ataupun pemberian bantuan belajar yang memadai dari pendidik.
Sebagai seorang pendidik, mengenali permasalahan yang dihadapi oleh peserta didik sudah menjadi kewajiban dan kemudian menjadikan permasalahan ini sebagai fokus dari perhatian selama proses pembelajaran. Permasalahan pada pembelajaran matematika apabila diabaikan, maka dapat menghambat perkembangan intelektual peserta didik dalam mencapai tujuannya. Dampaknya kemudian timbulah pemikiran pada diri peserta didik bahwa pelajaran matematika itu sulit sehingga dapat berpengaruh terhadap rendahnya hasil belajar peserta didik. Indikator rendahnya hasil belajar matematika salah satunya dapat dilihat dari daya serap setiap pokok bahasan pada mata pelajaran matematika di sekolah.
Kesulitan yang dialami peserta didik dalam memecahkan masalah tidak berarti peserta didik tersebut belum bisa menyelesaikannya, tetapi bisa saja dikarenakan peserta didik belum bisa mengetahui atau mengenali permasalahan yang ia terima pada proses pembelajaran matematika. Selain itu, kesulitan peserta didik dapat terlihat ketika peserta didik melakukan kesalahan saat melakukan proses pemecahan masalah matematika. Hal ini terkadang pendidik belum menyadari bahwa permasalahan yang dihadapi peserta didik tersebut disebabkan oleh kurangnya peran pendidik di dalam proses pembelajaran matematika. Selain itu juga, tak jarang pemberian bantuan yang diberikan commit to user
(21)
pendidik belum memperhatikan letak kesulitan peserta didik. Menurut Anghileri (2006: 50), pendidik yang efektif jika mereka mampu memberikan bantuan ke peserta didik dengan berbagai pendekatan dalam pembelajaran yang mendorong keterlibatan aktif. Hal ini keaktifan peserta didik pada proses pembelajaran matematika sangat diperlukan, baik dalam bertanya apabila menemui kesulitan dalam memecahkan masalah, sehingga memudahkan pendidik untuk memberikan bantuan yang tepat kepada peserta didik tersebut.
Pemberian bantuan yang tepat dan jelas bagi peserta didik ialah di saat anak melakukan kesalahan yang menyebabkan kesulitan dalam menyelesaikan permasalahannya, sehingga peserta didik dapat mencapai tingkat pengembangan potensi dalam memahami dan membangun pengetahuan matematika (Tedy Machmud. 2011). Namun pemberian ini tidak lantas menghilangkan keikutsertaan peserta didik untuk menyelesaikan permasalahannya, tetapi tetap memberikan kesempatan untuk terlibat dengan proses yang terjadi. Sebab menurut Bikmaz et al (2010: 34), mengundang atau mengajak partisipasi peserta didik dengan memberikan kesempatan untuk mengisi atau membuat keputusan mengenai langkah-langkah dalam memilih bagian yang mereka tahu atau mengerti untuk menyelesaikan permasalahannya merupakan salah satu pemberian bantuan yang umum dilakukan oleh pendidik. Pemberian bantuan ini yakni ketika peserta didik merasa kesulitan dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi atau yang disebut dengan teknik scaffolding.
Teknik scaffolding merupakan ide penting dari Vygotsky, dimana pemberian bantuan oleh pendidik kepada peserta didik pada proses pembelajaran di saat yang tepat dan menghentikan bantuan tersebut dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengambil alih tanggung jawab setelah peserta didik mampu untuk menyelesaikan permasalahan sehingga dapat mencapai tujuannya. Scaffolding yang dilakukan oleh pendidik dapat memberikan instruksi akademis kepada peserta didik yang membutuhkan untuk mengembangkan konseptual pada anak dan dapat membantu proses pembelajaran (Walqui. 2006). Pendidik hanya membantu proses pemberian commit to user
(22)
bantuan dengan berbagai pendekatan sehingga hal yang demikian dapat mendorong keterlibatan aktif peserta didik. Selanjutnya peserta didik tidak akan merasa terganggu dan merasa diabaikan.
Peneliti melakukan pengamatan awal untuk memperoleh informasi bagaimana proses scaffolding pada pembelajaran matematika. Pengamatan awal tersebut peneliti lakukan di SMP Negeri 5 Karanganyar pada kelas VIII pada materi faktorisasi suku aljabar. Alasan peneliti memilih SMP tersebut sebagai pengamatan awal karena pendidik sudah memiliki pengalaman mengajar cukup lama, telah tersertifikasi dan pendidik mampu mengkomunikasikan apa saja yang dilakukan dalam proses scaffolding pada pembelajaran matematika, sebab menurut Speer (2009) pengetahuan yang dimiliki pendidik yang berpengalaman maupun belum akan memberikan teknik scaffolding yang berbeda dalam diskusi kelas. Daya serap untuk persentase penguasaan materi tersebut masih berada di bawah tingkat Kabupaten/Kota, tingkat propinsi dan tingkat Nasional.
Hasil yang diperoleh dari pengamatan tersebut ialah pendidik telah memberikan scaffolding pada saat peserta didik mengalami kesulitan baik dalam penjelasan konsep maupun pada bagaimana penyelesaian-penyelesaian soal tersebut. Namun cenderung lebih sering memberikan bantuan secara langsung dalam memecahkan suatu masalah. Dalam hal ini pendidik lebih banyak memberikan bantuan dengan mengarahkan pekerjaan atau tugas peserta didik. Namun di saat anak sudah mampu untuk mencapai tujuannya, terkadang tak jarang bantuan oleh pendidik masih berlangsung sehingga menyebabkan peserta didik dalam meningkatkan kemampuannya kurang optimal. Selanjutnya dari mengklarifikasi kebenaran hasil pekerjaan peserta didik, pendidik lebih sering dengan langsung memberikan standar kebenaran akan suatu pekerjaan dan sedikit menunjukkan perbedaan antara pekerjaan anak dengan standar kebenaran secara jelas. Hal ini belum sesuai dengan proses scaffolding itu sendiri. Bahwa setelah peserta didik memperoleh pemahaman yang cukup dan benar maka scaffolding makin lama dikurangi bahkan dihilangkan sama sekali (Ary Woro Kurniasih. 2012: 118-119). Selain itu juga commit to user scaffolding merupakan
(23)
salah satu strategi pengajaran yang dapat meningkatkan pembelajaran dalam matematika dan membantu menerapkan pendekatan konstruktivis untuk mengajar matematika di kelas. Ini membantu dalam membangun konsep-konsep matematika dan keterampilan berpikir. Hal ini sangat membantu dalam meningkatkan tingkat rasa percaya diri bagi peserta didik yang berprestasi rendah dalam pembelajaran matematika (Muhammad Akhtar. 2014:77).
Setelah melakukan pengamatan awal, peneliti kemudian tertarik untuk menganalisis proses scaffolding pada pembelajaran matematika di kelas VIII SMP Negeri 4 Karanganyar untuk pengetahuan konseptual dan prosedural, dengan batasan pada materi persamaan garis lurus. Hal ini berdasarkan karakteristik tingkat sekolah yang sama tetapi dengan tingkat rank yang berbeda dan pendidik mata pelajaran matematika juga telah mengetahui tentang scaffolding. Data serapan hasil UN tahun 2012 jenjang SMP mata ujian matematika di Kabupaten Karanganyar menunjukkan bahwa pada materi pokok bahasan menentukan gradien, persamaan garis, atau grafiknya tergolong rendah dibandingkan dengan materi lain. Hasil UN di SMP Negeri 4 Karanganyar menunjukkan daya serap pada materi tersebut tergolong rendah. Persentase penguasaan materi soal untuk rata-rata pada tingkat sekolah sebesar 45.79, pada tingkat Kabupaten/Kota sebesar 52.55, pada tingkat propinsi sebesar 59.08, dan pada tingkat Nasional sebesar 75.58
(Sumber data :http://litbang.kemdikbud.go.id/hasilun/index.php/serapan smp). Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini penting dilakukan karena dampak scaffolding yang tidak tepat kepada peserta didik pada kegiatan proses pembelajaran dalam mengenali dan memahami permasalahan yang dihadapi peserta didik maka akan menghambat perkembangan intelektual peserta didik dalam mencapai tujuannya. Oleh karena itu, maka tujuan penelitian ini ialah mendeskripsikan proses scaffolding pada pembelajaran matematika materi pokok persamaan garis lurus di kelas VIII SMP Negeri 4 Karanganyar tahun pelajaran 2013/2014 untuk pengetahuan konseptual dan prosedural.
(24)
B.Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana proses scaffolding pada pembelajaran matematika materi pokok persamaan garis lurus di kelas VIII SMP Negeri 4 Karanganyar tahun pelajaran 2013/2014 untuk pengetahuan konseptual?
2. Bagaimana proses scaffolding pada pembelajaran matematika materi pokok persamaan garis lurus di kelas VIII SMP Negeri 4 Karanganyar tahun pelajaran 2013/2014 untuk pengetahuan prosedural?
C.Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang akan dicapai dari
penelitian ini ialah:
1. Mendeskripsikan proses scaffolding pada pembelajaran matematika materi pokok persamaan garis lurus di kelas VIII SMP Negeri 4 Karanganyar tahun pelajaran 2013/2014 untuk pengetahuan konseptual.
2. Mendeskripsikan proses scaffolding pada pembelajaran matematika materi pokok persamaan garis lurus di kelas VIII SMP Negeri 4 Karanganyar tahun pelajaran 2013/2014 untuk pengetahuan prosedural.
D.Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis
Hasil penilitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang proses scaffolding pada pembelajaran matematika untuk pengetahuan konseptual dan prosedural. Selanjutnya memberikan masukan kepada para peneliti lain yang akan melaksanakan penelitian yang berkenaan dengan teknik scaffolding padapembelajaran untuk pengetahuan konseptual dan prosedural.
(25)
2. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pendidik dan pihak-pihak lain yang berkenaan dengan proses pembelajaran, diantaranya:
a. Bagi pendidik, dapat memberikan informasi pendidik, memperbaiki proses scaffolding pada pembelajaran matematika untuk pengetahuan konseptual dan prosedural.
b. Bagi calon pendidik, dapat memberikan informasi bagaimana proses scaffolding yang tepat pada pembelajaran matematika untuk pengetahuan konseptual dan prosedural.
(26)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Proses Pembelajaran Matematika a. Pengertian Pembelajaran
Menurut kaum konstruktivis, belajar merupakan proses aktif pelajar mengkonstruksiksi arti entah teks, dialog, pengalaman fisis, dan lain-lain. Belajar juga merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai seseorang sehingga pengertiannya dikembangkan (Paul Suparno, 2012: 61).
Menurut Jerome Bruner dalam Ibrahim (2012: 81) bahwa belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar informasi yang diberikan kepada dirinya. Perkembangan intelektual manusia tergantung pada sejauhmana manusia berinteraksi dengan lingkungannya yang melibatkan kategori-kategori yang dibutuhkan bagi pemfungsian schemata manusia.
Pentingnya interaksi sosial dalam proses belajar ini dikemukakan oleh Vygotsky dalam (Trianto, 2010: 19) ia berpendapat bahwa belajar adalah proses sosial konstruksi yang dihubungkan oleh bahasa dan interaksi sosial. Perspeksi ini memandang bahwa membahasakan matematika dalam kehidupan sehari-hari dan sebaliknya menginterpretasikan kehidupan sehari-hari dalam matematika adalah suatu yang sangat penting.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses aktif mengkonstruksi pengetahuan peserta didik dimana konstruksi dilakukan baik secara pribadi maupun sosial untuk memperoleh informasi-informasi baru.
9
(27)
Dalam kamus bahasa indonesia (2001: 899) didefinisikan proses adalah runtutan perubahan (peristiwa) dalam perkembangan sesuatu. Menurut Iif Khoiru Ahmadi dkk (2011) proses adalah serangkaian perubahan gerakan-gerakan perkembangan. Suatu proses dapat juga merupakan suatu cara melaksanakan kegiatan operasional. Dari uraian-uaraian tersebut dapat disimpulkan bahwa proses adalah urutan langkah-langkah melaksanakan kegiatan operasional dari awal sampai akhir.
Konsep dasar pembelajaran dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab I Pasal 1
ayat (20) menegaskan bahwa “Pembelajaran adalah proses interaksi
peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan
belajar”. Kemajuan pendidikan membuat banyak tokoh pemikir
pendidikan mengemukakan banyak gagasan dalam bidang pendidikan. Sebagaimana tokoh-tokoh beikut ini yang mengemukakan definisi dari pembelajaran. Pembelajaran adalah proses komunikasi fungsional antara peserta didik dengan pendidik dan peserta didik dengan peserta didik dalam rangka perubahan sikap dan pola pikir yang akan menjadi kebiasaan bagi peserta didik yang bersangkutan (Erman Suherman dkk, 2003: 8). Pembelajaran adalah usaha sadar dari seorang pendidik untuk membelajarkan peserta didiknya (mengarahkan interaksi peserta didik dengan sumber belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan (Trianto, 2010: 17).
Pembelajaran dalam arti sempit diartikan sebagai suatu proses atau cara yang dilakukan agar seseorang dapat melakukan kegiatan belajar. Pembelajaran dalam arti luas, pembelajaran adalah suatu proses atau kegiatan yang sistematis dan sistemik, yang bersifat interaktif dan komunikatif antara pendidik dengan peserta didik, sumber belajar dan lingkungan untuk menciptakan suatu kondisi yang memungkinkan terjadinya tindakan belajar peserta didik, baik di kelas maupun di luar kelas, dihadiri guru secara fisik atau tidak, untuk menguasai kompetensi yang telah ditentukan (Zainal Arifin , 2009:10).
Berdasarkan beberapa pengertian pembelajaran di atas, dalam penelitian ini, pembelajaran adalah suatu interaksi antara pendidik dengan
(28)
peserta didik, dalam upaya menyampaikan pengetahuan dan meningkatkan kemampuan peserta didik dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
b. Pengertian Matematika
Matematika merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang digunakan secara luas dalam setiap segi kehidupan manusia. Matematika memiliki peranan yang penting dan cakupan yang sangat luas dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Beberapa pendapat tentang matematika adalah sebagai berikut:
James dan James dalam Erman Suherman, dkk (2003: 16) mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika, mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang saling berhubungan satu sama lain yang terbagi dalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis serta geometri.
Johnson dan Rissing dalam Erman Suherman, dkk (2003: 17) mengatakan bahwa matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasi pembuktian yang logik, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi.
Menurut Sujono (1988: 4), matematika merupakan disiplin ilmu yang mempunyai sifat khas apabila dibandingkan dengan disiplin ilmu yang lain. Beberapa definisi matematika, antara lain:
a. Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan yang eksak dan terorganisasi secara sistematik.
b. Matematika adalah bagian pengetahuan manusia tentang bilangan dan kalkulasi.
c. Matematika membantu orang dalam menginterpretasikan secara tepat berbagai ide dan kesimpulan.
(29)
d. Matematika adalah ilmu pengetahuan tentang penalaran yang logik dan masalah-masalah yang berhubungan dengan bilangan.
e. Matematika berkenaan dengan fakta-fakta kuantitatif dan masalah-masalah tentang ruang dan bentuk.
f. Matematika adalah ilmu pengetahuan tentang kuantitas dan ruang. Berdasarkan beberapa pengertian matematika yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa objek penelaahan matematika lebih dititikberatkan kepada hubungan, pola, bentuk, dan struktur. Dengan demikian dikatakan matematika itu berkenaan dengan gagasan berstruktur yang hubungan-hubungannya diatur secara logis. Ini berarti matematika bersifat abstrak yaitu berkenaan dengan konsep-konsep abstrak serta berpola pikir deduktif konsisten, dimana kesimpulan ditarik dari pernyataan umum menuju pernyataan khusus menggunakan penalaran.. Dalam penelitian ini, matematika yang dimaksud adalah matematika sekolah.
Hakikat pembelajaran matematika adalah proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan memungkinkan seseorang (si pelajar) melaksanakan kegiatan belajar matematika dan proses tersebut berpusat pada pendidik mengajar matematika. Pembelajaran matematika harus memberikan peluang kepada peserta didik untuk berusaha dan mencari pengalaman tentang matematika (Nyimas Aisyah, dkk, 2007: 2).
Keberhasilan dari suatu pembelajaran tidak akan lepas dari keberhasilan dalam proses pendidikannya. Dapat disimpulkan berdasarkan pengertian belajar, pembelajaran, dan matematika bahwa proses pembelajaran matematika adalah runtutan perubahan peristiwa untuk membuat suasana belajar sehingga terjadi suatu proses interaksi, sosialisasi dan komunikasi antara pendidik dengan peserta didik dan antara peserta didik dengan peserta didik mengenai konsep-konsep dan struktur yang terdapat dalam matematika.
(30)
Proses pembelajaran matematika dalam penelitian ini mengacu pada Kurikulum Sekolah Menengah Pertama Kelas VIII yang memuat standar kompetensi memahami persamaan garis lurus.
2. Zone of Proximal Development
Vygotsky berpendapat mengenai konsepnya tentang Zone of Proximal Development, yaitu:
“…the zone of proximal development. It is the distance between the
actual developmental level as determined by independent problem solving and the level of potential development as determined through problem solving under adult guidance, or in collaboration with more capable peers.”.
Menurutnya, bahwa zona perkembangan proksimal ialah jarak antara tingkat perkembangan aktual yang ditentukan melalui pemecahan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial ditentukan melalui pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa, atau bekerja sama dengan teman-teman yang lebih mampu (Vygotsky. 1978: 86). Jarak antara keduanya, yaitu tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial ini disebut zona perkembangan proksimal atau yang kita kenal dengan Zone of Proximal Development (ZPD).
Ilustrasi konsep Vygotsky mengenai ZPD dikemukakan oleh Ibrahim (2012:91) disajikan dalam Gambar 2.1.
Area yang diarsir menggambarkan daerah perkembangan yang diperoleh seseorang apabila belajar sendiri tanpa bantuan orang lain. ZPD setiap individu selalu berkembang namun tentu perkembangan tersebut ada
Gambar 2.1 Ilustrasi konsep ZPD
(31)
keterbatasannya. ZPD bersifat individual sehingga di dalam kelas akan terdapat ZPD yang bervariasi dikarenakan tingkat kemampuan peserta didik yang berbeda.
3. Scaffolding
Satu ide penting dari teori Vygotsky adalah scaffolding. Scaffolding merupakan penyediaan berbagai jenis dan tingkatan bantuan oleh pendidik kepada peserta didik guna memfasilitasi anak agar mereka dapat memecahkan permasalahan yang dihadapinya (Budiningsih, 2008: 105). Pemberian bantuan/dukungan ini sejalan dengan pengertian ZPD dari Vygotsky. Dimana peserta didik yang lebih banyak mengandalkan pemberian bantuan dari pendidik untuk mendapatkan pemahaman berada di luar daerahnya ZPD, sedangkan peserta didik yang terlepas dari bantuan pendidik berarti telah berada dalam daerahnya ZPD. Sedangkan menurut Van de Pol (2010: 274) menyatakan bahwa:
“scaffolding is construed as support given by a teacher to a student when performing a task that the student might otherwise not be able to accomplish.”.
Scaffolding yang ditafsirkan sebagai dukungan yang diberikan oleh pendidik kepada peserta didik ketika melakukan suatu pekerjaan/tugas dimana peserta didik dinyatakan mungkin tidak dapat mencapai.
Hal ini, menunjukkan bahwa pemberian dukungan (bantuan) kepada peserta didik pada saat yang tepat akan menciptakan proses pembelajaran matematika menjadi lebih baik, hal ini tidak terlepas dari peserta didik yang aktif dan pendidik hanya sebagai fasilitator. Pemberian scaffolding yang tidak tepat akan menimbulkan interferensi. Seringkali langsung muncul keinginan pendidik untuk datang membantu anak menyelesaikan tugas perkembangannya. Dampaknya, bantuan akan menginterferensi proses pembelajaran peserta didik. Keinginan tersebut sesungguhnya hal yang wajar dan sering terjadi, karena merupakan ungkapan kekhawatiran pendidik terhadap peserta didik. Namun, sebenarnya apabila dengan porsi yang tepat, tidak akan menjadi interferensi dan tidak akan merebut peran commit to user scaffolding
(32)
yang lebih dibutuhkan anak. Berdasarkan hal tersebut, ini sesuai dengan pendapat Walqui (2006: 165) yang dipublikasikan pada jurnal internasional
yang berjudul “Scaffolding Instruction for English Language Learners: A
Conceptual Framework”. Yang menyatakan bahwa:
scaffolding is premised upon the notion of handing over (by the teacher) and taking over (by the student), assistance provided should
always be only „just enough‟ and „just in time‟. As the students are able
to do more and gradually come to be more in charge of their own learning, the upper-level (macro) scaffolds are changed, transformed, restructured or dismantled.
Scaffolding didasarkan pada gagasan menyerahkan (oleh guru) dan mengambil alih (dari siswa), bantuan yang diberikan harus selalu 'hanya cukup 'dan' tepat pada waktunya '. Sehingga siswa dapat berbuat lebih banyak dan secara bertahap untuk menjadi lebih bertanggung jawab atas pembelajaran mereka sendiri, tingkat atas (makro) Scaffolding berubah, direstrukturisasi atau dibongkar.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa Scaffolding adalah pemberian bantuan oleh pendidik kepada peserta didik di saat mengalami kesulitan pada proses pembelajaran dan menghentikan bantuan tersebut dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengambil alih tanggung jawab setelah peserta didik mampu untuk menyelesaikan permasalahan sehingga dapat mencapai tujuannya. Dengan demikian dalam penelitian ini, proses scaffolding dapat diartikan sebagai serangkaian proses pemberian bantuan yang dapat berupa isyarat-isyarat, petunjuk, peringatan-peringatan, dorongan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan sehingga peserta didik dapat mencapai tujuannya.
4. Tujuan dan Karakteristik Scaffolding
Agus N. Cahyo (2013: 133-134) menjelaskan bahwa tujuan penerapan scaffolding pada proses pembelajaran, diantaranya sebagai berikut:
a. Memotivasi dan mengaitkan minat peserta didik dengan tugas
b. Menyederhanakan tugas sehingga membuatnya lebih terkelola dan bisa dicapai oleh peserta didik
(33)
c. Menyediakan beberapa arahan/petunjuk untuk membantu peserta didik fokus pada pencapaian tujuan
d. Secara jelas menunjukkan perbedaan antara pekerjaan peserta didik dan solusi standar atau yang diharapkan
e. Mengurangi frustasi dan resiko peserta didik
f. Memberi model dan mendefinisikan dengan jelas harapan mengenai kegiatan yang akan dilakukan.
Pendidik juga dapat menggunakan pertanyaan sebagai scaffolding untuk membantu peserta didik untuk memecahkan masalah atau menyelesaikan tugas. Pendidik mungkin meningkatkan tingkat pertanyaan atau kekhususan sampai peserta didik tersebut mampu memberikan respon yang benar (Stuyf, 2002: 4).
Menurut Roehler dan Cantlon (Bikmaz et al., 2010: 27), menyebutkan karakteristik scaffolding yang berkaitan dengan pembelajaran sebagai berikut: a. Menyajikan penjelasan (offering explanations).
Penjelasan-penjelasan tersebut berupa pernyataan jelas/tegas yang disesuaikan dengan pemahaman peserta didik yang ada tentang apa yang akan dipelajari dan juga mengapa, kapan, dan bagaimana itu digunakan. b. Melibatkan partisipasi peserta didik (inviting student participation)
Peserta didik diberikan kesempatan untuk ikut serta dalam proses pembelajaran. Setelah pendidik memberikan ilustrasi tentang pemikiran tertentu kemudian tindakan dan perasaan harus dilengkapi dalam tugas yang akan diberikan, peserta didik mempunyai kesempatan untuk mengisinya sesuai dengan yang mereka ketahui dan pahami.
c. Memeriksa dan mengklarifikasi pemahaman peserta didik (verifying and clarifying student understandings
Jika pemahaman yang muncul sesuai standar kebenaran, pendidik memeriksa/menguji respon peserta didik, sebaliknya jika tidak sesuai standar kebenaran, pendidik memberikan klarifikasi kebenarannya.
(34)
d. Memperagakan perilaku yang ditentukan (modeling of desired behaviors) Ini merupakan sikap pengajaran yang menunjukkan bagaimana seseorang harus merasa, berpikir, atau bertindak sesuai dengan situasi yang diberikan/ditentukan. Sikap ini meliputi peragaan berpikir dengan keras, peragaan berbicara dengan lantang dan peragaan performa.
e. Mengajak peserta didik untuk menyumbangkan petunjuk/ide/clue (inviting students to contribute clues)
Peserta didik didorong untuk memberikan petunjuk/ide/isyarat berkaitan dengan apa yang harus dilengkapi dalam tugas/latihan.
Kelima karakteristik scaffolding ini dapat diberikan secara bersamaan atau sendiri-sendiri tergantung materi yang akan dibahas. Pemberian bantuan tidak hanya diberikan pada awal pemecahan masalah, tetapi bantuan atau dukungan dapat diberikan ditengah atau diakhir pemecahan masalah. Setiap bantuan akan dikurangi dan diberikan kesempatan kepada peserta didik seiring dengan kemampuannya menyelesaikan suatu pekerjaan secara mandiri. Berdasarkan penjelasan di atas dalam penelitian ini, proses scaffolding diperoleh saat pembelajaran matematika materi pokok persamaan garis lurus berlangsung, yaitu pada kegiatan pembelajaran untuk pengetahuan konseptual dan prosedural.
5. Proses Scaffolding pada Pembelajaran Matematika
Scaffolding dalam pembelajaran merupakan strategi mengajar yang terdiri dari mengajar suatu keterampilan baru dengan mengajak peserta didik bersama-sama menyelesaikan tugas yang dirasa terlalu sukar apabila peserta didik menyelesaikannya sendiri, untuk membantu peserta didik membangun pemahaman atas pengetahuan dan proses yang baru (Ary Woro Kurniasih. 2012: 118). Dalam pembelajaran matematika scaffolding digunakan sebagai strategi pembelajaran. Menurut Paul Lau Ngee Kiong, scaffolding merupakan strategi pembelajaran yang dapat meningkatkan belajar pada matematika dan membantu menerapkan konstruktivisme di kelas.
(35)
Berdasarkan hal tersebut, ini sesuai dengan pendapat Oers yang dipublikasikan pada encyclopedia of mathematics yang berjudul “Scaffolding
in Mathematics Education”, menyatakan bahwa Scaffolding umumnya dipahami sebagai proses interaksional antara seseorang dengan pendidikan dan seorang pelajar, yang bertujuan untuk mendukung proses pembelajaran matematika peserta didik dengan memberikan bantuan yang tepat dan sementara. Scaffolding dalam pendidikan matematika adalah diberlakukannya interaksi secara sengaja untuk tindakan pembelajaran matematika dan sebagai strategi pemecahan masalah.
Sedangkan menurut Tedy Machmud (2011: 432) yang dipublikasikan pada International Seminar and the Fourth National Conference on Mathematics Education 2011 yang berjudul Scaffolding Strategy In Mathematics Learning menyatakan bahwa pada pembelajaran matematika, scaffolding merupakan tindakan bantuan yang dibatasi dan dorongan yang diberikan oleh pendidik atau peserta didik lain yang memiliki pengalaman atau pengetahuan lebih dalam pemahaman konsep matematika atau konteks yang sedang dipelajari kepada peserta didik sehingga peserta didik secara mandiri akan mampu membangun pengetahuan dan memecahkan masalah matematika. Bantuan tersebut mungkin termasuk ilustrasi, petunjuk, motivasi, peringatan, garis dari masalah dalam langkah-langkah lebih sederhana menuju cara memecahkan masalah, memberikan contoh, dan bantuan lainnya yang semua peserta didik harus memungkinkan jelas dan relevan untuk mencapai tingkat pembangunan untuk belajar mandiri.
Berdasarkan penjelasan di atas, diperoleh bahwa proses scaffolding pada pembelajaran matematika merupakan strategi pemecahan masalah berupa serangkaian proses pemberian bantuan diantaranya isyarat-isyarat, petunjuk, peringatan-peringatan, dorongan, menguraikan masalah kedalam langkah-langkah pemecahan masalah yang diberikan pada kegiatan pembelajaran matematika yang bersifat sementara sehingga peserta didik dapat mencapai tujuannya. Dalam penelitian ini, serangkaian proses
(36)
pemberian bantuan pada pembelajaran matematika materi pokok persamaan garis lurus sebagai berikut:
a. Menyajikan penjelasan (offering explanations).
Penjelasan tersebut berupa penyampaiaan konsep dan langkah-langkah untuk memecahkan masalah pada materi persamaan garis lurus, tentang apa yang akan dipelajari dan juga mengapa, kapan, dan bagaimana itu digunakan.
b. Melibatkan partisipasi peserta didik (inviting student participation)
Peserta didik diberikan kesempatan untuk aktif dalam proses pembelajaran. Melibatkan ini setelah pendidik mengarahkan permasalahan tertentu kemudian peserta didik melengkapi/menyelesaikan permasalahan untuk mencapai tujuannya, peserta didik mempunyai kesempatan untuk mengisinya sesuai dengan yang mereka ketahui dan pahami pada materi persamaan garis lurus, sebagai contoh pengerjaan di papan tulis oleh peserta didik.
c. Memeriksa dan mengklarifikasi pemahaman peserta didik (verifying and clarifying student understandings)
Pendidik mengevaluasi hasil pekerjaan untuk mengklarifikasi kebenaran dari konsep dan langkah-langkah penyelesaian pada materi persamaan garis lurus.
d. Memperagakan perilaku yang ditentukan (modeling of desired behaviors) Ini merupakan sikap pengajaran yang menunjukkan bagaimana seseorang harus merasa, berpikir, atau bertindak sesuai dengan situasi yang diberikan/ditentukan pada materi persamaan garis lurus. Sikap ini meliputi peragaan berpikir dengan keras, peragaan berbicara dengan lantang dan peragaan performa pada materi persamaan garis lurus.
e. Mengajak peserta didik untuk menyumbangkan petunjuk/ide (inviting students to contribute clues)
Peserta didik didorong untuk memberikan petunjuk/ide/isyarat berkaitan dengan konsep dan langkah-langkah penyelesaian pada materi persamaan garis lurus saat menemui permasalahan. commit to user
(37)
6. Pengetahuan Konseptual dan Prosedural
Pengetahuan konseptual dan prosedural merupakan salah satu jenis pengetahuan matematika dalam kemampuan berpikir matematis. Menurut definisi yang diberikan oleh Hiebert dan Lefevre (dalam Ghazali Hasnida), mereka mendefinisikan pengetahuan konseptual sebagai
“knowledge that is rich in relationships. It can be thought of as a connected web of knowledge, a network in which the linking realtionships are as prominent as the discrete pieces of information. Relationships pervade the individual facts and propositions so that all pieces of information are linked to some network.” (Hiebert dan Lefevre, 1986, ms. 3-4).
Disimpulkan bahwa pengetahuan konseptual adalah satu pengetahuan yang memiliki jaringan keterkaitan atau hubungan dengan berbagai informasi.
Masih pendapat yang sama yang diberikan oleh Hiebert dan Lefevre (Ariyadi Wijaya, 2012: 12), pengetahuan konseptual merupakan pengetahuan terkait konsep matematika, dimana sangat dibutuhkan untuk memahami masalah dan mengembangkan strategi penyelesaian masalah. Sedangkan menurut Anderson dan Krathwohl (2010: 71) mendefinisikan pengetahuan konseptual sebagai pengetahuan tentang bentuk-bentuk pengetahuan yang lebih kompleks dan terorganisasi. Diantaranya yaitu pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori, pengetahuan tentang prinsip-prinsip dan generalisasi, pengetahuan tentang teori, model, dan struktur.
Pengetahuan konseptual dalam matematika digambarkan sebagai konsep-konsep matematika serta hubungannya satu sama lain (Baykul dalam Isleyen dan Isik, (2003: 93). Konsep matematika sendiri diartikan sebagai ide abstrak untuk menggolongkan atau mengklasifikasikan sekumpulan objek. Objek dasar matematika dapat berupa fakta, konsep, operasi ataupun relasi, dan prinsip (R. Soedjadi, 2000: 13).
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut di atas dapat diartikan bahwa pengetahuan konseptual dalam matematika berupa pengetahuan tentang konsep-konsep matematika, bagaimana konsep tersebut saling terkait satu sama lain, serta bagaimana konsep-konsep tersebut berfungsi bersama. commit to user
(38)
Dengan demikian dalam penelitian ini, proses scaffolding pada pembelajaran matematika untuk pengetahuan konseptual diartikan sebagai serangkaian proses pemberian bantuan diantaranya isyarat-isyarat, petunjuk, peringatan-peringatan, dorongan, menguraikan masalah kedalam langkah-langkah pemecahan masalah yang diberikan dalam mengomunikasikan konsep-konsep matematika, bagaimana konsep tersebut saling terkait satu sama lain, serta bagaimana konsep tersebut berfungsi bersama. Dalam hal ini konsep-konsep matematika yang dimaksud adalah konsep-konsep persamaan garis lurus.
Menurut definisi yang diberikan oleh Hiebert dan Lefevre (dalam Ghazali Hasnida), mengenai pengetahuan prosedural sebagai
“One kind of procedural knowledge is a familiarity with the individual
symbols of the system and with the syntactic convention for acceptable configurations of symbols. The second kind of procedural knowledge consists of rules or procedures for solving mathematical problems. Many of the procedures that students possess probably are chains of prescriptions for manipulating symbols.” (Hiebert dan Lefevre, 1986, ms. 7-8).
Disimpulkan pengetahuan prosedural adalah satu pengetahuan yang banyak melibatkan penggunaan simbol dan juga yang melibatkan peraturan dan langkah-langkah penyelesaian masalah dalam matematika.
Pengatahuan prosedural menurut Van de Walle (2007: 28) adalah pengetahuan tentang aturan dan prosedur yang digunakan dalam melaksanakan tugas-tugas matematika rutin dan juga simbolisme yang digunakan untuk mewakili matematika. Kemudian menurut Anderson dan Krathwohl (2010: 77) pengetahuan prosedural mencakup pengetahuan tentang keterampilan, algoritme, teknik dan metode yang keseluruhannya disebut prosedur. Diantaranya: Pengetahuan tentang subyek-keterampilan khusus, pengetahuan subjek-teknik khusus dan metode, pengetahuan kriteria untuk menentukan ketika untuk menggunakan prosedur yang tepat.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut di atas dapat diartikan bahwa pengetahuan prosedural adalah pengetahuan yang mencakup berbagai keterampilan atau cara melakukan sesuatu yang berupa langkah-langkah commit to user
(39)
untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang rutin atau permasalahan yang baru. Dengan demikian dalam penelitian ini proses scaffolding pada pembelajaran matematika untuk pengetahuan prosedural diartikan sebagai serangkaian proses pemberian bantuan diantaranya isyarat-isyarat, petunjuk, peringatan-peringatan, dorongan, menguraikan masalah kedalam langkah-langkah pemecahan masalah yang diberikan dalam mengkomunikasikan berbagai keterampilan atau cara melakukan sesuatu yang berupa langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang rutin atau permasalahan yang baru dalam matematika. Dalam hal ini keterampilan yang dimaksud adalah keterampilan dalam menyelesaikan masalah matematika yang terkait dengan persamaan garis lurus.
7. Proses Pelaksanaan Pembelajaran
Menurut peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 yang mengatur tentang standar proses pembelajaran, Pelaksanaan Proses Pembelajaran matematika.
1) Kegiatan Pendahuluan
Dalam kegiatan pendahuluan, guru harus memperhatikan hal-hal berikut :
a) Menyiapkan siswa secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran.
b) Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari.
c) Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai.
d) Menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai silabus.
2) Kegiatan Inti
Pelaksanaan kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, commit to user
(40)
serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik secara psikologis siswa. Kegiatan inti menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik siswa dan mata pelajaran, yang dapat meliputi proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.
a) Eksplorasi
Dalam kegiatan eksplorasi, guru harus memperhatikan hal-hal berikut.
i) Melibatkan siswa mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang akan dipelajari dengan menerapkan prinsip
“alam takambang” jadi guru dan belajar dari aneka sumber.
ii) Menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar lain.
iii) Memfasilitasi terjadinya interaksi antar peserta didik serta antara peserta didik dengan pendidik, lingkungan, dan sumber belajar lainnya.
iv) Melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran.
v) Memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di laboratorium, studio, atau lapangan.
b) Elaborasi
Dalam kegiatan elaborasi, pendidik harus memperhatikan hal-hal berikut.
i) Membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna.
ii) Memfasilitasi pendidik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis.
iii) Memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisa, menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut.
(41)
iv) Memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif.
v) Memfasilitasi peserta didik berkompetensi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar.
vi) Memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individu maupun kelompok.
vii) Memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok.
viii)Memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival, serta produk yang dihasilkan.
ix) Memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik. c) Konfirmasi
Dalam kegiatan konfirmasi, pendidik harus memperhatikan hal-hal berikut.
i) Memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan siswa. ii) Memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi
siswa melalui berbagai sumber.
iii) Memfasilitasi pendidik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan.
iv) Memfasilitasi pendidik untuk memperoleh pengalaman yang bermakna dalam kompetensi dasar.
v) Berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan peserta didik yang mengalami kesulitan, dengan menggunakan bahasa yang baku dan benar.
vi) Membantu menyelesaikan masalah.
vii) Memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan hasil eksplorasi.
(42)
ix) Memberi motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum berpartisipasi aktif.
3) Kegiatan Penutup
Dalam kegiatan penutup, pendidik harus memperhatikan hal-hal berikut.
a) Bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat rangkuman/kesimpulan pelajaran.
b) Melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yanng sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram.
c) Memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran. d) Merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran
remedi, program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas, baik tugas individu maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik.
e) Menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
B. Penelitian Yang Relevan
1. Scaffolding Practices that Enhance Mathematics Learning oleh Anghileri. J dalam Journal of Mathematics Teacher Education 9: 33–52 tahun 2006. Hasil penelitian ini membahas mengenai pengidentifikasian dan pengklarifikasi kelas yang efektif untuk pembelajaran matematika apabila dalam pembelajaran pendidik mampu memberikan scaffolding dengan berbagai pendekatan sehingga hal yang demikian dapat mendorong keterlibatan aktif peserta didik.
2. Scaffolding Instruction for English Language Learners: A Conceptual Framework oleh Walqui. A dalam The International Journal of Bilingual Education and Bilingualism. Vol 9. No. 2. Hal: 159-180 tahun 2006. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa penggunaan atau pemberian bantuan yang dilakukan oleh pendidik dapat memberikan instruksi akademis kepada peserta didik yang membutuhkan untuk mengembangkan konseptual pada anak dan dapat membantu proses pembelajaran.commit to user
(43)
3. Scaffolding Strategi Applied by Student Teacher to Teach Mathematics oleh Bikmaz et al dalam The International Journal of Research in Teacher Education. 1(special issue):25-36. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa mengundang atau mengajak partisipasi peserta didik dengan memberikan kesempatan untuk mengisi atau membuat keputusan mengenai langkah-langkah dalam memilih bagian yang mereka tahu atau mengerti untuk menyelesaikan permasalahannya merupakan salah satu pemberian bantuan yang umum dilakukan oleh pendidik.
4. Knowledge Needed by a Teacher to Provide Analytic Scaffolding During Undergraduate Mathematics Classroom Discussions oleh Speer et al dalam Journal for Research in Mathematics Education. Vol 40. No. 5, 530–562 tahun 2009. Hasil penelitian menyatakan bahwa pengetahuan yang dimiliki pendidik yang berpengalaman maupun belum akan memberikan teknik scaffolding yang berbeda dalam diskusi kelas.
5. Scaffolding Strategy In Mathematics Learning oleh Tedy Machmud dalam Proceding: International Seminar and the Fourth National Conference on Mathematics Education. ISBN: 978-979-16353-7-0. Hal 429-440 tahun 2011. Hasil dalam penelitian ini menyatakan bahwa peserta didik dalam membangun konsep tidak dapat dipisahkan dari konteks sosial, budaya, lingkungan dan bahasa. Pengelolaan pembelajaran matematika yang berfokus pada keterlibatan keaktifan peserta didik juga membutuhkan lingkungan belajar yang konstruktif. Pendidik sebagai fasilitator dalam pembelajaran dan menyusun strategi harus memberikan scaffolding yang jelas dan tepat, sehingga peserta didik dapat mencapai tingkat pengembangan potensi dalam memahami dan membangun pengetahuan matematika.
6. Patterns of Scaffolding in One-to-One Mathematics Teaching: An Analysis oleh Muhammad Akhtar dalam Educational Research International. Vol. 3 No.1 Hal: 71-79 tahun 2014. Dalam penelitian ini menyatakan bahwa scaffolding merupakan salah satu strategi pengajaran yang dapat meningkatkan pembelajaran dalam matematika dan membantu menerapkan commit to user
(44)
Hal ini sangat membantu dalam meningkatkan tingkat rasa percaya diri bagi peserta didik yang berprestasi rendah dalam pembelajaran matematika.
7. Developing conceptual understanding and procedural skill in mathematics: An iterative process oleh Johnson et al dalam Journal of Educational Psychology Vol 93 No.2 Hal: 346-362 tahun 2001. Dalam penelitian ini menyatakan bahwa hubungan antara pengetahuan konseptual dan pengetahuan prosedural adalah berlaku secara timbal balik. Peningkatan pengetahuan prosedural akan mendorong peningkatan pengetahuan konseptual dan sebaliknya. Pengetahuan konseptual dan prosedural ini dibangun secara pengulangan (iteratively) dan juga saling bergantungan antara satu sama lain (hand-over-hand process).
C. Kerangka Berpikir
Scaffolding merupakan penyediaan berbagai jenis dan tingkatan bantuan oleh pendidik kepada peserta didik guna memfasilitasi anak agar mereka dapat memecahkan permasalahan yang dihadapinya baik berupa isyarat-isyarat, petunjuk, peringatan-peringatan, dorongan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan sehingga peserta didik dapat mencapai tujuannya. Scaffolding muncul pada saat peserta didik menemui kesulitan, kesulitan yang dihadapi peserta didik dapat diketahui dari kesalahan yang dilakukan peserta didik dalam materi persamaan garis lurus. Pemberian bantuan atau dukungan ini sejalan dengan pengertian Zone of Proximal Development (ZPD) dari Vygotsky. Dimana peserta didik yang lebih banyak mengandalkan pemberian bantuan dari pendidik untuk mendapatkan pemahaman berada di luar daerahnya ZPD, sedangkan peserta didik yang terlepas dari bantuan pendidik berarti telah berada dalam daerahnya ZPD.
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Hakikat pembelajaran matematika adalah proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan memungkinkan peserta didik melaksanakan kegiatan belajar matematika dan proses tersebut berpusat pada pendidik dalam mengajar commit to user
(45)
matematika. Pada dasarnya obyek matematika adalah abstrak, matematika juga dapat berupa pengetahuan konseptual dan prosedural, di dalam matematika terdapat keterkaitan antara pengetahuan konseptual dan prosedural. Pengetahuan konseptual dalam matematika dapat berupa pengetahuan tentang konsep-konsep matematika, bagaimana konsep tersebut saling terkait satu sama lain, serta bagaimana konsep-konsep tersebut berfungsi bersama. Selanjutnya pengetahuan prosedural dapat berupa pengetahuan yang mencakup berbagai keterampilan atau cara melakukan sesuatu yang berupa langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang rutin atau permasalahan yang baru.
Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai instrumen utama dengan bantuan beberapa instrumen pengumpulan data. Adapun teknik untuk pengumpulan data meliputi observasi dan wawancara tak terstruktur. Proses scaffolding pada pembelajaran matematika akan diamati dengan menggunakan perekam berupa handycam. Dari hasil rekaman tersebut diperoleh transkripsi kegiatan pembelajaran berupa percakapan atau dialog pendidik dan peserta didik. Transkripsi tersebut akan direduksi dengan cara mengambil percakapan yang terkait dengan proses scaffolding pada pembelajaran materi pokok persamaan garis lurus untuk pengetahuan konseptual dan prosedural, sehingga reduksi menghasilkan data dalam dua kategori yaitu kategori data proses scaffolding pada pembelajaran untuk pengetahuan konseptual dan kategori data proses scaffolding pada pembelajaran untuk pengetahuan prosedural. Selanjutnya untuk wawancara tak tersetruktur dilakukan sebagai klarifikasi dari proses scaffolding. Apabila terdapat hubungan antara proses scaffolding pada pembelajaran dan hasil wawancara tak tersetruktur, maka akan diperoleh data proses scaffolding pada pembelajaran matematika materi pokok persamaan garis lurus untuk pengetahuan konseptual dan prosedural.
Secara umum tahapan-tahapan penelitian yang dilakukan terlihat dari Gambar 2.2.
(46)
Display Data
Penarikan kesimpulan Analisis hasil wawancara
Hasil analisis
Analisis hasil wawancara
Hasil analisis Wawancara dengan Pendidik Wawancara dengan Peserta didik
Data hasil wawancara Data hasil wawancara Penentuan Subjek Penelitian Observasi pelaksanaan pembelajaran
pertemuan ke-1 sampai ke-4
Data hasil observasi pertemuan ke-1 sampai ke-4 Analisis data hasil observasi
pertemuan ke-1 sampai ke-4
Data proses scaffolding
Data proses pembelajaran
Proses scaffolding dan Konfirmasi proses scaffolding
Data proses scaffolding pada pembelajaran
Gambar 2.2 Diagram alur penelitian
(47)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 4 Karanganyar Kabupaten Karanganyar kelas VIII semester I pada materi persamaan garis lurus pada tahun pelajaran 2013/2014. Peneliti memilih SMP Negeri 4 Karanganyar sebagai tempat penelitian dengan alasan bahwa di SMP Negeri 4 Karanganyar memiliki karakteristik tingkat sekolah yang sama dengan sekolah observasi awal tetapi dengan tingkat rank yang berbeda, belum pernah dilakukan penelitian tentang proses scaffolding khususnya terkait dengan proses scaffolding pada pembelajaran matematika untuk pengetahuan konseptual dan pengetahuan prosedural. Kemudian untuk materi menentukan gradien, persamaan garis, atau grafiknya di SMP Negeri 4 Karanganyar menunjukkan daya serap yang tergolong rendah.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini melalui beberapa tahap yaitu dimulai dari tahap persiapan, kemudian dilanjutkan dengan tahap pelaksanaan, analisis data dan yang terakhir yaitu tahap penyusunan laporan. Jadwal penelitian secara lengkap sebagai berikut
a. Persiapan
1) Pengajuan judul : November 2012
2) Penyusunan Proposal : November-Desember 2012
3) Seminar : Januari 2013
4) Revisi proposal dan instrumen : Januari-September 2013 b. Pelaksanaan penelitian : Oktober-November 2013 c. Analisis Data : Oktober-Desember 2013 d. Penyusunan Laporan : Desember-Juni 2015
30
(48)
B. Pendekatan Penelitian
Pendekatan dalam penelitian ini termasuk pendekatan penelitian kualitatif, yaitu upaya untuk mendeskripsikan yang terkait dengan proses scaffolding pada pembelajaran matematika materi persamaan garis lurus di kelas VIII SMP Negeri 4 Karanganyar untuk pengetahuan konseptual dan procedural.
Penelitian kualitatif dalam bidang pendidikan juga bertujuan untuk mempelajari dan mendeskripsikan suatu proses kegiatan pendidikan berdasarkan apa yang terjadi di lapangan sebagai bahan kajian lebih lanjut untuk menemukan kelebihan dan kelemahan pendidikan sehingga dapat ditentukan bagaimana upaya penyempurnaannya (Jamal Ma‟mur Asmani, 2011: 81)
C. Subjek Penelitian
Subjek utama pada penelitian ini adalah satu orang pendidik mata pelajaran matematika kelas VIII SMP Negeri 4 Karanganyar yang sudah memiliki pengalaman mengajar cukup lama, telah tersertifikasi dan pendidik mampu mengomunikasikan apa saja yang dilakukan dalam proses scaffolding pada pembelajaran matematika peserta didik kelas VIII. Subjek bantu pada penelitian ini adalah peserta didik kelas VIIIE. Peserta didik yang dipilih sebagai subjek bantu memiliki karakteristik mampu berkomunikasi dengan baik dan atau yang memperoleh scaffolding oleh pendidik pada proses pembelajaran matematika materi persamaan garis lurus.
D. Data dan Sumber Data
Data utama dalam penelitian ini adalah proses scaffolding yang dilakukan pendidik dalam kegiatan pembelajaran. Data tersebut diperoleh dari aktivitas proses scaffolding pada pembelajaran matematika materi pokok persamaan garis lurus untuk pengetahuan konseptual dan prosedural, kemudian untuk data bantu diperoleh dari hasil kegiatan wawancara terhadap sabjek utama ialah pendidik dan subjek bantu ialah peserta didik. commit to user
(49)
E. Teknik Sampling
Pemilihan subjek pada penelitian ini berdasarkan teknik purposive sampling, yaitu dipilih dengan pertimbangan subjek dapat memberikan informasi secara mendalam mengenai proses scaffolding pada pembelajaran matematika untuk pengetahuan konseptual dan prosedural. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Sugiyono (2010: 300) bahwa purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu, misalnya orang tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan. Teknik pengambilan sampel ialah purposive sampling dengan mengambil subjek utama penelitian pendidik kelas VIII sebanyak satu orang. Subjek yang dipilih sesuai dengan tujuan penelitian yaitu pendidik yang dapat memberikan informasi sebanyak mungkin tentang proses scaffolding pada pembelajaran persamaan garis lurus untuk pengetahuan konseptual dan prosedural dan subjek bantu ialah peserta didik kelas VIIIE yang dapat memberikan pendapatnya mengenai proses scaffolding yang telah diberikan pendidik.
F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Dalam penelitian ini, teknik yang digunakan adalah sebagai berikut.
1. Observasi
Menurut Budiyono (2003: 53) observasi adalah cara pengumpulan data dimana peneliti (atau orang yang ditugasi) melakukan pengamatan terhadap subjek penelitian demikian hingga si subjek tidak mengetahui bahwa dia sedang diamati.
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan observasi pada proses scaffolding selama pelaksanaan pembelajaran matematika di kelas tanpa mengganggu jalannya pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Stainback (Sugiyono, 2010: 312) bahwa dalam observasi partisipasi pasif peneliti hanya datang ditempat kegiatan orang yang akan diamati, tetapi commit to user
(50)
tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut. Selanjutnya proses yang diamati ialah proses scaffolding dengan menggunakan bantuan lembar observasi dan alat perekam berupa handycam. Hal ini untuk mengantisipasi adanya informasi yang terlewat pada saat peneliti melakukan pengambilan data.
Observasi dalam kegiatan pembelajaran di kelas VIII SMP Negeri 4 Karanganyar dilakukan sebanyak 4 kali, dari 4 rekaman yang selanjutnya dianalisis secara mendalam.
2. Wawancara
Menurut Moleong (2009: 186) wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Dalam penelitiana ini, sebagai pewawancara (interviewer) adalah peneliti dan terwawancara (interviewee) adalah pendidik mata pelajaran matematika dan peserta didik kelas VIII SMP Negeri 4 Karanganyar. Wawancara digunakan untuk memperoleh data tambahan sebagai penunjang data utama. Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara tak berstruktur. Wawancara tak berstruktur yang dimaksud adalah wawancara yang tidak menggunakan pedoman wawancara secara baku yaitu hanya fokus pada maksud dan tujuan scaffolding yang diberikan oleh pendidik dan yang diterima oleh peserta didik. Wawancara dilakukan dalam rangka mengkonfirmasi data yang didapat selama pengambilan data pada proses pembelajaran. Wawancara dilakukan kepada pendidik dan peserta didik yang memiliki karakteristik mampu berkomunikasi dengan baik atau yang memperoleh scaffolding langsung oleh pendidik pada proses pembelajaran matematika materi persamaan garis lurus. Menurut Esterberg (dalam Sugiyono, 2010: 320) tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya.
(1)
Pertemuan
: Ketiga
Hari/Tanggal
: Rabu, 20 November 2013
Kelas/Semester
: VIII E/Ganjil
No Scaffolding pada Proses Pembelajaran
Keterangan
1.
Menyajikan penjelasan Pada pertemuan ini, mengenai sub materi menentukan gradien dengan persamaan garis y=mx+c. Pendidik tidak teramati memberikan scaffolding berdasarkan karakteristiknya
2.
Melibatkan partisipasi peserta didik
Pendidik memberikan bantuan saat peserta didik masih kesulitan menentukan gradien dari 2y=4x-8 dimana sebelumnya telah menerima bantual awal dari pendidik. Berikutnya pendidik mengingatkan kalau dalam persamaan adanya ruas kiri dan kanan, dan menunjuk peserta didik untuk menyelesaikan dipapan tulis
3.
Memeriksa dan
mengklarifikasi pemahaman peserta didik
Pada pertemuan ini, mengenai sub materi menentukan gradien dengan persamaan garis y=mx+c. Pendidik tidak teramati memberikan scaffolding berdasarkan karakteristiknya
4. Memperagakan perilaku yang ditentukan
5.
Mengajak peserta didik untuk menyumbangkan
petunjuk/ide/clue
6.
Pendidik memberikan bantuan saat peserta didik melakukan kesalahan dalam menentukan gradien garis dari persamaan 2y=4x-8, yaitu dengan menugasi peserta didik untuk memperhatikan koefisien dari variabel y, memperhatikan rumus y=mx+c
7.
Pendidik memberikan bantuan saat peserta didik melakukan kesalahan menentukan nilai gradien garis dari 2x+3y=12, disini peserta didik ada yang menjawab negatif dua dikarenakan pindah ruas dari suku 2x. Bantuan yang diberikan yaitu dengan memunculkan pertanyaan-pertanyaan bagaimana koefisien dari variabel y?
Pendidik memberikan bantuan saat terdapat peserta didik yang kesulitan menentukan gradien dari y-3x=15
(2)
247
Saya yang bertanda tangan di bawah ini telah menyetujui data yang ditemukan
selama observasi kegiatan pembelajaran. Data yang diperoleh sudah sesuai
dengan apa yang saya maksud sebagai sumber data utama.
Karanganyar, 21 November 2013
Sumber Data
Adif Muchtar, S.Pd
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(3)
Pertemuan
: Keempat
Hari/Tanggal
: Rabu, 4 Desember 2013
Kelas/Semester
: VIII E/Ganjil
No Scaffolding pada Proses Pembelajaran
Keterangan
1.
Menyajikan penjelasan Pada pertemuan ini, mengenai sub materi menentukan persamaan garis yang melalui sebuah titik (x,y) dengan gradien m. Pendidik memberikan bantuan saat peserta didik kesulitan dalam mencari persamaan garis yang melalui (2,4) dengan gradien dalam bentuk pecahan yaitu . Bantuan yang diberikan ialah dengan memberikan petunjuk cara pengerjaan yang memudahkan peserta didik mencapai tujuannya 2.
Melibatkan partisipasi peserta didik
Pada pertemuan ini, mengenai sub materi menentukan persamaan garis yang melalui sebuah titik (x,y) dengan gradien m. Pendidik tidak teramati memberikan
scaffolding berdasarkan karakteristiknya
3.
Memeriksa dan
mengklarifikasi pemahaman peserta didik
Pendidik memberikan bantuan saat terdapat peserta didik melakukan kesalahan dalam operasi hitung bentuk aljabar 5(y-3) = 4(x-2)
5y-15 = 4x-2+15 5y = 4x+13
Bantuan yang diberikan ialah menunjukkan perbedaan standar kebeneran akan pekerjaan peserta didik dipapan tulis
4. Memperagakan perilaku yang ditentukan
Pada pertemuan ini, mengenai sub materi menentukan persamaan garis yang melalui sebuah titik (x,y) dengan gradien m. Pendidik tidak teramati memberikan
scaffolding berdasarkan karakteristiknya 5.
Mengajak peserta didik untuk menyumbangkan
petunjuk/ide/clue
6.
Pendidik memberikan bantuan saat peserta didik melakukan kesalahan operasi hitung bentuk aljabar sifat distributif terhadap penjumlahan, yaitu dengan menugasi peserta didik untuk membandingkan pengerjakaan sebelumnya yaitu dari langkah pengoperasiaannya
(4)
249
Saya yang bertanda tangan di bawah ini telah menyetujui data yang ditemukan
selama observasi kegiatan pembelajaran. Data yang diperoleh sudah sesuai
dengan apa yang saya maksud sebagai sumber data utama.
Karanganyar, 5 Desember 2013
Sumber Data
Adif Muchtar, S.Pd
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(5)
(6)